28
Memahami karya sastra dengan menggunakan unsur-unsur intrinsik adalah upaya memahami karya sastra dengan menerapkan teori-teori atau
kaidah-kaidah sastra dalam penguasaan karya sastra. Cara pendekatan terhadap unsur intrinsik berarti menganalisis aspek-aspek struktur cerita yang
meliputi tema, alur, dan plot, latar setting, penokohan dan karakterisasi, sudut pandang, serta gaya penuturan.
Pendekatan melalui unsur-unsur ekstrinsik merupakan suatu cara pendekatan dengan mempergunakan berbagai ilmu kerabat yang bukan sastra,
seperti ilmu sosial kemasyarakatan, ilmu agama, ilmu jiwa, ilmu politik, tegnologi dan sebagainya. Pengupasan karya sastra dengan mempergunakan
ilmu-ilmu sosial, misalnya, bermanfaat apabila kita ingin melihat hubungan karya sastra dengan sistem sosial yang berlaku pada zamannya. Begitu pula
apabila kita ingin menelaah hubungan pengarang dengan tokoh-tokoh yang diciptakannya harus menggunakan ilmu jiwa psikologi sebagai alat
pembantunya.
2. Sastra Islami dan Karakteristik Sastra Islam
Sastra Islam itu artinya memperkatakan sesuatu menurut feeling Islam. Menurut kaca mata Islam dan ada tanda-tanda bahwa watak-watak itu
Islam harta walaupun dengan satu dua saranan pendek saja, bukan pada nama watak tetapi perwatakan dan kehidupan watak itu.
43
Sastra Islam adalah isu akademik yang tidak mudah untuk dijabarkan karena mengandung makna yang kompleks dan berpotensi polemik.
Dikatakan demikian karena fenomena sastra Islam. Apalagi rumusan teorinya dalam dunia sastra pada umumnya masih belum mendapat perhatian yang
sungguh-sungguh dari para peneliti dan para pemerhati sastra. Pada fakta masyarakat sastra di dunia Islam pada umumnya terdapat
dua kecenderungan pandangan tentang sastra Islam, yaitu kecenderungan puritanistik dan kecenderungan liberalistik. Kelompok pertama mewakili para
ahli sastra dan sastrawan yang berpandangan bahwa sastra Islam harus mengacu pada tauhid keimanan, akhlak, dan sejarah Islam dan segala
43
Yahya M. S, Asas-asas Kritik Sastera, tt.p : Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, 1983, cet. 1, h. 93
29
dimensinya. Kelompok ini memandang sastra Islam harus tekstual-formalistik yang membawa misi ibadah dan dakwah Islam. Adapun kelompok kedua
mewakili para ahli sastra dan sastrawan yang berpendapat bahwa sastra Islam harus kontekstual-substansialistik yang membawa misi kemanusiaan dan
kebudayaan secara universal sesuai dengan hakikat Islam itu sendiri yang bersifat universal.
44
Ada satu fenomena yang menarik dalam khazanah sastra Indonesia beberapa tahun terakhir ini, yaitu munculnya sejumlah novel yang ditulis oleh
para pendatang baru, yang dengan tiba-tiba menjadi sangat populer, tidak hanya di kalangan penikmat sastra maupun para kritikus, tetapi juga di
masyarakat umum. Paling tidak, ada tiga novel yang dapat disebutkan sebagai contoh, yaitu Ayat-ayat Cinta 2006 karya Habiburrahman el-Shirazy,
Laskar Pelangi 2006 karya Andrea Hirata, Hafalan Shalat Delisa 2008 karya Tele-liye. Ketiga novel tersebut dalam waktu singkat telah mengalami
cetak ulang lebih dari lima kali, bahkan dalam waktu satu tahun dengan label best seller. Sebuah fenomena yang tidak pernah dialami oleh novel-novel
karya Putu Wijaya, Budi Darma, atau Y.B. Mangunwijaya, dan Ahmad Tohari maksud disini tidak mencapai best seller.
45
Fiksi berlabel “Islami” melimpah ruah. Rak-rak toko buku penuh sesak. Setiap bulan selalu muncul cerpenis atau novelis baru, disertai diskusi,
talk show, dan “upacara” peluncuran buku. Bersitumbuh bagai cendawan musim hujan. Cukup menggembirakan, buku-buku jenis itu mampu
membangunkan kelesuan pasar terhadap buku-buku sastra. Sebuah pertanda, geliat fiksi Islami mulai bangkit dan beroleh ruang diranah sastra Indonesia
mutakhir. Cerpen Jaring-jaring Merah karya Helvy Tiana Rosa, terpilih sebagai salah satu cerpen terbaik dari sepuluh cerpen terbaik versi majalah
sastra Horison 2000. Selain itu, fiksi Islami juga beroleh penghargaan istimewa diajang Adhi Karya IKAPI yang diadakan tiap tahun. Seperti dicatat
Ekky Malaky, buku remaja terbaik nasional tahun 2001 adalah Rembulan di
44
Fadlil Munawwar Manshur, Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, cet. 1, h. 147-148
45
Anwar Efendi, Bahasa dan Sastra dalam berbagai perspektif, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008, cet. 1, h. 275
30
Mata Ibu, sedangkan Dialog Dua Layar menjadi satu dari 3 buku remaja terbaik Adhi Karya IKAPI tahun 2002. Keduanya diterbitkan oleh penerbit
Islam.
46
Karya-karya kesusastraan Indonesia adalah pengaruh Islam yang di tuliskan oleh penulis Indonesia Islam dengan tujuan untuk menjadi media
penyampaian pengajaran
Islam kepada
pembacanya. Pengembang-
pengembang budaya Islam juga mengambil kesempatan yang sama untuk menyalurkan unsur-unsur pemikiran Islam dalam masyarakat Indonesia.
Penulis-penulis Islam menyalurkan karya-karya dari sumber peradaban Islam yang diterapkan di dalamnya ide-ide keislaman. Karya-karya tersebut di
jadikan media untuk berdakwah. Dengan itu prosa yang berkembang sesudah kedatangan agama Islam menekankan tentang tema-tema yang digalakan oleh
agama Islam. Para juru dakwah Islam juga menekankan bahwa semua bidang kebudayaan manusia termasuk seni sastra harus di galakan untuk
meninggikan syiar Islam.
47
Digunakannya sarana karya sastra jelas oleh karena sastra jelas oleh karena karya-karya tersebut sarat dengan unsur-unsur keindahan, dalam
hubungan ini keindahan bahasa. Seperti diketahui, untuk mendekati kebesaran Illahi, maka cara yang dapat dilakukan adalah melalui kata-kata
pujian, sedangkan kata-kata yang dimaksudkan terkandung dalam karya sastra. Oleh karena itu, khususnya dalam masyarakat tradisional hampir tidak
ada perbedaan antara sistem religi dengan sastra. Tujuannya agar proses pembacaan dan penafsiran dapat dilakukan
secara benar. Tujuan lain yang diduga bersifat politis adalah mempertahankan legimitasi kelompok tertentu, kelompok penguasa. Baru kemudianlah kitab
suci dapat dibaca, diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa sehingga dapat dipahami oleh masyarakat pada umumnya.
48
.
46
Damhuri Muhammad, Darah Daging Sastra Indonesia, Yogyakarta: Jalan Sutra, 2010, cet. 1, h.15
47
Ismail Hamid, Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam, Jakarta: Pustaka Al- Husna, 1989, cet. 1, h. 1-9
48
Nyoman Kutha Ratna, Antropologi Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, cet. 1, h. 432
31
Akidah dan akhlak adalah karakteristik utama dari sastra Islam yang menjadi dasar dari semua tema genre sastra Islam. Adapun komitmen sastra
Islam adalah pada penggunaan bahasa yang baik dan indah yang berisi seruan pada kebaikan dan larangan untuk berbuat kejahatan. Hal ini didasarkan pada
satu keyakinan bahwa masyarakat Islam dibangun diatas pondasi yang kuat, yaitu akidah dan akhlak. Jadi, para sastrawan muslim mempunyai kewajiban
untuk menjaga prinsip akidah dan akhlak ini dalam proses penciptaan karya- karya sastra mereka. Prinsip ini harus ditetapkan pada segala situasi dan
kondisi dan karena sastrawan yang sejati hidup dalam masyarakat yang harus selalu diarahkan ke jalan Islam.
Derajat yang tertinggi dan paling agung keadaannya bagi seseorang sastrawan muslim adalah menampakan nila-nilai akidah dan akhlak kepada
masyarakat mukmin, yang bersumber dari Islam. Sastrawan muslim wajib beriman dan menyeru kepada kebenaran akidah dan kemuliaan akhlak, dan
wajib menjalankan akidah dan akhlak ini dalam kehidupan dan mengamalkan dalam karya sastranya.
Sastra Islam harus menjauhkan diri dari gelombang keraguan yang menerpa umat Islam, dan sebaliknya harus menawarkan kepada pembaca
muslim untuk berkomitmen pada keyakinan Islam. Sastra Islam harus mengingatkan para pembacanya bahwa Islam itu adalah sesuatu yang harus
diamalkan, bukan hanya diucapkan dengan lisan. Para pembaca karya sastra Islam juga harus menyadari bahwa sastra bukanlah tujuan, tetapi hanyalah
alat untuk memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Namun demikian, tujuan bersastra dalam Islam adalah untuk menjaga akidah,
menghambakan diri kepada Allah Yang Maha Tinggi, mendidik manusia, mengembangkan pikiran, memelihara tradisi baik dan norma-norma mulia
yang hidup dalam masyarakat.
49
Sastra Islam memiliki pandangan dasar yang dijadikan acuan dalam berkarya, yaitu Al-
Qur‟an yang harus dijadikan sumber inspirasi. Jika ada
49
Fadlil Munawwar Manshur, Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, cet. 1, h. 165-169