b. Gerakan tubuh yang sensual. Gerakan tubuh yang sensual ini dapat dilakukan dengan tarian maupun gerakan-gerakan yang menunjukkan
kesensualan seseorang. Sebagai contoh cara berjalan dibuat berlenggok-lenggok agar terlihat lebih sensual untuk menarik lawan
jenis. c. Suara yang erotis dan sensual. Suara yang erotis dan sensual adalah
suara yang dikeluarkan oleh seseorang untuk membuat orang yang mendengarnya menjadi terangsang, baik secara langsung maupun
melalui telepon. d. Memperlihatkan secara terang-terangantersamar pada publik alat vital
dan atau bagian tubuh yang menunjukkan sensualitas. Perbuatan menunjukkan alat vital ini baik dilakukan secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama. Contoh yang nyata dari tindakan memperlihatkan alat vital ini adalah gambar telanjang dari artis Anjasmara yang kemudian
berujung pada dipidanakannya artis tersebut oleh FPI Front Pembela Islam.
e. Melakukan hubungan seksual dan dipertontonkan kepada orang lain. Hubungan seksual yang dimaksud dalam hal ini adalah hubungan
seksual yang sengaja dilakukan di depan orang lain. Hubungan seksual merupakan pornoaksi yang sangat nyata karena dengan
memperlihatkan hubungan seksual di depan orang lain akan membuat orang yang melihatnya menjadi terangsang dan juga akan tergiring
kepada perbuatan pornoaksi.
Dari uraian di atas dapat disimpulakan bahwa suatu perbuatan dikatakan sebagai perbuatan pornoaksi apabila memiliki salah satu atau
lebih dari satu unsur-unsur pornoaksi.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pornoaksi Mahasiswa
Faktor-faktor yang menyebabkan pornoaksi oleh remaja setidak- tidaknya dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut:
a. Faktor nilai-nilai agama Nilai-nilai agama yang dianut oleh remaja menentukan sikapnya
terhadap pornoaksi. Hal ini disebabkan agama mempunyai ajaran- ajaran tertentu atau ketentuan-ketentuan yang memberikan batasan-
batasan yang tegas terhadap pornoaksi. Selain itu ajaran agama juga dapat memberantas, menanggulangi, mencegah, dan membendung
pornoaksi, sepanjang kehidupan anggota masyarakat sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya, khususnya ajaran agama Islam
Djubaedah, 2003. b. Faktor hukum
Faktor hukum di sini dilihat dari hukum positif yang berlaku di Indonesia yaitu Hukum Pidana dan Hukum Islam. Hukum pidana di
Indonesia melarang hal-hal yang bersifat pornografi dan pornoaksi melalui pasal-pasal yang berkaitan dengan kesusilaan. Berdasarkan
penafsiran atas Pasal 281, 283, 532, 534, dan Pasal 535 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, maka pengaturan pornografi dan
pornoaksi dapat dilihat dari penafsiran pasal-pasal tersebut Djubaedah, 2003.
Pengertian pornografi dan pornoaksi menurut ketentuan-ketentuan tersebut tidak hanya menyangkut perbuatan erotis dan sensual yang
membangkitkan birahi seksual semata. Tetapi pengertian pornografi dan pornoaksi termasuk perbuatan erotis dan sensual yang
menjijikkan, memuakkan, memalukan orang yang melihatnya dan atau mendengarnya dan atau menyentuhnya. Hal itu disebabkan oleh
bangkitnya birahi seksual seseorang akan berbeda dengan yang lain. Apabila perbuatan erotis atau gerak tubuh maupun gambar, tulisan,
karya seni berupa patung, alat kelamin, suara dalam nyanyian- nyanyian maupun suara yang mendesah, humor, dan lain-lain yang
terdapat dalam media komunikasi, baik cetak maupun elektronik, hanya diukur dengan perbuatan yang membangkitkan birahi seksual
semata, maka sangat sulit untuk memberikan batasan pornografi dan pornoaksi yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Karena itu
jenis pelanggaran kesusilaan pornografi dan pornoaksi seharusnya tidak hanya diukur oleh bangkitnya birahi seseorang, tetapi juga harus
diukur dengan rasa memuakkan, menjijikkan, dan atau memalukan bagi orang yang melihatnya dan atau mendengarnya, dan atau
menyentuhnya Djubaedah, 2003. Dalam beberapa hadis Rasulullah yang melarang kita memakai
pakaian yang tembus pandang, erotis, sensual, dan sejenisnya, serta