dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.
Setelah melihat tahapan perundingan tersebut, pertanyaannya adalah apakah penyelesaian bipartit akan cukup efektif dalam menyelesaikan perselisihan antara
pekerja dengan pengusaha. Jika di kalangan pengusaha, bipartit dilihat sebagai upaya yang relatif ideal dalam kondisi seperti ini, bagi kaum pekerja hal ini merupakan satu
solusi pragmatis dan jalan pintas yang tidak akan banyak mengubah inti persoalan.
Hal ini disebabkan antara lain, Pertama, karena bipartit itu sendiri merupakan
konsekuensi dari praktik globalisasi di level praktis, di mana fungsi negara sebagai pelindung orang miskin semakin tiada. Penegasan terhadap penggunaannya adalah
sekadar memformalisasi hal-hal yang telah menjadi mekanisme global di tingkat nasional. Kedua, jika pemerintah ada di luar proses penyelesaian, kekuasaan akan
kian imun dari berbagai bentuk tekanan publik sehingga jika terjadi kemacetan atau dampak sosial akibat konflik tak terselesaikan, negara tak bisa dituntut tanggung
jawabnya lagi. Ketiga, penyelesaian dengan bipartit membutuhkan jaminan penegakan hukum kuat, situasi ekonomi yang stabil, dan serikat buruh yang kokoh
.
94
2. Mediasi
Mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
94
Dita Indah Sari, ”Efektifkah Bipartit Sebagai Mekanisme Penyelesaian Konflik ?”, dalam http:www2.kompas.comkompas-cetak031103opini662471.htm
, Diakses tanggal 2 April 2009.
Universitas Sumatera Utara
hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator
yang netral.
95
Jadi mediasi ini merupakan lembaga yang berwenang meyelesaikan segala jenis perselisihan. Penyelesaian perselisihan melalui mediasi ini dilakukan
oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan KabupatenKota Pasal 8 atau dengan kata lain , yang menjadi
mediator adalah pegawai Dinas Tenaga Kerja. Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 adalah jika
sebelumnya tiap perselisihan wajib diselesaikan melalui proses perantaraan mediasi terlebih dahulu, maka berdasarkan UU PPHI ini selain perselisihan hak, pihak
Dinas Tenaga Kerja terlebih dulu menawarkan kepada para pihak untuk dapat memilih konsiliasi atau arbitrase tidak langsung melakukan mediasi. Jika para pihak
tidak menetapkan pilihan melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 tujuh hari, maka penyelesaian kasus akan dilimpahkan kepada mediator.
Selambat-lambatnya 7 tujuh hari kerja setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan, mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang
duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi. Di dalam sidang mediasi, mediator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir guna diminta dan di
dengar keterangannya. Apabila tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka di buat perjanjian bersama yang
ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta di daftar di
95
Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
Universitas Sumatera Utara
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak- pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
Seandainya tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis. Para pihak
dapat menolak atau menerima anjuran tertulis tersebut. Jika para pihak menerima, maka mediator harus membuat Perjanjian Bersama yang mengikat kedua belah pihak.
Namun, jika salah satu atau para pihak menolak anjuran tertulis tersebut, maka para pihak atau salah satu pihak tersebut dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Telah dijelaskan sebelumnya dalam perundingan bipartit, jika para pihak
gagal menyelesaikannya secara bipartit maka para pihak harus mencatatkan hal tersebut dan kemudian instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan
setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. Penyelesaian melalui konsiliasi
dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh, sedangkan
penyelesaian melalui arbitrase dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan atau perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh.
96
Di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, penyelesaian secara mediasi ini diatur dalam Pasal
6 ayat 3 sampai dengan Pasal 9. Hanya saja dalam undang-undang ini disebutkan
96
Pasal 4 ayat 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
Universitas Sumatera Utara
jika mediator ditunjuk oleh para pihak tidak membawa hasil, para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa untuk
menunjuk seorang mediator. Mediator yang ditunjuk dalam waktu paling lama 30 hari harus mengupayakan penyelesaian, jika berhasil dibuatkan secara tertulis dan
ditandatangani oleh para pihak, serta kesepakatan ini bersifat final dan mengikat para pihak serta harus didaftarkan di Pengadilan Negeri. Jika mediasi tidak berhasil
mendamaikan para pihak, berdasarkan kesepakatan para pihak secara tertulis dapat mengajukan penyelesaian perselisihan melalui lembaga arbitrase. Penyelesaian secara
mediasi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 hampir sama dengan tata cara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.
3. Konsiliasi