Pengertian Novel Hakikat Novel dalam Sastra Islami
31
Akidah dan akhlak adalah karakteristik utama dari sastra Islam yang menjadi dasar dari semua tema genre sastra Islam. Adapun komitmen sastra
Islam adalah pada penggunaan bahasa yang baik dan indah yang berisi seruan pada kebaikan dan larangan untuk berbuat kejahatan. Hal ini didasarkan pada
satu keyakinan bahwa masyarakat Islam dibangun diatas pondasi yang kuat, yaitu akidah dan akhlak. Jadi, para sastrawan muslim mempunyai kewajiban
untuk menjaga prinsip akidah dan akhlak ini dalam proses penciptaan karya- karya sastra mereka. Prinsip ini harus ditetapkan pada segala situasi dan
kondisi dan karena sastrawan yang sejati hidup dalam masyarakat yang harus selalu diarahkan ke jalan Islam.
Derajat yang tertinggi dan paling agung keadaannya bagi seseorang sastrawan muslim adalah menampakan nila-nilai akidah dan akhlak kepada
masyarakat mukmin, yang bersumber dari Islam. Sastrawan muslim wajib beriman dan menyeru kepada kebenaran akidah dan kemuliaan akhlak, dan
wajib menjalankan akidah dan akhlak ini dalam kehidupan dan mengamalkan dalam karya sastranya.
Sastra Islam harus menjauhkan diri dari gelombang keraguan yang menerpa umat Islam, dan sebaliknya harus menawarkan kepada pembaca
muslim untuk berkomitmen pada keyakinan Islam. Sastra Islam harus mengingatkan para pembacanya bahwa Islam itu adalah sesuatu yang harus
diamalkan, bukan hanya diucapkan dengan lisan. Para pembaca karya sastra Islam juga harus menyadari bahwa sastra bukanlah tujuan, tetapi hanyalah
alat untuk memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Namun demikian, tujuan bersastra dalam Islam adalah untuk menjaga akidah,
menghambakan diri kepada Allah Yang Maha Tinggi, mendidik manusia, mengembangkan pikiran, memelihara tradisi baik dan norma-norma mulia
yang hidup dalam masyarakat.
49
Sastra Islam memiliki pandangan dasar yang dijadikan acuan dalam berkarya, yaitu Al-
Qur‟an yang harus dijadikan sumber inspirasi. Jika ada
49
Fadlil Munawwar Manshur, Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, cet. 1, h. 165-169
32
sastrawan muslim yang mengajak pembacanya agar tidak berkomitmen dengan Islam, maka dia termasuk orang yang sesat, seperti yang diisyaratkan
oleh Allah. Allah SWT berfirman:
۳݄ ۳݈ ݊و݄وقݘ ݇هڮأّ .݊و݉ݙهݘ ۲ّ ݃ك ݗف ݇هڮأ ܓت ݄݇أ .ّّ݊۳غ݄۲ ݇هعبڮتݘ ء۲ܓعگش݄۲ّ ۲ّܓكܐّ ت۳ح݄۳ڮّ݄۲ ۲و݅݉عّ ۲وݍ݈آ ݘܑڮ݄۲ ۳ڮ݄إ .݊و݅عفݘ
݈ ۲ّܓّت۲ّ ۲ًܓݙثك هڮ݄݅۲ ۲و݉݅ظ ۳݈ عّ
݊وب݅قݍݘ ب݅قݍ݈ ڮݖأ ۲و݉݅ظ ݘܑڮ݄۲ ݇݅عݙسّ .
“Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap
lembah, dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakannya? kecuali orang-orang penyair-penyair yang
beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu
kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali”.
50
Q.S. Asy- Syua‟ra: 224-227
Kutipan ayat Al- Qur‟an itu justru lebih mengukuhkan bahwa
moralitas-baik karya sastra mestilah diikuti moralitas baik penciptanya. Hal ini menjadikan sastrawan muslim lebih berhati-hati dalam mencipta
karyanya.
51