Latar Belakang Masalah PENDAHULIAN
a. Posisi mereka sangat lemah di depan hukum. Bagi istri, tidak
dianggap sebagi istri, karena tidak memiliki akta nikah. ia juga tidak berhak atas nafkah dan waris jika terjadi perceraian atau suaminya
meninggal. Tragisnya anak yang dilahirkan juga dianggap tidak sah.
b. Menurut QS Al-Baqarah ayat 282 memerintahkan kita untuk
mencatatkan utang piutang. Bagaimana dengan perkawinan yang jauh
lebih penting dari utang-piutang.
c. Pada masa Nabi Muhammad, masyarakat masih banyak yang ummy
tidak melek huruf, sehingga kesaksian dan sumpah masih diterima sebagai alat bukti hukum di pengadilan. Sekarang kondisinya berbeda,
alat bukti tertulis lebih kuat dari sekedar kesaksian dan sumpah. karena itu, pencatatan nikah menjadi sangat penting.
10
Pencatatan nikah sangat penting dilaksanakan oleh pasangan mempelai, sebab buku nikah yang mereka peroleh merupakan bukti otentik tentang
keabsahan pernikahan itu baik secara agama maupun negara. Dengan buku nikah itu, mereka dapat membuktikan pula keturunan sah yang dihasilkan dari
perkawinan tersebut dan memperoleh hak-haknya sebagai ahli waris.
11
Pentingnya sebuah pencatatan dalam suatu masalah yang berkaitan dengan individual yang lain atau dal
am masalah mu’amalah, Islam sebagai agama yang
10
Muhammad Zain dan Mukhtar Alshodiq, Membangun Keluarga Humanis, Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam yang Kontroversial itu, h. 39-40.
11
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakata: Kencana, 2006, h. xx.
sempurna telah terlebih dahulu memerintahkan kepada para pemeluknya untuk mencatatkan setiap peristiwa yang berkenaan dengan individu yang lain.
Kehidupan modern yang sangat kompleks seperti ini menuntut adanya ketertiban dalam berbagai hal, antara lain masalah pencatatan perkawinan, apabila
hal ini tidak mendapat perhatian. Kemungkinan besar akan timbul kekacauan dalam kehidupan masyarakat, mengingat jumlah manusia sudah sangat banyak
dan permasalahan hiduppun sudah sangat kompleks.
12
Pelaksanaan pencatatan suatu perkawinan, telah diatur sebagaimana dinyatakan dalam PP. No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU. No. 1 tahun
1974 tentang perkawinan, di mana pasal 2 nya berbunyi: a.
Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatatan sebagaimana
dimaksud dalam UU No. 32 tahun 1954 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk.
b. Pencatatan perkawinan dan mereka yang melangsungkan
perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaanya itu selain agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatatan perkawinan pada kantor
catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang- undangan mengenai pencatatan perkawinan.
c. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku
bagi tatacara pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai peraturan yang berlaku, tatacara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana
12
Ahmad Kuzari, Nikah sebagai Perikatan, Jakarta: Akademika Presindo, 1995, h. 30.
ditentukan dalam pasal 3 sampai dengan pasal 9 peraturan pemerintah ini.
Selanjutnya pada penjelasan atas PP. No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU. No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dijelaskan bahwa
pencatatan perkawinan dilakukan hanya oleh dua instansi, yakni pegawai pencatat nikah, talak, rujuk dan kantor catatan sipil atau instansi pejabat yang
membantunya.
13
Pada saat melangsungkan perkawinan, suami istri mendaftarkan dan mencatatkan perkawinan tersebut pada lembaga resmi pemerintahan yaitu ke
Kantor Urusan Agama KUA bagi warga negara yang beragama Islam dan ke Kantor Catatan Sipil bagi warga negara yang selain beragama Islam,
14
maka akibat yang ditimbulkan dari perceraian itu tidak menimbulkan masalah yang
rumit untuk saling mendapatkan hak-haknya setelah menikah maupun ketika terjadi perceraian karena bisa dibuktikan dengan adanya akta nikah yang mereka
miliki sebagai bukti bahwasanya mereka telah melangsungkan perkawinan dan pernah membina rumah tangga, Hal itu menunjukan betapa urgenya masalah
pencatatan nikah dan akta nikah, karena dengan adanya akta nikah, perkawinan yang dilangsungkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan akan terjamin hak-
haknya sebagai suami istri.
13
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia, h. 22- 23.
14
Pasal 2 peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta:
UI Press, 1986, Cet., Ke-5, h. 175.
Selain itu, dengan adanya bukti pencatatan perkawinan, perkawinan yang dilangsungkan oleh seseorang akan mempunyai kekuatan yuridis. Sebagaimana
disebutkan pada pasal 7 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam KHI, perkawinan ”hanya” dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat
Nikah. Dengan demikian, mencatatkan perkawinan adalah merupakan kewajiban bagi mereka yang akan melangsungkan perkawinan.
15
Dalam praktik realita yang terjadi sekarang ini, pencatatan pernikahan yang terjadi di pedesaan khususnya di Kecamatan Bumijawa begitu beragam Tarif
administrasi pencatatan pernikahan bagi mereka yang ingin dicatatkan pernikahanya sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh negara melalui
lembaga yang ditunjuk untuk menangani masalah administrasi pencatatan pernikahan yaitu Kantor Urusan Agama KUA, Tarif tersebut berkisar antara Rp
500.000,- sampai Rp 600.000,- sedang tarif yang ditetapkan pemerintah untuk mengurus administrasi pencatatan pernikahan guna memperoleh bukti yang
otentik berupa akta nikah yang dikeluarkan pihak Kantor Urusan Agama hanya sebesar Rp 30.000,- Mengapa bisa terjadi demikian padahal lembaga pemerintah
seharusnya bekerja sesuai dengan peraturan undang-undang dan peraturan pemerintah yang berlaku. Hal ini dapat dimungkinkan dalam masalah proses
administrasi pencatatan pernikahan dalam instansi terkait telah terjadi adanya penguatan-penguatan liar yang sudah sangat jelas telah melanggar hukum.
Tingginnya biaya administrasi pencatatan pernikahan yang marak belakangan ini jelas-jelas sangat memberatkan warga pedesaan masyarakat
15
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Presindo, 1995, Cet., Ke-2, h. 15.
Kecamatan Bumijawa yang kehidupan ekonominya pas-pasan apalagi sebagian besar mereka bermata pencaharian seorang buruh tani dan buruh pemetik daun teh
di perkebunan. Apabila mereka ingin mencatatkan pernikahanya di Kantor Urusan Agama KUA di wilayah tempat mereka tinggal khususnya di Kecamatan
Bumijawa. Masalah ini akan berdampak terhadap keengganan masyarakat untuk mencatatakan pernikahanya pada lembaga yang ditunjuk pemerintah yaitu Kantor
Urusan Agama KUA dan bisa beralih untuk melaksanakan pernikahanya secara sirri karena dipandang lebih murah, padahal sudah dapat diketahui resikonya jika
sebuah pasangan melangsungkan pernikahan secara sirri, maka pernikahan mereka selain tidak di akui oleh negara, juga mengakibatkan kerancuan hukum.
Penulis mengamati tingginnya biaya proses administrasi pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama KUA Kecamatan Bumijawa amat sangat
membebani warga desa masyarakat khususnya di daerah pedesaan Kecamatan Bumijawa yang notabenya sebesar 80 masyarakat di Kecamatan Bumijawa
bermata pencaharian seorang buruh petani dan buruh di perkebunan pemetik daun teh. Sebagian masyarakat yang tingkat pekerjaanya sebagai buruh kehidupanya
pas-pasan dan amat sangat keberatan dengan tarif biaya administrasi pencatatan pernikahan yang sangat mahal.
Melalui berbagai wawancara yang penulis lakukan yang kebetulan penulis berdomisili tepatnya di desa Sokatengah Krajan Kecamatan Bumijawa terhadap
masyarakat khususnya pada daerah pedesaan Kecamatan Bumijawa. Bahwa dengan adanya biaya administrasi pencatatan pernikahan yang mahal seakan
masyarakat dihadapkan pada masalah yang cukup rumit yang terjadi sehingga
berdampak pada pernikahan yang tidak dicatatkan seperti pernikahan sirri dan pernikahan dibawah tangan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis membatasi skripsi ini dengan mengkaji mengapa biaya administrasi pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama
Kecamatan bumijawa sangat mahal. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa di daerah pedesaan khususnya di Kecamatan Bumijawa yang mayoritas warganya
bekerja sebagai buruh petani, buruh di perkebunan sayuran dan buruh di perkebunan sebagai pemetik daun teh biaya administrasi pencatatan pernikahan
sangat mahal dan membebani masyarakat. Agar lebih terarah materi yang akan penulis paparkan, maka dalam skripsi ini penulis merumuskan dengan judul,
“Faktor Penyebab Biaya Administrasi Pencatatan Pernikahan Menjadi Tinggi Studi Pada Kantor Urusan Agama KUA Kecamatan Bumijawa
Kabupaten Tegal Tahun 2009-2013 ”.