Lembaga Administrasi Pencatatan Pernikahan

Masalah ketentuan untuk melakukan pencatatan Perkawinan sangat tegas dinyatakan dalam pasal 2 ayat 2 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. selain mengikuti hukum dari agama dan kepercayaanya, Perkawinan yang dilakukan juga harus dicatatkan kepada petugas atau pejabat pencatat Perkawinan untuk mendapatkan pengesahan dari negara. 63 Pencatatan Perkawinan yang tercantum dalam pasal 2 ayat 2 Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sangat tepat diterapkan di tegah- tengah masyarakat. hal ini dengan semakin berkembangnya kehidupan masyarakat, maka segala sesuatu yang dilakukan harus memerlukan suatu kepastian hukum. 64 Hukum keluarga baru yang berlaku di negara masing-masing memberlakukan pencatatan ini, kendati bukan merupakan rukun nikah, tetapi dianggap sangat penting untuk pembuktian pernikahan yang sah yang dilakukan oleh seseorang. Selain dari Perkawinan itu sendiri harus di catat, surat-surat keterangan, formulir yang telah diisi dan ditandatangani oleh para pihak harus disimpan, didokumentasikan untuk kepentingan pembuktian kalau timbul keraguan atau masalah di kemudian hari. 65 Menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 2 ayat 1 dan 2 Kompilasi Hukum Islam pasal 5 dan 6, maka dapat diketahui bahwa tujuan dari pencatatan nikah adalah: 63 Happy Susanto, Nikah Sirri Apa Untungnya?, h. 65. 64 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 26. 65 Departemen Agama, Analisa Faktor-Faktor Terjadinya Perceraian, Jakarta: Direktorat Jenderal Pelembagaan Agama Islam, 1997, h. 13. 1. Untuk mendapatkan kepastian hukum, karena jika suatu perkawinan tidak di catat, maka dampaknya di belakang hari jika sekiranya terjadi perselisihan yang pada akhirnya berbuntut pada perceraian, karena pencatatan merupakan sebuah bukti yang otentik dan tertulis yang dapat menolong seseorang dari kehancuran rumah tangga. 2. Untuk menjamin ketertiban perkawinan, karena dengan adanya pencatatan nikah, maka kita dapat mengetahui bagaimana status seseorang apakah telah menikah atau belum dengan memperlihatkan identitas seperti KTP atau akta Nikah. 3. Untuk melindngi hak-hak wanita, agar kaum laki-laki tidak semena-mena terhadap kaum wanita yang dengan seenaknya memperlakukan kehendaknya seenak hatinya. 66 Lembaga pencatatan perkawinan meskipun bersifat administratif, substansinya bertujuan untuk mewujudkan ketertiban hukum, ia mempunyai cakupan manfaat yang sangat besar bagi kepentingan dan kelangsungan suatu perkawinan. Menurut hemat penulis sekurang-kurangnya ada dua manfaat utama dari pencatatan Perkawinan ini yaitu. Pertama: yang bersifat prefentif, yaitu untuk menanggulangi agar tidak terjadi kekurangan atau penyimpangan hukum dan syarat Perkawinan, baik menurut hukum agama maupun menurut peraturan perundang-undangan. 66 Depag RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Depag RI, 2004, 69-71. Kedua: yang bersifat represif, yaitu untuk memelihara ketertiban hukum dan menghindari terjadinya pemalsuan atau penyimpangan hukum, karena kesadaran masyarakat yang menjadi subjek hukum masih sangat rendah. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa pencatatan Perkawinan itu adalah sesuatu yang sangat penting artinya bagi tertib hukum dan tertib hidup masyarakat. 67

E. Biaya Pencatatan Pernikahan Menurut Undang-undang

Alqur’an dan Alhadis tidak mengatur secara rinci mengenai pencatatan perkawinan. Namun dirasakan masyarakat mengenai pentingnya hal itu, sehingga diatur melalui perundang-undangan, baik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maupun melalui Kompilasi Hukum Islam. 68 Pada masa Nabi Muhammad S.A.W, pernikahan tidak dicatatkan karena masyarakat masih banyak yang ummy tidak melek huruf, sehingga kesaksian dan sumpah masih diterima sebagai alat bukti hukum di pengadilan. Sekarang kondisinya berbeda, alat bukti tertulis lebih kuat dari sekedar kesaksian dan sumpah, karena itu, pencatatan nikah menjadi sangat penting. 69 Dalam al- Qur’an, dan sunnah maupun pendapat ulama dalam kitab-kitab fikih klasik, secara eksplisit tidak di dapatkan ketentuan dari hukum pencatatan 67 Mona Eliza, Pelanggaran Terhadap UU Perkawinan dan Akibat Hukumnya, Ciputat: Adelina Bersaudara, 2009, Cet., Ke-1. h. 35-36. 68 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 26. 69 Muhammad Zain dan Mukhtar Alshodiq, Membangun Keluarga Humanis, Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam yang Kontroversial itu, h. 40. Perkawinan. Tetapi ada beberapa faktor yang menjadi penyebab Perkawinan tidak di catat pada masa dahulu. 1. Budaya tulis-baca, khususnya di kalangan orang Arab jahiliyah masih jarang. Oleh karena itu, orang arab mengandalkan pada ingatan hafalan ketimbang tulisan. 2. Perkawinan bukan syariat baru dalam Islam. Ia merupakan syariat nabi-nabi terdahulu yang secara terus menerus diturunkan. Ketika Islam datang, Islam secara perlahan-lahan membenahi hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Namun hal-hal yang bersesuaian masih tetap di pelihara dan di pertahankan. 3. Pada masyarakat jaman dahulu, nilai-nilai kejujuran dan ketulusan dalam menjalankan kehidupan masih kuat. Sikap saling percaya dan tidak saling mencurigai menjadi fundamen kehidupann masyarakat. Ketika terjadi akad Perkawinan yang disaksikan oleh dua orang saksi dan para handai taulan, serta masyarakat sekitar sudah cukup membuktikan bahwa pasangan suami istri itu telah melakukan Perkawinan yang sah, oleh karena itu tidak bisa dianggap pasangan kumpul kebo. 4. Problematika hidup pada jaman dahulu masih sederhana, belum sekompleks dan serumit jaman sekarang ini. Jaman semakin maju, persaingan semakin ketat, rasa makin percaya kepada manusia semakin luntur, ketakutan untuk ditipu dan dizalimi oleh orang lain, atau keraguan atas kejujuran orang lain mulai bangkit, sehingga tuntutan atas legalitas hukum secara tertulis menjadi hal yang niscaya. Tanpa adanya legalitas hukum dengan pencatatan resmi, suatu kepemilikan dianggap tidak sempurna. Situasi, kondisi dan kebutuhan jaman sudah berubah. Apa yang dahulu tidak penting, sekarang menjadi penting, apa dahulu sia-sia, mungkin sekarang menjadi suatu yang bermanfaat. Kalau jaman dahulu pencatatan Perkawinan tidak terlalu penting untuk diadakan, karena kondisi sosiologisnya memungkinkan, namun, ketika jaman sudah berubah, justru pencatatan Perkawinan merupakan hal yang penting yang harus dilakukan. 70 Biaya Pencatatan Perkawinan berdasarkan tarif resmi pemerintah relatif murah, dan dapat terjangkau oleh masyarakat. Biaya yang dikenakan untuk Pencatatan Perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan surat persetujuan Gubernur DKI Jakarta No 1634087.415 tanggal 6 Mei 1991 dan Nomor 3371089.7 tanggal 20 oktober 1994 dan SK KAKANWIL DEPAG DKI Jakarta No WJ21092KPTS94 tgl 7 Nov1994 adalah bila perkawinan dilaksanakan di KUA Balai Nikah maka biaya yang dikenakan sebesar Rp 35.000,. sedangkan biaya perkawinan apabila di luar Balai Nikah bedolan, dikenakan biaya sebesar Rp 55. 000,. Sedangkan biaya rujuk Rp 35.000,. Bahkan bagi masyarakat yang kurang mampu dapat mengajukan permohonan untuk tidak dibebani biaya. Namun kenyataanya di lapangan tidak demikian, biaya Pencatatan Perkawinan baik yang dilaksanakan di Kantor Urusan 70 Yayan Sopyan, Islam Negara Tranformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, Jakarta: RM Books, 2014, Cet., Ke-2. h. 129-130. Agama maupun diluar Kantor Urusan Agama bedolan, rumah dan masjid telah melampaui biaya yang telah di tentukan. 71 Berdasarkan peraturan pemerintah No. 51 tahun 2001 biaya pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan sebesar Rp 30.000,- dibayarkan kepada bendaharawan khusus atau kepala Kantor Urusan Agama. Apabila Pernikahan dilakukan diluar Kantor Urusan Agama maka biaya pencatatan nikah ditambah sebesar Rp 50.000,- menjadi Rp 80.000,- dibayarkan langsung kepada PPNPembantu PPN yang menghadiri akad nikah di luar Kantor Urusan Agama. 72 Menurut Peraturan Pemerintah PP Nomor 47 Tahun 2004 tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku di Kementrian Agama biaya pencatatan Nikah dan Rujuk di Kantor Urusan Agama KUA per peristiwa adalah sebesar Rp 30 Ribu. 73 Pencatatan Perkawinan dalam bentuk akta nikah sangat diperlukan di dunia modern seperti sekarang ini, seseorang yang menikah tanpa dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah PPN atau tidak mempunyai akta nikah, maka nikahnya tidak sah menurut undang-undang yang berlaku di suatu negara. Hal tersebut sesuai dengan kaidah Fiqhiyyah yang berbunyi: 74 دسافملا ؤرد دقم حلاصما ب ج ى ع 71 Yayan Sopyan, Islam Negara Tranformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, h.138-139. 72 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h. 26. 73 Anni Athi’ah, Mahalnya Biaya Pencatatan Nikah, diakses pada tanggal 23 Desember 2013. dari http:jatim1.kemenag.go.idfiledokumen304lensut5.pdf 23-12-2013 74 Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern, h. 86