Scaling Up Jamur Endofit No. 10 Isolat 1-3-1-1 pada Medium PDB

34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Profil KLT-bioautografi ekstrak kultur jamur endofit no.10 hasil scaling up dapat dilihat pada Gambar 4.6. a b c Gambar 4.6 Profil KLT-bioautografi ekstrak kultur jamur no. 10 isolat 1-3-1-1 hasil scaling up Eluen diklorometan:metanol 15:1 Keterangan : a Hasil uji bioautografi ekstrak kultur jamur no.10 dengan bakteri uji S. aureus b Hasil uji bioautografi ekstrak kultur jamur no. 10 dengan bakteri uji E. coli c Hasil uji KLT ekstrak kultur jamur no. 10 yang disemprot dengan pereaksi penampak noda serium sulfat MC : Ekstrak kloroform medium jamur no.10 BC : Ekstrak kloroform biomassa jamur no.10 Berdasarkan hasil uji KLT-bioautografi pada kedua ekstrak, dapat diketahui bahwa zona hambat pada spot ekstrak kloroform biomassa jamur lebih besar daripada ekstrak kloroform medium jamur. Zona hambat yang terlihat pada ekstrak kloroform biomassa jamur memiliki nilai Rf 0,18-0,78 bakteri uji S. aureus dan nilai Rf 0,25-0,72 bakteri uji E. coli. Sedangkan untuk ekstrak kloroform medium jamur memiliki nilai Rf 0-0,53 bakteri uji S. aureus dan nilai Rf 0,42-0,68 bakteri uji E. coli. Tahap selanjutnya dilakukan fraksinasi dan purifikasi metabolit bioaktif antibakteri dari ekstrak kloroform biomassa jamur. 35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.3 Fraksinasi dan Purifikasi Metabolit Bioaktif Antibakteri dari Ekstrak Kloroform Biomassa Jamur Endofit No. 10 Isolat 1-3-1-1 Proses pemisahan metabolit bioaktif dari ekstrak pekat kloroform dari biomassa jamur sebanyak 161,7 mg dilakukan dengan metode kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel 70-230 mesh. Berdasarkan hasil optimasi dengan KLT maka dipilih fase gerak kloroform:metanol 30:1. Eluat yang keluar ditampung dalam tabung reaksi dan dimonitor dengan KLT menggunakan eluen diklorometan: metanol 15:1, dari proses pemisahan ini diperoleh 42 tabung reaksi dan spot yang memiliki pola kromatogram yang sama digabung menjadi satu fraksi sehingga didapat 8 fraksi yang kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dan diidentifikasi dengan KLT Gambar 4.7. Adapun bobot dari masing-masing fraksi yaitu fraksi 1 81,7 mg, 2 20,6 mg, 3 10,4 mg, 4 1,9 mg, 5 27,8 mg, 6 5,7 mg, 7 6 mg, dan 8 7 mg. Gambar 4.7 Profil KLT hasil fraksinasi ekstrak kloroform biomassa jamur setelah disemprot dengan penampak noda serium sulfat Eluen: diklorometan:metanol 15:1 Berdasarkan pola kromatogram diatas, spot tunggal dari senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri belum didapat sehingga perlu dilakukan proses pemisahan selanjutnya. Proses pemisahan ini dilakukan pada fraksi 3 10,4 mg dengan metode kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel 70-230 mesh. Berdasarkan hasil optimasi dengan KLT maka dipilih fase gerak n-heksana:etil asetat 3:1. Eluat yang keluar ditampung dalam tabung reaksi dan dimonitor dengan KLT menggunakan eluen n-heksana:etil asetat 2:1, dari proses pemisahan ini diperoleh 44 tabung reaksi dan spot yang memiliki pola 36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kromatogram yang sama digabung menjadi satu fraksi sehingga didapat 6 fraksi yang kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dan diidentifikasi dengan KLT Gambar 4.8. Adapun bobot dari masing-masing fraksi yaitu fraksi 3a 0,7 mg, 3b 2,5 mg, 3c 2,2 mg, 3d 1,6 mg, 3e 1,4 mg, dan 3f 1,8 mg. Gambar 4.8 Profil KLT fraksi hasil kromatografi kolom fraksi 3 setelah disemprot dengan penampak noda serium sulfat Eluen: n-heksana:etil asetat 2:1 Berdasarkan profil KLT diatas, pemisahan senyawa dari fraksi 3 10,4 mg menghasilkan spot tunggal pada fraksi 3e 1,4 mg. Dikarenakan keterbatasan jumlah sampel yang didapat, uji kemurnian dari senyawa ini hanya dilakukan dengan KLT tiga sistem eluen dan KLT dua dimensi. Senyawa yang didapat berupa serbuk putih dan menimbulkan noda berwarna hijau pada KLT setelah disemprot dengan penampak noda serium sulfat. Selanjutnya dilakukan uji KHM pada fraksi murni yang didapat.

4.4 Penentuan Nilai KHM Kadar Hambat Minimum

Uji KHM dilakukan pada fraksi 3e yang dilarutkan dengan DMSO 30 hingga didapat konsentrasi 512 μgmL dengan rentang konsentrasi pengenceran dimulai dari 128 μgmL hingga 1 μgmL. Medium untuk inokulasi bakteri uji digunakan medium MHB Mueller Hinton Broth dan digunakan kontrol pembanding yaitu antibiotik komersial eritromisin dan kloramfenikol. 37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar dari hasil uji KHM ini dapat dilihat pada Lampiran 7 dengan hasil yang diberikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Data nilai KHM terhadap bakteri uji S. aureus dan E. coli Larutan uji Nilai KHM µgmL S. aureus E. coli Fraksi 3e 32 128 Eritromisin ≤1 64 Kloramfenikol 4 8 Berdasarkan hasil uji KHM terhadap bakteri uji S. aureus didapatkan hasil bahwa fraksi 3e mempunyai nilai KHM : 32 µgmL, untuk kontrol positif antibiotik eritromisin yaitu 1 µgmL dan kloramfenikol 4 µgmL. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan antibakteri terhadap bakteri uji S. aureus dari fraksi 3e masih dibawah kekuatan antibiotik eritromisin dan kloramfenikol. Sedangkan hasil uji KHM terhadap bakteri uji E. coli didapatkan hasil bahwa fraksi 3e mempunyai nilai KHM : 128 µgmL, dimana pada konsentrasi 128 µgmL fraksi 3e hanya bersifat parsial menghambat pertumbuhan bakteri. Nilai KHM untuk kontrol positif antibiotik eritromisin yaitu 64 µgmL dan kloramfenikol yaitu 8 µgmL. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan antibakteri terhadap bakteri uji E. coli dari fraksi 3e masih dibawah kekuatan antibiotik eritromisin dan kloramfenikol. Pada uji KHM ini digunakan beberapa kontrol yaitu sterility control untuk menunjukkan bahwa medium yang digunakan steril dan sebagai kontrol positif dengan tidak adanya pertumbuhan bakteri uji, growth control sebagai kontrol negatif dengan adanya pertumbuhan bakteri uji pada medium, dan solvent control yang digunakan untuk menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji.