44 Selama wawancara dilakukan, peneliti menggunakan pedoman
wawancara sebagai panduan agar hal-hal yang ingin diketahui tidak ada yang terlewat dan penelitian tetap pada jalur yang direncanakan sesuai kerangka teori.
Meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan untuk menanyakan sesuatu di luar pedoman untuk menambah keakuratan data penelitian.
Teknik wawancara yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknik funnelling
oleh Smith dalam Poerwandari, 2001 yaitu memulai dari pertanyaan- pertanyaan yang umum yang makin lama khusus dan makin khusus.
III. B. 2. Observasi
Dalam penelitian ini, observasi digunakan hanya sebagai alat tambahan yang dilakukan pada saat wawancara berlangsung untuk melihat reaksi partisipan,
antara lain: ekspresi wajah, gerakan tubuh, intonasi suara, melihat bagaimana reaksi calon partisipan ketika peneliti meminta kesediaannya untuk diwawancarai,
bagaimana sikap partisipan terhadap peneliti, bagaimana sikap dan reaksi partisipan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, bagaimana keadaan
partisipan pada saat wawancara, hal-hal yang sering dilakukan partisipan dalam proses wawancara. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan data tambahan selama
wawancara berlangsung. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat,
mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena tersebut Poerwandari, 2001.
Universitas Sumatera Utara
45 Tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari,
aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian
yang diamati tersebut. Deskripsi harus akurat, faktual sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi berbagai tetek bengek yang tidak relevan Poerwandari, 2001.
III. C. Alat Bantu Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat bantu pengumpul data, seperti:
III. C. 1 Tape Recorder Alat Perekam
Suatu wawancara tidak bijaksana jika hanya mengandalkan ingatan saja, karena indera manusia terbatas, yang memungkinkan peneliti untuk melewatkan
hal-hal yang tidak terseleksi oleh indera yang mendukung penelitian. Menurut Poerwandari 2001, sedapat mungkin suatu wawancara perlu direkam dan dibuat
transkripnya secara verbatim kata demi kata. Peneliti tidak perlu sibuk untuk mencatat jalannya pembicaraan dengan
menggunakan tape recorder. Peneliti dapat berfokus kepada topik pembicaraan, sehingga memungkinkan peneliti juga untuk melakukan observasi yang dapat
menambah data atau hal-hal yang mendukung sesuai dengan tujuan penelitian.
III. C. 2. Pedoman Wawancara