Latar Belakang dan Masalah .1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Interaksi dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tanpa bahasa. Melalui bahasa, kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina, dan dikembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi mendatang Keraf, 1994: 1. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain, karena dalam menjalani kehidupan sosial manusia selalu membutuhkan individu lain yang dapat menolongnya. Dalam proses tolong-menolong tersebut manusia membutuhkan bahasa supaya mereka dapat berkomunikasi dengan individu lain. Bahasa sebagai bagian kebudayaan digunakan manusia sebagai sarana untuk menginterpretasikan lingkungan, mengklasifikasikan atau mengkonseptualisasikan pengalamannya. Dengan bahasa kita dapat belajar mengenali lingkungan pada saat ini, maupun pada masa yang akan datang. Dengan demikian, bahasa terus berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia. Universitas Sumatera Utara Perkembangan bahasa Batak Toba juga dipengaruhi besarnya jumlah penutur bahasa Batak Toba. Penutur bahasa ini diperkirakan sekitar lima juta orang Biro Pusat Statistik Kabupaten Toba Samosir, 2006. Namun, perlu dipertegas bahwa penutur bahasa Batak Toba adalah semua masyarakat suku Batak Toba dan masyarakat suku lain yang tinggal di Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Samosir ataupun yang tinggal di daerah lain. Bahasa Batak Toba digunakan sebagai alat komunikasi oleh masyarakat penuturnya yang tersebar di empat kabupaten yaitu; Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir yang berpusat di Balige, Kabupaten Daerah Tingkat II Samosir yang berpusat di Pangururan, Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara yang berpusat di Tarutung, dan Kabupaten Daerah Tingkat II Humbang Hasundutan yang berpusat di Dolok Sanggul yang berada di bagian tengah wilayah Provinsi Sumatera Utara, yakni di punggung Bukit Barisan yang terletak antara 1 20’-2 4’ Lintang Utara dan 98 10’-90 35’ Bujur Timur Biro Pusat Statistik Kabupaten Toba Samosir, 2006. Kemudian masyarakat yang ada pada keempat kabupaten tersebut menyebar ke daerah-daerah di seluruh Indonesia, khususnya di daerah Medan, Provinsi Sumatera Utara. Bahasa ini menjadi salah satu ragam dan kekayaan budaya di Indonesia. Keempat kabupaten yang didiami oleh masyarakat Batak Toba ini berbatasan dengan tujuh Kabupaten Daerah Tingkat II di Provinsi Sumatera Utara dan satu Kabupaten Daerah Tingkat II di Provinsi D.I Aceh. Di sebelah Utara, Kabupaten Daerah Tingkat II berbatasan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, Kabupaten Universitas Sumatera Utara Daerah Tingkat II Karo, Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun; di sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Asahan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Labuhan Batu; di sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Selatan; dan di sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Selatan Biro Pusat Statistik Kabupaten Toba Samosir, 2006. Berdasarkan uraian tentang masyarakat penutur bahasa Batak Toba di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan penduduk, perluasan lingkungan pemukiman, dan pengaruh bahasa lain sangat mempengaruhi perkembangan bahasa Batak Toba. Hal ini menjadi salah satu hal yang penting diteliti terutama mengenai perkembangan bahasa Batak Toba dari segi struktur kalimat. Namun, pada kesempatan ini diberikan perhatian khusus terhadap stuktur frasa verbal dan fungsinya pada bahasa Batak Toba. Dalam bahasa Batak Toba dikenal adanya satuan linguistik yang disebut morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Pelbagai satuan linguistik itu dibicarakan dalam ilmu yang berbeda. Morfem dan kata, misalnya dibahas dalam morfologi, sedangkan frasa, klausa, dan kalimat merupakan objek kajian sintaksis. Ramlan 1995: 22 dalam bukunya Ilmu Bahasa Indonesia ‘Sintaksis’ telah dijelaskan hubungan satuan linguistik tersebut. Dikatakannya bahwa satuan kalimat terdiri atas unsur-unsur yang berupa klausa; satuan klausa terdiri atas unsur-unsur yang berupa frasa; dan satuan frasa terdiri atas unsur-unsur yang berupa kata. Keterkaitan hubungan satuan linguistik itu tampak dalam contoh berikut ini. Kalimat Anggi ni omak ni ibana naeng diwisuda sadari on ‘adik ibu dia akan Universitas Sumatera Utara diwisuda hari ini’ terdiri dari satu klausa, yaitu anggi ni omak ni ibana naeng diwisuda sadari on. Dikatakan demikian karena telah terpenuhinya syarat sebuah kluasa, yakni adanya subjek S: Anggi ni omak ni ibana ‘adik ibu dia’, dan predikat P: naeng diwisuda ‘akan diwisuda’. Selanjutnya, klausa itu terdiri atas tiga frasa, yaitu Anggi ni omak ni ibana karena berfungsi sebagai subjek S; naeng diwisuda karena berfungsi sebagai predikat P; dan sadari on karena berfungsi sebagai keterangan KET. Di sini terlihat bahwa frasanya ada yang terdiri atas lima kata Anggi ni omak ni ibana dan ada pula yang dua kata naeng diwisuda; sadari on. Pertanyaan yang mungkin segera muncul adalah bagaimanakah cara menentukan frasa dalam bahasa Batak Toba. Frasa dapat ditentukan apabila masing- masing unsur yang berupa kata tidak melampaui batas fungsi unsur klausa Ramlan, 1995: 151 atau dalam istilah lain bersifat nonpredikatif Kridalaksana, 1986: 81. Dengan kata lain, penentuan frasa dalam bahasa Batak Toba adalah jika kata-kata yang terdapat dalam konstruksi kalimat telah menduduki satu fungsi gramatikal, baik itu S, P, O, PEL, dan KET. Maka, Anggi ni omak ni ibana ‘adik ibu dia’ digolongkan sebuah frasa karena menduduki satu fungsi S; naeng diwisuda ‘akan diwisuda’ sebuah frasa karena menduduki satu fungsi P; dan sadari on ‘hari ini’ satu frasa karena menduduki satu fungsi KET. Silaban 1987 dalam skripsinya Frasa Bahasa Batak Toba mengemukakan bahwa frasa bahasa Batak Toba terdiri atas, frasa endosentrik dan frasa eksosentrik. Yang dimaksud dengan frasa endosentrik adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi dan dapat berdistribusi dengan salah satu atau semua unsurnya misalnya, frasa jonok Universitas Sumatera Utara hian ‘dekat sekali’. Frasa endosentrik dibedakan atas frasa endosentrik koordinatif, frasa endosentrik atributif, dan frasa endosentrik apositif. Frasa eksosentrik adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih yang salah satu unsurnya tidak dapat berdistribusi dengan unsur lainnya Silaban, 1987: 43. Frasa eksosentrik dibaginya atas tiga bagian berdasarkan posisi penghubung yang mungkin terdapat di dalamnya yaitu frasa preposisi yaitu frasa yang intinya kata depan penunjuk tempat misalnya, frasa di jabu ‘di rumah’, frasa pasposisi yaitu frasa yang intinya kata depan penunjuk asal misalnya, frasa sian porlak ‘dari ladang’, dan frasa perposposisi yaitu frasa yang intinya kata depan yang mengapit suatu kata misalnya, frasa sian hau i ‘dari pohon itu’. Seperti halnya Silaban 1987, Sibarani 1997 dalam bukunya Sintaksis Bahasa Batak Toba juga membedakan frasa bahasa Batak Toba menjadi dua bagian, yaitu frasa endosentrik dan frasa eksosentrik. Frasa endosentrik adalah frasa yang salah satu unsurnya dapat mewakili keseluruhan frasa itu untuk menduduki fungsi sintaksis yang sama Sibarani, 1997: 24. Frasa endosentrik dibedakan atas frasa modifikatif misalnya, frasa ndang modom ‘tidak tidur’ dan frasa beraneka hulu misalnya, frasa hehe jala jongjong ‘bangun dan berdiri’. Frasa modifikatif terdiri atas frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektival, dan frasa adverbial, sedangkan beraneka hulu dibedakan atas frasa koordinatif dan frasa apositif Sibarani, 1997: 16. Sementara itu, frasa eksosentrik adalah frasa yang tidak ada satu pun unsurnya dapat mewakili keseluruhan frasa itu untuk menduduki fungsi sintaksis yang sama Sibarani, 1997: 16. Misalnya, frasa tu ginjang ‘ke atas’ frasa preposisi-lokatif. Universitas Sumatera Utara Frasa eksosentrik terbagi atas frasa preposisi-instrumental, frasa preposisi-agentif, frasa preposisi-komparatif, frasa preposisi-perihal, dan frasa preposisi-kausal. Sinaga 2002 dalam bukunya Tata Bahasa Batak Toba juga menyinggung frasa bahasa Batak Toba terbatas pada pembahasan adjektiva serta penggunaannya dalam berbahasa. Namun, dia menjelaskan unsur-unsur pembentuk kata sifat yang juga merupakan unsur atributif yang membentuk frasa. Alwi, dkk. 2000: 157 dalam bukunya Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia membedakan frasa verbal menjadi dua yaitu frasa verbal endosentrik atributif dan frasa verbal endosentrik koordinatif. Frasa verbal yang endosentrik atributif terdiri atas inti verba dan pewatas modifier yang ditempatkan di muka atau di belakang verba inti. Yang di muka dinamakan pewatas depan dan yang di belakang dinamakan pewatas belakang misalnya, ‘harus menjunjung’. Frasa verbal endosentrik koordinatif sangatlah sederhana, yakni dua verba yang dihubungkan dengan memakai kata penghubung ‘dan’ atau ‘atau’, sebagai verba dapat didahului atau diikuti oleh pewatas depan atau belakang misalnya, ‘tertawa atau marah’. Sedangkan, dari segi fungsinya dalam kalimat, frasa verbal dapat menduduki fungsi predikat, subjek, objek, pelengkap, dan keterangan. Mariani 1995 dalam skripsinya Analisis Frasa Verbal dalam Tabloid Nova menyimpulkan bahwa unsur-unsur yang membentuk frasa verbal adalah 1 verba + verba, 2 verba + adjektiva, 3 verba + nomina, 4 verba + adverbia, 5 verba + frasa preposisional, 6 adverbia + verba, 7 verba + nomina + adjektiva, 8 adverbia + numeralia + nomina, 9 adverbia + verba + adverbia, 10 adverbia + verba + verba, 11 adverbia + verba + nomina, 12 adverbia + verba + adjektiva, 13 Universitas Sumatera Utara adverbia + adverbia + verba, 14 adverbia + frasa koordinatif, 15 adverbia + adjektiva + verba, 16 adverbia + adverbia + verba + adverbia, 17 adverbia + adverbia + verba + verba, 18 adverbia + adverbia + adverbia + verba, 19 adverbia + verba + adverbia + verba, dan 20 verba + adverbia + adverbia + verba. Selanjutnya, dari tiga tipe frasa endosentrik, yaitu koordinatif, atributif, dan apositif, tidak ditemukan dalam data majalah Nova tersebut frasa endosentrik apositif. Dari hasil kajian di atas terlihat bahwa 1 frasa dipahami sekurang-kurangnya terdiri atas dua anggota pembentuk, 2 klasifikasi frasa verba berdasarkan pada keberadaan intinya, 3 struktur frasa merupakan proyeksi dari inti dan frasa tanpa memperhatikan adanya kategori lain di antara keduanya, 4 dari segi fungsinya dalam kalimat, frasa verbal dapat menduduki fungsi predikat, subjek, objek, pelengkap, keterangan, dan 5 frasa verbal dapat didahului atau diikuti kelas kata yang lain. Kajian sintaksis terhadap bahasa Batak Toba, terutama menyangkut stuktur frasa dan klausa bahkan kalimat masih sedikit. Jika dibandingkan dengan kajian fonologi dan morfologi, kajian sintaksis masih menempati urutan terendah Sibarani, 1997: 11. Menurut Nababan dan Percival dalam Sibarani 1997: 11-13, pembicaraan frasa dan klausa yang mereka lakukan terasa kurang menyentuh sisi dasar frasa dan klausa bahasa Batak Toba. Misalnya, pembicaraan nominalisasi adjektiva untuk membentuk frasa nominal yang dibentuk dengan menggunakan preposisi ni seperti dalam uli ni basa ‘kebaikan’ dan burju ni roha ‘kebaikan hati’ tidak mereka singgung. Universitas Sumatera Utara Akan tetapi, penelitian yang mereka lakukan telah banyak memberikan bantuan dalam penelitian lanjutan tentang kajian tata bahasa Batak Toba, khususnya terhadap kajian sintaksis. Namun, hingga saat ini kajian sintaksis yang lebih mendalam belum banyak dilakukan, terutama kajian frasa baik frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektival, dan frasa lainnya. Di antara frasa-frasa tersebut penelitian tentang frasa verbal dirasakan masih kurang mendalam, hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti frasa verbal dan fungsinya dalam kalimat bahasa Batak Toba. Untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini penulis mengambil dua buku sebagai penuntun utama, yakni Ilmu Bahasa Indonesia ‘Sintaksis’ Ramlan, 1995 dan Alwi, dkk. 2000 dalam bukunya Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Ramlan 1995 untuk menganalisis masalah yang pertama yaitu struktur frasa verbal dalam bahasa Batak Toba dan buku Alwi, dkk. 2000 untuk menganalisis masalah yang kedua yaitu kedudukan frasa verbal dilihat dari segi fungsinya dalam kalimat bahasa Batak Toba. Buku ini penulis pilih karena dari semua buku yang membahas tentang frasa verbal kedua buku ini membahas masalah yang berhubungan dengan masalah penelitian ini.

1.1.2 Masalah

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa masalah yang ingin dikemukakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah struktur frasa verbal dalam bahasa Batak Toba? 2. Bagaimanakah kedudukan frasa verbal dilihat dari segi fungsinya dalam kalimat bahasa Batak Toba? Universitas Sumatera Utara 1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian