Gambaran Proses Pengambilan Keputusan Berhenti menggunakan Narkoba

(1)

GAMBARAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BERHENTI MENGGUNAKAN NARKOBA

Skripsi

Guna Memenuhi Persyaratan

Sarjana Psikologi

JUNI LISTANTI PURBA

021301042

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Medan

2007


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Gambaran Proses Pengambilan Keputusan Berhenti Menggunakan Narkoba” adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun serta bukan merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kekurangan dalam karya ini, saya bersedia menerima sanksi apapun dari Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, September 2007

Juni Listanti Purba NIM : 021301042


(3)

ABSTRAK

Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara September 2007

Juni Listanti Purba : 021301042

Gambaran Proses Pengambilan Keputusan Berhenti menggunakan Narkoba x + 131 Halaman + Lampiran

Bibliografi (1977 – 2006)

Setiap tahun jumlah kriminalitas dalam hal narkoba semakin meningkat, terkhusus dalam hal penggunaan, mulai anak-anak SD sampai orang dewasa. Bahkan individu yang berasal dari keluarga yang baik dan juga individu yang merupakan public figur, juga telah menjadi bagian dari pengguna narkoba. Meskipun telah mengetahui bahwa benda tersebut sangat berbahaya dan merugikan diri sendiri dan lingkungan, tetapi para pengguna narkoba tetap menggunakannya, dan bahkan sampai kecanduan (tidak berdaya lagi untuk meninggalkannya). Jika sudah demikian, maka pengguna narkoba telah masuk ke dalam satu lingkaran setan, yang sangat sulit untuk dihancurkan. Ketika mereka tetap menggunakan narkoba, maka dia akan mati secara pelan-pelan; sebaliknya, jika berhenti, maka rasa sakit dan gangguan-gangguan secara fisik dan psikis pun senantiasa menghantui dan menyiksanya. Kondisi ini membuatnya sulit untuk memilih dan akhirnya memutuskan, jalan hidup mana yang harus dia ikuti. Sering kali pengguna narkoba telah memutuskan untuk berhenti, tetapi kembali lagi menggunakannya karena sugesti serta rasa sakit yang dirasakannya. Ini merupakan kondisi yang sangat stressful bagi pengguna narkoba yang ingin mengambil keputusan berhenti dari narkoba. Janis & Mann (1977) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba merupakan satu cara pemecahan konflik dan terhindar dari faktor situasional. Hal ini akan sangat menentukan kehidupan pengambil keputusan di masa selanjutnya.

Mengingat proses pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba bagi para pengguna narkoba bukanlah satu proses dan tindakan yang mudah dan bersifat sangat subjektif, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Diharapkan dengan pendekatan ini maka proses dan keberhasilan memutuskan dapat dipahami sebagaimana pemahaman partisipan dalam menjalani proses pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba. Pengambilan data terhadap tiga orang partisipan, dalam hal ini adalah pengguna narkoba yang sedang atau telah berhenti dari narkoba, dilakukan dengan metode wawancara dan didukung dengan data tambahan melalui observasi pada saat wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba yang dilalui ketiga partisipan berbeda antara satu dengan yang lain, dan tidak melibatkan tahapan yang sama seperti proses pengambilan keputusan yang dijelaskan pada landasan teori. Ketiga partisipan mengambil keputusan akhir, yaitu berhenti dari narkoba untuk selamanya. Faktor yang terbesar mempengaruhi keberhasilan pengguna narkoba meninggalkan


(4)

narkoba selamanya adalah dukungan sosial, terutama dari orang tua dan keluarga. Dukungan ini akan membantu pengguna narkoba untuk memiliki pemahaman yang benar tentang narkoba dan membuat mereka merasa berharga, dicintai, dan menjadi bagian dari sebuah komunitas. Selain itu juga, pengguna narkoba yang benar-benar ingin berhenti dari narkoba harus meninggalkan pergaulan lamannya serta memfokuskan untuk kegiatan-kegiatan yang baru. Hal ini akan sangat menentukan keberhasilan para pengguna narkoba untuk melakukan keputusan yang telah diambil yaitu meninggalkan narkoba selamanya. Pertimbangan-pertimbangan terhadap setiap resiko yang dihadapi selama proses pengambilan keputusan menjadi salah satu alasan sulitnya pengguna narkoba untuk meninggalkannya selamanya sehingga tidak jarang mereka mengalami relaps dan jatuh bangun selama proses pengambilan keputusan akhir dan membutuhkan waktu yang relatif lama.

Penelitian ini telah menunjukkan bahwa mengambil keputusan berhenti menggunakan narkoba selamanya dapat dilakukan meskipun sangat sulit dan menyakitkan serta membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menjalani prosesnya. Dengan demikian, disarankan kepada setiap keluarga dan teman dekat pengguna narkoba serta setiap lembaga peduli pengguna narkoba, untuk lebih peka dan memberi dukungan bagi pengguna narkoba dengan intensif, sampai akhirnya dapat mengambil keputusan untuk berhenti dari narkoba. Perhatian, pemahaman yang tepat tentang narkoba dan hidup, nasihat, teguran, feedback

positif, dukungan doa dan pendidikan agama sangat menentukan keinginan dan keberhasilan pengguna narkoba untuk berhenti selamanya. Hal ini akan membuat mereka merasa mampu untuk meninggalkan narkoba serta dapat menjalani hidup sebagaimana mestinya.

Kata Kunci : Pengguna Narkoba, sugesti dan relaps, dan Proses pengambilan keputusan.


(5)

KATA PENGANTAR

Kasih karunia dan penyertaanMu, ya Allah Bapa, yang memenuhiku sehingga aku sanggup dan mampu menyelesaikan skripsi ini. Di dalam banyaknya kekurangan, keterbatasan, serta pergumulan yang terjadi, Engkau senantiasa memberiku kekuatan, jalan, dan semangat yang luar biasa. Sungguh, kuasa dan kasihMu nyata ya Bapa, didalam menyelesaikan skripsi ini. Biarlah skripsi ini berkenan memuliakan namaMu serta menjadi bukti nyata karyaMu dalam hidupku. Terima kasih Bapa.

Terima kasih yang tak terhingga juga kupersembahkan kepada orang-orang yang ku kasihi dan mengasihiku, kepada kedua orang-orang tua, St.J.Purba Tambak dan St.M. Br. Sinaga. Terima kasih buat dukungan doa, motivasi, kasih sayang, serta kesabaran yang telah kalian berikan kepadaku. Sungguh, kasih dan penyertaan Tuhan telah nyata melalui kedua orang tua yang sangat kukasihi. You are the greatest parents that I’ve known in this world. I love you Mom and Dad.

Sama halnya juga buat my lovely sister, K’Lenni, dan my lovely brother, B’Jefri, yang telah memberikan contoh bagiku dalam menyelesaikan perkuliahan dan selalu memberi doa dan semangat. Terima kasih buat perhatian kalian. I love you..

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, terkhusus buat Ibu Jossetha MRT, M.Si selaku pembimbing saya yang telah menyediakan begitu banyak perhatian dan doa, waktu, tenaga, kritik dan saran selama proses penyusunan skripsi ini. Bagi saya, Ibu tidak hanya sebagai dosen pembimbing, tetapi juga sebagai orang


(6)

tua yang telah mengajari saya banyak hal, selalu memotivasi dalam setiap kesulitan yang saya temui dalam proses penyelesaian skripsi ini. Sungguh, kasih dan kuasa Tuhan juga telah dinyatakan melalui Ibu. Terima kasih yang sangat besar ya Bu.

Terima kasih kepada Pak Eka, selaku dosen PA selama di Psikologi. Meskipun tidak banyak berkomunikasi, tetapi saya dapat belajar banyak atas bimbingan dan masukan yang Bapak berikan selama ini. Juga buat seluruh staff pengajar dan pegawai di Psikologi USU, terima kasih untuk taburan ilmu yang Bapak/Ibu berikan selama ini. Semoga saya dapat mempergunakannya untuk kebaikan dan membangun orang lain dengan lebih baik.

Tidak lupa buat teman KTB GNB (B’Septa dan Deni, serta K’Yenni) dan adik-adik KK (JNB & Elisieva), Koordinasi UP FK & Psikologi, dan saudara/i ku koordinasi UKM KMK USU, dan juga sahabat doa ku, Inri. Saya yakin, skripsi ini dapat selesai, adalah karena dukungan doa dan motivasi yang senantiasa kalian berikan kepadaku. Di saat aku mulai putus asa, kalian selalu menegur dan menguatkanku, dan di saat aku sakit, kalian selalu memberiku obat yang menyembuhkan, yaitu kasih. Terima kasih saudara/i ku. Biarlah kita bersama-sama menyatakan kasihNya bagi dunia melalui hidup kita, apapun yang kita lakukan. Tidak lupa juga buat teman seperjuanganku, Risniar A. Meskipun telah terlebih dahulu lulus menjadi sarjara, tapi engkau tetap mendukung dan memotivasi ku. Mari kita terus berjuang sampai titik darah penghabisan dan bersama-sama berdoa semoga hidup kita dipakaiNya di tengah-tengah dunia ini. Juga kepada sahabat-sahabat ku di Kost Biru (Lidia, Linda, Shinta, Evi,dan


(7)

Dedy), dan kost baru (Ester, Tio, Ernita, Yanta, dan Juni), terima kasih buat doa dan pengertian kalian. Terima kasih buat omelannya ya (he...he...he...).

Terima kasih yang sangat besar juga buat teman-teman di LSM peduli HIV/AIDS dan Pengguna Narkoba (Medan Plus dan Galatea), buat K’Wilda, B’Albert, B’Ridwan, K’Sashi, dan teman-teman lainnya, yang telah banyak membantuku menyelesaikan skripsi ini. Juga kepada salah seorang saudara ku sepelayanan di UKM KMK USU, yang juga telah bersedia berbagi hidup dan pengalamannya di masa lalu. Tanpa bantuan dan kerjasama dari kalian semua, skripsi ini tidak akan pernah ada. Mudah-mudahan penelitian bermanfaat ya Kak, Bang. Tetap semangat dan berjuang!!! Semoga semakin banyak lagi pengguna narkoba yang sadar dan mau mengambil keputusan berhenti untuk selamanya, seperti kalian. God bless you all.

Juga buat semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung terlibat dalam proses penyelesaian skripsi ini, baik secara moril maupun materil, yang tidak tersebutkan satu per satu. Terimakasih untuk semuanya.

Akhir kata, penulis memohon maaf bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Terima kasih.

Medan, Oktober 2007 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

Lembar Pernyataan ... i

Abstrak ... ii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

BAB I Pendahuluan ... 1

I. A. Latar Belakang Masalah ... 1

I. B. Perumusan Masalah ... 9

I. C. Tujuan Penelitian ... 10

I. D. Manfaat Penelitian ... 10

I. E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II Landasan Teori... 13

II. A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN ... 13

II. A. 1. Definisi Pengambilan Keputusan ... 13

II.A. 2. Tahapan Pengambilan Keputusan dan Faktor yang Mempengaruhi... 14

II. A. 3. Proses Pengambilan Keputusan ... 18

II. B. NARKOBA ... 25

II. B. 1. Definisi Narkoba ... 25

II. B. 2. Jenis-jenis Narkoba ... 26


(9)

II. B. 3. 1. Definisi Kecanduan ... 30

II. B. 3. 2. Faktor Penyebab Kecanduan ... 32

II. B. 3. 3. Akibat Kecanduan Narkoba ... 35

II. C. Proses Pengambilan Keputusan Berhenti Menggunakan Narkoba ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

III. A. Pendekatan Kualitatif ... 42

III. B. Metode Pengumpulan Data ... 43

III. B. 1. Wawancara Mendalam ... 43

III. B. 2. Observasi ... 44

III. C. Alat Bantu Pengumpul Data ... 45

III. C. 1. Tape Recorder ... 45

III. C. 2. Pedoman Wawancara ... 45

III. C. 3. Lembar Observasi ... 46

III. D. Responden ... 46

III. D. 1. Prosedur Pengambilan Responden ... 46

III. D. 2. Jumlah Responden ... 47

III. D. 3. Karakteristik Responden ... 47

III. E. Prosedur Penelitian ... 48

III. E. 1. Tahap Persiapan ... 48

III. E. 2. Tahap Pelaksanaan ... 48


(10)

BAB IV. HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN... 51

IV.A. Analisis Patisipan 1 (Budi) ... 52

IV.A.1. Deskripsi Data ... 52

IV.A.2. Data Observasi... 54

IV.A.3. Data Wawancara ... 56

IV.B. Analisa Partisipant 2 (Wati) ... 66

IV.B.1. Deskripsi Data ... 66

IV.B.2. Data Observasi... 69

IV.B.3. Data Wawancara ... 70

IV.C. Analisa Partisipant 3 (Joni) ... 94

IV.C.1. Deskripsi Data ... 94

IV.C.2. Data Observasi... 97

IV.C.3. Data Wawancara ... 98

IV. D. Rangkuman Analisa Antar Partisipan ... 111

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN... 113

V. A. Kesimpulan... 113

V. B. Diskusi ... 117

V. C. Saran ... 124

a. Saran Penelitian Lanjutan... 124

b. Saran Praktis ... 125

Daftar Pustaka ... 128 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Pedoman Wawancara Lembar Observasi Verbatim Wawancara


(12)

ABSTRAK

Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara September 2007

Juni Listanti Purba : 021301042

Gambaran Proses Pengambilan Keputusan Berhenti menggunakan Narkoba x + 131 Halaman + Lampiran

Bibliografi (1977 – 2006)

Setiap tahun jumlah kriminalitas dalam hal narkoba semakin meningkat, terkhusus dalam hal penggunaan, mulai anak-anak SD sampai orang dewasa. Bahkan individu yang berasal dari keluarga yang baik dan juga individu yang merupakan public figur, juga telah menjadi bagian dari pengguna narkoba. Meskipun telah mengetahui bahwa benda tersebut sangat berbahaya dan merugikan diri sendiri dan lingkungan, tetapi para pengguna narkoba tetap menggunakannya, dan bahkan sampai kecanduan (tidak berdaya lagi untuk meninggalkannya). Jika sudah demikian, maka pengguna narkoba telah masuk ke dalam satu lingkaran setan, yang sangat sulit untuk dihancurkan. Ketika mereka tetap menggunakan narkoba, maka dia akan mati secara pelan-pelan; sebaliknya, jika berhenti, maka rasa sakit dan gangguan-gangguan secara fisik dan psikis pun senantiasa menghantui dan menyiksanya. Kondisi ini membuatnya sulit untuk memilih dan akhirnya memutuskan, jalan hidup mana yang harus dia ikuti. Sering kali pengguna narkoba telah memutuskan untuk berhenti, tetapi kembali lagi menggunakannya karena sugesti serta rasa sakit yang dirasakannya. Ini merupakan kondisi yang sangat stressful bagi pengguna narkoba yang ingin mengambil keputusan berhenti dari narkoba. Janis & Mann (1977) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba merupakan satu cara pemecahan konflik dan terhindar dari faktor situasional. Hal ini akan sangat menentukan kehidupan pengambil keputusan di masa selanjutnya.

Mengingat proses pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba bagi para pengguna narkoba bukanlah satu proses dan tindakan yang mudah dan bersifat sangat subjektif, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Diharapkan dengan pendekatan ini maka proses dan keberhasilan memutuskan dapat dipahami sebagaimana pemahaman partisipan dalam menjalani proses pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba. Pengambilan data terhadap tiga orang partisipan, dalam hal ini adalah pengguna narkoba yang sedang atau telah berhenti dari narkoba, dilakukan dengan metode wawancara dan didukung dengan data tambahan melalui observasi pada saat wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba yang dilalui ketiga partisipan berbeda antara satu dengan yang lain, dan tidak melibatkan tahapan yang sama seperti proses pengambilan keputusan yang dijelaskan pada landasan teori. Ketiga partisipan mengambil keputusan akhir, yaitu berhenti dari narkoba untuk selamanya. Faktor yang terbesar mempengaruhi keberhasilan pengguna narkoba meninggalkan


(13)

narkoba selamanya adalah dukungan sosial, terutama dari orang tua dan keluarga. Dukungan ini akan membantu pengguna narkoba untuk memiliki pemahaman yang benar tentang narkoba dan membuat mereka merasa berharga, dicintai, dan menjadi bagian dari sebuah komunitas. Selain itu juga, pengguna narkoba yang benar-benar ingin berhenti dari narkoba harus meninggalkan pergaulan lamannya serta memfokuskan untuk kegiatan-kegiatan yang baru. Hal ini akan sangat menentukan keberhasilan para pengguna narkoba untuk melakukan keputusan yang telah diambil yaitu meninggalkan narkoba selamanya. Pertimbangan-pertimbangan terhadap setiap resiko yang dihadapi selama proses pengambilan keputusan menjadi salah satu alasan sulitnya pengguna narkoba untuk meninggalkannya selamanya sehingga tidak jarang mereka mengalami relaps dan jatuh bangun selama proses pengambilan keputusan akhir dan membutuhkan waktu yang relatif lama.

Penelitian ini telah menunjukkan bahwa mengambil keputusan berhenti menggunakan narkoba selamanya dapat dilakukan meskipun sangat sulit dan menyakitkan serta membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menjalani prosesnya. Dengan demikian, disarankan kepada setiap keluarga dan teman dekat pengguna narkoba serta setiap lembaga peduli pengguna narkoba, untuk lebih peka dan memberi dukungan bagi pengguna narkoba dengan intensif, sampai akhirnya dapat mengambil keputusan untuk berhenti dari narkoba. Perhatian, pemahaman yang tepat tentang narkoba dan hidup, nasihat, teguran, feedback

positif, dukungan doa dan pendidikan agama sangat menentukan keinginan dan keberhasilan pengguna narkoba untuk berhenti selamanya. Hal ini akan membuat mereka merasa mampu untuk meninggalkan narkoba serta dapat menjalani hidup sebagaimana mestinya.

Kata Kunci : Pengguna Narkoba, sugesti dan relaps, dan Proses pengambilan keputusan.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

I. A. Latar Belakang Masalah

Mengkonsumsikan narkotika dan obat-obatan (narkoba) tanpa ijin atau resep dokter merupakan suatu bentuk penyalahgunaan. Tindakan ini pada akhirnya dapat mengancam tidak hanya individu yang bersangkutan tetapi juga menjadi ancaman serius bagi kehidupan bangsa dan negara (BNN, 2004).

Setiap tahun jumlah pengguna narkoba terus meningkat, mulai dari anak-anak SD sampai kepada orang dewasa. Di Indonesia saat ini diperkirakan terdapat 1.365.000 pengguna narkoba dan dalam survei terakhir yang dilakukan oleh UNHDC, sebuah lembaga dunia yang berkompeten atas persoalan bahaya Narkoba, sudah 1,5 persen atau 3,6 juta penduduk adalah pemakai Narkoba. Tidak

ada satu kabupaten di Indonesia pun yang bebas dari Narkoba

(http://www.bnn.go.id, 2006).

Majalah Tempo, Jakarta pada hari Jumat, 30 Juli 2005 menjabarkan bahwa 70 persen dari 4 juta pecandu narkoba di Indonesia tercatat sebagai anak usia sekolah, yakni berusia 14-20 tahun, bahkan menyusup ke usia SD. Hal ini dikemukakan oleh Muchlis Catyo, Kepala Subdit Kesiswaan Direktorat Pendidikan Menengah Umum Departemen Pendidikan Nasional. Penggunaan narkoba akan menimbulkan dampak buruk, tidak hanya secara fisik (merusak produktivitas, tubuh terasa sakit dan ngilu, hidung berair, kulit disentuh terasa seperti ditusuk jarum, dan lain-lain) tetapi juga psikis (menjadi pecandu dan terasa


(15)

sakit jika tidak mengkonsumsi lagi, sulit berkonsentrasi, bahkan harus mengubah pola-pola hidup).

Awalnya para remaja hanya merokok dan minum minuman keras. Kemudian lama-kelamaan ketagihan dan berkembang menjadi pecandu obat-obatan terlarang dan narkoba. (AMA, Ciraulo&Shader, Davison&Neale, dalam Sarafino, 1998). Hal ini juga sesuai dengan yang dialami oleh Ben:

“Aku udah merokok mulai kelas 3 SD. Dan sejak itu juga aku suka minum minuman keras, seperti tuak, bersama teman-teman ku. Dan waktu itu juga aku suka dimarahi dan dipukuli sama bapak karena aku suka berkelahi dengan orang lain. Waktu itu juga aku uda mulai make ganja sampe SMA. Tapi waktu baru-baru masuk kuliah juga aku masih tetap make ganja. Kemudian setelah 1 tahun di Medan, aku mulai make yang lebih tinggi dosisnya.”

Sesungguhnya, narkoba merupakan suatu zat yang digunakan dalam kesehatan, yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh manusia apabila masuk ke dalam tubuh manusia dan menurut petunjuk dokter. Namun, penggunaan obat-obatan atau zat untuk diri sendiri tanpa indikasi dan tidak bertujuan medis disebut sebagai penyalahgunaan zat atau obat-obatan (drug abuse). Penyalahgunaan yang terus menerus hingga menimbulkan suatu kondisi yang menyebabkan penggunaan yang berulang-ulang dan individu mengalami ketergantungan baik secara fisik maupun psikologis. Kondisi inilah yang disebut sebagai addiction. Pada kondisi ini, seorang pecandu akan semakin sulit untuk bisa berhenti, karena adanya ketergantungan terhadap narkoba (Sarafino, 1998).

Kebutuhan untuk terus mengkonsumsi obat dalam rangka menghindari gejala putus obat (gejala fisik maupun psikis yang timbul karena penghentian penggunaan satu jenis obat atau zat secara tiba-tiba) disebut sebagai satu


(16)

ketergantungan. Ketergantungan ini terjadi sebagai akibat dari perubahan yang bersifat penyesuaian, yang berkembang di dalam tubuh karena penggunaan obat-obatan yang terus menerus (PPIKB/CME, 2002).

Weiss dan Mirin (dalam Nevid, Rathus, dan Greene,1994)

mengemukakan ada tiga jalan yang umum dilalui seseorang secara bertahap menjadi pecandu narkoba. Awalnya hanya merupakan tahap coba-coba atau penggunaan sekali-kali. Pada tahap ini penggunanya merasa nyaman, senang, dan bangga. Pengguna merasa yakin masih memiliki kontrol dan bisa berhenti kapan saja. Tahap selanjutnya, yaitu routine use, pengguna telah membangun kehidupannya di sekitar pencarian dan penggunaan narkoba. Para pengguna narkoba mencoba untuk menutupi konsekuensi negatif dari tindakan mereka terhadap diri sendiri dan juga orang lain, dan mulai terjadi perubahan nilai-nilai. Keluarga, pendidikan atau pekerjaan yang dulunya merupakan prioritas utama, kini menjadi sesuatu yang kurang berharga dibandingkan dengan narkoba.

Masalah-masalah akan terus meningkat ketika tahap ini terus berlanjut. Penggunaan narkoba akan berubah menjadi suatu kecanduan atau ketergantungan ketika para penggunanya merasa tidak punya kekuatan untuk melawan pengaruh narkoba tersebut. Hal ini terjadi karena narkoba mengandung psychoactive effects, yang mampu mengubah mood, kognitif, dan perilaku individu yang menggunakan (Sarafino, 1998).

Kecanduan didefinisikan sebagai penggunaan obat yang kompulsif (penggunaan obat karena dorongan yang sangat kuat) meskipun tahu akan berakibat merugikan. Itu sebabnya penggunaan narkoba sangat sulit untuk


(17)

dilepaskan dan dihentikan, meskipun ada keinginan yang kuat dalam diri pengguna untuk tidak lagi mengkonsumsikannya (PPIKB/CME, 2002). Kondisi ini diungkapkan oleh seorang wanita berusia 23 tahun, sebut saja Ririn, yang telah menggunakan narkoba selama 11 tahun :

“Aku pingin banget berhenti, tapi susah bener ya??? Aku uda berkali-kali nyoba berhenti, tapi tetap ga tahan. Akhirnya aku make lagi, dan make lagi dan make lagi …”

Kecanduan merupakan perbuatan yang merugikan diri sendiri (karena dapat menimbulkan ketergantungan zat, keracunan akut atau kematian). Selain itu juga akan merugikan orang lain (karena pecandu mampu mengganggu ketertiban dan mempengaruhi orang lain agar mau seperti dirinya sendiri) – seperti yang disampaikan seorang mahasiswa pengguna Narkoba, Ben, berusia 24 tahun. Dia telah menggunakan narkoba sejak kelas 5 SD dan sedang berjuang untuk melepaskan diri dari kecanduan narkoba:

“Pokoknya, narkoba itu sangat membuat kita kesakitan ketika kita tidak menggunakannya. Badan lemas, tidak bisa konsentrasi, selalu mengkhayal, dan yang paling sakit adalah di hati dan jantungku. Terasa sangat perih dan daya tahan tubuh pun hampir tidak ada. Ga ada semangat untuk beraktivitas. Dan kalo bisa, berhati-hati lah berteman dengan pengguna. Karena pengguna itu sangat licik… Mereka akan berusaha sebisa mungkin supaya kita juga sama dengan dia, menjadi seorang pengguna. Dengan segala cara akan dilakukannya. Meskipun dia sudah sangat dekat dan kenal dengan kita. Pokoknya pengguna itu sangat licik lah….”

Kecanduan narkoba juga mempengaruhi kejahatan dengan mengurangi hambatan, menciptakan kebutuhan akan uang untuk membeli narkoba, menyebabkan kesulitan dalam hubungan keluarga, dan ketidakpedulian terhadap orang lain dan lingkungan. Yang penting, si pengguna dapat memperoleh ‘barang’


(18)

dan dapat menikmatinya dengan puas, sehingga sering sekali pengguna narkoba ini dikenal sebagai individu yang kriminalis, seperti mencuri, merampas dari orang lain bahkan dari sahabatnya sendiri. Hal ini membuat banyak orang tidak bertahan berteman dengan para pengguna narkoba. (Rutter,1998).

Menurut Barret, dalam Sarafino (1998), realita-realita tersebut di atas membuat hidup pecandu sangat sulit dan menghadapi banyak masalah, sehingga jika berhenti menggunakan narkoba, hanya kepahitan hidup yang terasa. Tetapi jika sedang menggunakan, maka semua masalah ini seakan tidak pernah ada. Itulah sebabnya sangat sulit untuk berhenti dari kecanduan narkoba. Setelah si pengguna dalam kondisi yang sadar dan tidak sedang menggunakan narkoba, mereka baru menyadari bahwa apa yang dilakukan itu berakibat buruk bagi dirinya sendiri: ditinggalkan oleh teman-teman dekat, tidak punya uang dan tidak bisa berbuat apa-apa, serta bermasalah dalam perkuliahan, dan juga rasa sakit di tubuh. Ada rasa takut, cemas, marah akan diri sendiri (karena telah menyia-nyiakan waktu dan uang yang telah diberikan orang tua), serta penyesalan yang mendalam muncul dalam hati. Namun kondisi tersebut justru sering sekali diatasi oleh si pengguna dengan kembali menggunakan narkoba dan untuk sesaat dapat melupakan masalah-masalah tersebut. Hal ini terjadi berulang-ulang, seperti siklus yang tidak dapat diputuskan lagi, sampai akhirnya maut menjemput si pengguna narkoba.

“Sebenarnya aku merasa jauh lebih enak dan nikmat ketika aku memakai narkoba. nggak ada yang kupikirkan. Semuanya nikmat dan pikiran melayang-layang. Kita seperti di sorga la pokoknya. Tapi ketika aku sadar dan tidak sedang memakai obat, aku tidak punya teman lagi, tidak punya duit lagi, nggak suka ngapain pun, bawaannya hanya tidur aja. Seperti hari ini, aku tidur mulai jam 2 sampe jam 6.30 sore dan aku tidak kuliah. Tapi


(19)

sangat sulit bagi ku untuk meninggalkannya. Apalagi klo aku ga tahan lagi waktu ga make lagi. Jadi aku seringnya make lagi meskipun kemudian menyesal lagi. Nah, setelah 4 tahun aku memakai narkoba secara rutin, aku sudah tidak tahan lagi dan satu ketika aku langsung teringat dengan mamakku dan aku sangat menyesal. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk tidak mau memakai lagi. Meskipun sangat berat kurasa, namun aku akan terus berusaha. Meskipun sampai saat ini, aku sering merasa kesakitan dan tidak berdaya, namun aku mau berusaha lah…Tapi kalo aku ga tahan lagi, aku masih mau make lagi, tapi kadang dosisnya kukurangi atau kuganti jenisnya dengan yang lebih ringan”

Kondisi di atas sangat sulit bagi pecandu sendiri, karena dihadapkan dengan dua pilihan yang sangat menentukan kelanjutan hidupnya kelak: tetap menggunakan narkoba dan menikmatinya, atau berhenti tetapi dengan segala konsekuensi, seperti sakaw, dibenci teman-teman yang pecandu lainnya, tidak punya teman dan dikucilkan, dibenci oleh keluarga, malu dan merasa tidak punya harga diri, merasa hina dan miskin, dan juga harus menahan rasa sakit yang luar biasa, cemas dan depresi, bahkan sampai muncul keinginan untuk bunuh diri (Weiss & Mirin, dalam Nevid, dkk., 1994).

Mengingat akibat-akibat yang dapat muncul dari kecanduan narkoba tersebut, para pecandu sebenarnya mempunyai keinginan untuk berubah dan berhenti dari dunia yang gelap tersebut. Keinginan untuk kembali hidup seperti manusia lain yang hidup normal dan sehat, meraih kesuksesan dan keluarga yang harmonis, teman-teman yang perhatian dan tempat berbagi, bahkan dihormati orang lain. Dapat beraktivitas dengan normal dan hidup bahagia tanpa harus menahan rasa sakit. Hidup lebih produktif, kreatif dan menarik. Dalam keinginan tersebut, seorang pecandu haruslah mempertimbangkan segala konsekuensi yang mungkin terjadi, baik konsekuensi positif ataupun negatif, ketika keinginan


(20)

tersebut terus berlanjut sampai kepada mengambil suatu keputusan dari berbagai alternatif-alternatif pilihan yang ada. Memilih satu diantara dua atau lebih alternatif bukanlah hal yang mudah (Nevid, Rathus, & Greene, 1994).

Kerinduan untuk melepaskan dan berhenti menggunakan narkoba juga mengarahkan yang bersangkutan maupun keluarganya untuk mengikuti program rehabilitasi ataupun melakukan detoksifikasi. Sekalipun demikian, tetap saja sangat sulit meninggalkan penggunaan narkoba. Narkoba telah menjadi bagian dari hidup pecandu. Prem (25 tahun) yang telah empat kali menjalani terapi pemulihan yang berbeda-beda, mulai dari substitusi heroin atau putau dengan kodein, detoksifikasi cara cepat, penyembuhan dengan pendekatan agama di suatu tempat di Pulau Jawa, sampai akhirnya menjalani terapi metadon di sebuah rumah sakit ketergantungan obat di Jakarta, menuturkan:

“Sebenarnya saya sudah capek, ingin hidup normal seperti orang lain. Tapi, susah sekali menahan godaan.”

Wijaya (2004), mengatakan bahwa banyak orang yang ingin mengambil keputusan, tetapi hanya sedikit orang yang mampu mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, terutama jika keputusan itu akan menyangkut kehidupan di masa yang akan datang. Cox dan Klinger (dalam Nevid, dkk, 1994) mengatakan, suatu keputusan yang dibuat merupakan dasar pertimbangan untuk mengantisipasi konsekuensi jangka panjang dan jangka pendek yang disebabkan karena menggunakan narkoba. Ketika para pecandu menindaklanjuti keinginan untuk berubah dan berhenti tersebut, maka mereka mulai menimbang-nimbang dan


(21)

melihat perjalanan hidup mereka selama ini berdasarkan pengalaman-pengalaman hidup yang pernah mereka lalui.

Kehidupan mereka yang dulu sebelum menjadi pecandu narkoba, bahagia bersama teman-teman dan keluarga yang disayangi, meraih kesuksesan di sekolah dan juga organisasi-organisasi lain, juga menjalani hari-hari dengan penuh semangat dan impian dan cita-cita akan masa depan yang cerah. Kemudian mengingat kehidupan ketika saat candu narkoba. Awalnya merasakan kenikmatan yang luar biasa, terlihat gaul dan hebat, tidak pernah merasakan masalah-masalah kehidupan serta kesulitan yang ada, serasa hidup di surga dengan pikiran yang melayang-layang dan semuanya seperti dapat diatasi dengan mudah dan cepat. Sampai akhirnya melihat dan menyadari keadaan yang sebenarnya saat ini. Hidup penuh dengan kehancuran dan masa depan yang suram. Kondisi tubuh yang sudah hancur, jantung dan hati rusak, keseimbangan tubuh hilang dan semangat hidup tidak ada, tidak punya teman dan dikucilkan, perkuliahan hancur, tidak mempunyai apapun dan hidup miskin, bahkan lebih buruk lagi, hubungan dengan keluarga rusak, merasa tidak berharga, malu terhadap orang lain. Pokoknya hidup

seperti tidak punya harapan dan tujuan lagi. (BNN, dalam

www.KCM.com/narkoba.htm).

Sampai pada satu waktu tertentu, pecandu mulai melihat dan menyadari kondisi dan perubahan yang buruk tersebut, maka keinginan untuk berubah dan berhenti pun muncul, yang diikuti dengan mulai mencari informasi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kemungkinan untuk berhenti dari kecanduan narkoba serta akibat-akibat yang mungkin terjadi. Hal ini dapat dimulai dengan


(22)

membaca kesaksian para mantan pecandu narkoba, baik dari buku ataupun dari media televisi atau bahkan dapat dari sahabat mereka sendiri yang telah berhasil berhenti dari jerat kehidupan yang gelap tersebut. Terkait dengan yang mereka lakukan dan yang mereka alami, baik itu kegagalan atau pun keberhasilan, rasa sakit atau kebahagiaan atau mungkin penderitaan yang harus mereka lalui maupun gambaran kehidupan yang penuh harapan (Janis & Mann,1977).

Dengan melihat kondisi-kondisi di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti kesempatan seorang pecandu narkoba berhasil membuat keputusan untuk berhenti menggunakan narkoba dan bagaimana proses pengambilan keputusan tersebut dilakukan tanpa ada perawatan khusus dan intensif. Dengan demikian, dalam penelitian ini, peneliti mengambil judul “Gambaran Proses Pengambilan Keputusan untuk berhenti menggunakan Narkoba pada Pecandu Narkoba.”

I. B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana proses seorang pecandu narkoba dalam mengambil keputusan untuk berhenti menggunakan narkoba.

2. Dalam pilihan-pilihan yang sangat sulit, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya seorang pecandu narkoba membuat keputusan untuk berhenti menggunakan narkoba.


(23)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti menetapkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Melihat proses pengambilan keputusan untuk berhenti menggunakan narkoba pada pecandu narkoba.

2. Mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya seorang pecandu narkoba membuat keputusan untuk berhenti menggunakan narkoba.

I. D. Manfaat Penelitian

Dari tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini, maka dapat dilihat manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan sumbangan teoritis bagi disiplin ilmu Psikologi, terutama Psikologi Klinis mengenai proses pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba pada pecandu narkoba, meskipun dalam kondisi yang menderita dan sakit.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan sumbangan informasi dalam pemberian dukungan psikologis maupun pengembangan program bagi untuk mengambil keputusan meninggalkan kehidupan yang gelap dan menderita dari ketergantungannya serta melihat kehidupan yang jauh lebih bahagia.


(24)

b. Memberikan informasi mengenai hal–hal yang menentukan berhasil atau tidak, seorang pecandu mengambil keputusan berhenti menggunakan narkoba.

c. Diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak keluarga, saudara, sahabat, dan lingkungan sekitar pecandu narkoba, agar dapat memberikan dukungan kepada para pecandu dan juga mantan pecandu yang masih dalam proses berhenti menggunakan narkoba.

I. E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan berisikan inti sari dari : Bab I : Pendahuluan

Berisi uraian singkat tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teoritis

Berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam menjelaskan permasalahan penelitian, terdiri dari teori-teori mengenai pecndu narkoba dan proses pengambilan keputusan.

Bab III : Metode Penelitian

Berisi mengenai pendekatan penelitian yang digunakan, responden penelitian, metode pengumpulan data, alat pengumpulan data, dan prosedur penelitian.


(25)

Bab IV : Hasil dan Analisis Hasil Penelitian

Berisi uraian mengenai gambaran hasil penelitian, termasuk di dalamnya gambaran umum partisipan penelitian, deskripsi data, data observasi, dan data wawancara, serta rangkuman analisis hasil penelitian antar partisipan.

Bab V : Kesimulan, Diskusi, dan Saran

Berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh, diskusi tentang hal yang terkait dengan hasil penelitian, dan saran yang berhubungan dengan hasil penelitian, baik saran praktis, maupun saran untuk penelitian lanjutan.


(26)

BAB II LANDASAN TEORI

II. A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN II. A. 1. Definisi Pengambilan Keputusan

Menurut Salusu (2004) pengambilan keputusan adalah suatu proses memilih alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi.

Ketika keputusan sudah dibuat, sesuatu yang baru mulai terjadi. Dengan kata lain, keputusan mempercepat diambil tindakan, serta mendorong lahirnya gerakan dan perubahan (Hill et al., dalam Salusu 2004). Harus ada tindakan yang dibuat saat tiba waktunya dan tindakan itu tidak dapat ditunda. Sekali keputusan dibuat, harus diberlakukan dan kalau tidak, sebenarnya itu bukanlah keputusan, tetapi lebih tepat dikatakan suatu hasrat, niat yang baik (Drucker&Hoy, dalam Salusu, 2004).

Harris (1998) menjabarkan pengambilan keputusan sebagai: “Decision making is the study of identifying and choosing alternatives based on the values and preferences of the decision maker. Decision making is the process of sufficiently reducing uncertainty and doubt about alternatives to allow a reasonable choice to be made from among them”

Dari definisi di atas maka dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses mengidentifikasi dan memilih alternatif berdasarkan nilai-nilai dan preferensi yang dimiliki. Hal ini berarti bahwa dalam pengambilan keputusan terdapat alternatif pilihan yang tidak hanya harus diidentifikasi tetapi juga dipilih, dan pemilihannya sesuai dengan nilai, tujuan, gaya hidup dan lain sebagainya sebagaimana yang dianut pengambil keputusan. Proses yang terjadi


(27)

pada pengambilan keputusan bertujuan untuk menekan ketidakpastian dan keraguan atas alternatif pilihan (Harris, 1998).

Janis & Mann (1977) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan merupakan pemecahan konflik dan terhindar dari faktor situasional:

Decision making as a matter of conflict resolution and avoidance behaviors due to situational factors”

(Janis & Mann, 1977) Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah proses mengidentifikasikan alternatif yang ada sehingga dapat dipilih yang paling sesuai dengan nilai dan tujuan individu untuk mendapatkan solusi dari masalah tertentu.

II. A. 2. Tahapan Pengambilan Keputusan dan Faktor yang Mempengaruhi

Gambaran unik proses pengambilan keputusan yang dilakukan seseorang dapat dilihat dari tahap-tahap yang dilaluinya sebelum sampai pada keputusan akhir. Hal ini berbeda-beda pada setiap individu dan tergantung pada pola seseorang dalam menghadapi masalahnya.

Janis & Mann (1977) memperkenalkan lima tahapan dalam proses pengambilan keputusan, yang terdiri atas:

a. Menilai Masalah

Tahap ini meliputi pengenalan terhadap masalah, mencari informasi atau kejadian yang dapat memberikan pengaruh positif atau negatif bagi tindakan yang akan dilakukan, menemukan tujuan yang ingin dicapai bagi penyelesaian masalah yang kompleks.


(28)

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penilaian masalah pada tahap ini, yaitu sumber masalah untuk dapat dipercaya, kejelasan masalah, dan kepribadian serta mood seseorang waktu menilai permasalahan yang ada. Pada tahap ini, pertanyaan kunci atau inti yang dapat diajukan untuk melihat suatu keputusan yang akan diambil adalah: “Adakah risiko serius yang akan timbul jika saya tidak melakukan perubahan?”

b. Menilai alternatif-alternatif yang ada

Setelah seseorang merasa yakin terhadap informasi yang berkaitan dengan masalahnya, dia mulai memusatkan perhatian pada berbagai alternatif pilihan yang ada. Seseorang juga berusaha mencari masukan dan informasi dari orang lain yang memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan masalahnya. Selain itu, ia juga akan semakin memberikan perhatian pada informasi yang relevan di media massa. Hal yang paling penting pada tahap ini adalah sikap terbuka dan fleksibilitas. Hal itu berguna dalam mengumpulkan seluruh kemungkinan alternatif, baik yang nyata maupun tidak nyata. Faktor yang mempengaruhi jalannya tahap kedua ini adalah mengumpulkan seluruh kemungkinan alternatif, dan efisiensi pencarian keterangan mengenai alternatif yang ada. Pertanyaan kunci pada tahap ini adalah “Apakah saya

telah melihat dan mempertimbangkan seluruh alternatif yang ada?” c. Menimbang Alternatif

Pada tahap ini, seorang pengambil keputusan mulai mengevaluasi seluruh pilihan yang ada berdasarkan konsekuensi dan kemungkinan untuk dilakukan. Mengenai konsekuensi tindakannya, seseorang melihat kemungkinan manfaat


(29)

dan pengorbanan yang harus diterima. Ketika seseorang menyadari bahwa terdapat kemungkinan terjadinya penyesalan di masa mendatang, ia pun menjadi semakin berhati-hati dalam menimbang alternatif-alternatif yang ada. Karakteristik seseorang yang berada pada tahap ini adalah munculnya ketidakpuasan atas tindakan yang mungkin telah dilakukan dan ketidakinginan untuk komit atas alternatif-alternatif. Meskipun seseorang mulai merasa yakin atas pilihan yang terbaik, biasanya menjadi responsif atas informasi baru yang penting. Tahap ini dipengaruhi oleh adanya keahlian/keterampilan yang dimiliki seseorang sebelumnya yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk meperhitungkan seluruh kemungkinan secara akurat. Pertanyaan kunci pada tahap ini adalah “Apa alternatif yang terbaik bagi saya?”

d. Membuat Komitmen

Tahap ini ditandai dengan penumpukan tegangan dalam mempertimbangkan banyaknya alternatif. Hal ini hanya dapat diatasi dengan membuat komitmen terhadap pilihan. Setelah membuat komitmen, pengambil keputusan pun mulai

mempertimbangkan untuk mengimplementasikan komitmennya dan

memberitahu orang lain mengenai keputusan yang diambilnya. Pengambil keputusan menyadari bahwa cepat atau lambat, orang lain dalam jaringan sosialnya akan mengetahui mengenai keputusan yang diambilnya, dan ia juga menyadari bahwa ketika ia mengimplementasikan dan mengungkapkan keputusannya, maka ia akan terkait dengan keputusannya. Dengan demikian pada saat pengambilan keputusan, membuat langkah awal untuk membuat


(30)

suatu komitmen, ia mengantisipasi kemungkinan kehilangan harga diri jika ia gagal menjalankan keputusan yang sudah dibuatnya, ia menjadi lebih termotivasi untuk mendukung dan mengkonsolidasi keputusannya dengan

cara-cara yang dapat membantunya untuk mengimplementasikan

keputusannya dengan kekuatiran yang minim. Dengan demikian, tahap ini sangat dipengaruhi oleh orang-orang atau kelompok yang dianggap penting oleh pengambil keputusan. Pertanyaan yang menjadi kunci pada tahap ini adalah “Kapan saya dapat mengimplementasikan alternatif terbaik dan membiarkan orang lain tahu keputusan saya?”

e. Tetap Melakukan Komitmen Meskipun Ada Umpan Balik yang Negatif Setiap keputusan yang diambil seseorang mengandung risiko (nilai negatif), yang penting adalah tidak bereaksi berlebihan terhadap kritik atau kekecewaan yang mungkin timbul. Pertanyaan kunci: “Apakah risiko itu menjadi serius jika saya melakukan perubahan? Apakah risiko itu menjadi suatu hal yang serius jika saya melakukan perubahan?”

Dari tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat bahwa seseorang akan sangat berhati-hati dan sangat mempertimbangkan segala sesuatu untung atau ruginya sebelum mengambil suatu keputusan yang akan menjadi sebuah komitmen dalam hidupnya. Komitmen tersebut haruslah dilakukan dengan serius dan sungguh-sungguh meskipun akan memberikan efek yang negatif. Jika komitmen tidak dilakukan, maka itu bukanlah suatu keputusan, tapi hanya sebatas hasrat atau keinginan.


(31)

II. A. 3. Proses Pengambilan Keputusan

Janis & Mann (1977) mengemukakan, pada umumnya individu akan menghadapi konflik dalam mengambil suatu keputusan yang sangat penting. Munculnya konflik membuat pengambil keputusan akan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk menghadapi risiko yang akan muncul. Konflik-konflik tersebut juga akan mempengaruhi individu untuk menerima atau menolak tindakan yang harus dilakukan sesuai keputusan yang dibuat. Simptom yang dominan muncul adalah keragu-raguan, kebimbangan, ketidakpastian, dan tanda-tanda stres ketika keputusan ditetapkan.

Sesuai dengan hal tersebut, metode yang efektif dalam pengambilan keputusan adalah metode yang menggunakan conflict-theory model, dapat melihat segala konsekuensi yang mungkin terjadi ketika mengambil satu keputusan tertentu. Hal ini tergantung dari jawaban individu yang mengambil keputusan tersebut terhadap empat pertanyaan dasar dalam metode ini.

Metode ini mencakup tiga hal besar yang harus diperhatikan, yaitu

antecendent conditions (kondisi-kondisi yang mendahului), mediating processes

(proses-proses yang terjadi), dan consequences (akibat-akibatnya). Banyak hal yang mempengaruhi ketiga hal tersebut, baik internal maupun eksternal.

Antecendent conditions sangat dipengaruhi oleh variabel komunikasi seseorang, yang kemudian sangat mempengaruhi mediating processes. Oleh sebab itu, variabel komunikasi ini sangat diperhatikan dalam satu proses pengambilan keputusan.


(32)

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi antecendent conditions dapat berupa faktor situasional dan juga variabel kepribadian dan karakteristik-karakteristik lain dari seorang pengambil keputusan (Elms dalam Janis & Mann, 1974). Semua faktor ini sangat mempengaruhi kesediaan pengambil keputusan untuk memberikan jawaban-jawaban yang positif atau negatif terhadap keempat pertanyaan dasar tersebut. Keunikan dari model ini adalah spesifikasi kondisi-kondisi yang ada, berhubungan dengan konflik, harapan, dan waktu tertekan yang mengantarai pola pengambilan keputusan yang khusus.

Kelima tahapan pengambilan keputusan menurut Janis & Mann, yang telah dijelaskan di atas akan menunjukkan suatu proses yang unik dari tahap pertama ke tahap berikutnya, demikian seterusnya sampai tahap kelima. Proses yang terjadi dari satu tahapan ke tahapan berikutnya akan menggambarkan sisi negatif dan sisi positif yang mungkin terjadi dari jawaban setiap pertanyaan yang diajukan.

Proses pengambilan keputusan tersebut akan menunjukkan kondisi-kondisi yang terjadi sebelumnya, kemudian proses apa saja yang akan muncul, serta apa yang menjadi akibatnya. Hal ini menolong pengambil keputusan untuk meneliti dan menganalisa setiap jawaban yang diberikan terhadap pertanyaan-pertanyaan dari setiap proses yang terjadi. Jawaban itu akhirnya akan mengarahkan pengambil keputusan kepada satu keputusan akhir, yang akan dianut dalam hidupnya, dengan setiap konsekuensi yang mungkin terjadi.


(33)

Proses pengambilan keputusan menurut Janis & mann tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Antecendent Conditions Mediating Processes Consequences

TIDAK

Mungkin atau Ya

TIDAK

Mungkin atau Ya

TIDAK

Mungkin atau Ya

TIDAK Mungkin atau Ya

START :

Feedback positif atau negative (sesuatu yang mendukung atau menghambat) Question 1: Apakah ada risiko yang serius jika tidak berubah? Informasi tambahan tentang Penderitaan dari Ketidakberubahan Ketaatan yang bertentangan Question 2: Adakah risiko yang serius jika saya berubah? Informasi tentang Penderitaan dari Berubah Perubahan yang Bertentangan Tanda-tanda dari informasi yang mungkin dan sumber-sumber yang tidak digunakan Question 3: Apakah mungkin untuk berharap menemukan solusi yang lebih baik?

Defensive Avoidance

Informasi tentang batasan dan waktu yang tertekan

Question 4:

Apakah ada waktu yang cukup untuk mencapai dan dengan tenang?

Hyper waspada

waspada Akhir:

Nilai pencapaian Akhir:

Nilai pencapaian yang tidak sempurna dan kemungkinan rencana


(34)

Proses pengambilan keputusan yang digambarkan dalam bagan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Diawali dari kondisi atau tanda-tanda yang mengancam, mengindikasikan penderitaan yang serius (atau kegagalan untuk mendapatkan keuntungan yang diharapkan) akan muncul jika ketaatan seseorang terhadap tindakan yang diambil atau ketidakgiatannya. Individu mencari informasi-informasi jika ia tidak berubah dari keadaan yang sekarang. Kerugian atau penderitaan apa yang akan ia alami jika tetap dalam kondisi sekarang. Pertanyaannya adalah: “Apakah ada risiko yang serius jika saya tidak berubah?”

Jika individu berespon negatif (menjawab “tidak”), maka ia akan tetap melakukan ketaatan yang bertentangan. Hal ini akan menyebabkan individu tersebut tidak mencapai nilai yang sempurna atas keputusan yang diambil serta rencana-rencana yang mungkin.

Jika individu menjawab “mungkin atau iya”, maka kemungkinan dia akan menyadari bahwa kerja keras yang dilakukan akan sangat melelahkan dan merusak kehidupan keluarganya. Dia mulai berfikir tentang alternatif lain. Jika alternatif-alternatif tersebut tidak menimbulkan respon yang negatif terhadap pertanyaan berikutnya tentang risiko perubahan, dia akan tetap pada keputusan yang sangat sulit, ingin berubah untuk menghindari risiko yang serius, tapi dalam waktu yang bersamaan juga tidak ingin berubah untuk menghindari harga dan risiko yang harus dibayar atas tindakan yang harus dilakukan. b. Individu kemudian mencari lagi informasi tentang penderitaan-penderitaan


(35)

dibuat oleh individu yang mengambil keputusan, maka lebih besar kemungkinan untuk mengalami stres ketika sebuah komunikasi yang menantang atau peristiwa-peristiwa yang memotivasinya untuk mencapai tindakan yang lebih baik. Pertanyaannya adalah: “Apakah ada risiko yang serius jika saya berubah?”

Jika individu menjawab “tidak”, maka dia akan mengalami perubahan yang bertentangan. Dia tidak menemukan suatu risiko jika ia berubah. Maka individu akan tetap melakukan tindakannya yang sebelumnya. Hal ini juga akhirnya akan menyebabkan individu tidak mencapai penilaian yang sempurna serta kemungkinan rencana-rencananya juga tidak sempurna.

Tapi jika individu menjawab “Mungkin atau ya”, maka komitmen yang diambil tersebut akan terus ia kerjakan. Semakin ia berkomitmen, maka semakin besar ancaman baginya dari celaan sosial dan hukuman lain untuk berubah.

c. Jika individu tersebut mengetahui bahwa keberadaannya sekarang sangat buruk, dia akan merasakan putus asa untuk dapat menemukan solusi yang memuaskan. Tapi individu tersebut akan semakin mencari informasi dan segala sumber daya yang belum digunakan untuk lebih lagi mencari kemungkinan solusi yang lebih baik dan memuaskan dirinya. Pertanyaannya adalah: “Apakah mungkin berharap untuk menemukan solusi yang baik dan memuaskan?”


(36)

Jika individu berespon negatif, maka dia akan kehilangan harapan untuk mendapatkan solusi yang lebih baik. Oleh sebab itu, dia akan menunjukkan pola perilaku yang menghindar dari kenyataan yang ada.

Jika individu menjawab “mungkin atau ya”, maka dia akan merenungkan setiap hal yang telah pernah dia lalui dan melihat ke depan, kemungkinan yang bisa dilakukan lebih baik untuk kelanjutan hidupnya.

d. Perenungan yang dilakukan pada langkah ke-3 di atas akan membuat perhitungan-perhitungan selanjutnya. Tindakan-tindakan yang mungkin dilakukan dengan waktu yang mungkin untuk mencapainya dengan tidak terburu-buru menjadi hal yang kemudian dipikirkan.

Pertanyaannya adalah: “Apakah ada waktu yang cukup untuk mencapainya dan dengan tenang atau tidak tergesa-gesa?”

Jika individu berespon negatif terhadap pertanyaan ini, maka dia akan sangat memperhatikan, apakah ada waktu yang cukup untuk mencapai solusi yang lebih baik. Pada tahap ini, pengambil keputusan berada pada tahap stress psikologis yang sangat tinggi. Dia akan menjadi sangat ketakutan terhadap ancaman penderitaan yang diyakini akan muncul terus menerus sampai mendekati waktu untuk mendapatkan solusi yang lebih baik, mengetahui bahwa satu atau lebih konsekuensi yang lain yang tidak diharapkan akan terwujud. Kondisi ini akan menjadikan individu tersebut menjadi sangat

hypervigilance (kewaspadaan yang berlebihan). Individu tersebut memberikan respon terhadap tekanan batasan waktu, ketika semua alternatif yang mungkin menimbulkan ancaman yang menimbulkan penderitaan yang sangat serius.


(37)

Keadaan ini akan berakhir juga dengan penilaian pencapaian yang tidak sempurna serta perencanaan yang mungkin dilakukan juga tidak sempurna. Jika individu berespon positif (menjawab “mungkin atau ya”) akan menghasilkan stres yang rendah, karena individu tersebut telah yakin dan pasti dengan solusi yang diambilnya. Individu tersebut akan melakukannya dengan berhati-hati dan dengan pertimbangan yang matang atas segala sesuatu yang telah ia lalui dari tahap pertama sampai kepada yang keempat ini. Hal ini akhirnya akan memberikan penilaian pencapaian yang sempurna serta perencanaan yang mungkin diambil akan mudah dilakukan dengan satu keyakinan bahwa rencana itu akan memberikan kondisi yang lebih baik bagi individu tersebut.

Dari keempat proses tersebut dapat dilihat bahwa hanya ada dua kemungkinan yang dapat terjadi pada seseorang yang mengambil suatu keputusan: yang pertama, jika respon yang diberikan dari setiap pertanyaan yang muncul dalam proses tersebut selalu negatif (menjawab ’tidak’), maka akan memberikan hasil yang tidak baik, yaitu kemampuan dan kemungkinan melaksanakan setiap rencana yang dibuat tidak akan sempurna. Kondisi ini akan menghasilkan keputusan yang tidak memuaskan. Sebaliknya, yang kedua, jika respon yang diberikan dari setiap pertanyaan selalu positif, maka keputusan yang diambil akan memuaskan, yaitu kemampuan dan kemungkinan melaksanakan setiap rencana akan sempurna dan berhasil.


(38)

II. B. Narkoba

Narkoba adalah suatu istilah yang berasal dari terjemahan asing, seperti drug abuse dan drug dependence, di kalangan awam dikenal dengan istilah Narkoba, yang merupakan singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya. Ada istilah lain, yaitu Napza, yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif. Berbagai istilah yang sering digunakan, tidak jarang menimbulkan salah pengertian, tidak saja di kalangan medis, tapi juga masyarakat awam (Hawari, 2003). Dalam penelitian ini digunakan istilah Narkoba.

II. B. 1. Definisi Narkoba

Narkoba itu sendiri sulit untuk diartikan, karena tergantung pada perspektif masing-masing individu. Berikut ini akan dikemukakan pengertian istilah narkoba menurut Dinas Kesehatan. Narkoba adalah istilah yang digunakan masyarakat dan aparat penegak hukum, untuk bahan/obat yang masuk kategori berbahaya atau dilarang untuk digunakan, diproduksi, dipasok, diperjualbelikan, diedarkan, dan sebagainya, di luar ketentuan hukum (Martono, 2000).

Perspektif lain menjelaskan narkoba sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi individu yang menggunakannya. Menurut Hawari (2003), semua zat yang tergolong sebagai narkoba akan menimbulkan adiksi (ketagihan), yang pada waktunya akan berakibat pada ketergantungan. Hal ini disebabkan karena narkoba memiliki sifat-sifat sebagai berikut:


(39)

a. Keinginan yang tidak tertahankan (an over powering desire) terhadap zat yang dimaksud, dan kalau perlu dengan jalan apapun untuk memperolehnya.

b. Kecenderungan untuk menambah takaran sesuai dengan toleransi tubuh. c. Ketergantungan psikologis, yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan

menimbulkan gejala-gejala kejiwaan seperti kegelisahan, kecemasan, depresi, dan sejenisnya.

d. Ketergantungan fisik, yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan menimbulkan gejal fisik yang dinamakan gejala putus zat (withdrawal symptoms).

II. B. 2. Jenis-jenis Narkoba

Setiap jenis narkoba menimbulkan efek yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan zat-zat yang terkandung di dalamnya memiliki efek samping yang berbeda-beda. Tidak ada jenis narkoba yang aman bagi tubuh. Penggunaan narkoba adalah berbahaya dan merusak kesehatan, baik secara jasmani maupun mental-emosional dan sosial.

Pengaruh yang ditimbulkan narkoba berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, halusinasi, rangsangan semangat dan timbulnya khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi penggunanya. Menurut Badan Narkoba Nasional (2004), jenis narkoba yang tergolong narkotika, diantaranya:

a. Heroin

Ini merupakan narkoba yang sangat cepat menimbulkan ketergantungan. Sangat mudah membuat individu yang menggunakannya kecanduan, karena


(40)

efeknya sangat kuat. Heroin mempunyai kekuatan dua kali lebih kuat dari morfin. Cara penggunaannya berupa suntikan, dihirup dan dimakan. Biasanya jenis ini ditemukan dalam bentuk pil, bubuk putih dengan rasa pahit dan cairan. Jenis narkoba ini dapat menimbulkan rasa ngantuk, lesu, jalan ngambang dan penampilan “dungu”.

b. Ganja

Dikenal dengan nama marijuana, gelek, cimeng, budha stick, dan marijane. Narkoba jenis ini menimbulkan ketergantungan psikis, terutama bagi mereka yang telah rutin menggunakannya. Biasanya bentuknya berupa daun kering, cairan yang lengket dan minyak. Pemakaian ganja dapat menurunkan kemampuan motorik, bingung, kehilangan konsentrasi dan penurunan motivasi. Efek yang ditimbulkan dapat menyebabkan komplikasi kesehatan pada daerah pernafasan, sistem peredaran darah dan kanker. Cara pemakaiannya dengan dihisap seperti rokok.

c. Hashisu

Jenis ini mempunyai bentuk yang bermacam-macam, bahkan ada yang juga bubuk. Hashisu memiliki efek sepuluh kali lebih besar dari marijuana. Zat yang terkandung di dalamnya dapat menimbulkan efek psikologis. Hashisu diperoleh dari daun-daun dan pucuk bunga tanaman Cannabis Sativa dan

Cannabis Indica.

Psikotropika merupakan zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku disertai timbulnya halusinasi, ilusi dan gangguan cara berfikir. Narkoba jenis ini


(41)

dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi bagi para pemakainya. Menurut Badan Narkoba Nasional (2004), narkoba yang tergolong psikotropika, diantaranya adalah :

a. Ecstacy

Ini merupakan salah satu obat bius yang dibuat secara illegal di sebuah laboratorium dalam bentuk tablet atau kapsul yang berwarna-warni. Jenis ini dikenal dengan nama Inex, XTC, Black heart, Huge drug, yuppie drug, dan essence. Cara menggunakannya ditelan secara langsung. Efeknya, peningkatan detak jantung, tekanan darah meningkat, hilangnya kontrol dan peningkatan rasa percaya diri.

b. Shabu–shabu

Nama aslinya adalah methamphetamine. Berbentuk kristal seperti gula atau bumbu penyedap masakan. Jenisnya antara lain gold river, coconut, dan kristal. Tidak berwarna ataupun berbau. Obat ini mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap syaraf. Pemakai obat ini akan selalu bergantung pada obat bius ini dan akan terus berlangsung lama, bahkan bisa mengalami sakit jantung atau bahkan kematian. Efek yang dihasilkan adalah kehilangan berat badan, sering halusinasi, mengalami kerusakan pada organ tubuh, seperti pada liver dan lambung.

c. Obat Penenang

Obat ini meliputi Pil koplo, Nipam, Valium, obat tidur. Bentuknya berupa tablet yang berwarna-warni. Penggunaan obat ini akan memperlambat respon


(42)

fisik, mental, dan emosi. Bila penggunaan dicampurkan dengan alkohol akan menghasilkan kematian.

Zat aditif lainnya yang tergolong narkoba adalah:

a. Alkohol

Jenis ini dapat memperlambat kerja sistem syaraf pusat, memperlambat refleks motorik, menekan pernafasan, denyut jantung dan mengganggu penalaran dan penilaian.

b. Zat yang mudah menguap

Zat ini akan menimbulkan perasaan senang yang berlebihan, puyeng, penurunan kesadaran dan gangguan penglihatan. Selain itu akan mengacaukan kesadaran dan emosi pengguna. Gangguan kesehatan yang sering ditimbulkan adalah ginjal, lever, paru-paru, dan merusak otak.

c. Zat yang menimbulkan halusinasi

Zat ini bekerja pada sistem saraf pusat untuk mengacaukan kesadaran dan emosi pengguna. Individu yang mengkonsumsi zat ini akan merasakan senang dan sejahtera karena perubahan pada proses berfikir dan menghilangkan kontrol.

Meskipun jenis-jenis narkoba sangat banyak, tapi satu hal yang pasti bahwa setiap jenis tersebut akan menimbulkan adiksi atau ketergantungan. Hal ini disebabkan karena setiap jenis narkoba mengandung suatu zat yang menimbulkan


(43)

II. B. 3. Kecanduan Narkoba

Permasalahan kecanduan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial, kriminalitas, kerusuhan massa, dan lain sebagainya (Hawari,2003).

Menurut Hawari (2003), secara umum pecandu narkoba dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:

a. Kecanduan Primer

Ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi, yang umumnya terdapat pada orang yang berkepribadian yang tidak stabil.

b. Kecanduan Reaktif

Kecanduan ini terdapat pada remaja, yang terjadi karena dorongan, keingintahuan, bujukan dan rayuan teman, jebakan dan tekanan, serta pengaruh teman kelompok sebaya.

c. kecanduan Simtomatis

Kecanduan ini pada umumnya terjadi pada orang dengan kepribadian antisosial dan pemakaian narkoba hanya sebagai kesenangan semata.

II. B. 3. 1. Definisi Kecanduan

Penyalahgunaan narkoba menyebabkan kecanduan pemakaian terhadap narkoba itu sendiri. Hal ini terjadi karena zat-zat tersebut menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan rasa nikmat, nyaman, kesenangan, dan ketenangan, walaupun hal tersebut sebenarnya hanya dirasakan secara semu. Memang banyak yang berpendapat bahwa kecanduan zat atau drug addiction merupakan penyakit


(44)

kompleks yang menahun dan sering kambuh walaupun ada periode obstinensia yang berjangka lama (Thaib dalam Alatas, 2001).

Penyalahgunaan terjadi apabila pemakaian obat tanpa petunjuk medis, biasanya penyalahgunaan memiliki akibat yang serius dan dalam beberapa kasus, biasanya dapat menjadi fatal. Lebih lanjut, Sudirman (dalam Alatas, 2001) menjelaskan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan suatu pola penggunaan yang bersifat patologik, berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan menimbulkan gangguan fungsi social dan okupasional.

Menurut Hawari (2003), kecanduan narkoba (zat) adalah kondisi yang kebanyakan disebabkan oleh penyalahgunaan zat yang disertai dengan adanya toleransi zat dan gejala putus zat. Selanjutnya, dalam buku pedoman Puskesmas dan Rumah Sakit Umum (2001), kecanduan narkoba didefinisikan sebagai keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik, sehingga tubuh memerlukan jumlah narkoba yang makin bertambah (disebut toleransi), sehingga jika pemakaiannya dikurangi atau dihentikan, timbul gejala putus zat. Oleh karena itu, ia selalu berusaha memperoleh narkoba yang dibutuhkannya, agar dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara normal; jika tidak, ia akan mengalami gejala putus zat.

Dari definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecanduan narkoba adalah suatu kondisi yang disebabkan karena penyalahgunaan obat atau zat, yang akan mengakibatkan pengguna tersebut mengalami ketergantungan fisik dan psikis. Akibat dari kecanduan tersebut akan merusak tubuh dan berdampak terhadap kondisi psikologisnya.


(45)

II. B. 3. 2. Faktor Penyebab Kecanduan Narkoba

Pada setiap kasus, ada penyebab yang khas, mengapa seseorang menjadi seorang pecandu narkoba dan mengakibatkan ketergantungan. Harboenangin (dalam Yatim, 1986) mengemukakan bahwa pada dasarnya ada dua bagian besar penyebab seseorang menjadi pecandu narkoba, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

1. Faktor Internal

a. Faktor Kepribadian

Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan

emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan

mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif agresif dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan melarikan diri. Faktor kepribadian juga memungkinkan bahwa drug abuse lebih cenderung terjadi pada mereka yang lebih rebellious, impulsive, menerima perilaku illegal, berorientasi pada pencarian sensasi (Brook, dkk dalam Sarafino, 1998).

b. Inteligensi

Pecandu yang melakukan konseling sering ditemukan bahwa mereka mempunyai kecerdasan yang berada pada taraf rata-rata kebawah dari kelompok usianya.


(46)

c. Usia

Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja, karena kondisi social psikologis yang membutuhkan pengakuan, identitas dan kelabilan emosi; sementara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat penenang.

d. Dorongan kenikmatan dan perasaan ingin tahu

Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama.

e. Pemecah masalah

Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.

2. Faktor Eksternal 1. Keluarga

Dalam perbincangan sehari-hari, keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:

a. Keluarga yang memiliki sejarah (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan narkoba


(47)

b. Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak)

c. Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.

d. Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri – tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.

e. Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.

f. Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.

2. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)

Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam


(48)

sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis.

3. Faktor Kesempatan

Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar narkoba internasional, menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melansir bahwa para penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi pecandu.

Seseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan. Karena ada juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu faktor tertentu.

II. B. 3. 3. Akibat Kecanduan Narkoba

Menurut DSM – IV TR (2000), Sudirman (dalam Alatas, 2001), dan Neale, dkk.(2004), ada 3 bagian yang akan mengalami gangguan akibat dari penggunaan narkoba, yaitu kondisi fisik, gangguan kehidupan mental emosional, dan gangguan terhadap kehidupan sosial.


(49)

Gangguan terhadap kondisi fisik akan mengakibatkan organ-organ tubuh menjadi rusak dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti:

1) Akibat zat itu sendiri

Gangguan yang muncul adalah termasuk gangguan mental organic

akibat zat, misalnya intoksikasi, yaitu perubahan mental yang terjadi karena dosis berlebih yang memang diharapkan oleh pecandu. Sebaliknya, bila pemakaiannya terputus maka akan terjadi kondisi putus zat.

2) Akibat bahan campuran/pelarut

Bahaya yang mungkin timbul adalah infeksi dan emboli. 3) Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril

Tindakan ini akan mengakibatkan terjadinya infeksi, terjangkitnya penyakit AIDS dan hepatitis.

4) Akibat pertolongan yang keliru

Akibat pertolongan yang keliru yang diberikan kepada pecandu akan mengakibatkan gangguan fisik, misalnya dalam keadaan tidak sadar, pecandu diberi minum.

5) Akibat tidak langsung

Pada individu yang mengkonsumsi alkohol akan terjadi stroke atau malnutrisi karena gangguan absorbsi.

b. Gangguan terhadap kehidupan mental emosional

Intoksikasi dari pemakaian narkoba dapat menimbulkan perubahan kehidupan mental emosional. Hal ini akan termanifestasi pada gangguan


(50)

perilaku yang tidak wajar, seperti sindrom amotivasional dan depresi yang menyebabkan bunuh diri.

c. Gangguan terhadap kehidupan sosial

Gangguan mental emosional pada pecandu narkoba akan mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja, atau sekolah. Hubungan anggota keluarga dan teman dekat akan terganggu. Selanjutnya akan memungkinkan terjadinya tindak kriminal, keretakan rumah tangga sampai pada perceraian.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecanduan narkoba akan merusak saraf pusat atau organ-organ tubuh lain. Hal ini mengakibatkan melemahnya fisik, daya fikir, dan merosotnya moral. Selain itu juga akan merusak hubungan keluarga, menurunnya kemampuan belajar, produktivitas kerja menurun drastis, perubahan perilaku menjadi perilaku anti sosial, gangguan kesehatan, meningkatnya tindakan kriminalitas, untuk memenuhi kebutuhan fisiknya, mereka akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh narkoba.

II. C. Proses Pengambilan Keputusan Berhenti Menggunakan Narkoba

Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penyalahgunaan narkoba, yang cenderung akan menyebabkan kecanduan dapat berisiko menyebabkan timbulnya gangguan jiwa dan juga gangguan perilaku. Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ-III, 1993) termasuk kategori diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif. Pemakai narkoba kehilangan kontrol terhadap perilaku penggunaan narkoba,


(51)

sehingga dosisnya semakin lama semakin besar. Jika dihentikan akan mengakibatkan gejala putus zat, dengan perubahan fisiologis tubuh yang sangat tidak menyenangkan, sehingga memaksanya untuk menggunakan zat tersebut lagi atau yang sejenisnya untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut.

Penggunaan narkoba dapat menguntungkan bagi seorang pecandu, yaitu memberikan rasa senang dan hilangnya rasa sakit yang ada dalam hidupnya, bahkan dapat memberikan rangsangan semangat. Namun di samping itu juga, sangat banyak dampak negatif yang muncul dan sangat merugikan serta membahayakan pecandu tersebut. Identifikasi terhadap bahaya dan dampak negatif tersebutlah yang mendorong pecandu untuk mengambil keputusan untuk berubah dan berhenti dari kehidupannya yang gelap dan menderita selama ini.

Sesuai dengan teori dari Janis & Mann, tahap awal yang dilakukan dalam mengambil keputusan adalah menilai masalah yang ada. Pada tahap ini, seorang pecandu akan mencoba mengenali permasalahan-permasalahan yang dihadapi akibat kecanduan, mencari informasi-informasi tentang pengaruh positif atau negatif jika berhenti mencandu. Setelah pecandu menemukan segala informasi tersebut, maka akan ditentukan satu tujuan yang ingin dicapai untuk menyelesaikan segala masalah yang ada.

Pada tahap ini, pecandu cenderung akan mendapatkan feedback negatif dari dirinya sendiri atau lingkungan tentang keinginannya untuk berhenti dari kecanduan. Namun jika keinginan itu kuat, maka kesempatan yang ada akan dipandang sebagai suatu kesempatan yang menantang untuk menunjukkan bahwa pecandu bisa berubah dan memiliki masa depan yang lebih baik. Meskipun hal ini


(52)

sangat sulit untuk dicapai, karena selama seseorang menjadi pecandu, sangat banyak perubahan-perubahan kondisi fisik, terkhusus sistem saraf dan organ tubuh pokok lainnya, seperti otak, jantung, paru-paru, liver, dan jaringan tubuh. Hal ini disarari penuh oleh seorang pecandu. Hal ini menyebabkan pecandu untuk mencari informasi-informasi tambahan tentang risiko yang serius yang mungkin muncul jika tetap mencandu (misalnya: melemahnya fungsi otak dan menurunnya kekebalan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi otak dan tubuh).

Meskipun sulit, namun dia akan terus menilai alternatif-alternatif yang ada, yang mungkin untuk dilakukan seorang pecandu. Setelah tahu risiko jika tetap mencandu, maka dia juga akan mencari tahu risiko dan keuntungan jika berhenti dari mencandu. Dalam hal ini, pecandu harus menilai secara objektif, jika menginginkan hasil yang terbaik. Meskipun kenikmatan ketika menggunakan narkoba sangat sulit untuk dilepaskan, namun satu hal yang harus diingat dengan jelas, bahwa narkoba akan merusak sistem saraf Locus Coeruleus (LC), yang merupakan nukleus adrenergik terbesar di otak. Jika sistem ini rusak, maka akan mengakibatkan hilangnya kemampuan kontrol tubuh dan menjadi ketergantungan fisik secara penuh. Hal inilah juga yang menyebabkan sangat sulit seorang pecandu dapat berhenti dari penggunaan narkoba.

Pecandu kemudian akan menimbang alternatif-alternatif yang ada: berhenti atau tetap mencandu dengan segala risiko dan konsekuensi yang mungkin dihadapi. Pada tahap ini, pecandu akan mendapatkan tanda-tanda dari setiap informasi yang diperolehnya, baik yang buruk maupun yang positif. Selama proses ini, pecandu akan mengetahui keberadaannya yang sebenarnya sekarang


(53)

sangat buruk, setelah menjadi seorang pecandu untuk sekian lama. Mungkin pecandu akan merasa putus asa untuk mendapatkan solusi yang memuaskan. Karena jika berhenti, akan ada akibat negatifnya, tetapi jika tetap mencandu maka tinggal kehancuranlah yang akan dihadapi. Sejalan dengan itu, pecandu yang ingin mengambil keputusan berhenti dari penggunaan narkoba akan semakin mencari informasi dan segala sumber daya yang belum digunakan untuk lebih mencari kemungkinan solusi yang lebih baik dan memuaskannya.

Alternatif-alternatif yang ada akan membuat pecandu bingung dan merasakan ketegangan terhadap segala pertimbangan dari setiap alternatif. Hal ini menuntut pecandu membuat suatu komitmen dalam dirinya untuk berubah dan akan menghadapi segala kemungkinan yang menyakitkan. Karena konsekuensi negatif jauh lebih besar jika tetap mencandu daripada berhenti. Jika berhenti, memang akan merasakan sakit atau sakaw untuk masa-masa awal perubahan. Tapi tindakan ini akan lebih memberikan kehidupan yang baik dan berharga.

Setelah komitmen diambil, maka pecandu akan memikirkan tentang waktu untuk melakukannya sampai berhasil dan akhirnya memberikan seperti yang diharapkannya sebelumnya. Meskipun komitmen telah diambil, tetapi masih ada kemungkinan pecandu tidak melakukannya. Hal ini terjadi jika komitmen yang diambil membuatnya tertekan dan merasa stres. Pecandu sangat ketakutan terhadap ancaman penderitaan yang diyakini akan muncul terus menerus sampai komitmen tersebut berhasil dilakukan. Namun jika pecandu merasa yakin penuh dan yakin akan memiliki waktu yang cukup untuk mencapai komitmen tersebut sampai akhir, maka stresnya akan lebih rendah dan lebih memungkinkan pecandu


(54)

untuk melakukan komitmen berhenti mencandu dengan lebih mudah. Pecandu akan menjalani perubahan gaya hidup yang baru sesuai komitmennya tersebut dengan sangat berhati-hati dan dengan sungguh. Jika pecandu sampai pada tahap ini, maka dia akan tetap melakukannya dan menganutnya meskipun ada umpan balik yang akan dihadapinya. Meskipun ada risiko negatif yang muncul selama melakukan komitmen tersebut, maka pecandu tersebut akan terus berjuang dan menghadapinya dengan penuh keberanian. Tindakan ini tentunya akan memberikan nilai pencapaian dan perencanaan yang sempurna terhadap keputusan yang diambil, yaitu berhenti menggunakan narkoba dan menjadi seorang manusia yang kembali memiliki kehidupan yang layak dan berharga.


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.A. Pendekatan Kualitatif

Mengingat tujuan dari penelitian ini adalah melihat pengalaman-pengalaman subjektif individu dalam mengambil keputusan berhenti menggunakan narkoba, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memungkinkan individu memfokuskan atensi dan mengungkapkan variasi pengalaman yang dijalaninya (Patton, dalam Poerwandari 2001).

Menurut Patton (dalam Afiatin, 1997) metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk meneliti isu terpilih, kasus-kasus atau kejadian secara mendalam dan detail, fakta berupa kumpulan data tidak dibatasi oleh kategori yang ditetapkan sebelumnya. Kelebihan metode kualitatif adalah prosedur yang khusus menghasilkan data yang detail dan kaya tentang individu dan kasus-kasusnya. Kelebihan lainnya adalah menghasilkan data yang mendalam dan detail serta penggambaran yang hati-hati tentang situasi, kejadian-kejadian, orang-orang, interaksi dan perilaku yang teramati.

Penelitian dengan pendekatan kualitatif memberi kesempatan kepada peneliti untuk mengungkap hal-hal yang tersimpan dalam fikiran responden, perasaan dan keyakinan-keyakinan responden yang sulit diungkapkan dengan pendekatan kuantitatif.


(56)

III. B. Metode Pengumpulan Data

Tipe-tipe pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam, disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian dan sifat objek yang diteliti. Wawancara, observasi, diskusi kelompok terfokus, analisis terhadap karya, analisis dokumen, analisis catatan pribadi, studi kasus, studi riwayat hidup adalah jenis pengumpulan data dalam penelitian kualitatif (Poerwandari, 2001). Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in-depth interviewing).

III. B. 1. Wawancara Mendalam (in-depth Interviewing)

Wawancara mendalam merupakan satu bentuk wawancara, yang dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap peristiwa yang dialami dan dirasakan oleh responden penelitian. Wawancara mendalam memberikan kesempatan yang maksimal untuk menggali “background life” seseorang sehingga peneliti mendapatkan gambaran dan dinamika yang hendak diteliti. Wawancara mendalam juga dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu sesuai dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut. Hal ini merupakan keunggulan pendekatan kualitatif (Banister dkk, dalam Poerwandari 2001).

Dengan demikian, wawancara mendalam akan memungkinkan peneliti untuk mengungkap semua aspek-aspek yang ingin diungkap dalam penelitian ini dengan detail.


(1)

Taylor, S.E., ( 1999). Health Psychology (4th) edition. USA : Mc.Graw Hill

World Health Organization, (1993). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia. 3rd edition, cetakan pertama. Departemen Kesehatan R.I.

Yatim, D.I., Irwanto, (1986). Kepribadian, Keluarga, dan Narkotika : Tinjauan Sosial-Psikologis. Jakarta : Penerbit Arcan.


(2)

Lampiran 1

PEDOMAN WAWANCARA

Data Diri Partisipan

- Nama partisipan (bkan sebenarnya) - Jenis kelamin partisipan

- Usia partisipan - Status partisipan

- Latar belakang pendidikan partisipan - Riwayat pekerjaan partisipan

- Riwayat keluarga partisipan

- Riwayat penggunaan narkoba partisipan

I. Narkoba

1. Waktu responden pertama kali menggunakan narkoba. 2. Faktor penyebab responden menggunakan narkoba.

3. Bagaimana pengalaman responden dalam menggunakan narkoba. 4. Jenis-jenis narkoba yang digunakan oleh responden dan dalam

jangka waktu berapa lama.

5. Kondisi dan perasaan responden sebelum menjadi pecandu, ketika menjadi pecandu, dan setelah menjadi pecandu narkoba.


(3)

II. Proses Pengambilan Keputusan Berhenti Menggunakan Narkoba 1. Apa yang diketahui partisipan tentang narkoba

2. Bagaimana pandangan partisipan terhadap narkoba 3. Bagaimana reaksi partisipan terhadap narkoba

4. Apa yang dipikirkan dan dirasakan partisipan ketika menggunakan narkoba dan menjadi kecanduan

5. Perubahan apa yang dialami partisipan setelah menggunakan dan mencandu narkoba.

6. Peristiwa, kondisi atau siapa yang membuat partisipan terfikir untuk berhenti menggunakan narkoba

7. Kapan mulai terfikir untuk mengambil keputusan berhenti menggunakan narkoba.

8. Kepada siapa responden mengutarakan niatnya untuk berhenti menggunakan narkoba.

9. Siapa dan apa yang mendukung responden untuk mengambil keputusan tersebut.

10.Apa yang dilakukan responden untuk mengambil keputusan berhenti dari narkoba.

11.Apa yang dialami responden selama proses pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba.

12.Apa yang menjadi dasar dan kunci utama keberhasilan partisipan mengambil keputusan berhenti mengggunakan narkoba untuk selamanya.


(4)

13.Apa yang mendukung responden untuk mengambil keputusan. 14.Berapa kali partisipan mengalami relaps dan jatuh bangun selama

proses mengambil keputusan berhenti menggunakan narkoba 15.Gangguan atau dampak buruk yang dialami partisipan selama

proses mengambil keputusan tersebut.

16.Apa tujuan partisipan (keinginan, motivasi yang dimiliki oleh partisipan) dalam mengambil keputusan berhenti menggunakan narkoba.

17.Menurut partisipan, pengandaian keuntungan seperti apa yang akan didapatkan oleh partisipan setelah mengambil keputusan berhenti menggunakan narkoba dan benar-benar berhenti dari narkoba. 18.Bagaimana reaksi orang-orang di sekitar partisipan ketika

mengetahui bahwa partisipan akan berhenti menggunakan narkoba. 19.Ada dua dampak yang akan muncul sebagai hasil dari pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba, positif dan negatif. Bagaimana partisipan mempertimbangkan kedua dampak ini saat akan memutuskan berhenti menggunakan narkoba atau tidak. 20.Bagaimana persiapan yang dimiliki oleh partisipan terhadap

dampak negatif tadi?

21.Tindakan seperti apa yang telah dipersiapkan oleh partisipan jika reaksi yang muncul saat proses mengambil keputusan berhenti menggunakan narkoba.


(5)

22.Berapa lama partisipan memikirkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, sampai akhir mengambil keputusan berhenti dari narkoba untuk selamanya.

23.Dalam kondisi seperti apa partisipan merasa matang dan siap meninggalkan narkoba untuk selamanya.

24.Bagaimana perasaan dan kondisi partisipan disaat tidak lagi menggunakan narkoba

25.Apa yang dilakukan partisipan untuk mengatasi perasaan-perasaan dan kondisi tersebut.

26.Hal-hal apa saja yang harus diubah dan diperbaiki dari partisipan sehingga dapat memutuskan untuk berhenti dari narkoba selamanya.

27.Bagaimana kehidupan partisipan dan apa yang dilakukan setelah memutuskan untuk berhenti menggunakan narkoba selamanya.


(6)

Lampiran 2

Lembar Observasi

Partisipan Penelitian : Tanggal/hari wawancara :

Wawancara ke :

Waktu wawancara : Hal-hal yang diobservasi :

1. Penampilan fisik partisipan 2. Setting wawancara

3. Sikap partisipan terhadap pewawancara 4. Sikap partisipan selama wawancara 5. Hal-hal yang mengganggu wawancara

6. Hal-hal yang unik, menarik, dan tidak biasa dalam wawancara 7. Hal-hal yang sering dilakukan oleh partisipan dalam wawancara