Perkawinan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu, yaitu pada saat akta perkawinan selesai ditandatangani oleh kedua mempelai,
kedua saksi dan pegawai pencatat yang menghadiri Perkawinan dan wali nikah bagi yang beragama Islam. Dengan penandatanganan akta Perkawinan, maka
Perkawinan telah tercatat secara resmi.
50
Pencatatan Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban Perkawinan dalam masyarakat
.51
Pencatatan Perkawinan dalam pelaksanaanya diatur dengan PP No. 9 Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama No. 3 dan 4 Tahun 1975. Bab II Pasal
2 ayat 1 PP No. 9 Tahun 1975, Pencatatan Perkawinan dari mereka yang melangsungkannya menurut Agama Islam dilakukan oleh pegawai Pencatat,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 32 Tahun 1954, tentang pencatatan Nikah Talaq dan Rujuk.
52
Selanjutnya pada penjelasan atas PP. No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dijelaskan bahwa
Pencatatan Perkawinan dilakukan hanya oleh dua instansi, yakni Pegawai Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk dan Kantor Catatan Sipil atau instansi atau
pejabat yang membantunya. Adapun tentang cara melakukan pencatatan tersebut telah diatur dalam
pasal 3 sampai dengan pasal 9 dan juga pasal 11 peraturan pelaksanaan yang
50
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama ditinjau dari Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986, Cet., Ke-1. h. 25.
51
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, h. 107.
52
M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, h. 131.
meliputi tahap-tahap: pemberitahuan, penelitian, pengumuman dan saat pencatatan.
53
Undang-undang Perkawinan menempatkan pencatatan suatu Perkawinan pada tempat yang penting sebagai pembuktian telah diadakanya Perkawinan. Hal
tersebut diminta oleh pasal 2 ayat 2 Undang-undang Perkawinan yang berbunyi tiap-tiap Perkawinan dicatat menurut praturan perundang-undangan yang
berlaku.
54
Pencatatan Nikah bertujuan untuk mewujudkan ketertiban Perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui perundang-
undangan untuk melindungi martabat dan kesucian Perkawinan dan khususnya bagi perempuan dalam kehidupan rumah tangga. Melalui pencatatan nikah yang
dibuktikan oleh akta, apabila terjadi perselisihan diantara suami isteri maka salah satu diantaranya dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau
memperoleh hak masing-masing.
55
D. Lembaga Administrasi Pencatatan Pernikahan
Lembaga yang resmi menangani pencatatan pernikahan di Indonesia adalah Kantor Urusan Agama KUA. Kantor Urusan Agama KUA merupakan
institusi yang secara langsung bersentuhan dengan masyarakat di tingkat kecamatan yang berada di bawah naungan Kementrian Agama RI.
56
53
Djoko Prakoso dan I ketut Murtika, Azaz-azaz Hukum Perkawinan di Indonesia, h. 23.
54
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Inonesia, Jakarta: UI-Press, 1974, Cet., Ke-4. h. 71.
55
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, h. 107.
56
Departemen Agama RI, Profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Teladan 2002 2003, Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2003, h.81.
Kantor Urusan Agama KUA merupakan unit kerja terdepan sekaligus sebagai ujung tombak Kementrian Agama yang secara langsung membina dan
memberikan pelayanan kepada masyarakat di tingkat kecamatan. Hal ini merupakan implementasi dari KMA 517 tahun 2001 tentang penataan organisasi
Kantor Urusan Agama kecamatan.
57
Kantor Urusan Agama KUA merupakan lembaga pemerintah yang diberi kewenangan dan tugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait
dengan masalah-masalah keagamaan. Lembaga ini diselenggarakan di setiap kecamatan di Indonesia.
58
Karena itu, aparat KUA dituntut memiliki kemampuan yang tertinggi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
59
Sebagai fungsionaris hukum, mereka memiliki wewenang dan tanggung jawab atas penerapan KHI, sehingga
kesatuan hukum dan kepastian penyelesaian permasalahan-permasalahan hukum di kalangan umat Islam Indonesia bisa di capai. Para pegawai Kantor Urusan
Agama KUA, sebagaimana para pegawai Kantor Catatan Sipil KCP, diharuskan juga merujuk pada aturan pengelolaan administrasi masyarakat terkait
dengan beberapa tindakan hukum, seperti pernikahan, perceraian dan rujuk. Prosedur yang di tetapkan menurut UU No. 11994 dan Kompilasi Hukum Islam
57
Departemen Agama RI, Profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Teladan 2002 2003, h. 5.
58
Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Perkawinan di Indonesia,h. 40.
59
Departemen Agama RI, Profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Teladan 2002 2003, h. 5.
harus di tegakan demi terwujudnya sistem administrasi keperdataan yang baik dan transparan.
60
Adapun tugas Kantor Urusan Agama sebagaimana berdasarkan peraturan menteri Agam RI No. 2 tahun 1990 pasal 2 ayat 1 adalah tugasnya mengawasi
atau mencatat nikah, talak dan rujuk NTCR serta mendaftarkan cerai talak dan cerai gugat di bantu oleh pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan.
Mengenai tugas Kantor Urusan Agama Kecamatan Juga tertulis dalam Undang-undang No. 2 tahun 1946 pasal 2 yang berhak melakukan pencatatan
dan pengawasan atas nikah dan pemberitahuan tentang talak dan rujuk hanya pegawai yang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai yang di tunjuk untuk
itu.
61
Dalam pelaksanaan Pencatatan Perkawinan, pegawai pencatat nikah tidak selamanya dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara sempurna, sesuai
dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Beberapa hambatan ada saja yang menghalangi berpengaruh pada keberhasilan program pelaksanaan
pencatatan nikah itu sendiri. Padahal akta nikah itu sangat diperlukan sekali adanya oleh mereka yang
bersangkutan untuk kepentingan pembuktian yang sewaktu-waktu dapat diperlukan.
62
60
Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Perkawinan di Indonesia, h. x.
61
Wawancara Pribadi secara lisan dan tertulis dengan kepala KUA Kecamatan Bumijawa H. A Wakhidin. Bumijawa, 21 Januari 2014.
62
Happy Susanto, Nikah Sirri Apa Untungnya?, Jakarta: Visi Media, 2007, h. 60.
Masalah ketentuan untuk melakukan pencatatan Perkawinan sangat tegas dinyatakan dalam pasal 2 ayat 2 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. selain mengikuti hukum dari agama dan kepercayaanya, Perkawinan yang dilakukan juga harus dicatatkan kepada petugas atau pejabat pencatat
Perkawinan untuk mendapatkan pengesahan dari negara.
63
Pencatatan Perkawinan yang tercantum dalam pasal 2 ayat 2 Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sangat tepat diterapkan di tegah-
tengah masyarakat. hal ini dengan semakin berkembangnya kehidupan masyarakat, maka segala sesuatu yang dilakukan harus memerlukan suatu
kepastian hukum.
64
Hukum keluarga baru yang berlaku di negara masing-masing memberlakukan pencatatan ini, kendati bukan merupakan rukun nikah, tetapi
dianggap sangat penting untuk pembuktian pernikahan yang sah yang dilakukan oleh seseorang. Selain dari Perkawinan itu sendiri harus di catat, surat-surat
keterangan, formulir yang telah diisi dan ditandatangani oleh para pihak harus disimpan, didokumentasikan untuk kepentingan pembuktian kalau timbul
keraguan atau masalah di kemudian hari.
65
Menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 2 ayat 1 dan 2 Kompilasi Hukum Islam pasal 5 dan 6, maka dapat diketahui bahwa
tujuan dari pencatatan nikah adalah:
63
Happy Susanto, Nikah Sirri Apa Untungnya?, h. 65.
64
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 26.
65
Departemen Agama, Analisa Faktor-Faktor Terjadinya Perceraian, Jakarta: Direktorat Jenderal Pelembagaan Agama Islam, 1997, h. 13.