Jamur Endofit Antimikroba TINJAUAN PUSTAKA

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut akhirnya mati. Pada tahun 1854 sebanyak 500 bibit kina dari Bolivia ditanam di Cibodas dan tumbuh 75 pohon yang terdiri atas 10 klon Sultoni, 1995.

2.2.2 Klasifikasi

Phylum : Tracheophyta Class : Magnoliopsida Order : Gentianales Family : Rubiaceae Genus : Cinchona Spesies : Cinchona pubescens Species 2000 ITIS Catalogue of Life, 2013.

2.2.3 Deskripsi

Gambar 2.1 Cinchona pubescens Vahl. Orwa et al., 2009 Habitus : Pohon, tinggi ± 17 m. Batang : Berkayu, berwarna coklat kehijauan. Daun : Tunggal, lonjong-hampir bulat, tepi rata-ujung dan pangkal tumpul, panjang 15-35 cm, lebar 9-23 cm, pertulangan menyirip, daun muda berwarna hijau setelah tua berwarna merah. Bunga : Majemuk, bentuk bintang, tangkai 5-11 cm, berwarna putih kekuningan, kelopak bertaju lima, bagian pangkal menyatu berwarna hijau, benang sari berjumlah lima, tangkai sari putih, kepala sari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta coklat, mahkota bentuk tabung dengan ujung membesar dan berwarna coklat muda. Buah : Lonjong, keras, coklat muda. Biji : Kecil, hitam. Akar : Tunggang, coklat keputih-putihan.

2.2.4 Khasiat

Kulit batang Kina berkhasiat sebagai antimalaria, antipiretik, antiperiodik, obat sakit perut, tonik, astringent, penambah nafsu makan Grenish, 1920.

2.2.5 Kandungan Kimia

Kulit batang Kina mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol Sultoni, 1995, dan tanin Grenish, 1920.

2.3 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat CaCO 3 . Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif, atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan sebagainya. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam stationary phase dan fase gerak mobile phase Ganjar Rohman, 2007.

2.3.1 Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom merupakan teknik analisis yang digunakan dalam penentuan jumlah komponen yang terdapat pada suatu campuran senyawa, pemisahan, dan pemurnian komponen senyawa tertentu dari campurannya. Pada pemisahan kromatografi kolom, suatu pelarut pengelusi dialirkan secara kontinu melewati kolom, kemudian komponen-komponen dari campuran senyawa yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dipisahkan akan keluar dari kolom, dikumpulkan, dan difraksinasi. Proses elusinya dapat berupa elusi isokratik ataupun elusi gradien Harvey, 2000. Kromatografi kolom termasuk kromatografi serapan yang sering disebut kromatografi elusi, karena senyawa yang akan terpisah terelusi dari kolom. Pemisahan komponen campuran melalui kromatografi adsorpsi tergantung pada kesetimbangan adsorpsi-desorpsi antara senyawa yang teradsorb pada permukaan dari fase diam padatan dan pelarut dalam fase cair. Tingkat adsorpsi komponen tergantung pada polaritas molekul, aktivitas adsorben, dan polaritas fase gerak cair. Umumnya, senyawa dengan gugus fungsional lebih polar akan teradsorb lebih kuat pada permukaan fase padatan. Aktivitas adsorben tergantung komposisi kimianya, ukuran partikel, dan pori-pori partikel Braithwaite Smith, 1999. Pelarut murni atau sistem pelarut tunggal dapat digunakan untuk mengelusi semua komponen. Selain itu, sistem pelarut gradien juga digunakan. Pada elusi gradien, polaritas sistem pelarut ditingkatkan secara perlahan dengan meningkatkan konsentrasi pelarut ke yang lebih polar. Pemilihan pelarut eluen tergantung pada jenis adsorben yang digunakan dan kemurnian senyawa yang dipisahkan. Pelarut harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Keberadaan pengganggu seperti air, alkohol, atau asam pada pelarut yang kurang polar akan mengganggu aktivitas adsorben Braithwaite Smith, 1999.

2.3.2 KLT Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis KLT dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam uniform pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik ascending atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun descending. Beberapa keuntungan dari kromatografi planar Ganjar Rohman, 2007: 1. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis. 2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet. 3. Dapat dilakukan elusi secara menaik ascending, menurun descending, atau dengan cara elusi 2 dimensi. 4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak. Penggunaan umum KLT adalah untuk: menentukan banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektifitas pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta untuk memantau kromatografi kolom, melakukan screening sampel untuk obat Ganjar Rohman, 2007.

2.4 Antimikroba

Antimikroba merupakan obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Berdasarkan toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal dengan kadar hambat minimal KHM dan kadar bunuh minimal KBM. Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM Setiabudy, 2007. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima kelompok Setiabudy, 2007 : 1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar, kuman patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoat PABA untuk kebutuhan hidupnya. Apabila antimikroba menang bersaing dengan PABA untuk diikutsertakan dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya kehidupan mikroba akan terganggu. 2. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba Antimikroba menghambat reaksi dalam proses sintesis dinding sel. Dikarenakan tekanan osmotik dalam sel mikroba lebih tinggi daripada diluar sel, maka kerusakan dinding sel mikroba akan menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka. 3. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba Antimikroba dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba. Antiseptik yang mengubah tegangan permukaan surface-active agents, dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel mikroba. Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain. 4. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua sub unit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Penghambatan sintesis terjadi dengan berbagai cara, diantaranya: a. Antimikroba berikatan dengan komponen ribosom 30S dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan non fungsional bagi sel mikroba. b. Antimikroba berikatan dengan ribososm 50S dan menghambat translokasi kompleks tRNA-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida. Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam amino tidak dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru. c. Antimikroba berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya kompleks tRNA-asam amino pada lokasi asam amino. d. Antimikroba berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat pengikatan asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil transferase. 5. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba Antimikroba berikatan dengan enzim polimerasi-RNA pada sub-unit sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Selain itu, antimikroba juga menghambat enzim DNA girase pada kuman yang fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga bisa muat dalam sel kuman yang kecil.

2.5 Metode Skrining Antimikroba

Skrining dapat didefinisikan sebagai prosedur awal dalam menganalisis ada atau tidak adanya suatu analit pada sampel yang dianalisis. Metode skrining untuk deteksi aktivitas antimikroba pada produk alam terbagi menjadi tiga, yaitu metode difusi, metode dilusi, dan bioautografi. Pada dasarnya metode skrining ini merupakan pengukuran sederhana yang memberikan respon “adatidak”, cukup sering digunakan, memberikan sensitivitas yang lebih tinggi daripada metode lainnya. Selain itu metode-metode tersebut sederhana, murah, hemat waktu, dan tidak memerlukan peralatan yang canggih. Metode deteksi ini dapat dikombinasikan dengan kromatogafi lapis cair, seperti kromatografi lapis tipis, kromatografi lapis tipis kinerja tinggi, dan kromatografi elektro planar Choma Grzelak, 2010. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.2. Klasifikasi metode skrining aktivitas antimikroba Choma Grzelak, 2010

2.5.1 Metode Difusi

Metode Difusi sering digunakan untuk uji antimikroba pada senyawa murni, terutama untuk senyawa polar. Metode cakram secara resmi telah digunakan untuk deteksi kuantitatif zat inhibitor pada susu di Amerika Serikat. Dalam prosedur ini, cakram kertas saring dengan diameter ± 6 mm, mengandung senyawa uji, ditempatkan pada permukaan agar yang sebelumnya diinokulasi dengan mikroorganisme uji. Agen antimikroba berdifusi ke dalam agar-agar dan menghambat pertumbuhan mikroba uji tersebut. Cawan petri diinkubasi dan zona inhibisi diukur Choma Grzelak, 2010. Prosedur yang sama dilakukan dalam E-test, di mana garis-garis yang digunakan sebagai pengganti cakram. Dalam metode silinder, stainless steel atau porselen silinder dengan ukuran seragam biasanya 8 mm x 6 mm × 10 mm ditempatkan pada permukaan agar yang diinokulasi dalam cawan petri, dan diisi dengan sampel dan standar. Setelah inkubasi, silinder diambil dan zona inhibisi diukur. Metode silinder adalah metode yang sering digunakan untuk deteksi kuantitatif pada residu laktam. Untuk uji plat lubang, lubang berdiameter beberapa milimeter dipotong di permukaan agar kemudian diinokulasi dan diisi dengan Klasifikasi metode skrining aktivitas antimikroba Metode difusi Cakram Silinder Uji plat lubang Metode dilusi Dilusi agar Cara tabung Bioautografi Kontak Imersi Overlay Langsung