Pengaruh Kompensasi Eksekutif dan Manajemen Laba Terhadap Risiko Kebangkrutan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(1)

SKRIPSI

PENGARUH KOMPENSASI EKSEKUTIF DAN MANAJEMEN LABA TERHADAP RISIKO KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN

MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

OLEH

DANIEL BUTAR BUTAR 080503124

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Kompensasi Eksekutif dan Manajemen Laba Terhadap Risiko Kebangkrutan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi Program Reguler S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar adanya. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, April 2012 Yang membuat pernyataan,

Daniel Butar butar NIM : 080503124


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan rahmatNya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kompensasi Eksekutif dan Manajemen Laba Terhadap Risiko Kebangkrutan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Penulisan Skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan. Selama penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan terutama :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara,

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak selaku Ketua Departemen S1 Akuntansi dan Bapak Drs. Hotmal Jafar, MM, Ak selaku Sekretaris Departemen S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Ibu Dra. Hj. Nurzaimah, MM, Ak selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah banyak memberikan nasihat dan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Orang tua penulis, Ayahanda Alm. J. Butar butar dan Ibunda R. Siagian serta Abang, Kakak dan Adik penulis yang telah memberikan doa dan dukungan yang tulus baik moril maupun materil selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Semoga Tuhan menyertai kita semua. Amin.

Medan, April 2012 Penulis,

Daniel Butar butar NIM: 080503124


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris dari pengaruh kompensasi eksekutif dan manajemen laba terhada risiko kebangkrutan pada perusahaan manufakur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia antara tahun 2008 hingga tahun 2010.

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling dan diperoleh 68 perusahaan yang akan menjadi objek penelitian. Data yang digunakan adalah laporan keuangan yang dipublikasikan melalui website www.idx.co.id. Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan regresi berganda dan model yang digunakan telah melalui uji asumsi klasik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompensasi eksekutif dan manajemen laba bepengaruh negatif signifikan terhadap risiko kebangkrutan baik secara parsial maupun simultan.


(6)

ABSTRACT

The purpose of this research is to examine the impact of executive compensation and earning management toward bankruptcy risk in manufacture companies that listed on Indonesia Stocks Exchange.

Sampling method that used is purposive sampling and the result is 68 firms as sample. This research is done for 2008-2010 period. Data that used in this research is financial statements from each company, published through website www.idx.co.id. The data which have already collected are processed with multiple regressions analysis and the model has been tested in classic assumptions test before hypothesis test. Software SPSS version 17 for windows is used to test in this research.

The result of this research shows that independent variables, executive compensation and earning management partially and simultaneously have a significantly negative influence of dependent variable, bankruptcy risk.


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN i

KATA PENGANTAR ii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah 1

1.2.Perumusan Masalah 6

1.3.Tujuan Penelitian 6

1.4.Manfaat Penelitian 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Landasan Teori 8

2.1.1. Teori Keagenan 8

2.1.2. Kebangkrutan 12

2.1.2.1. Pengertian Kebangkrutan 12 2.1.2.2. Faktor-faktor Penyebab Kebangkrutan 13

2.1.2.3. Risiko Kebangkrutan 15

2.1.3. Manajemen Laba 17

2.1.3.1. Definisi Manajemen Laba 17 2.1.3.2. Faktor-faktor yang Memotivasi Manajemen Laba 19 2.1.3.3. Metode Deteksi Manajemen Laba 22

2.1.4. Kompensasi Eksekutif 23

2.2.Tinjauan Penelitian Terdahulu 27

2.3.Kerangka Konseptual 32

2.4.Hipotesis Penelitian 33

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian 34

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian 34


(8)

3.3.1. Variabel independen 35

3.3.2. Variabel dependen 38

3.3.3. Variabel kontrol 38

3.4.Populasi dan Sampel Penelitian 40

3.5.Jenis dan Sumber Data 42

3.6.Metode Pengumpulan Data 42

3.7.Teknik Analisis 43

3.7.1. Pengujian Data 43

3.7.2. Pengujian Hipotesis 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.Gambaran Umum Objek Penelitian 50

4.2.Statistik Deskriptif Variabel Penelitian 52

4.3.Uji Asumsi Klasik 54

4.3.1. Uji Normalitas 54

4.3.2. Uji Multikolinearitas 56

4.3.3. Uji Heteroskedastisitas 57

4.3.4. Uji Autokorelasi 59

4.4.Pengujian Hipotesis dan Pembahasan 60 4.4.1. Pengujian Goodness of Fit 60 4.4.1.1. Koefisien Determinasi (R2) 60 4.4.1.2. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) 61 4.4.1.3. Uji Singnifikansi Simultan (Uji F) 62

4.4.2. Pengujian Hipotesis 63

4.4.3. Pembahasan 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan 70

5.2.Keterbatasan Penelitian 73

5.3.Saran 74

DAFTAR PUSTAKA 75


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu 28 Tabel 2.2 Review Penelitian Terdahulu 31

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian 34

Tabel 3.2 Indikator, Skala Pengukuran, Sumber Data

dan Instrumen Variabel Penelitian 40 Tabel 3.3 Proses Pengumpulan Sampel Penelitian 41 Tabel 4.1 Deskripsi Pemilihan Sampel Penelitian 50 Tabel 4.2 Deskripsi Jenis Sub Industri Sampel Penelitian 51 Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Sebelum Transformasi 52

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Setelah Transformasi 52

Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Variabel Risiko Kebangkrutan Berdasarkan Kriteria Altman Z-Score 53 Tabel 4.6 Uji Normalitas Sebelum Transformasi 54 Tabel 4.7 Uji Normalitas Setelah Transformasi 55 Tabel 4.8 Uji Multikolinearitas Setelah Transformasi 57 Tabel 4.9 Uji Heteroskedastisitas Setelah Transformasi 58 Tabel 4.10 Uji Durbin Watson Setelah Transformasi 59 Tabel 4.11 Koefisien Determinasi (R2) 61 Tabel 4.12 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) 61 Tabel 4.13 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) 63 Tabel 4.14 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis 68


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1 Deskripsi Nama Perusahaan Sampel 79

Lampiran 2 Uji Asumsi Klasik 81

Lampiran 3 Hasil penelitian 87

Lampiran 4 Data Variabel Penelitian Sebelum Transformasi 89 Lampiran 5 Data Variabel Penelitian Setelah Transformasi 92 Lampiran 6 Data Perhitungan Nilai Altman Z-Score 95 Lampiran 7 Data Perhitungan Nilai Discretionary Accrual 98


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris dari pengaruh kompensasi eksekutif dan manajemen laba terhada risiko kebangkrutan pada perusahaan manufakur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia antara tahun 2008 hingga tahun 2010.

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling dan diperoleh 68 perusahaan yang akan menjadi objek penelitian. Data yang digunakan adalah laporan keuangan yang dipublikasikan melalui website www.idx.co.id. Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan regresi berganda dan model yang digunakan telah melalui uji asumsi klasik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompensasi eksekutif dan manajemen laba bepengaruh negatif signifikan terhadap risiko kebangkrutan baik secara parsial maupun simultan.


(13)

ABSTRACT

The purpose of this research is to examine the impact of executive compensation and earning management toward bankruptcy risk in manufacture companies that listed on Indonesia Stocks Exchange.

Sampling method that used is purposive sampling and the result is 68 firms as sample. This research is done for 2008-2010 period. Data that used in this research is financial statements from each company, published through website www.idx.co.id. The data which have already collected are processed with multiple regressions analysis and the model has been tested in classic assumptions test before hypothesis test. Software SPSS version 17 for windows is used to test in this research.

The result of this research shows that independent variables, executive compensation and earning management partially and simultaneously have a significantly negative influence of dependent variable, bankruptcy risk.


(14)

BAB I PENDAHALUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara small open economy sehingga imbas dari krisis finansial global sangat mempengaruhi kondisi perekonomian dalam negeri. Salah satu dampak dari krisis finansial global adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008. Hal ini tampak dari menurunnya kinerja neraca pembayaran, dimana dikarenakan krisis global permintaan terhadap barang ekspor Indonesia mengalami penurunan. Situasi seperti ini tentunya akan sangat berpengaruh buruk terhadap kinerja perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Kesulitan ekonomi bagi sebagian besar perusahaan hampir pasti meningkatkan risiko kegagalan dalam bisnis. Menurut Fakhrurozie (2007:16) kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan.

Investor selaku pemilik modal tentunya mempunyai pilihan apakah akan tetap mempertahankan investasinya pada perusahaan tertentu atau mengalihkannya ke bentuk investasi lain yang memiliki tingkat risiko yang lebih rendah ataupun ke perusahaan lain yang mereka nilai akan memberikan tingkat pengembalian investasi yang lebih baik bahkan dalam kondisi ekonomi yang buruk. Keadaan seperti ini cenderung mendorong


(15)

pihak pengelola perusahaan untuk memanfaatkan asimetri informasi melalui tindakan manajemen laba.

Copeland (1968:10) mendefinisikan manajemen laba sebagai, “some ability to increase or decrease reported net income at will”. Ini berarti bahwa manajemen laba mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan, atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajemen. Hal ini dilakukan tentunya dengan maksud agar investor tidak menarik modalnya sehingga perusahaan dapat terus beroperasi. Namun, dalam beberapa situasi, informasi yang cenderung tampak baik juga akan meningkatkan kehati-hatian investor dalam berinvestasi. Penelitian terbaru yang menganalisis reaksi investor terhadap manajemen laba dilakukan oleh Gavious (2007). Gavious meneliti kemampuan investor dalam mendeteksi manajemen laba pada saat pengumuman laporan keuangan dan masa setelah pengumuman dengan dihubungkan pada informasi yang didapat oleh investor dari para analis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa setelah 30 hari dari pengumuman laporan keuangan dengan berbagai informasi yang dikeluarkan oleh analis, investor mulai menyadari adanya manajemen laba pada laporan keuangan. Informasi seperti ini akan menyebabkan investor lebih berhati-hati dalam berinvestasi sehingga perusahaan akan sulit memperoleh modal. Pada akhirnya kinerja perusahaan akan memburuk dan risiko kegagalan bisnisnya akan meningkat. Penelitian lain yang menganalisis reaksi investor terhadap praktik manajemen laba dilakukan oleh Wahyuningsih (2007). Dalam


(16)

tesisnya dijelaskan bahwa pasar akan bereaksi negatif terhadap praktik manajemen laba – income increasing discretionary accrual.

Tindakan manajemen laba telah memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, antara lain Enron, Merck, World Com dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat, Cornett et.al (2006). Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi, Boediono (2005). Fenomena ini menunjukkan bahwa terjadinya skandal keuangan merupakan kegagalan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi para pengguna laporan.

Nelson et al. (2000) meneliti praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen di Amerika Serikat dan mengidentifikasi penyebab auditor membiarkan manajemen laba tanpa dikoreksi. Dengan memakai data 526 kasus manajemen laba yang diperoleh dengan cara survey pada kantor akuntan publik yang tergolong the big five disimpulkan bahwa: (1) 60% dari sampel melakukan usaha manajemen laba yang berdampak pada meningkatnya laba tahun berjalan, sisanya 40% berdampak pada penurunan laba, (2) manajemen laba yang paling banyak dilakukan adalah yang berkaitan dengan cadangan (reserve), kemudian berdasarkan urutan frekuensi kejadian adalah : pengakuan pendapatan, penggabungan badan usaha, aktiva tidak berwujud, aktiva tetap, investasi, sewa guna usaha.


(17)

Tindakan manajemen laba tidak hanya dilakukan oleh manajemen untuk menarik investor tetapi juga untuk memaksimalkan keuntungan pribadi melalui kompensasi yang diterimanya. Para eksekutif perusahaan umumnya dibayar berdasarkan kinerja mereka, sehingga menciptakan informasi yang menunjukan kinerja perusahaan yang baik menjadi suatu hal yang sering dilakukan. Program opsi saham, seperti yang banyak dilakukan di perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat tentunya merupakan suatu pendorong bagi eksekutif perusahaan untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan perusahaan dan tidak jarang dilakukan dengan menyampaikan informasi yang tidak benar pada pengguna laporan keuangan.

Di sisi lain, perencanaan kompensasi yang baik juga dapat meningkatkan kinerja eksekutif. Hal ini dikarenakan, melalui rencana kompensasi yang baik dan jelas, para eksekutif perusahaan akan mendapat jaminan akan kesinambungan nilai arus kas yang akan diterimanya. Sehingga rencana kompensasi yang baik akan meningkatkan kinerja perusahaan dan menurunkan risiko kebangkrutannya.

Kompensasi eksekutif merupakan topik yang banyak menjadi perhatian dalam perdebatan dan penelitian sejak tahun 1990an di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris. Perdebatan tentang kompensasi eksekutif menjadi topik utama dalam kehidupan bisnis di media masa seperti surat kabar dan majalah, Otten (2008). Sebagian besar perdebatan tersebut berfokus pada semakin tingginya kompensasi yang diterima eksekutif tetapi kurang terkait dengan kinerja perusahaan.


(18)

Perdebatan tersebut muncul karena semakin meningkatnya upaya untuk menerapkan corporate governance pada perusahaan-perusahaan go public di negara-negara maju melalui transparansi alasan penentuan kompensasi eksekutif, Hijati dan Bhatti ( 2007). Alasan lain karena adanya opsi saham memungkinkan seorang eksekutif sebuah perusahaan mendapat insentif yang sangat besar dan hal ini menimbulkan anggapan bahwa para eksekutif dibayar melebihi kinerjanya.

Di Indonesia, sepengetahuan penulis, penelitian tentang pengaruh kompensasi eksekutif masih jarang dilakukan, penelitian-penelitian sebelumnya juga lebih menekankan pada faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi eksekutif, seperti misalnya penelitian yang dilakukan oleh Vidyatmoko, (2010). Hal ini dikarenakan sulitnya memperoleh informasi yang lengkap terkait kompensasi eksekutif pada perusahaan publik di Indonesia. Tidak seperti di Amerika Serikat, dimana keterbukaan informasi terkait berapa gaji yang dibayarkan pada seorang CEO dapat mudah diketahui, di Indonesia informasi seperti ini masih dianggap kurang pantas diungkapkan. Sebagian besar perusahaan publik di Indonesia hanya mencantumkan total remunerasi yang diberikan pada dewan komisaris dan dewan direksi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Bisnis Indonesia (2006) menunjukkan bahwa hanya 33 perusahaan dari 181 sampel perusahaan publik yang secara spesifik mengumumkan kepada publik tentang kompensasi eksekutif direksi dan komisaris. Dari 33 perusahaan tersebut


(19)

ternyata hanya sembilan yang mencantumkan gaji direksi dengan empat di antaranya mencantumkan dengan detail berapa seorang direktur utama, wakil direktur utama, direktur, komisaris utama, komisaris, dan sekretaris komisaris dibayar. Sisanya, kebanyakan hanya memberi patokan kompensasi komisaris, dan melimpahkan wewenang pada komisaris dala m menentukan kompensasi direksi, Vidyatmoko (2010).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian mengenai latar belakang penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mencoba untuk merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: “Apakah terdapat pengaruh kompensasi eksekutif dan manajemen laba terhadap risiko kebangkrutan, baik secara parsial maupun simultan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?”

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kompensasi eksekutif dan manajemen laba terhadap risiko kebangkrutan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.


(20)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat yaitu: a. Bagi Penulis

Sebagai penambah ilmu dan pengetahuan serta wawasan tentang pengaruh kompensasi eksekutif dan manajemen laba terhadap risiko kebangkrutan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

b. Bagi Pihak Lain

Sebagai informasi tambahan dan bahan rujukan bagi yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kompensasi eksekutif, manajemen laba dan risiko kebangkrutan pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teoritis

2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance. Teori keagenan menyangkut hubungan kontraktual antara anggota-anggota di perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa hubungan agensi terjadi ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan. Yang disebut principal adalah pemegang saham atau investor dan yang dimaksud agent adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan fungsi antara kepemilikan di pihak investor dan pengendalian di pihak manajemen.

Menurut Eisenhardt dalam Bayu (2010) teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut, manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya, Haris (2004). Pihak agent termotivasi untuk


(22)

memaksimalkan fee kontraktual yang diterima sebagai sarana dalam pemenuhan kebutuhan ekonomis dan psikologisnya. Sebaliknya, pihak principal termotivasi untuk mengadakan kontrak atau memaksimalkan returns dari sumber daya untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Konflik kepentingan ini terus meningkat karena pihak principal tidak dapat memonitor aktivitas agent sehari-hari untuk memastikan bahwa

agent bekerja sesuai dengan keinginan para pemegang saham. Sebaliknya, agent sendiri memiliki lebih banyak informasi penting mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang memicu timbulnya ketidakseimbangan informasi antara principal dan agent. Kondisi ini dinamakan dengan asimetri informasi.

Hak pengendalian yang dimiliki oleh manajer memungkinkan untuk diselewengkan dan dapat menimbulkan masalah keagenan yang dapat diartikan dengan sulitnya investor memperoleh keyakinan bahwa dana yang mereka investasikan dikelola dengan semestinya oleh manajer. Manajer memiliki kewenangan untuk mengelola perusahaan dan dengan demikian manajer memiliki hak dalam mengelola dana investor, Ujiantho (2007). Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang


(23)

berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada

pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan

informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan

tersebut penting bagi pengguna eksternal terutama karena kelompok ini

berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya, Ali (2002).

Adanya pemisahan antara pemilik perusahaan (principal) dan pengelolaan oleh manajemen (agent) cenderung menimbulkan konflik keagenan di antara prinsipal dan agen. Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan keinginan prinsipal, sehingga menimbulkan biaya keagenan (agency cost), Ujiyantho dan Pramuka (2007). Agency cost merupakan biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk biaya pengawasan terhadap agen, pengeluaran yang mengikat oleh agen, dan adanya residual loss, Jensen dan Meckling (1976). Adanya penyimpangan antara keputusan yang diambil agen dan keputusan yang akan meningkatkan kesejahteraan prinsipal akan menimbulkan kerugian atau pengurangan kesejahteraan prinsipal, nilai uang yang timbul dari adanya penyimpangan tersebut disebut

residual loss, Jensen dan Meckling (1976).

Adanya asimetri informasi dapat mendorong agen untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui prinsipal untuk memaksimalkan keuntungan bagi agen. Agen dapat termotivasi untuk melaporkan informasi yang tidak sebenarnya


(24)

kepada prinsipal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agen, Ujiantho (2007).

Ali dalam Bayu (2010) mengatakan bahwa manajer yang telah diberi wewenang untuk mengelola perusahaan bertanggung jawab untuk memaksimalkan keuntungan prinsipal dan melaporkan tanggung jawabnya melalui media laporan keuangan. Atas kinerja manajer tersebut, kompensasi manajemen diberikan sesuai dengan kontrak yang yang telah disepakati. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki.

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik di antara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dibuat manajemen, prinsipal dapat menilai kinerja manajemen untuk melaporkan laba sesuai kepentingan pribadinya. Jika hal ini terjadi maka akan mengakibatkan rendahnya kualitas laba.

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) memberikan kelonggaran (flexibility principles) dalam memilih metode akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan. Dengan kelonggaran ini, perusahaan dapat menghasilkan nilai laba yang berbeda melalui pemilihan metode akuntansi yang berbeda. Praktik seperti ini dapat memberikan dampak terhadap kualitas laba yang


(25)

dilaporkan, Boediono (2005). Salah satu mekanisme yang diharapkan dapat mengontrol konflik keagenan adalah dengan menerapkan monitoring melalui tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan.

2.1.2. Kebangkrutan

2.1.2.1. Pengertian Kebangkrutan

Kebangkrutan (Bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba, Supardi dan Mastuti (2003:79). Sedangkan menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, kebangkrutan adalah keadaan dimana suatu institusi dinyatakan oleh keputusan pengadilan bila debitur memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti, Martin et.al (1995 : 376):

1. Kegagalan ekonomi (economic failure)

Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan


(26)

perusahaan tidak menutup biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.

2. Kegagalan keuangan (financial failure)

Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk : a. Insolvensi teknis (technical insolvency)

Perusahaan dapat dianggap gagal jika perusahaan, tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Walaupun total aktiva melebihi total utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap utang lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang disyaratkan. Insolvensi teknis juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran bunga pembayaran kembali pokok pada tangga tertentu. b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan

Dalam pengertian ini kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.

2.1.2.2. Faktor-faktor penyebab kebangkrutan

Darsono dan Ashari (2005), menyatakan secara garis besar penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor-faktor internal yang dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan yaitu :


(27)

1. Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan dan keahlian manajemen.

2. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutang-hutang yang dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa menyebabkan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan merugikan karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak menghasilkan pendapatan.

3. Moral hazard oleh manajemen. Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan bisa mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang pada akhirnya membangkrutkan perusahaan. Kecurangan dapat berupa manajemen yang korup atau memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau investor.

Sedangkan, faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan adalah sebagai berikut : 1. Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak

diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari atau berpindah sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan.

2. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi.

3. Faktor debitor juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitor tidak melakukan kecurangan. Terlalu banyak piutang yang diberikan kepada debitor dengan jangka waktu pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan.


(28)

4. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin ketatnya persaingan menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki produk yang dihasilkan, memberikan nilai tambah yang lebih baik lagi kepada pelanggan. 5. Kondisi perekonomian secara global juga harus

selalu diantisipasi oleh perusahaan. Kasus perkembangan pesat ekonomi Cina yang mengakibatkan tersedotnya kebutuhan bahan baku ke Cina dan kemampuan Cina memproduksi barang dengan harga yang murah adalah contoh kasus perekonomian global yang harus diantisipasi oleh perusahaan.

2.1.2.3. Risiko Kebangkrutan

Menurut Rifqi (2009:3) ada beberapa model yang dapat digunakan untuk memprediksi financial distress. Model tersebut antara lain dikemukakan oleh Beaver (1966), Altman (1968), Springate (1978), Ohlson (1980), dan Zmijewski (1983).

Model Altman merupakan salah satu yang paling popular dan telah banyak digunakan dalam penelitian tentang risiko kebangkrutan pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Menurut Altman (1968) dalam Altman (1982:99-125), Altman Z-score adalah suatu alat yang digunakan untuk meramalkan tingkat kebangkrutan suatu perusahaan dengan menghitung nilai dari beberapa rasio lalu kemudian dimasukan dalam suatu persamaan


(29)

diskriminan, maka berdasarkan analisis ini apabila nilai Z dari perusahaan yang diteliti lebih kecil dari 1,81 maka dikatakan berisiko tinggi terhadap kebangkrutan, bila nilai Z berada diantara 1,81 sampai dengan 2,99 dikatakan berpeluang besar untuk bangkrut, bila di atas nilai 2,99 atau Z > 2,99 aman dari risiko kebangkrutan. Untuk menghitung nilai Z, terlebih dahulu harus dihitung lima jenis rasio keuangan, yaitu:

1. Modal Kerja / Total Aktiva

Rasio ini mengukur likuiditas dengan membandingkan aktiva lancar bersih dengan total aktiva. Aktiva lancar bersih atau modal kerja didefinisikan sebagai total aktiva lancar dikurangi total kewajiban lancar. Umumnya, bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat daripada total aktiva menyebabkan rasio ini turun.

2. Laba Ditahan / Total Aktiva

Rasio ini mengukur kemampulabaan kumulatif dari perusahaan. Pada beberapa tingkat, rasio ini juga mencerminkan umur perusahaan, karena semakin muda perusahaan, semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba kumulatif. Bila perusahaan mulai merugi, tentu saja nilai dari total laba ditahan mulai turun.

3. EBIT / Total Aktiva

Rasio ini mengukur kemampulabaan yaitu tingkat pengembalian dari aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum pajak (EBIT) tahunan perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada bunga pinjaman.


(30)

4. Modal Sendiri / Total Utang

Rasio ini merupakan kebalikan dari rasio hutang per modal sendiri. Nilai modal sendiri yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah saham perusahaan dikalikan dengan harga pasar per lembar sahamnya. Pada umumnya perusahaan - perusahaan yang gagal, mengakumulasikan lebih banyak hutang dibandingkan modal sendiri.

5. Penjualan / Total Aktiva

Rasio perputaran modal adalah standar rasio keuangan yang menggambarkan kemampuan peningkatan penjualan dari aktiva perusahaan yang merupakan suatu ukuran dari kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi yang kompetitif.

2.1.3. Manajemen Laba

2.1.3.1. Definisi Manajemen Laba

Scott (1997) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut “Given that managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP), it is natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility and/or the market value of the firm”.

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada yang secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Scott (1997) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk


(31)

memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political costs

(Opportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari prespektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.

Fischer dan Rosenzweig (1995) mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan seorang manajer dengan menyajikan laporan yang menaikan (menurunkan) laba periode berjalan dari unit usaha yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa menimbulkan kenaikan (penurunan) profitabilitas ekonomi unit tersebut dalam jangka panjang.

Sedangkan menurut Healy dan Wahlen (1999), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan.


(32)

Dari definisi-definisi tersebut, dapat dipahami bahwa manajemen laba dianggap sebagai tindakan

opportunistic dari manager. Hal ini mengisyaratkan bahwa manajemen laba erat kaitannya dengan motivasi-motivasi yang mendasari manajer dalam melakukan manajemen laba, sasaran-sasaran yang ingin dicapai manajer serta penggunaan judgment-judgment dalam laporan keuangan yang dapat merugikan dan menyesatkan stakeholders.

2.1.3.2. Faktor-faktor yang Memotivasi Terjadinya Manajemen Laba

Pada dasarnya manajer melakukan manajemen laba karena laba telah dijadikan sebagai target dalam proses penilaian prestasi kerja departemen (manajer) secara khusus dan perusahaan (organisasi) secara umum.

Scott (2000:302) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba:

1. Bonus Purposes

Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara opportunistik untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba (Healey, 1985).

2. Political Motivations

Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.


(33)

3. Taxation Motivation

Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.

4. Pergantian CEO

CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan berusaha memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.

Motivasi lain manajemen laba dilihat dari sudut pandang akuntansi adalah karena ada dua keterbatasan para pengguna dalam menginterpretasi pelaporan keuangan. Pertama, kriteria penyajian elemen pelaporan keuangan rentan terhadap kebijakan manajemen, yaitu pihak manajemen memiliki peluang dan kebebasan untuk menerapkan kebijakan manajemen yang berhubungan dengan pencatatan dan metode akuntansi yang akan digunakan untuk pelaporan keuangannya. Kedua, tidak ada observasi sempurna mengingat tidak semua kebijakan manajemen dapat diobservasi oleh para pengguna laporan keuangan. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya asimetri informasi antara investor dengan manajemen perusahaan yang berpeluang untuk melakukan manipulasi laba sehingga mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan ke publik.


(34)

Teknik dan Pola Manajemen Laba

Teknik manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi.

Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment

(perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi dan lain-lain.

2. Mengubah metode akuntansi.

Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi. Contoh : mengubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.

3. Menggeser periode biaya atau pendapatan.

Contohnya adalah mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai lagi.

Menurut scott (2000) pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara :

1. Taking a bath

Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar untuk meningkatkan laba di masa yang akan datang.

2. Income Minimization

Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.


(35)

3. Income Maximization

Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas

income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk bonus yang lebih besar. 4. Income Smoothing

Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

2.1.3.3. Metode Deteksi Manajemen Laba

Menurut McNichols (2000) ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk proksi manajemen laba yaitu: (1) pendekatan yang mendasarkan pada model agregat akrual, misalnya Healy (1985), model Jones dan modified Jones, (2) pendekatan yang mendasarkan pada model spesifik akrual, misal Beneish (1997) serta Beaver dan McNichols (1998), dan (3) pendekatan berdasarkan distribusi frekuensi, fokusnya adalah perilaku laba yang dikaitkan dengan spesifik benchmark dimana praktik manajemen laba dapat dilihat dari banyaknya frekuensi perusahan yang melaporkan laba di atas atau di bawah benchmark, misal Burgstahler dan Dichev (1997) serta Myers dan Skinner (1999).

Untuk mendeteksi ada tidaknya manajamen laba, maka pengukuran atas akrual adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Total akrual adalah selisih antara laba


(36)

dan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi. Total akrual dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: (1) bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan keuangan, disebut normal accruals atau

non discretionary accruals, dan (2) bagian akrual yang merupakan manipulasi data akuntansi yang disebut dengan

abnormal accruals atau discretionary accruals, Utami (2005).

2.1.4. Kompensasi Eksekutif

Kerangka teori dalam kompensasi eksekutif pada umumnya membahas dua pertanyaan umum yaitu pertama, bagaimana teori ekonomi menjelaskan kompensasi eksekutif dan kedua, apakah teori non ekonomi dapat memberikan penjelasan kompensasi eksekutif. Berkaitan dengan pertanyaan pertama, penelitian kompensasi eksekutif didasarkan atas teori keagenan, teori

human capital dan teori turnamen, Hallock dan Murphy (1999). Teori non ekonomi yang menjelaskan kompensasi eksekutif pada umumnya didasarkan atas teori perbandingan sosial, teori informasi dan teori kekuatan, Tosi dan Greckhamer (2004).

Otten (2008) melakukan ulasan terhadap 16 teori yang berkaitan dengan kompensasi eksekutif dan membagi teori-teori tersebut menjadi tiga pendekatan yaitu pendekatan nilai (value approach), pendekatan keagenan (agency approach) dan pendekatan


(37)

simbolik (symbolic approach). Menurut Otten (2008) pendekatan nilai untuk menjawab pertanyaan berapa banyak membayar (how much to pay) dan didasarkan atas mekanisme pasar dan kekuatan pasar. Teori yang mendukung pendekatan ini adalah marginal productivity theory, efficiency wage theory, human capital theory, opportunity cost theory dan superstar theory. Pendekatan keagenan untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara membayar (how to pay) dan berdasarkan atas pentingnya pengaturan tata kelola pada tingkat perusahaan. Pendukung pendekatan ini adalah complete contract theory, prospect theory, managerial theory, dan class hegemony theory. Pendekatan ini paling banyak digunakan dalam menjelaskan kompensasi eksekutif, Otten (2008). Pendekatan simbolik digunakan untuk menjawab pertanyaan kompensasi apa yang seharusnya diberikan (what pay ought to represent or reflect). Pendekatan ini memberikan tambahan pemahaman konsep kompensasi eksekutif sebagai suatu fenomena sosial. Teori yang termasuk dalam pendekatan ini adalah tournament theory, figurehead theory, stewardship theory, crowding-out theory, socially enacted proportionality theory, social comparison theory dan implicit/ psychological contract theory, Otten (2008).

Finkelstein dan Hambrick (1988) dan Gomez-Mejia dan Balkin (1992) membuat analisis penelitian tentang kompensasi eksekutif berdasarkan pendekatan teori keagenan dengan


(38)

mengajukan usulan kerangka pikir untuk mengkaji kompensasi eksekutif. Kerangka pikir tersebut berdasarkan determinan, dimensi dan dampak dari kompensasi eksekutif. Pendekatan Finkelstein dan Hambrick mengasumsikan bahwa kompensasi dipengaruhi oleh tiga determinan utama yaitu faktor pasar, sosial dan politik. Dimensi kompensasi terdiri dari bonus, benefit dan nilai kontingen kompensasi seperti opsi saham atau hak saham. Dampak kompensasi eksekutif dapat dijelaskan dalam bentuk perilaku CEO, pemegang saham dan akhirnya kinerja perusahaan. Kompensasi memberikan dampak terhadap motivasi, keputusan untuk bergabung/tetap bekerja CEO dan bahkan terhadap level dan arah usaha CEO dan akhirnya mempengaruhi kinerja perusahaan.

Lebih lanjut, Barkema dan Gomez-Mejia (1998) menyatakan secara teoritis bahwa determinan dari kompensasi eksekutif dapat dibagi menjadi tiga kategori umum yaitu kriteria (criteria), tata kelola (governance) dan kontingensi (contingencies). Kriteria (criteria) menyangkut penentuan kompensasi eksekutif dipengaruhi oleh kinerja, skala usaha, (Tosi et al., 2000), pasar tenaga kerja (Finkelstein dan Hambrick, 1989), human capital

(Gomez-Mejia dan Wiseman, 1997). Barkema dan Mejia (1997) menyatakan kompensasi eksekutif juga dipengaruhi oleh kriteria lainnya seperti pasar, kompensasi peer, perilaku, karakteristik individu dan peranan atau posisi. Tata kelola (governance)


(39)

menyangkut keputusan sampai berapa banyak eksekutif seharusnya dibayar didasarkan tidak hanya pada kriteria di atas, tetapi juga tergantung pada individu yang membuat keputusan seperti Komite kompensasi (Ezzamel dan Watson, 1998), struktur dan komposisi kepemilikan (Tosi dan Gomez-Mejia, 1989), pasar bagi kontrol korporat (Jensen, 1983), dan skala tim eksekutif (Eriksson, 1999). Struktur dan komposisi kepemilikan meliputi keberadaan pemegang saham yang besar, pemegang saham institusi, pemegang saham keluarga atau pemilikan manajer. Struktur dan komposisi dewan direksi yang meliputi duality CEO (CEO sebagai anggota dewan komisaris dan presiden direktur), persentase direksi yang berasal dari luar dan asal daerah dari dewan komisaris. Kontingensi (contingencies) berkaitan efektivitas sistem kompensasi tergantung apakah praktik kompensasi konsisten dengan kondisi internal dan eksternal yang dihadapi suatu perusahaan. Oleh karena itu, faktor seperti strategi organisasi (Finkelstein dan Boyd, 1998), industri, tingkat R&D (Gomez-Mejia, 2001), dan strategi bisnis (Sander dan Carpenter, 1998) memainkan peranan penting dalam kompensasi eksekutif.


(40)

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahuhulu

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Wei Ting et al

(2009). Beberapa perbedaan dengan penelitian tersebut yaitu: Pertama, model deteksi risiko kebangkrutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Altman Z-Score, karena model ini cukup populer dan banyak digunakan dalam penelitian tentang risiko kebangkrutan di Indonesia, sehingga diharapkan lebih mudah dalam interpretasi hasilnya. Kedua, populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia untuk periode 2008 sampai dengan 2010. Pemilihan perusahaan manufaktur sebagai populasi dimaksudkan untuk menghindari efek perbedaan industri yang signifikan, dan juga dikarenakan jumlah perusahaan dalam industri manufaktur cukup besar. Ketiga, pengukuran kompensasi eksekutif menggunakan total remunerasi dewan komisaris dan dewan direksi, dikarenakan data terkait rincian kompensasi eksekutif belum banyak diungkapkan dalam laporan keuangan perusahaan publik di Indonesia. Keempat, metode analisis yang dilakukan adalah analisis regresi berganda, dimana data terlebih dahulu diuji untuk memenuhi asumsi-asumsi dasar kriteria ekonometrika melalui uji Asumsi Klasik. Sementara persamaan dengan penelitian tersebut yaitu penggunaan model Jones yang dimodifikasi (Modified Jones Model) untuk mengukur manajemen laba.


(41)

Tabel 2.1

Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu

No. Kriteria Penelitian Ini Penelitian Wei Ting et al. 1 Pengukuran

risiko

kebangkrutan

Model Altman Z-Score Model KMV

2 Pengukuran manajemen laba

Model Jones yang dimodifikasi (Modified Jones Model)

Model Jones yang dimodifikasi (Modified Jones Model)

3 Pengukuran kompensasi eksekutif

Total kompensasi yang diterima dewan direksi dan komisaris

Kompensasi yang diterima oleh tiga orang eksekutif yang dibayar paling tinggi 4 Populasi Perusahaan manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2008 s/d 2010

Seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek China untuk periode 2001 s/d 2005

5 Metode analisis

Regresi linear berganda Regresi data panel

Studi tentang kompensasi eksekutif (CEO) banyak dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jepang. Studi ini pada umumnya membahas kompensasi eksekutif dari berbagai disiplin ilmu ekonomi, keuangan, akuntasi dan manajemen. Sebagian besar studi empiris yang dilakukan sebelumnya pada umumnya dilakukan di AS dan Inggris karena ketersediaan data kompensasi CEO yang lebih baik.

Kompensasi Eksekutif dan Risiko kebangkrutan

Penelitian kompensasi eksekutif dalam bidang ekonomi sebagian besar membahas hubungan antara kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan. Berdasarkan bukti empiris, variabel kinerja memberikan pengaruh yang beragam terhadap kompensasi eksekutif pada berbagai industry, Barkema dan Gomez-Mejia (1998). Mengistae dan Xu


(42)

(2004) meneliti hubungan teori keagenan dan kompensasi eksekutif dengan mengambil kasus perusahaan milik negara di China. Hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berlawanan antara kompensasi eksekutif dengan kinerja. Sementara itu, Geiger dan Cashen (2007) menyimpulkan bahwa hasil penelitian telah gagal membuktikan hubungan yang kuat antara kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan.

Mitchell (2002) dalam disertasinya melakukan kajian terhadap 88 perusahaan dan 88 CEO di Amerika Serikat. Variabel yang digunakan adalah variabel dependen berupa variabel kompensasi CEO yang diukur dari gaji, bonus, bentuk lain kompensasi seperti mobil, saham dan variabel kinerja perusahaan yang diukur dari Return on Asset (ROA). Variabel lain yang digunakan adalah variabel independen dengan indikator pengukuran adalah tenure, umur, persentase pemilikan saham, pendidikan dan dualiti. Dengan menggunakan Pearson Product Moment Correlation dan analisis regresi, hasil penelitian Mitchell menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kompensasi CEO dengan variabel independen.

Gamayuni (2007) meneliti praktik manajemen laba pada perusahaan yang mengalami kebangkrutan di Indonesia. Dengan menggunakan uji beds non parametric yaitu Mann Whitney Test penelitian ini membukt ikan bahwa terdapat manajemen laba dengan cara menaikkan laba (discretionary accrual positive) yang lebih tinggi secara signifikan pada Manajemen Laba dan Risiko Kebangkrutan


(43)

perusahaan bangkrut dibandingkan dengan perusahaan tidak bangkrut pada empat tahun sebeium terjadinya kebangkrutan. Pada tiga tahun sebelum kebangkrutan ditemukan manajemen laba dengan cara menurunkan laba (discretionary accruals negative) yang lebih kuat pada perusahaan bangkrut dibandingkan dengan perusahaan tidak bangkrut, namun tidak signifikan. Pada dua tahun sebelum kebangkrutan terdapat manajemen laba dengan cara menaikkan laba yang lebih tinggi pada perusahaan bangkrut dibandingkan pada perusahaan tidak bangkrut, tetapi tidak signifikan.

Sriwedari (2007) dalam tesisnya tentang mekanisme good corporate governance, manajemen laba dan kinerja keuangan perusahaan manufaktur di Indonesia membuktikan bahwa manajemen laba memberikan pengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja keuangan.


(44)

Tabel 2.2

Review Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1 Wei Ting

et.al. (2009) Top Management Compensation, Earnings Management And Default Risk Independen : Top Management Compensation, Earnings Management Dependen : Default Risk

Manajemen laba dan kompensasi manajemen puncak berpengaruh signifikan terhadap risiko kebangkrutan

2 Ozkan (2007) CEO Compensation And Firm Performance Independen : CEO Compensation Dependen : Firm Performance Terdapat hubungan positif dan pengaruh signifikan kompensasi kas terhadap kinerja perusahaan.

Sementara total kompensasi mempunyai

hubungan positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan.

3 Sriwedari (2009) Mekanisme Good Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Independen : kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit. Manajemen Laba Dependen : Manajemen laba. Kinerja Keuangan Secara simultan kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit memberikan pengaruh positif tidak signifikan terhadap

manajemen laba, dan

manajemen laba memberi pengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja

keuangan. 4 Gamayuni

(2007) Manajemen Laba pada Perusahaan yang Mengalami Kebangkrutan di Indonesia (Studi kasus pada perusahaan delisting di BEI) Manajemen Laba, Kebangkrutan Terdapat tindakan manajemen laba

(baik discretionary accrual positif maupun discretionary accrual

negatif) pada perusahaan beberapa tahun sebelum mengalami


(45)

2.3. Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan dengan didukung tinjauan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu, maka secara skematis kerangka konseptual dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1 Kerangka Konseptual

H1

H2

H3 Manajemen laba

(X2)

Kompensasi Eksekutif (X1)

Risiko Kebangkrutan (Y)

Ukuran Perusahaan

Return on Assets


(46)

2.4. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan teoritis, tinjauan penelitian terdahulu dan kerangka konseptual yang telah diuraikan diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Kompensasi Eksekutif dan Risiko kebangkrutan

H1: Kompensasi eksekutif berpengaruh negatif signifikan terhadap risiko kebangkrutan.

Manajemen Laba dan Risiko Kebangkrutan

H2: Manajemen laba berpengaruh positif signifikan terhadap risiko kebangkrutan.

Kompensasi Eksekutif, Manajemen Laba dan Risiko Kebangkrutan

H3: Kompensasi eksekutif dan manajemen laba, secara simultan berpengaruh negatif signifikan terhadap risiko kebangkrutan.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kausal. Menurut Sugiyono (2007:30)desain kausal adalah penelitian yang bertujuan menganalisis hubungan sebab akibat antara variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi)”. Penelitian ini menguji pengaruh kompensasi eksekutif dan manajemen laba terhadap risiko kebangkrutan.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Adapun jadwal penelitian digambarkan dalam tabel berikut :

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian Tahapan Penelitian Sept 2011 Okt 2011 Nov 2011 Des 2011 Jan 2012 Feb 2012 Mar 2012 Apr 2012 Pengajuan Proposal Skripsi Bimbingan Proposal Skripsi Pengumpulan dan Pengolahan Data Penyelesaian Skripsi


(48)

3.3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.3.1. Variabel Independen

Adapun kompensasi yang diterima oleh dewan komisaris dan dewan direksi perusahaan merupakan total gaji tahunan, bonus, tantiem, dan manfaat ekonomis lainnya, baik yang dapat dimiliki maupun yang tidak dapat dimiliki. Penulis menggunakan total remunerasi dewan komisaris dan direksi sebagai ukuran untuk kompensasi eksekutif.

Kompensasi Eksekutif

Copeland (1968:10) mendefinisikan manajemen laba sebagai, “some ability to increase or decrease reported net income at will”. Ini berarti bahwa manajemen laba mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan, atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajemen.

Manajemen Laba

Dalam penelitian ini penulis menggunakan discretionary accrual

untuk mengukur manajemen laba. Secara empiris, nilai Discretionary Accruals dapat bernilai nol, positif, atau negatif. Nilai nol menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan pola perataan laba (income smoothing). Sedangkan nilai positif menunjukkan adanya manajemen laba dengan pola peningkatan laba (income increasing) dan nilai negatif menunjukkan manajemen laba dengan pola penurunan laba (income decreasing), Sulistyanto (2008).


(49)

Penggunaan discretionary accrual sebagai ukuran manajemen laba dihitung menggunakan modified jones model, dechow et. al (1995). Model pengukuran atas discretionary accruals

pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: a. Total Accruals

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Erickson dan Wang (1999) dalam Abdul Rahman dan Abu Bakar (2002), total accruals pada penelitian ini didefinisikan sebagai selisih antara

net operating income dengan operating cash flow.

TACCit : Total accruals perusahaan i pada tahun t NIit : Laba bersih operasi perusahaan i pada tahun t OCFit : Arus kas bersih dari aktivitas operasi perusahaan i

pada tahun t

b) Parameter Spesifik Perusahaan

Estimasi dari parameter spesifik perusahaan, α1, α2, α3 diperoleh melalui model analisis regresi OLS (Ordinary Least Squares) berikut ini:

ΔSalesit : Perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t

PPEit : Gross property plant and equipment perusahaan i pada tahun t


(50)

Assetsit-1 : Total aset perusahaan i pada akhir tahun t-1

α1 α2α3 : Parameter spesifik perusahaan

εit : Sampel error perusahaan i pada tahun t

c) Non Discretionary Accruals

Model Jones mengasumsikan bahwa komponen non discretionary accruals adalah konstan (Dechow et al., 1995). Model tersebut mengontrol efek perubahan perputaran ekonomi perusahaanterhadap non discretionary accruals. NDA diperoleh dengan memasukkan kembali koefisien regresi yang telah diperoleh dari model regresi OLS diatas ke persamaan berikut :

NDAit : Non Discretionary Accruals perusahaan i pada tahun t

ΔRecit : Perubahan Piutang Usaha Perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t

d) Discretionary Accruals

Karena total accruals terdiri dari discretionary accruals dan non discretionary accruals, maka discretionary accrual dapat dirumuskan sebagai berikut:


(51)

3.3.2. Variabel Dependen

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Model Altman Z-Score untuk mengukur tingkat risiko kebangkrutan perusahaan. Model ini terdiri dari lima rasio keuangan. Rasio-rasio tersebut yaitu: Risiko Kebangkrutan

Secara matematis persamaan Altman Z-score dirumuskan sebagai berikut:

3.3.3. Variabel kontrol

Penelitian tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap kinerja keuangan secara umum membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. McKeown et. al, (1991) dalam Arga dkk (2007) dan Vassalou dan Xing (2004) dalam Wei Ting et al, (2009) menyimpulkan bahwa perusahaan besar memiliki sedikit kemungkinan untuk gagal dalam melangsungkan usahanya. Variabel indikator yang digunakan untuk Ukuran Perusahaan


(52)

mewakili ukuran perusahaan adalah total aktiva yang dimiliki perusahaan, Hay et al., (2008) dalam Widiasari (2009). Variabel ini akan diukur dengan menggunakan total aset perusahaan.

Penelitian Opler dan Titman (1994), menemukan bahwa rasio utang berpengaruh positif dan signifikan terhadap risiko kebangkrutan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan rasio utang yang tinggi memiliki risiko kegagalan bisnis yang lebih tinggi daripada perusahaan yang rasio utangnya lebih rendah.

Rasio Utang (Debt Ratio)

Salah satu ukuran kinerja operasional perusahaan adalah

return on assets. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vasiliou et al (2003) menunjukkan return on assets memiliki pengaruh negatif terhadap risiko kebangkrutan perusahaan. Artinya bahwa perusahaan dengan kinerja yang baik tentu memiliki peluang kegagalan bisnis yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang kinerjanya kurang baik.


(53)

Tabel 3.2

Indikator, Skala Pengukuran, Sumber Data dan Instrumen Variabel Penelitian Variabel Indikator Skala Sumber

Data Instrumen Independen Kompensasi Eksekutif (X1) Total Remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi

Rasio Sekunder Laporan Keuangan Manajemen Laba (X2) Discretionary Accrual (Modified Jones Model)

Rasio Sekunder Laporan Keuangan Dependen Risiko Kebangkrutan (Y) Nilai Altman Z-Score

Rasio Sekunder Laporan Keuangan

Kontrol

Ukuran Perusahaan

Total Aset Rasio Sekunder Laporan Keuangan

Debt Ratio Rasio total kewajiban terhadap total aktiva

Rasio Sekunder Laporan Keuangan Return on Assets Rasio laba bersih terhadap total aktiva

Rasio Sekunder Laporan Keuangan

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, Sugiyono (2007:72). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI untuk periode 2008 sampai dengan 2010. Sampel adalah bagian dari populasi yang


(54)

digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. Oleh sebab itu, sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar representatif atau mewakili. Jika sampel kurang representatif maka mengakibatkan nilai yang dihitung dari sampel tidak cukup tepat untuk menduga nilai populasi sesungguhnya, Erlina dan Sri Mulyani (2007:74).

Teknik pengambilan sampel yaitu menggunakan teknik Purposive Sampling. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dapat berdasarkan pertimbangan (judgement) tertentu atau jatah (quota) tertentu, Jogiyanto (2004:79). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut : 1. Konsisten terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2008 sampai

dengan 2010.

2. Memiliki kelengkapan data yang dibutuhkan.

Berdasarkan karakteristik penarikan sampel diatas, maka diperoleh sampel penelitian sebanyak 68 perusahaan.

Tabel 3.3

Proses Pengumpulan Sampel Penelitian

Keterangan Jumlah

Konsisten terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode

2008 s/d 2010 127

Perusahaan dengan data tidak lengkap 59

Jumlah sampel 68

Total observasi (periode 2008 s/d 2010) 204 Sumber : Data Sekunder yang Diolah 2012


(55)

3.5. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan berupa data sekunder dan pooled data. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tesusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Pooled data merupakan gabungan dari data times series dan

cross section. Data time series merupakan sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa interval waktu tertentu, dan data cross section merupakan sekumpulan data fenomena tertentu dalam satu kurun waktu saja, Umar (2003). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia, berupa laporan keuangan perusahaan yang diamati.

3.6. Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan menggunakan metode studi pustaka dan dokumentasi. Studi pustaka dilakukan dengan mengolah literatur, artikel, jurnal maupun media tertulis lain yang berkaitan dengan topik pembahasan dari penelitian ini. Sedangkan dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan sumber-sumber data dokumenter seperti laporan keuangan perusahaan yang menjadi sampel penelitian.


(56)

3.7. Teknik Analisis

3.7.1. Pengujian Data

Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan melakukan analisis statistik deskriptif dan uji asumsi klasik. Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk mengetahui dispersi dan distribusi data. Sedangkan uji asumsi klasik dilakukan untuk menguji kelayakan model regresi yang selanjutnya akan digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.

1. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi tentang suatu data yang dilihat melalui nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum range, kurtosis, dan skewness, Ghozali (2009). Skewness mengukur kemencengan dari data dan kurtosis mengukur puncak dari distribusi data. Data yang terdistribusi secara normal mempunyai nilai skewness dan kurtosis mendekati nol, Ghozali (2009).

2. Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, maka data yang di peroleh dalam penelitian ini akan diuji terlebih dahulu untuk memenuhi asumsi dasar dengan menggunakan Uji Asumsi Klasik. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah model estimasi telah memenuhi kiteria ekometrik, dalam arti tidak


(57)

terjadi penyimpangan yang cukup serius dari asumsi-asumsi yang diperlukan dalam metode OLS, Ananta (1987). Uji Asumsi Klasik meliputi :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak, dapat dilakukan dengan analisis grafik. Salah satu cara mudah untuk melihat normalitas adalah melihat histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Namun demikian, dengan hanya melihat histogram dapat menyebabkan kesalahan interpretasi, khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Metode yang lebih baik adalah dengan melakukan uji kolmogorov-Smirnov. Normalitas distribusi data dipenuhi jika hasil uji tidak signifikan untuk suatu taraf signifikansi tertentu (α = 5%). Sebaliknya, jika hasil pengujian signifikan maka asumsi normalitas distribusi data tidak terpenuhi.


(58)

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Varibel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi adalah dengan memperhatikan :

 Besaran korelasi antar variabel independen

Suatu model regresi dikatakan bebas multikolinieritas jika nilai koefisien korelasi antara variabel-variabel independennya lemah, tidak lebih dari 90% atau dibawah 0,90, Ghozali (2005)

 Nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor) Persamaan yang digunakan adalah : VIF = 1/Tolerance

Nilai cutoff yang digunakan untuk menandai adanya tidaknya multikolinieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.


(59)

c. Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika

variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melakukan uji glesjer. Gejala heteroskedastisitas dapat diketahui dengan memperhatikan signifikansi masing-masing variabel penjelas. Bila variabel penjelas secara statistik signifikan mempengaruhi residual, maka dapat dipastikan model regresi memiliki masalah heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode sebelumnya (t-1), Ghozali (2005). Pendeteksian autokorelasi pada kasus ini digunakan uji durbin watson. Jika nilai durbin watson berada diantara du dan 4-du maka dapat dikatakan tidak terjadi autokorelasi.


(60)

3.7.2. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression analysis). Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Model regresi yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari dua model. Pada model pertama, persamaan regresi akan diuji tanpa menyertakan variabel kontrol dan pada model kedua, persamaan regresi akan diuji dengan menyertakan variabel kontrol.

Dimana :

RISKit : Risiko kebangkrutan perusahaan i pada tahun t ECit : Kompensasi eksekutif perusahaan i pada tahun t DACCit : Discretionary accrual perusahaan i pada tahun t SIZEit : Total aset perusahaan i pada tahun t

DEBTit : Debt Ratio perusahaan i pada tahun t ROAit : Return on Assets perusahaan i pada tahun t

β : Koefisien regresi


(61)

Ketepatan fungsi regresi dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari Goodness of Fitnya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik t dan nilai statistik F. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 ditolak. Sebaliknya disebut tidak signifikan jika nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima, Ghozali (2006)

1. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh variabel independen terhadap perubahan variabel dependen. Dari sini akan diketahui seberapa besar variabel dependen akan mampu dijelaskan oleh variabel independennya, sedangkan sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

2. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t digunakan untuk mengetahui kemampuan masing-masing variabel independen secara parsial dalam menjelaskan perilaku variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi 5%. Penolakan atau penerimaan hipotesis dilakukan dengan ketentuan berikut :


(62)

 Jika nilai signifikansi kurang atau sama dengan 0,05 maka hipotesis diterima yang berarti secara parsial variabel kompensasi eksekutif dan manajemen laba berpengaruh terhadap risiko kebangkrutan.

 Jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka hipotesis ditolak yang berarti secara parsial variabel kompensasi eksekutif dan manajamen laba tidak berpengaruh terhadap risiko kebangkrutan.

3. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen yang terdapat dalam persamaan regresi secara bersama-sama berpengaruh terhadap nilai variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan tingkat signifikansi 5%. Penolakan atau penerimaan hipotesis dilakukan dengan ketentuan berikut :

 Jika nilai signifikansi kurang dari atau sama dengan 0,05 maka hipotesis diterima yang berarti secara bersama-sama variabel kompensasi eksekutif dan manajemen laba berpengaruh terhadap risiko kebangkrutan.

 Jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka hipotesis ditolak yang berarti secara bersama-sama variabel kompensasi eksekutif dan manajemen laba tidak berpengaruh terhadap risiko kebangkrutan.


(1)

LAMPIRAN 6

DATA PERHITUNGAN NILAI ALTMAN Z SCORE

DATA PERHITUNGAN NILAI ATLMAN Z SCORE

No. KODE TAHUN 2010 TAHUN 2009 TAHUN 2008

T1 T2 T3 T4 T5 ZSCORE T1 T2 T3 T4 T5 ZSCORE T1 T2 T3 T4 T5 ZSCORE 1 ADES 0.14 -1.53 0.12 4.25 0.68 1.66 0.21 -2.96 0.11 3.44 0.75 -0.73 -0.30 -2.94 -0.15 1.00 0.70 -3.65 2 ADMG 0.05 -0.34 0.04 0.33 0.96 0.86 0.03 -0.39 0.03 0.20 0.84 0.55 -0.01 -0.39 -0.07 0.10 1.04 0.29 3 AISA 0.08 -0.01 0.09 0.97 0.36 1.33 0.06 -0.07 0.08 0.66 0.40 1.03 -0.04 -0.13 0.11 1.14 0.48 1.28 4 ALMI -0.09 0.19 0.08 0.26 2.01 2.57 -0.02 0.16 0.04 0.18 1.18 1.62 -0.18 0.13 0.04 0.25 1.45 1.70 5 AMFG 0.40 0.62 0.19 4.75 1.02 5.83 0.28 0.58 0.05 1.81 0.97 3.36 0.39 0.55 0.17 1.06 1.12 3.56 6 ARNA -0.01 0.36 0.16 1.16 0.95 2.67 -0.07 0.31 0.15 0.58 0.87 2.07 -0.09 0.26 0.14 0.80 0.88 2.09 7 AUTO 0.17 0.61 0.25 7.25 1.12 7.37 0.25 0.59 0.21 3.51 1.13 5.07 0.25 0.56 0.20 2.27 1.34 4.44 8 BATA 0.32 0.67 0.18 5.75 1.33 6.70 0.33 0.70 0.18 4.07 1.43 5.86 0.33 0.65 0.57 2.07 1.34 5.78 9 BRNA 0.13 0.29 0.13 0.68 1.03 2.42 0.19 0.27 0.10 0.27 1.06 2.16 0.30 0.30 0.11 0.19 1.11 2.36 10 BRPT 0.11 -0.37 0.04 1.00 1.06 1.40 0.20 -0.33 0.09 1.19 0.88 1.65 0.16 -0.35 -0.24 0.50 1.06 0.27 11 BTON 0.42 0.60 0.12 3.59 1.42 5.33 0.44 0.66 0.19 10.00 1.90 9.96 0.65 0.52 0.42 4.00 2.42 7.72 12 BUDI 0.01 0.10 0.07 0.71 1.08 1.88 0.04 0.11 0.15 1.01 1.11 2.41 0.02 0.03 0.05 0.46 0.91 1.42 13 CPIN 0.43 0.64 0.44 14.84 2.31 14.09 0.31 0.49 0.44 3.08 2.72 7.09 0.14 0.20 0.12 0.37 2.55 3.63 14 DLTA 0.67 0.77 0.27 16.71 0.77 13.58 0.63 0.73 0.23 6.17 0.98 7.23 0.57 0.69 0.17 1.84 0.97 4.29 15 DVLA 0.56 0.33 0.18 6.12 1.09 6.49 0.52 0.25 0.15 3.74 1.11 4.81 0.54 0.24 0.17 4.14 0.91 4.93 16 DYNA -0.11 0.21 0.11 1.14 1.04 2.23 -0.05 0.20 0.12 0.35 1.16 1.97 -0.08 0.17 0.04 0.29 1.12 1.56 17 ESTI 0.09 0.02 0.02 0.62 1.05 1.63 0.15 0.03 0.04 0.39 1.04 1.64 0.15 0.01 -0.04 0.36 1.07 1.36 18 FASW -0.05 0.13 0.12 2.65 0.75 2.85 0.16 0.09 0.15 1.90 0.74 2.72 0.15 0.02 0.07 1.56 0.81 2.19 19 GJTL 0.19 0.16 0.14 1.17 0.95 2.58 0.18 0.10 0.19 0.24 0.89 2.02 0.11 0.00 -0.04 0.10 0.91 0.99 20 HDTX -0.05 -0.24 0.02 0.82 0.65 0.83 -0.11 -0.22 0.02 0.66 0.86 0.88 -0.05 -0.19 -0.08 0.87 0.96 0.90 21 HMSP 0.29 0.45 0.43 11.97 2.11 11.68 0.34 0.53 0.42 6.29 2.20 8.49 0.21 0.43 0.37 4.39 2.15 6.86


(2)

DATA PERHITUNGAN NILAI ATLMAN Z SCORE

No. KODE TAHUN 2010 TAHUN 2009 TAHUN 2008

T1 T2 T3 T4 T5 ZSCORE T1 T2 T3 T4 T5 ZSCORE T1 T2 T3 T4 T5 ZSCORE 22 IGAR 0.76 0.56 0.20 4.09 1.54 6.36 0.69 0.52 0.17 2.39 1.58 5.11 0.60 0.47 0.06 0.84 1.54 3.60 23 IKBI 0.62 0.31 0.01 3.40 2.04 5.30 0.64 0.33 0.07 7.09 1.53 7.25 0.58 0.31 0.22 1.19 2.59 5.18 24 INAI 0.21 -0.06 0.12 0.18 1.19 1.87 0.02 -0.09 0.10 0.08 1.00 1.28 0.11 -0.05 0.06 0.03 1.03 1.32 25 INDF 0.22 0.19 0.14 1.91 0.81 2.95 0.05 0.17 0.14 1.25 0.93 2.43 -0.04 0.13 0.09 0.31 0.98 1.62 26 INTP 0.40 0.56 0.28 26.14 0.73 18.59 0.27 0.46 0.29 19.61 0.80 14.49 0.14 0.35 0.22 6.12 0.87 5.91 27 JECC 0.05 0.03 0.03 0.20 1.48 1.81 -0.01 0.04 0.08 0.15 1.30 1.70 -0.01 0.01 0.02 0.08 1.68 1.80 28 JPRS 0.45 0.55 0.10 3.92 1.04 5.01 0.40 0.55 0.01 2.43 0.86 3.60 0.63 0.49 0.18 0.96 1.84 4.45 29 KAEF 0.40 0.31 0.12 1.63 1.92 4.20 0.33 0.25 0.14 1.24 1.83 3.76 0.35 0.24 0.08 0.85 1.87 3.39 30 KARW -2.05 -5.38 -0.05 0.49 0.53 -9.35 -1.51 -3.80 0.11 0.56 0.70 -5.75 -1.07 -2.51 -0.24 0.26 1.83 -3.61 31 KBRI -0.10 -3.13 -0.62 5.09 0.10 -3.39 -0.13 -1.79 0.02 2.16 0.10 -1.19 -0.12 1.77 -0.08 2.11 0.14 3.48 32 KDSI 0.13 0.09 0.06 0.31 2.01 2.69 0.11 0.06 0.06 0.20 1.74 2.26 0.10 0.05 0.05 0.16 2.22 2.67 33 KIAS 0.14 1.63 0.06 0.76 0.46 3.55 0.09 1.57 0.05 0.96 0.27 3.32 0.15 2.54 0.04 3.80 0.50 6.64 34 KICI 0.55 -0.09 0.05 1.18 0.94 2.33 0.52 -0.14 -0.05 0.42 0.99 1.51 0.53 -0.07 0.08 0.70 1.08 2.31 35 KLBF 0.55 0.79 0.25 26.18 1.45 19.78 0.48 0.70 0.24 7.80 1.40 8.42 0.51 0.65 0.22 2.99 1.38 5.41 36 LION 0.80 0.68 0.16 4.50 0.68 5.83 0.77 0.64 0.17 2.48 0.73 4.58 0.72 0.58 0.23 3.08 0.91 5.17 37 LMPI 0.22 -0.17 0.02 1.31 0.66 1.55 0.30 -0.19 0.04 1.53 0.70 1.83 0.27 -0.20 0.03 0.43 0.58 0.96 38 LMSH 0.40 0.47 0.15 1.48 2.06 4.60 0.34 0.41 0.07 0.70 1.71 3.34 0.52 0.45 0.24 1.46 2.63 5.55 39 LPIN 0.40 -0.07 0.13 1.50 0.40 2.10 0.38 -0.17 0.10 0.51 0.42 1.28 0.16 -0.19 0.06 0.23 0.32 0.60 40 MAIN 0.16 0.34 0.28 1.53 2.11 4.59 0.15 0.21 0.18 0.40 2.11 3.43 0.09 0.13 0.07 0.33 2.01 2.73 41 MASA -0.11 0.19 0.09 1.43 0.66 1.94 -0.05 0.16 0.11 1.17 0.67 1.91 -0.03 0.10 0.02 0.78 0.56 1.21 42 MRAT 0.66 0.52 0.09 5.67 0.96 6.16 0.66 0.49 0.08 3.45 0.95 4.76 0.65 0.46 0.09 1.27 0.87 3.37 43 PBRX 0.14 0.12 0.08 0.99 1.61 2.81 0.00 0.08 0.09 0.12 1.94 2.43 0.01 0.04 -0.01 0.06 1.84 1.92 44 PICO 0.02 0.08 0.09 0.27 1.03 1.61 -0.06 0.06 0.10 0.33 1.12 1.66 0.01 0.03 0.08 0.56 1.02 1.69 45 POLY -2.28 -3.96 0.10 0.05 1.12 -6.80 -2.07 -3.45 0.27 0.03 0.77 -5.64 -2.41 -3.45 -0.47 0.01 0.76 -8.50


(3)

DATA PERHITUNGAN NILAI ATLMAN Z SCORE

No. KODE TAHUN 2010 TAHUN 2009 TAHUN 2008

T1 T2 T3 T4 T5 ZSCORE T1 T2 T3 T4 T5 ZSCORE T1 T2 T3 T4 T5 ZSCORE 46 PRAS 0.15 -0.04 0.05 0.18 0.63 1.04 0.29 -0.05 -0.05 0.20 0.38 0.64 0.01 0.03 -0.01 0.16 0.74 0.86 47 PSDN 0.18 -1.40 0.12 0.52 2.24 1.19 0.21 -1.68 0.19 0.88 1.67 0.74 0.35 -2.18 0.18 0.95 2.48 1.03 48 PTSN 0.11 0.01 -0.01 0.40 2.62 2.97 0.07 0.03 -0.04 0.43 2.17 2.40 0.12 0.06 -0.01 1.30 2.18 3.17 49 PYFA 0.31 0.22 0.07 2.96 1.40 4.07 0.23 0.17 0.07 2.19 1.32 3.38 0.16 0.14 0.05 0.93 1.21 2.33 50 RICY 0.33 0.02 0.06 0.42 0.95 1.80 0.31 0.00 0.06 0.46 0.85 1.68 0.27 -0.01 0.02 0.49 0.76 1.43 51 RMBA 0.37 0.31 0.11 2.09 1.82 4.30 0.37 0.18 0.03 1.72 1.69 3.53 0.41 0.21 0.09 1.28 1.33 3.20 52 SIAP 0.25 0.05 0.07 1.00 1.13 2.34 0.18 0.02 0.09 0.76 1.09 2.08 0.16 0.00 0.09 1.26 0.96 2.22 53 SKLT 0.23 0.14 0.05 1.20 1.58 2.92 0.21 0.12 0.08 1.25 1.41 2.84 0.21 0.05 0.04 0.62 1.56 2.40 54 SMCB 0.09 0.05 0.13 4.77 0.57 4.04 0.04 -0.59 0.19 3.01 0.82 2.49 0.10 -0.68 0.07 0.94 0.63 0.59 55 SMGR 0.31 0.64 0.31 16.38 0.92 13.02 0.46 0.63 0.36 17.01 1.11 13.94 0.47 0.61 0.34 10.20 1.15 9.81 56 SMSM 0.34 0.32 0.21 3.09 1.46 4.87 0.23 0.34 0.21 2.71 1.46 4.52 0.27 0.39 0.22 2.74 1.46 4.69 57 SPMA 0.18 0.08 0.08 0.44 0.78 1.65 0.07 0.06 0.09 0.41 0.71 1.41 0.17 0.04 0.03 0.14 0.66 1.12 58 SRSN 0.40 -0.20 0.06 2.65 0.67 2.66 0.25 -0.20 0.12 2.07 0.85 2.51 0.15 -0.28 0.06 2.98 0.80 2.57 59 TBMS 0.00 0.05 0.01 0.15 3.45 3.63 0.02 0.07 0.08 0.07 2.73 3.15 -0.03 0.01 -0.02 0.08 3.76 3.73 60 TCID 0.53 0.63 0.17 14.63 1.40 12.24 0.49 0.59 0.18 14.29 1.40 11.97 0.48 0.58 0.19 11.64 1.36 10.34 61 TOTO 0.34 0.53 0.25 4.19 1.03 5.50 0.31 0.47 0.26 0.87 0.97 3.39 0.17 0.30 -0.09 0.59 1.09 1.77 62 TPIA 0.32 0.32 0.16 2.62 1.72 4.65 0.43 0.25 0.25 1.67 1.72 4.43 0.44 0.14 0.01 1.28 2.10 3.63 63 TRST 0.07 0.43 0.09 0.96 0.86 2.43 0.03 0.40 0.11 0.80 0.82 2.27 0.00 0.31 0.03 0.41 0.84 1.63 64 TSPC 0.52 0.61 0.18 8.14 1.43 8.37 0.51 0.61 0.15 4.01 1.38 5.74 0.51 0.61 0.15 2.74 1.22 4.83 65 UNTX -1.42 -1.06 -0.17 0.09 1.07 -2.63 -1.35 -0.96 0.21 0.11 1.01 -1.20 -1.51 -1.10 -0.44 0.09 1.01 -3.74 66 UNVR -0.08 0.45 0.53 27.06 2.26 20.77 0.00 0.47 0.57 22.33 2.44 18.37 0.00 0.45 0.53 17.51 2.39 15.29 67 VOKS 0.15 -0.03 0.04 0.51 1.16 1.73 0.10 -0.03 0.09 0.40 1.40 2.02 0.07 -0.08 0.02 0.29 1.95 2.17 68 YPAS 0.15 0.18 0.17 6.58 1.73 6.69 0.15 0.15 0.17 5.58 1.46 5.75 0.14 0.13 0.17 2.19 1.54 3.77


(4)

LAMPIRAN 7

DATA PERHITUNGAN NILAI DISCRETIONARY ACCRUAL

DATA PERHITUNGAN NILAI DISCRETIONARY ACCRUAL

No. KODE TAHUN 2010 TAHUN 2009 TAHUN 2008

TACC/ASSETSit-1 NDACC DACC TACC/ASSETSit-1 NDACC DACC TACC/ASSETSit-1 NDACC DACC

1 ADES -0.01 -0.18 0.17 -0.06 -0.11 0.04 0.06 -0.02 0.08

2 ADMG -0.02 -0.12 0.10 -0.04 -0.14 0.10 -0.05 -0.05 0.00

3 AISA 0.08 -0.10 0.17 0.05 -0.12 0.16 0.15 -0.07 0.22

4 ALMI 0.02 -0.02 0.04 -0.11 -0.09 -0.02 -0.08 -0.02 -0.06

5 AMFG -0.07 -0.14 0.07 -0.17 -0.15 -0.01 -0.07 -0.05 -0.02

6 ARNA 0.04 -0.11 0.15 0.05 -0.10 0.16 0.04 -0.04 0.07

7 AUTO 0.04 -0.03 0.08 -0.04 -0.04 0.00 -0.01 0.00 -0.01

8 BATA -0.05 -0.08 0.04 -0.01 -0.04 0.03 0.28 0.00 0.28

9 BRNA 0.00 -0.12 0.12 0.05 -0.10 0.15 0.06 -0.03 0.09

10 BRPT -0.01 -0.11 0.10 0.00 -0.13 0.14 -0.06 -0.02 -0.04

11 BTON -0.13 -0.18 0.05 0.08 -0.05 0.13 0.09 0.18 -0.09

12 BUDI -0.01 -0.12 0.11 -0.08 -0.10 0.01 0.04 -0.04 0.08

13 CPIN 0.07 -0.06 0.12 0.04 -0.03 0.07 0.15 0.01 0.14

14 DLTA 0.19 -0.08 0.27 -0.01 -0.04 0.03 -0.10 -0.02 -0.08

15 DVLA 0.01 -0.05 0.05 0.18 -0.02 0.19 -0.11 0.00 -0.11

16 DYNA -0.03 -0.14 0.11 -0.04 -0.11 0.07 -0.07 -0.05 -0.02

17 ESTI 0.00 -0.15 0.16 -0.06 -0.13 0.07 -0.06 -0.04 -0.03

18 FASW -0.18 -0.13 -0.05 -0.12 -0.12 0.00 -0.19 -0.05 -0.14

19 GJTL 0.03 -0.08 0.11 0.00 -0.08 0.08 0.00 -0.03 0.03

20 HDTX 0.00 -0.11 0.10 -0.01 -0.12 0.11 -0.05 -0.04 0.00


(5)

DATA PERHITUNGAN NILAI DISCRETIONARY ACCRUAL

No. KODE TAHUN 2010 TAHUN 2009 TAHUN 2008

TACC/ASSETSit-1 NDACC DACC TACC/ASSETSit-1 NDACC DACC TACC/ASSETSit-1 NDACC DACC

22 IGAR -0.09 -0.06 -0.03 0.04 -0.05 0.09 -0.08 -0.01 -0.07

23 IKBI 0.10 -0.04 0.13 -0.05 -0.13 0.08 0.14 -0.01 0.14

24 INAI 0.28 -0.05 0.33 -0.07 -0.04 -0.03 0.06 0.01 0.06

25 INDF 0.00 -0.07 0.06 0.07 -0.06 0.13 0.06 -0.02 0.08

26 INTP 0.05 -0.11 0.16 0.05 -0.12 0.17 0.08 -0.06 0.14

27 JECC -0.01 -0.06 0.05 -0.01 -0.08 0.07 -0.10 0.01 -0.11

28 JPRS -0.03 -0.02 -0.01 0.08 -0.10 0.17 -0.07 0.05 -0.12

29 KAEF 0.00 -0.04 0.05 0.02 -0.04 0.06 0.10 -0.01 0.11

30 KARW -0.21 -0.14 -0.07 -0.07 -0.12 0.06 0.08 0.02 0.06

31 KBRI 0.00 -0.08 0.08 -0.01 -0.11 0.10 0.00 -0.05 0.04

32 KDSI 0.10 -0.08 0.18 0.05 -0.11 0.16 0.10 -0.01 0.11

33 KIAS 0.02 -0.09 0.12 0.09 -0.17 0.26 0.06 -0.03 0.10

34 KICI -0.12 -0.17 0.05 -0.06 -0.03 -0.03 0.09 0.07 0.01

35 KLBF 0.08 -0.04 0.12 0.04 -0.03 0.07 0.07 -0.02 0.08

36 LION 0.05 -0.05 0.10 -0.02 -0.02 0.00 0.10 0.03 0.07

37 LMPI -0.06 -0.10 0.03 -0.05 -0.06 0.01 0.05 -0.02 0.07

38 LMSH 0.01 -0.15 0.17 0.00 -0.08 0.08 0.25 0.12 0.12

39 LPIN -0.07 -0.07 0.01 0.02 0.01 0.01 0.19 0.05 0.13

40 MAIN 0.12 -0.08 0.21 0.05 -0.05 0.10 0.13 0.01 0.13

41 MASA -0.10 -0.10 0.01 0.02 -0.08 0.10 0.03 -0.04 0.07

42 MRAT 0.09 -0.06 0.15 0.11 -0.03 0.14 -0.02 0.01 -0.02

43 PBRX 0.07 -0.08 0.15 -0.09 -0.05 -0.04 0.14 0.00 0.14

44 PICO 0.15 -0.10 0.25 0.05 -0.07 0.11 0.21 -0.01 0.21


(6)

DATA PERHITUNGAN NILAI DISCRETIONARY ACCRUAL

No. KODE TAHUN 2010 TAHUN 2009 TAHUN 2008

TACC/ASSETSit-1 NDACC DACC TACC/ASSETSit-1 NDACC DACC TACC/ASSETSit-1 NDACC DACC

46 PRAS -0.21 -0.12 -0.09 -0.01 -0.10 0.09 -0.02 -0.04 0.02

47 PSDN 0.14 -0.05 0.20 0.30 -0.12 0.42 -0.07 0.01 -0.08

48 PTSN -0.08 -0.08 0.00 -0.11 -0.09 -0.01 -0.07 -0.02 -0.06

49 PYFA -0.04 -0.17 0.13 0.02 -0.04 0.06 0.05 0.05 0.01

50 RICY -0.02 -0.06 0.04 -0.09 -0.04 -0.04 0.08 -0.01 0.09

51 RMBA -0.01 -0.04 0.02 0.05 -0.02 0.07 0.12 0.00 0.12

52 SIAP 0.03 -0.10 0.12 0.07 -0.01 0.08 0.36 0.08 0.29

53 SKLT -0.01 -0.10 0.09 -0.05 -0.06 0.01 -0.03 0.03 -0.06

54 SMCB 0.04 -0.18 0.22 -0.02 -0.13 0.11 -0.03 -0.06 0.04

55 SMGR 0.09 -0.11 0.20 0.01 -0.08 0.09 0.09 -0.04 0.13

56 SMSM 0.08 -0.12 0.20 -0.08 -0.10 0.02 0.10 -0.03 0.13

57 SPMA 0.02 -0.13 0.15 -0.01 -0.11 0.10 0.05 -0.04 0.09

58 SRSN 0.04 -0.10 0.14 0.18 -0.05 0.23 0.13 -0.01 0.15

59 TBMS 0.19 0.04 0.14 -0.10 -0.13 0.03 0.01 0.02 -0.01

60 TCID 0.02 -0.09 0.10 0.00 -0.07 0.07 0.10 -0.03 0.13

61 TOTO 0.10 -0.09 0.19 -0.01 -0.09 0.07 0.02 -0.02 0.05

62 TPIA -0.04 -0.05 0.00 0.06 -0.06 0.12 0.05 0.00 0.05

63 TRST 0.02 -0.13 0.16 -0.07 -0.12 0.05 0.01 -0.05 0.05

64 TSPC 0.00 -0.03 0.04 -0.01 -0.02 0.01 0.03 -0.01 0.04

65 UNTX 0.03 -0.30 0.33 -0.09 -0.20 0.12 -0.03 -0.06 0.03

66 UNVR 0.12 -0.06 0.19 0.14 -0.03 0.17 0.12 -0.01 0.13

67 VOKS -0.05 -0.06 0.01 0.05 -0.09 0.13 0.20 0.02 0.17