Huruf Kapital Kriteria Penilaian

xv

3. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu , dialihaksarakan menjadi huruf I, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah . Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

4. Syaddah Tasydîd

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda ّـــ , dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf , yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata tidak ditulis ad-darûrah tetapi al- darûrah, demikian seterusnya.

5. Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf h lihat contoh 1 di bawah. Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat na‟t lihat contoh 2 di bawah. Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda ism, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf t lihat contoh 3. No Kata Arab Alih Aksara 1 Tarîqah 2 al- jâmi‟ah al-islâmiyyah 3 wahdat al-wujûd

6. Huruf Kapital

xvi Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan EYD bahasa Indonesia, anatara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, dan nama diri. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi. Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih akasara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring italic atau cetak tebal bold. Jika menurut EYD, juduk buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa arab. Misalnya ditulis, Abdussamad al- Palimbani, tidak ‘Abd al- Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

7. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja fi‟l, kata benda ism, maupun huruf harf ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas: Kata Arab Alih Aksara dzahaba al-ustâdzu tsabata al-ajru al-harakah al- ‘asriyyah xvii asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh Maulânâ Maliku al-Sâlih Yu‟atstsirukumu Allâh al-mazâhir al- ‘aqliyyah al-âyât al-kauniyyah al-darûrah tubihu al-mahzûrât xviii SINGKATAN BSa : Bahasa Sasaran BSu : Bahasa Sumber TBp : Teks Bahasa Penerima NBSa : Naskah Bahasa Sasaran NBSu : Naskah Bahasa Sumber SL : Source Language TL : Target Language xix GLOSARIUM Abreviasi: Proses morfologis berupa penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga terjadi bentuk baru yang berstatus kata. Adjektiva: Kata yang menerangkan kata benda. Afiksasi: Proses atau hasil penambahan afiks pada akar, dasar atau alas. Derivasi: Proses pengimbuhan afiks non inflektif pada dasar untuk membentuk kata. Diatesis aktif: Bentuk gramatikal sebuah verba, atau klausa, yang subjek gramatikalnya merupakan pelaku. Diatesis pasif: Diatesis yang menunjukan bahwa subjek adalah tujuan dari perbuatan Frasa: Gabungan antara dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif. Infleksi: Perubahan bentuk kata yang menunjukan berbagai hubungan gramatikal. Kala: Perbedaan bentuk verba untuk menyatakan perbedaan waktu atau jangka perbuatan atau keadaan. Kata: Satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Klausa Parantetis: Klausa yang diselipkan ke dalam kalimat dan memberikan modifikasi kepada salah satu bagian kalimat tanpa mengubah struktur dasarnya xx Linguistik: Ilmu tentang bahasa yang mengkaji dari beberapa aspek, mulai dari fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikografi. Modulasi: Pergeseran makna; modulasi ini biasanya diakibatkan oleh adanya transposisi yang terjadi pada proses penerjemahan. Nomina: Kelas kata yang dapat berfungsi sebagai subjek atau objek dari klausa Objek: Nomina atau kelompok nomina yang melengkapi verba-verba tertentu dalam klausa. Paduan: Hasil penggabungan beberapa morfem menjadi kata yang padat. Predikat: Bagian klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh pembicara tentang subjek. Preposisi: Partikel yang biasanya terletak di depan nomina dan menghubungkannya dengan kata lain. Pronomina: Kata yang menggantikan nomina atau frasa nominal. Subjek: Bagian klausa berwujud nomina atau frasa nomina yang menandai apa yang dikatakan pembicara. Transliterasi: Penggantian huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Transposisi: Proses atau hasil perubahan fungsi atau kelas kata tanpa penambahan apa-apa. Verba: Kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat. xxi ABSTRAK Ahmad Farhan “Kitab Qasas al-Anbiyâ pada Bab Ihtijâj Âdam dan Mûsâ, Karya Ibn Katsîr Analisis Morfosintaksis Terjemahan M. Abdul Ghaffar E.M ” Menilai terjemahan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh makna yang disampaikan dalam pesan tersebut dapat mudah dipahami atau tidak, baik dari segi keakuratan, kejelasan, dan ketepatan. Di dalam Skripsi ini peneliti menganalisis serta menilai suatu hasil terjemahan. Sementara itu, objek kajian atau data yang dipergunakan di dalam skripsi ini adalah terjemahan dari kitab Qasas al- Anbiyâ‟ karya Ibnu Katsîr yang telah diterjemahkan oleh M. Abdul Ghaffar E.M. Sedangkan teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori penilaian terjemahan oleh Rochayah Machali. Penelitian ini penulis lakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan aspek linguistik yang dilakukan oleh penerjemah dalam melakukan penerjemahannya. Baik dari segi morfologi yang meliputi makna dalam kata, dan sintaksis yang meliputi pola antara frasa, klausa, dan kalimat. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kombinasi mix method dengan model concurrent embedded. Peneliti menganalisis dengan membagi kedua metode tersebut, metode kualitatif peneliti gunakan untuk menganalisis teks-teks dari TSu dan TSa, metode kuantitatif peneliti gunakan untuk data statistik berupa tabel dari hasil penelitian tersebut. Setelah itu hasil perolehan dari analisis tersebut dimasukkan ke dalam hitungan matematis untuk memperoleh prosentase penilaian terjemahan. Hasil dari penelitian ini, peneliti memperoleh 20 korpus data terjemahan. Segi morfologis peneliti menemukan 2 permasalahan dari jumlah keseluruhan 48 kata, kemudian segi sintaksis peneliti menemukan 5 permasalahan dari jumlah keseluruhan 40 baik dari frasa, klausa atau kalimat. Selanjutnya setelah peneliti menilai hasil terjemahan tersebut melalui teori penilaian Rochayah Machali maka prosentase penilaian sebanyak 84 atau menurut versi Machali termasuk kategori terjemahan sangat bagus dengan ekuivalen B. 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagian besar kemajuan dunia ini tidak terlepas dari para penerjemah, baik dari juru bahasa maupun dari penerjemah buku. Menerjemahkan merupakan bentuk kegiatan memindahkan maksud atau pesan bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan sedekat-dekat dan sewajar-wajarnya. Dalam penerjemahan, terdapat dua persoalan praktis yang kita sering hadapi. Pertama, kita tidak memahami makna kata atau kalimat atau paragraf sehingga tidak menangkap pesannya. Kedua, kita mengalami kesulitan untuk menerjemahkannya, meski sudah memahami TSu-nya. 1 Ini yang menyebabkan kendala dalam kegiatan dunia penerjemahan jika hal tersebut tidak dikuasai. Kegiatan penerjemahan terutama nas keagamaan yang berasal dari bahasa Arab, sebagai transfer budaya dan ilmu pengetahuan, telah dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak masa pemerintahan Sultan Iskandaria 1607-1636 di Aceh. Hal ini ditandai dengan dijumpainya karya-karya terjemahan ulama Indonesia terdahulu. 2 Kegiatan penerjemahan ini terus berlanjut hingga sekarang. Penerbit-penerbit buku terjemahan bahasa asing terutama bahasa Arab di Indonesia semakin menjamur. Demikian pula toko-toko buku di Indonesia semakin dibanjiri buku-buku terjemahan 1 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2006, h. 11 2 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia Bandung: Humaniora, 2005, h. 2 2 dengan beragam jenisnya, mulai dari terjemahan kitab suci al-Qurân, Hadîts, tafsîr, hingga buku-buku dakwah, akhlak, dan pemikiran. Kondisi demikian merupakan sesuatu yang menggembirakan bagi masyarakat Muslim di Indonesia karena mereka sangat terbantu dalam mengisi, melengkapi, dan menyempurnakan praktik keislamannya secara utuh dalam segala dimensinya. 3 Di antara buku-buku terjemahan tersebut adalah Kitab Qasas al- Anbiyâ‟ yang merupakan salah satu kitab klasik terkenal karya Abî al-Fidâ ‘Imâd al-Dîn Ismâîl bin ‘Umar bin Katsîr al-Qursyi al-Basrawi al-Damsyiqi, biasa dikenal dengan nama Ibnu Katsîr. Kitab ini merupakan salah satu dari beberapa karya besarnya. Kitab tersebut membahas tentang kisah hidup para Nabi yang didasarkan pada ayat-ayat al-Qurân yang secara langsung atau tidak langsung mengisyaratkan dan menjelaskan tentang kehidupan mereka. Namun, dari hasil penerjemahannya kitab ini perlu dikaji lebih dalam lagi, apakah terjemahan ini sudah memenuhi aspek linguistik atau belum dari segi makna morfologis atau sintaksis. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk menulis skripsi ini dengan judul; Kitab Qasas al-Anbiyâ pada Bab Ihtijâj Âdam dan Mûsâ, karya Ibnu Katsîr Analisis Morfosintaksis Terjemahan M. Abdul Ghaffar E.M 3 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia Bandung: Humaniora, 2005, h. 2 3

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang peneliti jelaskan di atas, maka permasalahan yang peneliti temukan dalam kitab Qasas al- Anbiyâ‟ adanya ketidaktepatan pada aspek linguistik yang meliputi morfologis, dan sintaksis. Selanjutnya, bahan penelitian yang digunakan peneliti sebagai sampel adalah pada bab kisah ihtijâj Âdam dan Mûsâ. Kemudian dari permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka penulis dapat merumuskannya dalam bentuk pertanyaan:  Apakah tepat terjemahan kisah Ihtijâj Âdam dan Mûsâ di dalam kitab Qasas al- Anbiyâ‟ dari sisi morfologis, dan sintaksis?

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk:  Mengetahui ketepatan yang meliputi morfologis, dan sintaksis terjemahan kisah Ihtijâj Âdam dan Mûsâ dalam kitab Qasas al- Anbiyâ‟. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah khasanah penelitian penerjemahan yang telah ada serta sebagai masukan untuk penerbit khususnya penerbit hasil karya terjemahan.

C. Tinjauan Pustaka

Setelah penulis meninjau kepustakaan literatur, penelitian yang berkaitan dengan judul semacam ini umumnya sudah diteliti. Di antaranya: 4 1. Yuyun, yang mengkaji tinjauan terjemahan Kamus Gaul. 2. Tatam Wijaya, yang mengkaji kritik terjemahan kitab Mukhtasar Sahîh al- Bukhâri . 3. Amir Hamzah, yang mengkaji terjemahan kitab Fiqh al-Islâm wa Adillatuh. 4. Siti Hamidah, yang mengkaji Peribahasa Arab dalam buku Bahasa Gaul Ikhwân Akhwât .

D. Metode Penelitian

a. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang peneliti gunakan dalam skirpsi ini adalah pendekatan penelitian linguistik 4 . Peneliti mengunakan pendekatan tersebut karena cakupan yang peneliti kaji terkait dalam aspek linguistik berupa morfologis dan sintaksis.

b. Sumber Data Sumber data yang peneliti gunakan sebagai bahan utama dalam penelitian skripsi

ini adalah kitab Qasas al- Anbiyâ‟ Bab Ihtijâj Âdam dan Mûsâ yang merupakan karya Ibnu Katsîr. Kitab tersebut membahas tentang perjalanan hidup para Nabi Allâh secara global. Kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh M. Abdul Ghaffar E.M melalui penerbit Pustaka Azzam. 4 Linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa dari berbagai aspek, mulai dari aspek bunyi, tata kata, tata kalimat, kosakata, makna, psikologi, sosiologi, perkamusan dan terapan. 5

c. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Proses pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan menginventarisasi teks-teks Arab dan teks-teks terjemahan. Setelah itu, peneliti melakukan analisis dengan menerapkan teori penilaian yang digunakan, sehingga ditemukan data yang tepat untuk bahan analisis dan penilaian.

d. Teknik Analisis dan Interpretasi Data

Metode yang peneliti gunakan adalah metode penelitian kombinasi atau mix method dengan model concurrent embedded, dimana metode penelitian kualitatif sebagai metode primer dan metode kuantitatif sebagai metode sekunder. 5 Peneliti menganalisisnya dengan membagi kedua metode tersebut, metode kualitatif peneliti gunakan untuk menganalisis teks-teks dari TSu dan TSa. Kemudian peneliti menjelaskan secara terperinci dengan mengeksplorasi morfologis, dan sintaksis. Kemudian, metode kuantitatif peneliti gunakan untuk data statistik berupa tabel dari hasil penelitian tersebut. Setelah itu hasil perolehan dari analisis tersebut dimasukkan ke dalam hitungan matematis untuk memperoleh prosentase penilaian terjemahan. Dengan menggunakan metode kombinasi ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap dan akurat. 5 Prof. Dr. Sugiono, Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan kombinasi mix methods Bandung: Alfabeta, 2013, h. 579 6

e. Teknik Penulisan dan Penyajian Hasil Penelitian

Data yang diambil oleh peneliti dalam melakukan proses penelitian berupa teks- teks Arab yang terdapat dalam kitab Qasas al- Anbiyâ‟ dan terjemahannya. Kemudian setelah data sudah terkumpul, proses penelitian dilakukan dengan mencari dan mencatat beberapa kesalahan yang terdapat pada TSu dan TSa. Selanjutnya, hasil tersebut dimasukan ke dalam perhitungan matematis. Dalam hal ini, peneliti menggunkan teori penilaian yang dikemukakan oleh Rochayah Machali sebagai rujukan utama dalam proses penelitian. Peneliti juga menggunakan kajian pustaka library reseach. Secara teknis penulisan dan penyajian hasil penelitian skripsi ini didasarkan pada buku Pedoman Penilaian Penulisan Karya Ilmiah skripsi, tesis, dan disertasi yang berlaku di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Center Of Quality Development and Assurance CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Sistematika Penulisan

Pada penulisan skripsi ini, penulis menyajikannya dalam lima bab. Guna untuk mendapatkan hasil yang komprehensif dalam pembahasannya. Berikut adalah sistematika penulisan yang penulis paparkan: Bab I Pendahuluan. Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. 7 Bab II Teori Terkait Linguistik dan Penilaian Penerjemahan. Bab ini membahas tentang teori yang terkait mengenai linguistik dan penilaian penerjemahan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh. Bab III Gambaran Umum. Bab ini membahas tentang biografi, karier, serta karya- karya penulis dan penerjemah. Bab IV Analisis. Bab ini merupakan analisis dan hitungan matematis penilaian terjemahan kitab Qasas Al- Anbiyâ‟ Bab Ihtijâj Âdam dan Mûsâ karya Ibnu Katsîr dari aspek linguistik yang meliputi morfologis, dan sintaksis. Bab V Penutup. Bab ini merupakan kesimpulan dari semua pembahasan yang telah peneliti lakukan serta saran-saran yang membangun sebagai masukan untuk penerjemah dan penerbit. 8 BAB II TEORI TERKAIT LINGUISTIK PENILAIAN PENERJEMAHAN 2.1 Kajian Linguistik 2.1.1 Pengertian Linguistik Linguistik b erarti ‘ilmu bahasa‟. Kata linguistik berasal dari kata Latin lingua ‘bahasa‟, yang dalam bahasa Prancis menjadi langue dan langgage. Istilah linguistik dalam bahasa Inggris berkaitan dengan kata language. Di dalam bahasa Indonesia, linguistik adalah nama bidang ilmu, dan kata sifatnya adalah linguistis. Dalam bahasa Arab, linguistik berpadanan dengan al- „ilmu al-lughah. 6 Kata linguistik dapat diartikan sebagai ilmu bahasa yang membicarakan tentang bunyi bahasa fonologi, bentuk kata morfologi, kalimat sintaksis, makna kata semantik, dan konteks berbahasa. 7 Iinguistik sering juga disebut linguistik umum al- „ilmu al-lughah al- ‘am. Artinya, linguistik itu tidak hanya mengkaji seluk beluk bahasa Arab atau bahasa Indonesia, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya. Yang menjadi objek kajian linguistik adalah bahasa. 8 Alwasilah mengatakan bahwa jika kita membicarakan tentang linguistik umum general linguistic, terdapat tiga hal yang 6 Moch. Syarif Hidayatullah Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab Klasik Modern Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010, h. 9 7 Suhardi, Pengantar Linguistik Umum Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013, h. 14 8 Moch. Syarif Hidayatullah Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab Klasik Modern Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010, h. 9 9 tercakup di dalamnya. Ketiga hal yang dimaksud ialah 1 linguistik deskriptif; 2 linguistik historis; 3 linguistik komparatif. 9 2.2 Aspek-aspek Linguistik 2.2.1. Fonologi Fonologi adalah kajian tentang bunyi bahasa dilihat dari segi fungsinya dalam sistem komunikasi linguistik, dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna. Jika bunyi tersebut membedakan makna, maka bunyi tersebut dinamakan fonem. Jika tidak hanya disebut fon. 10 Kemudian yang mencakup dalam aspek fonologi ialah: fonem, fon, alofon, fonotaktik, morfofonemik, dan bunyi suprasegmental.

2.2.2 Morfologi

Morfologi adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari bentuk-bentuk kata dan segala proses pembentukannya. Dalam bahasa Arab ilmu ini lebih dikenal dengan al- „ilmu al-sarf, yang merupakan satuan gramatikal yang membahas masalah struktur intern kata. Secara terminologi, morfologi adalah salah satu dari bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal. 11 9 Suhardi, Pengantar Linguistik Umum Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013, h. 15 10 Moch. Syarif Hidayatullah Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab Klasik Modern Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010, h. 50 11 Moch. Syarif Hidayatullah Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab Klasik Modern Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010, h. 59 10 Morfologi mengenal unsur dasar atau satuan terkecil. Satuan gramatikal yang terkecil itu disebut morfem. 12 Karenanya, al-Khuli mendefinisikan morfem sebagai satuan gramatikal terkecil, otonom, dan mempunyai makna. 13 Morfem terbagi menjadi dua, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tidak tergantung pada adanya morfem lain. Ia dapat berdiri sendiri tanpa adanya morfem lain. Contohnya kata fahima. Sementara itu morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri. Ia tidak dapat membentuk suatu kata dan tidak mempunyai makna bila tidak digabungkan dengan kata lain. Contohnya partikel al-. 14 Pembahasan terkait morfem tidak bisa mengenyampingkan pembahasan alomorf. al-Khuli mendefinisikan alomorf sebagai morf yang memiliki kemiripan dengan morfem yang lain, tetapi didistribusikan secara komperhensif, sehingga menjadi satu morfem. 15 2.2.2.1 Morfem Fa, „a, dan lam fi„l 16 Untuk menyatakan pola kata kerja, ahli tata bahasa menggunakan konsonan kata kerja fa‘ala “berbuat atau mengerjakan”. Huruf menggambarkan akar atau 12 Kushartanti Dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005, h. 144 13 Moch. Syarif Hidayatullah Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab Klasik Modern Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010, h. 60 14 Moch. Syarif Hidayatullah Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab Klasik Modern Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010, h. 60 15 Moch. Syarif Hidayatullah Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab Klasik Modern Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010, h. 61 16 Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa al-Qurân Bandung: Mizan, 1996, h. 49 11 huruf pertama, huruf kedua, dan huruf ketiga. Jadi pada contoh kata , = fa fi‘l, = ain fi‘l, dan = lam fi„l. Huruf-huruf tersebut juga dapat difungsikan sebagai huruf awal, tengah, dan akhir. Pada kata kerja sederhana berhuruf tiga dikenal sebagai bentuk kata dasar al- tsulâtsi verba terikonsonantal tak berimbuhan. 2.2.2.2 Bentuk Turunan 17 Ada pula bentuk turunan dari huruf awal yang berhuruf tiga, yang akan menimbulkan arti yang berbeda tiap bentuk huruf memastikan pola yang tersedia dan menghasilkan perubahan khusus arti kata dasar huruf tersebut. Bentuk-bentuk turunan dari asal kata yang terdiri dari tiga huruf dibuat dengan menambahkan awalan, sisipan, dan akhiran. Dalam bahasa Indonesia penambahan ini disebut afiksasi atau di dalam bahasa Arab al-idâfah al-zawâid. Melalui perubahan ini, maka terjadilah berbagai arti. a. al-waznu al- fi„lu al-tsulâtsi al-mazîdu bi harfin wâhid yaitu fi‟l yang terdiri dari tiga huruf asli dan satu huruf tambahan. 1. al-waznu . Wazan ini dibentuk dari al- fi„lu al-tsulâtsi dengan memberikan syaddah pada huruf kedua. 17 Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa al-Qurân Bandung: Mizan, 1996, h. 198 12 2. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan memberikan awalan hamzah berharakat fathah kepada bentuk bentuk huruf asli. 3. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan menyisipkan huruf alif di antara huruf pertama dan kedua pada huruf asli. b. al-waznu al- fi„lu al-tsulâtsi al-mazîd bi harfain yaitu fi‘l yang terdiri dari tiga huruf asli dan dua huruf tambahan. 1. al-waznu . Wazan ini sama dengan arti bentuk kata kerja . Seperti pada contoh berperang dan saling berperang. 2. al-waznu . Wazan ini dibentuk dari dengan menambahkan awalan berupa partikel . Contoh lain yaitu, = memisahkan diri. 3. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan memberikan awalan hamzah berharakat kasrah dan diberi sisipan huruf setelah huruf pertama. Contoh lain, = membawa orang ketiga laki-laki. 4. al-waznu . Wazan ini dibentuk dari dengan menambahkan awalan yang berupa huruf . Bentuk ini mempunyai arti intransitif. Contoh, = terpisah. 13 5. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan memberikan awalan hamzah berharakat kasrah dan huruf ketiga diberi syaddah. Seperti = menjadi merah. c. al-waznu al- fi„lu al-tsulâtsi al-mazîd bi tsalâtsati ahruf yaitu fi‘l yang terdiri dari tiga huruf asli dan tiga huruf tambahan. 1. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan memberikan awalan berupa tiga huruf yaitu . 2. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan memberikan awalan dan sisipan setelah huruf pertama. 3. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan memberikan awalan hamzah berharakat kasrah , sisipan alif setelah huruf kedua, dan syaddah setelah huruf ketiga. 4. al-waznu . Wazan ini dibentuk dengan memberikan awalan hamzah berharakat kasrah , serta sisipan , dan syaddah setelah huruf kedua. 14

2.2.3. Sintaksis

Sintaksis berasal dari bahasa Yunani yaitu sun yang berarti ‘dengan‟ dan tattein yang berarti ‘menempatkan‟. 18 Dalam bahasa Arab sintaksis lebih dikenal dengan ‘ilm al-nahw. Secara etimologi, sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata- kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Jadi, sintaksis ialah ilmu yang mempelajari hubungan antara kata, frasa, klausa, dan kalimat. Kata, frasa, klausa dan kalimat inilah yang oleh para ahli disebut sebagai satuan sintaksis. 19 Dengan demikian, hubungan antarkata yang ada pada cabang ketatabahasan ini meliputi: kata, frasa, klausa, dan kalimat. Berikut pembahasannya: 1. Kata Kata adalah bagian kalimat yang merupakan kesatuan terkecil, yang dapat berdiri sendiri dan mengandung suatu pengertian. 20 Kata dapat digolongkan menjadi dua, yaitu partikel dan kata penuh. Partikel adalah kata yang jumlahnya terbatas, biasanya tidak mengalami proses morfologis, bermakna gramatikal, dan dikuasai dengan cara menghafal, di dalam bahasa Indonesia, partikel yang kita kenal misalnya yang, dari, ke, di, dan pada. Sedangkan kata penuh mempunyai ciri yang berlawanan dengan partikel, yang terutama adalah 18 Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat: Fungsi, Kategori, dan Peran Bandung: Refika Aditama, 2007, h. 1 19 Moch. Syarif Hidayatullah Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab Klasik Modern Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010, h. 99 20 Moch. Syarif Hidayatullah Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab Klasik Modern Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010, h. 100 15 maknanya bersifat leksikal. Kata penuh dibedakan menjadi nomina, verba, adjektiva, adverbial, preposisi, konjungsi, numeralia, dan sebagainya. 21 2. Frasa Frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Frasa terbagi menjadi dua, yaitu frasa endosentris dan frasa eksosentris. Frasa endosentris adalah frasa yang seluruh bagiannya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan perilaku salah satu komponen frasa tersebut. Sedangkan Frasa eksosentris adalah frasa yang sebagian unsurnya, tidak memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan semua komponennya. 22 Frasa endosentris dapat dibedakan menjadi dua, yakni frasa endosentris yang berinduk tunggal atau yang lazim disebut sebagai frasa modifikatif dan frasa endosentris yang berinduk jamak. 23 3. Klausa Klausa merupakan satuan linguistik yang sekurang-kurangnya terdiri atas fungsi subjek S dan predikat P, dan berpotensi menjadi kalimat. Dikatakan berpotensi menjadi kalimat karena sesungguhnya klausa jika diberi intonasi final dalam konvensi tulis berupa tanda baca titik, tanda seru, dan tanda tanya, akan berubah menjadi satuan kalimat. 24 21 Kushartanti Dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005, h. 130 22 R. Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi Jakarta: Erlangga, 2009, h. 67 23 R. Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi Jakarta: Erlangga, 2009, h. 68 24 Moch. Syarif Hidayatullah Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab Klasik Modern Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010, h. 104 16 Klausa dapat digolongkan berdasarkan distribusi satuannya, yaitu: 25 a. Klausa bebas, yaitu klausa yang dapat berdiri sendiri menjadi kalimat. a. Klausa terikat, yaitu klausa yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat. Untuk membedakan dari kalimat, ada semacam konvensi dalam kajian sintaksis bahwa penulisan klausa tidak diawali dengan huruf besar dan tidak diakhiri dengan tanda baca titik, tanya, atau seru. Chaer membagi klausa menjadi: 1 klausa nominal; 2 klausa verbal; 3 klausa ajektival; 4 klausa preposisional; 5 klausa numeral. 26 4. Kalimat Kalimat adalah satuan di atas klausa dan di bawah wacana. Dalam bahasa Arab kalimat adalah kontruksi yang tersusun dari dua kata atau lebih yang mengandung arti, disengaja, serta berbahasa Arab. Kalimat dapat dikategorikan berdasarkan lima kriteria, yaitu berdasarkan: 1 jumlah dan macam klausa; 2 struktur intern kata; 3 jenis tanggapan yang diharapkan; 4 sifat hubungan pelaku dan perbuatan, dan 5 ada dan tidaknya unsur ingkar di dalam predikat utama. 27 25 Kushartanti Dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005, h. 131 26 Moch. Syarif Hidayatullah Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab Klasik Modern Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010, h. 106 27 Kushartanti Dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005, h. 132 17 4. 1. Jenis Kalimat Banyak nama diberikan orang tehadap adanya jenis atau macam kalimat. Penamaan itu berdasarkan kriterianya, yaitu: 28 a. Berdasarkan kategori klausanya: 1 kalimat verbal; 2 kalimat ajektifal; 3 kalimat nominal; 4 kalimat preposisional; 5 kalimat numeral; 6 kalimat adverbial. b. Berdasarkan jumlah klausanya: 1 kalimat sederhana; 2 kalimat “bersisipan”; 3 kalimat majemuk ratapan; 4 kalimat majemuk setara; 5 kalimat majemuk bertingkat; 6 kalimat majemuk kompleks. c. Berdasarkan modusnya: 1 kalimat berita deklaratif; 2 kalimat tanya interogatif; 3 kalimat perintah imperatif; 4 kalimat seruan interjektif; 5 kalimat harapan optatif.

2.2.4. Semantik

2.2.4.1 Definisi Semantik Kata semantik berasal dari bahasa Yunani yaitu sema yang berarti ‘tanda‟ atau ‘lambang‟. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti ‘menandai‟ atau ‘melambangkan‟. Dalam bahasa Arab, semantik dikenal dengan ilm al-dilalah. Istilah semantik sendiri sudah ada sejak abad ke- 17, bila dipertimbangkan melalui frase semantics philosophy. 28 Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses Jakarta: Rineka Cipta, 2009, h. 45 18 Persoalan makna adalah persoalan menarik dalam kehidupan sehari-hari, karena makna mempunyai istilah yaitu meaning yang merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Jadi, semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa seperti fonologi, gramatika, dan semantik. Semantik juga lebih umum digunakan dalam studi linguistik yang mempunyai cakupan objek yang lebih luas yaitu mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya dan merupakan bagian struktur bahasa yang terpenting yang berhubungan dengan makna ungkapan secara umum. 29 2.2.4.2. Jenis Makna Jenis atau tipe makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Sehingga para ahli semantik dapat mengelompokan jenis makna selalu terjadi perbedaan. Seperti Pateda, secara alfabetis telah mendaftarkan adanya 25 makna, yaitu makna afektif, makna denotatif, makna deskriptif, makna ekstensi, makna emotif, makna gereflekter, makna gramatikal, makna ideasional, makna intensi, makna khusus, makna kiasan, makna kognitif, makna kolokasi, makna konseptual, makna kontruksi, makna kontekstual, makna leksikal, makna luas, makna piktorial, makna proposisional, makna pusat, makna referensial, makna sempit, makna konotatif, makna stilistika, dan makna tematis. 30 29 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 216 30 Ahmad Muzakki, Kontribusi Semiotika Dalam Memahami Bahasa Agama Malang: UIN Malang Press, 2007, h. 40 19 Berdasarkan sifat hubungan antar kata dan maknanya, makna kata dapat dibagi menjadi dua macam: makna leksikal dan makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referensinya dan sesuai dengan hasil observasi alat indra. Dengan kata lain, ia adalah makna yang melekat pada suatu kata. Misalnya, kata khail memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai‟. Bahasan yang mengenai semantik leksikal mencakup: 31 1 relasi paradigmatik, misalnya sinonimi, antonimi, dan hiponimi; 2 relasi sintagmatik, termasuk keterbatasan seleksional; 3 struktur-struktur dalam leksikon sebagai hirarki taksonomis; 4 perubahan arti kata; dan 5 proses ekstensi arti, seperti metafora dan antonimi. Sementara itu, makna leksikal diposisikan berseberangan dengan makna gramatikal. Makna gramatikal muncul akibat adanya proses gramatikal. 32 Bahasan yang mengenai makna gramatikal mencakup: 1 arti yang terdapat dalam kategori gramatikal grammatical categories yang merupakan satuan analisis dalam morfologi, yakni nomina, verba, dan adjektiva; 2 arti yang dikandungi oleh elemen gramatikal, misalnya afiks, preposisi, dan konjungsi; 3 arti dari kontruksi gramatikal, misalnya frasa, klausa, dan kalimat; 4 arti dari fungsi sintaksis, misalnya subjek, predikat, dan objek; dan 5 arti dari peran tematis, misalnya actor, agen, pengalam, dan pemerutung. Teori kontekstual juga bisa disebut teori makna situasional yang muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan 31 Makyun Subuki, Semantik: Pengantar Memahami Makna Bahasa Jakarta: Trans Pustaka, 2011, h. 17 32 Moch. Syarif Hidayatullah Abdullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab Klasik Modern Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010, h. 120 20 konteks. 33 Oleh karena itu, makna sebuah kata sering tergantung pada konteks kalimat atau konteks situasi, maka makna gramatikal ini sering disebut juga makna kontekstual atau makna struktural karena proses dan satuan-satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.

B. Penilaian Terjemahan

Menilai kualitas terjemahan merupakan salah satu aktivitas penting dalam peerjemahan. Ada tiga alasan menilai kualitas terjemahan: 1 untuk melihat keakuratan; 2 untuk mengukur kejelasan; 3 untuk menimbang kewajaran suatu terjemahan. Keakuratan berarti sejauh mana pesan dalam Tsu disampaikan dengan benar dalam Tsa. Kejelasan berarti sejauh mana pesan yang dikomunikasikan dalam Tsa dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca Tsa. Pesan yang ditangkap pembaca Tsu sama dengan pesan yang ditangkap oleh pembaca Tsa. Kewajaran berarti sejauh mana pesan dikomunikasikan dalam bentuk yang lazim, sehingga pembaca Tsa merasa bahwa teks yang dibacanya adalah teks asli yang ditulis dalam Bsa. Karenanya, aspek yang dinilai adalah: 1 pesan terterjemahkan atau tidak; 2 kewajaran dan ketepatan pengalihan pesan; 3 kesesuaian hal-hal teknis dalam kerja penerjemahan dengan tata bahasa dan ejaan yang berlaku. 34 Menilai terjemahan juga menilai tingkat keterpahaman, yang berarti ada dan tiadanya dua ungkapan: a ungkapan yang dapat menimbulkan salah paham dan b 33 Mansoer Pateda, Semantik Leksikal Jakarta: Rineka Cipta, 2001, h. 116 34 Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim al-Ân Tangerang: Dikara, 2010, h. 71 21 ungkapan yang membuat pembaca sangat sulit memahami amanat yang dikandungnya karena faktor kosakata dan gramatika. 35 Penilaian terjemahan sangat penting untuk dilakukan, hal ini disebabkan oleh dua alasan: 1 untuk menciptakan dialektik antara teori dan praktik penerjemahan; 2 untuk kepentingan kriteria dan standar dalam menilai kompetensi penerjemah, terutama apabila kita menilai beberapa versi teks BSa dari teks BSu yang sama. 36 Dalam menilai hasil terjemahan, harus pula diingat bahwa penilaian tidaklah dapat dilakukan seperti penilaian di bidang matematika. Dalam matematika, tidaklah sulit untuk menentukan bahwa suatu hasil salah atau benar. Jadi 2X4 = 8, benar; 2×4 = 7, salah. Dalam terjemahan pertanyaan yang diajukan ialah sejauh mana benarnya how right atau sejauh mana salahnya how wrong. 37 Melalui metode penilaian terjemahan, maka akan dihasilkan terjemahan yang baik dan berkualitas yaitu, terjemahan yang mudah dipahami oleh pembaca dan memiliki tingkat keterpahaman yang tinggi. Tingkat keterpahaman atau kualitas terjemahan ini bersifat intristik. Kualitas intristik bertalian dengan ketepatan, kejelasan dan kewajaran nas. Ketepatan berkaitan dengan kesesuaian amanat terjemahan dengan amanat nas sumber, kejelasan berkaitan dengan struktur bahasa, pemakaian ejaan, diksi, dan panjang kalimat, dan kewajaran berkaitan dengan kelancaran serta kealamiahan terjemahan. Kualitas intristik ini dapat diukur dengan penerjemahan ulang, membandingkan terjemahan nas sumber, tes keterpahaman, teks rumpang, dan penilaian peninjau. 35 Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia Bandung: Humaniora, 2005, h. 195 36 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 143 37 www.rumahpenerjemah.wordpress.comhome diakses 23102014, 05.58 wib 22 1. Aspek Penilaian Terjemahan pada hakikatnya adalah tertuang dalam bahasa tulis sehingga kriteria aspek penilaian yang berlaku dalam bahasa tulis berlaku pula dalam penilaian terjemahan. Penilaian terjemahan merupakan bagian penting dalam konsep teori penerjemahan. Karena itu kriteriaaspek penilaian terjemahan membawa pada konsep terjemahan yang berbeda-beda dan penilaian yang berbeda pula. Namun diharapkan penilaian yang diberikan dapat menilai terjemahan dengan baik karena untuk menentukan kualitas terjemahan, penilaian sangat diperlukan. 38 Dalam penilaian hasil terjemahan, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh penilai, yaitu 1 ketepatan reproduksi makna meliputi aspek linguistik, semantik, dan pragmatik, 2 kewajaran ungkapan, 3 peristilahan, dan 4 ejaan. 39 2. Teknik Penilaian Pembahasan mengenai hasil suatu terjemahan sulit untuk lepas dari aspek mutu terjemahan. Ada berbagai macam cara untuk menilai kualitas hasil terjemahan, salah satunya melalui teknik penilaian, seperti yang dikemukakan oleh Nababan, yaitu; Teknik cloze Cloze Technique, Teknik membaca dengan suara nyaring Reading- Aloud technique , Uji pengetahuan, Uji performansi Performance Test, Terjemahan 38 Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia Tangerang: Transpustaka, 2014, h. 135 39 Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia Tangerang: Transpustaka, 2014, h. 137 23 balik Back Translation, Pendekatan berdasarkan padanan Equivalence-based Approach dan Instrumen Penilaian Accuracy and Readibility-rating instrument. 40

C. Pedoman Penilaian Rochayah Machali

Machali memberikan tiga pokok bahasan terpenting dalam penilaian terjemahan: 1 segi-segi yang perlu diperhatikan dalam penilaian penerjemahan; 2 kriteria penilaian; 3 cara penilaian. Disamping itu, perlu diingat bahwa konsep penilaian yang dibahas di sini adalah penilaian umum yang diletakkan dalam kerangka metode penerjemahan semantik dan komunikatif, yaitu dua metode umum yang paling sering digunakan dalam penerjemahan. Akan halnya metode-metode lain yang khusus, akan memerlukan metode penilaian yang khusus pula. 41 Penilaian Umum Terjemahan 1. Segi-segi yang perlu diperhatikan dalam penilaian Hal yang perlu diingat dalam penilaian penerjemahan bukanlah sekadar dari segi benar-salah, bagus-buruk, harfiah-bebas. Ada beberapa segi dalam penerjemahan yang harus dipertimbangkan dalam penilaiannya. Sebagai gambaran, berikut perbandingan contoh versi teks berikut: 42 TSu: Some focal points of crises in the present day world are of a long standing nature. TSa terjemahan autentik: 40 Kuliah, Strategi Penilaian Kualitas Terjemahan diakses 01112014, 07.40 wib, http:bahasa.kompasiana.com20120305strategi-penilaian-kualitas-terjemahan-444110.html 41 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 143 42 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 145 24 a Beberapa persoalan krisis penting yang ditemukan di dunia saat ini sudah bersifat kronis. b Beberapa persoalan krisis utama di dunia pada saat ini sebetulnya merupakan masalah lama. c Beberapa hal penting yang merupakan krisis dunia dewasa ini adalah mengenai pelestarian alam. Ada beberapa hal yang mengemuka pada pembandingan ketiga versi teks BSa di atas. Dari segi ketepatan pemadanan ada aspek linguistik, semantik, dan pragmatik. Dari aspek pemadanan linguistik struktur gramatikal, ketiga versi BSa menunjukan kadar ketepatan yang berbeda dalam menyatakan kembali makna yang terkandung dalam teks BSu. Ketiganya sudah melalui prosedur transposisi, misalnya yang menyangkut frase nomina pada struktur focal points of crises. Dalam hal ini, teks b mengupayakan pemadanan yang lebih baik daripada teks a dan c, sekalipun terdapat penambahan kata keterangan “sebetulnya” pada teks tersebut. 43 Selanjutnya, terdapat perbedaan prosedur transposisi yang mendasar pada teks c: kata world sebagai bagian dari frase in the world menjadi nominal yang disatukan dengan kata crises, seolah-olah teks aslinya berbunyi world crises. Dalam pemilihan prosedur modulasi bebas juga ada perbedaan antara ketiganya, misalnya fraseklausa “di dunia” dan “yang ditemukan di dunia”. 44 Kemudian dari aspek padanan semantik, ada penyimpangan yang sangat mendasar pada teks c. Frase “pelestarian alam” menunjukan distorsi makna 43 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 146 44 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 146 25 referensial yang serius. Pada tataran kalimat dan pada analisis sekilas, seolah-olah kata nature dapat dipadankan dengan “alam”. Padahal dalam tataran teks, topik yang dibicarakan menyangkut krisis politik, krisis regional, dan bukan tentang pelestarian alam. Jadi, penerjemah c tidak mampu melihat pentingnya saling hubungan kalimat dan tataran teks dalam penerjemahan tersebut. Aspek lain yang tampak pada pembandingan ketiga teks BSa tersebut adalah gaya bahasa penyampaian. Dapat dilihat pada teks BSu bahwa penyampai berita menggunakan gaya “bertenaga”. Gaya ini tampak dari penggunaan kata-kata “bertenaga” seperti focal, long standing, dan crises. 45 Apabila ketiganya dibandingkan dari segi gaya, penerjemah teks a berupaya mereproduksi gaya bertenaga tersebut, misalnya dengan menggunakan kata-kata penting dan kronis. Pada teks b, kata-kata berbeban makna konotatif untuk menunjukan gaya tersebut tampaknya tidak terlalu dipermasalahkan oleh penerjemah. Maka, gaya bahasa pada teks b menjadi gaya biasa yang netral, seperti dalam penyampaian fakta, tidak terasa sebagai teks tentang politik yang berfungsi vokatif. Demikian juga dengan gaya pada teks c. 46

2. Kriteria Penilaian

Suatu penilaian harus mengikuti prinsip validitas dan reliabilitas. Akan tetapi karena penilaian karya terjemahan adalah relatif, validitas penilaian dapat dipandang dari aspek conten validity dan face validity. Alasannya adalah karena menilai 45 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 147 46 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 147 26 terjemahan berarti melihat aspek isi content dan sekaligus juga aspek-aspek yang menyangkut “keterbacaan” seperti ejaan face, sekalipun ejaan itu sendiri juga berkaitan dengan segi makna. Dengan mendasarkan dua jenis validity ini, diharapkan aspek reliabilitas akan dapat dicapai melalui kriteria dan cara penilaian. 47 Sebelum menentukan kriteria penilaian, terlebih dahulu harus diingat kriteria dasar yang menjadi pembatas antara terjemahan yang salah tidak berterima dan terjemahan yang be rterima. Kriteria pertama adalah “tidak boleh ada penyimpangan makna referensial yang menyangkut maksud penulis asli”. Kriteria lain menyangkut segi-segi ketepatan pemadanan linguistik, semantik, dan pragmatik, kewajaran pengungkapan dalam BSa, peristilahan, dan ejaan. 48 Tabel 1. Kriteria Penilaian Segi dan Aspek Kriteria A. Ketepatan reproduksi makna 1. Aspek linguistis a. transposisi b. modulasi c. leksikon kosakata d. idiom 2. Aspek semantis a. makna referensial b. makna interpersonal i. gaya bahasa Benar, jelas, wajar. Menyimpang? lokaltotal Berubah? 47 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 151 48 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 151 27 ii. aspek interpersonal lain misalnya, konotatif-denotatif 3. Aspek pragmatis a. pemadanan jenis teks termasuk maksudtujuan penulis b. keruntutan makna pada tataran kalimat dengan tataran teks lokaltotal Menyimpang? lokaltotal Tidak runtut? lokaltotal B. Kewajaran ungkapan Wajar danatau harfiah? dalam arti kata C. Peristilahan Benar, baku, jelas D. Ejaan Benar, baku Catatan untuk kriteria tabel penilaian 1: 49 1. “Lokal” maksudnya menyangkut beberapa kalimat dalam perbandingannya dengan jumlah kalimat seluruh teks presentase. 2. “Total” maksudnya menyangkut 75 atau lebih bila dibandingkan dengan jumlah kalimat seluruh teks. 3. Runtut maksudnya sesuaicocok dalam hal makna. 4. Wajar artinya alami, tidak kaku suatu penerjemahan yang harfiah bisa kakuwajar bisa juga tidak. 5. “Penyimpangan” selalu menyiratkan kesalahan, dan tidak demikian halnya untuk “perubahan” misalnya perubahan gaya. 49 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 154 28

3. Cara Penilaian