Biaya Pencatatan Pernikahan Menurut Undang-undang
Agama maupun diluar Kantor Urusan Agama bedolan, rumah dan masjid telah melampaui biaya yang telah di tentukan.
71
Berdasarkan peraturan pemerintah No. 51 tahun 2001 biaya pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan sebesar Rp 30.000,- dibayarkan
kepada bendaharawan khusus atau kepala Kantor Urusan Agama. Apabila Pernikahan dilakukan diluar Kantor Urusan Agama maka biaya pencatatan nikah
ditambah sebesar Rp 50.000,- menjadi Rp 80.000,- dibayarkan langsung kepada PPNPembantu PPN yang menghadiri akad nikah di luar Kantor Urusan Agama.
72
Menurut Peraturan Pemerintah PP Nomor 47 Tahun 2004 tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku di Kementrian Agama
biaya pencatatan Nikah dan Rujuk di Kantor Urusan Agama KUA per peristiwa adalah sebesar Rp 30 Ribu.
73
Pencatatan Perkawinan dalam bentuk akta nikah sangat diperlukan di dunia modern seperti sekarang ini, seseorang yang menikah tanpa dicatat oleh
Pegawai Pencatat Nikah PPN atau tidak mempunyai akta nikah, maka nikahnya tidak sah menurut undang-undang yang berlaku di suatu negara. Hal tersebut
sesuai dengan kaidah Fiqhiyyah yang berbunyi:
74
دسافملا ؤرد دقم
حلاصما ب ج ى ع
71
Yayan Sopyan, Islam Negara Tranformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, h.138-139.
72
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h. 26.
73
Anni Athi’ah, Mahalnya Biaya Pencatatan Nikah, diakses pada tanggal 23 Desember 2013. dari http:jatim1.kemenag.go.idfiledokumen304lensut5.pdf 23-12-2013
74
Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern, h. 86
Menolak kemudharatan lebih didahulukan daripada memperoleh suatu kemaslahatan.
Untuk memperoleh kepastian hukum dan perlindungan hukum, akad nikah harus dilangsungkan di bawah pengawasan atau dihadapan PPNWakil
PPNPembantu PPN. Nikah yang dilangsungkan di bawah pengawasan atau dihadapan
PPNWakil PPNPembantu PPN dicatat dalam akta Nikah dan kepada masing suami isteri diberikan Kutipan Akta Nikah. dengan adanya kutipan akta nikah ini,
maka terikat semua pihak untuk mengakuinya, dan pemerintah berkewajiban untuk melindungi secara hukum, termasuk segala hak dan kewajiban yang timbul
dari perkawinan itu.
75
Pengelolaan penerimaan negara bukan pajak tidak sempurna bila pembukuan pencatatan dikesampingkan karena merupakan pranata hukum yang
yang wajib diselenggarakan dalam hukum keuangan negara. Hal ini disebabkan Undang-Undang No. 201997 merupakan bagian intergral dari hukum keuangan
negara, namun Undang-Undang No. 201997 tidak mengenal atau mengatur tentang pembukuan, melainkan hanya pencatatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 1 ayat 1. Pencatatan itu menyajikan keterangan yang cukup untuk dijadikan dasar penghitungan penerimaan negara bukan pajak.
76
Di Indonesia, regulasi pencatatan telah ditetapkan tidak lama setelah Indonesia merdeka, yakni diundangkanya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1946
75
Departemen Agama RI, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, Jakarta: Depag RI, 2001, h. 55.
76
Muhammad Djafar Saidi dan Rohana Huseng, Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, Cet., Ke-2. h. 84.
tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa perkawinan harus dilakukan pemberitahuan kepada pencatat
nikah pasal 1 ayat 1. Pada pasal 3 ayat 1 di pasal ini disebutkan bahwa perkawinan yang tidak di catatkan akan di hukum sebanyak 50,- meskipun dalam
undang-undang ini di tekankan bahwa pencatatan sebagai syarat administratif. Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang perkawinan menyebutkan bahwa tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu pencatatan ini juga di tegaskan dalam peraturan pemerintah nomor 9 tahun
1975 tentang peraturan pelaksanaanya, yang diantaranya disebutkan bahwa bagi mereka yang melangsungkan pernikahan tetapi tidak memberitahukan kepada
pencatat nikah, maka di denda sebanyak 7.500,- begitu pula sebagai pegawai pencatat yang melakukan pelanggaran juga dikenakan hukuman kurungan paling
lama tiga bulan atau denda sebanyak 7.500.
77
Ketentuan pasal-pasal yang menyangkut pelanggaran yang dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah dapat dipericikan sebagai berikut:
a. Setiap pegawai pencatat perkawinan dimintakan ketelitianya terhadap
setiap pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan baik yang menyangkut syarat-syarat perkawinan atau terdapatnya halangan
perkawinan menurut undang-undang pasal 6 ayat 1 Peraturan Pemerintah No 9 tahun 1975.
77
Ahmad Tholabi Charlie, Hukum Keluarga Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2013, Cet., Ke-1. h. 189-190.
b. Selain hal tersebut di atas seorang pegawai Pencatat Perkawinan juga
harus meneliti tentang identitas calon mempelai baik yang menyangkut keterangan kelahiran maupun keterangan lainya Pasal 6 ayat 2 a.b..
Pasal 6 : 1. Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak
melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat Perkawinan telah di penuhi dan apakah tidak terdapat halangan
Perkawinan menurut Undang-Undang. 2. Selain penelitian terhadap hal sebagaimana dimaksud dalam ayat
1 pegawai pencatat meneliti pula: a. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal ahir calon mempelai.
Dalam hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat digunakan suat keterangan yang menyatakan umur dan asal
usul calon mempelai yang diberikan oleh kepala desa atau yang setingkat dengan itu.
b. Keterangan mengenai nama, agama, kepercayaan, pekerjaan dan tempat tinggal orang tua calon mempelai.
78
Adapun instansi atau lembaga yang dimaksud adalah; a.
Kantor Urusan Agama Kecamatan untuk Nikah, Talak dan Rujuk,bagi orang beragama Islam lihat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946
jo. Undang-undang Nomor Tahun 1954.
78
Mona Eliza, Pelanggaran Terhadap Undang-Undang Perkawinan dan Akibat Hukumnya, h. 130-132.
b. Kantor Catatan Sipil Burgerlijk Stand untuk perkawinan bagi yang
tunduk kepada: 1.
Stb. 1933 Nomor 75 jo. Stb Nomor 1936 Nomor 607 tentang Peraturan Pencatatan Sipil untuk orang Indonesia, Kristen, Jawa,
Madura, Minahasa, dan Ambonia. 2.
Stb. 1847 Nomor 23 tentang Peraturan Perkawinan dilakukan menurut ketentuan Stb. 1849 Nomor 25 yaitu tentang Pencatatan
Sipil Eropa. 3.
Stb. 1917 Nomor 129 Pencatatan Perkawinan yang dilakukan menurut ketentuan Stb. 1917 Nomor 130 jo. Stb 1919 Nomor 81
tentang Peraturan Pencatatan Sipil Campuran. 4.
Pencatatan Sipil untuk Perkawinan Campuran sebagaimana diatur dalam Stb. Nomor 279.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menegaskan bahwa
orang kristen di Sumatera, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur, sebagian di Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya yang
belum diatur tersendiri sebagaimana tersebut dalam poin-poin di atas, Pencatatan Perkawinan bagi mereka ini dilaksanakan di
kantor catatan Sipil berdasarkan ketentuan pasal 3 sampai dengan 9 peraturan ini.
Kantor Urusan Agama Kecamatan harus mencatat setiap Perkawinan yang dilaksanakan di wilayahnya masing-masing. Kelalaian mencatat Perkawinan ini
dapat di kenakan sanksi kepada petugas pencatat Perkawinan tersebut. Salah satu
kegunaan dari Pencatatan Perkawinan ini adalah untuk mengontrol dengan konkret tentang data Nikah Talak dan Rujuk.
79
79
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006, Cet., Ke-1. h. 14-15.
56