Cara Penilaian Kitab Qasas al-Anbiya pada bab Ihtijaj Adam dan Musa Karya Ibnu Katsir : analisis morfosintaksis terjemahan M. Abdul Ghaffar E.M.

28

3. Cara Penilaian

Cara penilaian terbagi menjadi dua, yaitu cara umum dan cara khusus. Cara umum secara relatif dapat diterapkan pada segala jenis terjemahan sedangkan cara khusus adalah yang khusus bagi suatu teks tertentu. Misalnya; teks hukum dan teks yang bersifat estetis. 50 Tabel 2. Rambu-rambu Penilaian Terjemahan Kategori Nilai Indikator Terjemahan hampir sempurna 86-90 A Penyampaian wajar, hampir tidak terasa seperti terjemahan, tidak ada kesalahan ejaan, tidak ada kesalahanpenyimpangan tata bahasa, tidak ada kekeliruan penggunaan istilah. Terjemahan sangat bagus 76-85 B Tidak ada distorsi makna, tidak ada terjemahan harfiah yang kaku, tidak ada kekeliruan penggunaan istilah, ada satu-dua kesalahan tata bahasaejaan untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan Terjemahan baik 61-75 C Tidak ada distorsi makna, ada terjemahan harfiah yang kaku tetapi relatif tidak lebih dari 15 dari keseluruhan teks, sehingga tidak terlalu terasa seperti terjemahan, kesalahan tata bahasa dan idiom relatif tidak lebih dari 15 dari keseluruhan teks. Ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak bakuumum. Ada satu-dua kesalahan tata ejaan untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan 50 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 151 29 Terjemahan cukup 46-60 D Terasa sebagai terjemahan, ada distorsi makna, ada beberapa terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih 25. Ada beberapa kesalahan idiom dantata bahasa, tetapi relatif tidak lebih dari 25 keseluruhan teks. Ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak bakutidak umum danatau kurang jelas. Terjemahan buruk 20-45 E Sangat terasa sebagai terjemahan, terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku relatif lebih dari 25 dari keseluruhan teks, distorsi makna dan kekeliruan penggunaan istilah lebih dari 25 keseluruhan teks. Catatan: 1. Nilai dalam kurung adalah nilai ekuivalen. 2. Istilah “wajar” dapat dipahami sebagai “wajar dan komunikatif”. Dapat dilihat pada tabel tersebut bahwa kategori terjemahan dapat “dikonversikan” menjadi rentangan nilai yang didasarkan pada prinsip piramida, semakin baik suatu kategori, semakin kecil rentangan angkanilainya. 51 Begitu pula yang perlu diingat pada tabel tersebut adalah perbedaan istilah “salah” dan “keliru”. Suatu kesalahan adalah kategori yang jelas letaknya dalam oposisi “benar-salah”, misalnya “kesalahan ejaan”. Sebaliknya, “keliru” tidak ada oposisi langsungnya, karena istilah tersebut dimaksudkan di sini agar dapat mencakup kriteria penilaian untuk “ketidakjelasan”, “ketidakwajaran”, dan “ketidakbakuan”. 52 51 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 155 52 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 155 30 Namun, penting juga untuk diingat bahwa rambu-rambu penilaian terjemahan hanyalah pedoman saja, bukan harga mati. Oleh karena itu ada tahapan yang perlu dilalui sebelum penerjemah ingin melakukan proses penilaian. Yaitu: 53 1. Penilaian fungsional, yakni kesan umum untuk melihat apakah tujuan umum penulisan menyimpang. Bila tidak, penilaian dapat berlanjut ke tahap berikutnya. 2. Penilaian terperinci, yaitu berdasarkan segi-segi dan kriteria yang sudah dibahas sebelumnya pada bagian kriteria penilaian. 3. Penilaian terperinci tersebut digolongkan dalam suatu skalakontinum dan dapat diubah menjadi nilai. Untuk memudahkan penempatan golongan atau kategori, kriteria terperinci pada tahap kedua diwujudkan dalam indikator umum, seperti dalam tabel rambu-rambu penilaian terjemahan di atas. Penilaian Khusus Penilaian Khusus menyangkut teks-teks yang khusus, baik dalam hal jenisnya misalnya puisi dan dokumen hukum seperti akta ataupun dalam hal fungsinya seperti ekspresif dan vokatif. 54 Dokumen hukum yang berbentuk akta, tentu akan berbeda bentuknya dengan dokumen yang isinya tentang kontrak. Contohnya, suatu akta notaris biasanya dimulai dengan frase “Hari ini telah datang menghadap saya….” Maka bentuknya pun harus tetap dipertahankan dalam penerjemahan. Hal yang serupa berlaku juga untuk puisi. Contohnya, puisi yang berbentuk rima estetik 53 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 155 54 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 157 31 tentu tidak bisa sekadar diterjemahkan menjadi puisi tanpa rima, apalagi seperti cerita biasa. 55 Dalam penilaian teks-teks yang khusus ini, segi-segi yang harus diikutsertakan dalam penilaian adalah; bentuk, sifat, dan fungsi. Kriteria yang dapat digunakan adalah apakah ada pengubahan atau tidak, menyeluruh ataukah tidak, jelas ataukah tidak, wajar ataukah tidak, serta benar ataukah tidak. Kemudian semua segi dan kriteria ini dapat “diterjemahkan” menjadi indikator seperti dalam tabel rambu-rambu penilaian terjemahan. 56 55 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 158 56 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 158 32 BAB III GAMBARAN UMUM KITAB QASAS AL- ANBIYÂ‟

A. Tentang Kitab

Kitab ini merupakan salah satu karya dari beberapa karya fenomenal seorang ulama besar yang sudah mendunia. Sebuah kitab yang menjadi rujukan sejarah terpenting dalam kajian tentang kehidupan para Nabi, bukan hanya dipaparkan kedua puluh lima Nabi pada umumnya namun kisah lainnya yang hidup pada masa kenabian dijelaskan dalam kitab ini, seperti kisah kaum Yâsîn, kisah Hizqîl, kisah Samuel dan lainnya. Kitab tersebut ditulis dengan bersandar pada al-Qurân, Hadîts, âtsar tentang kehidupan mereka yang bersumber langsung dari Nabi Saw.

B. Biografi Penulis 1. Riwayat Hidup Ibnu Katsîr

Abî al-Fidâ ‘Imâd al-Dîn Ismâîl bin ‘Umar bin Katsîr al-Qursyi al-Basrawi al-Damsyiqi, biasa dikenal dengan nama Ibnu Katsîr. Beliau adalah seorang ahli tafsîr, sejarawan dan ahli fiqh yang hidup pada abad ke delapan hijriyah. 57 Ibnu Katsîr lahir pada tahun 701 H1302 M di desa yang menjadi bagian dari kota Basra di negeri Syam. Pada usia 4 tahun, ayahnya, Syîhâb al-Dîn Abû H afsah ‘Amr Ibn Katsîr Ibnu Daw Ibnu Zara‟ al-Quraisyi meninggal dan Ibnu Katsîr diasuh oleh 57 Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi Jakarta: Pustaka Azzam,2001, h. 11 33 pamannya. Kemudian pada tahun 706 H1307 M beliau pindah dan menetap di kota Damaskus. Selama hidupnya, Ibnu Katsîr didampingi istrinya yang bernama Zainab, putri dari al-Mizzi yang masih terhitung sebagai gurunya. Ibnu Katsîr wafat pada hari kamis 26 Sya‟ban 774 H, bertepatan dengan bulan Februari 1373 M.

2. Karir Ibnu Katsîr