24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.4.6 Penentuan Nilai KHM
Nilai  KHM  ditetapkan  secara  visual  sebagai  kadar  larutan  uji  antibakteri terendah  yang  terlihat  bening  setelah  penambahan  reagensia  pewarna  INT
4 mgmL tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji.
3.4.5  Identifikasi  Secara  Makroskopis  dan  Mikroskopis  Jamur  Endofit yang Paling Aktif sebagai Antibakteri Isolat 1-3-1-1
Identifikasi  dilakukan  berdasarkan  panduan  Gandjar  et  al.  1999  dengan mengamati  beberapa  karakter  morfologi  baik  secara  makroskopis  maupun
mikroskopis.  Secara  makroskopis  karakter  yang  diamati  meliputi:  warna  dan permukaan  koloni  granular,  seperti  tepung,  menggunung,  licin,  tekstur,  garis-
garis radial dan konsentris, warna balik koloni reverse color, dan tetes eksudat. Pengamatan  secara  mikroskopis  meliputi:  ada  tidaknya  septat  pada  hifa,
pigmentasi hifa, dan bentuk spora. Identifikasi secara mikroskopik dilakukan dengan cara:
a  Membersihkan kaca objek dan kaca penutup dengan alkohol 70. b Meletakkan setetes zat pewarna trypan blue di tengah kaca objek.
c  Mengambil  sedikit  hifa  jamur  dengan  jarum  preparat  dan  diletakkan  pada tetesean  zat  pewarna  trypan  blue  dalam  kaca  objek  dan  ditutup  dengan  kaca
penutup secara hati-hati. d Preparat diamati di bawah mikroskop cahaya dengan skala perbesaran 1000x.
25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Skrining  Aktivitas  Antibakteri  Jamur  Endofit  Tanaman  Kina Cinchona pubescens Vahl.
Skrining  aktivitas  antibakteri  jamur  endofit  ini  dilakukan  terhadap  10 isolat murni jamur endofit yang diisolasi dari bagian daun 1 isolat, tangkai daun
6  isolat,  dan  bunga  3  isolat  tanaman  Kina  Cinchona  pubescens  Vahl., masing-masing  isolat  dikultivasi  pada  40  mL  medium  PDB  dan  GYP  yang
merupakan  medium  umum  untuk  pertumbuhan  jamur  dan  dilakukan  pada  suhu ruang  selama  3  minggu.    Proses  kultivasi  ini  dibagi  menjadi  2  tahap:  kultivasi
tahap  pertama  dilakukan  terhadap  6  isolat  jamur    isolat  no.  1-6  dan  kultivasi tahap kedua dilakukan terhadap 4 isolat jamur isolat no. 7-10.
Sebanyak  12  kultur  jamur  yang  telah  dikultivasi  pada  tahap  pertama diekstraksi  secara  partisi  menggunakan  corong  pisah  dengan  pelarut  etil
asetat:metanol  4:1  sebanyak  3x40  mL.  Pelarut  etil  asetat:metanol  4:1 merupakan  pelarut  dengan  tingkat  kepolaran  tertinggi  yang  dapat  memisah
dengan  air,  sehingga  diharapkan  pelarut  yang  digunakan  dapat  mengekstraksi senyawa sebanyak mungkin. Dari proses ekstraksi ini diperoleh 12 ekstrak kultur
jamur  yang  kemudian  ditimbang  dan  dibuat  konsentrasi  10  mgmL  dengan  cara melarutkannya  dalam  metanol  dengan  jumlah  tertentu  sesuai  dengan  masing-
masing  bobot  ekstrak  pekat  yang  diperoleh.  Data  bobot  masing-masing  ekstrak yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Masing-masing  ekstrak  diidentifikasi  dengan  KLT,  sebagai  proses  awal digunakan eluen  diklorometan:metanol 7:1, diamati dibawah sinar UV 254 nm
dan  UV  366  nm  dan  disemprot  dengan  penampak  noda  serium  sulfat  yang bertujuan  untuk  melihat  adanya  metabolit  sekunder  dari  masing-masing  ekstrak.
Pada plat KLT yang berbeda, dilakukan juga identifikasi terhadap masing-masing ekstrak  dengan  menggunakan  pereaksi  Dragendorff  yang  bertujuan  untuk
mendeteksi adanya senyawa alkaloid yang biasanya terdapat pada tanaman Kina. Profil KLT dari 12 ekstrak yang disemprot dengan penampak noda serium sulfat
dan pereaksi Dragendorff dapat dilihat pada Gambar 4.1