Jika tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis. Jika para pihak
menerima anjuran tersebut, maka konsiliator wajib membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian di daftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Namun, jika salah satu atau para pihak menolak anjuran tersebut
maka salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.
Di dalam UU PPHI ini, konsiliasi dan mediasi diposisikan sebagai mekanisme antara yang harus ditempuh oleh para pihak yang berselisih sebelum mereka
menempuh jalur Pengadilan Hubungan Industrial melalui mekanisme gugatan Pasal 5, dan Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada
penggugat jika pengajuan gugatan tidak dilampiri penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi Pasal 83 ayat 1. Ketentuan ini memperpanjang proses dan menunjukan
belum adanya perubahan yang signifikan jika dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang lama.
100
4. Arbitrase
Sebenarnya istilah arbitrase bukanlah suatu barang baru di bidang ketenagakerjaan sebab Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 telah memberikan
ruang dalam menyelesaikan perselisihan perburuhan melalui Dewan Pemisah
100
.Aloysios Uwiyono, Op Cit.
Universitas Sumatera Utara
arbitrase, namun kenyataannya dalam kurun waktu 48 tahun undang-undang tersebut berjalan, perselisihan yang diselesaikan melalui arbitrase dapat dihitung
dengan jari. Ini membuktikan bahwa pihak-pihak yang berselisih ternyata masih enggan menempuh jalur arbitrase untuk menyelesaikan perselisihan perburuhan. Hal
ini mungkin disebabkan beberapa hal, misalnya masih kurangnya pemahaman tentang arbitrase itu sendiri karena belum memasyarakat, kemampuan para arbiter
yang menyelesaikan perselisihan tidak sesuai dengan harapan masyarakat, prosedur penyelesaiannya tidak jelas atau perangkat peraturannya yang kurang lengkap dan
lain lain penyebabnya. Penyelesaian perselisihan melalui arbitrase pada umumnya telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang berlaku di bidang sengketa bisnis, karena itu arbitrase
hubungan industrial yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 merupakan pengaturan khusus bagi penyelesaian sengketa di bidang hubungan
industrial, sesuai dengan asas hukum lex specialis derogat lex genarali. Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah
penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan
Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat
Universitas Sumatera Utara
para pihak dan bersifat final,
101
sedangkan Arbiter Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbiter adalah seorang atau lebih yang di pilih oleh para pihak
yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat
pekerjaserikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
102
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbiter atau Majelis Arbiter sebanyak-banyaknya 3 orang dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak
yang berselisih, yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis. Arbiter wajib menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam waktu selambat-lambatnya 30
tiga puluh hari kerja sejak penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbiter dan pemeriksaan atas perselisihan harus dimulai dalam waktu selambat-lambatnya 3 tiga
hari kerja setelah penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbiter. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter harus diwali dengan upaya
mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih. Apabila perdamaian tercapai, maka arbiter atau Majelis Arbiter wajib membuat Akta Perdamaian yang ditandatangani
oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau Majelis Arbiter mendaftarkan akta tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah
arbiter mengadakan perdamaian.
101
Pasal 1 Angka 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
102
Pasal 1 Angka 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
Universitas Sumatera Utara
Apabila usaha perdamaian gagal, maka arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase. Di dalam sidang tersebut, para pihak diberi kesempatan
untuk menjelaskan pendirian masing-masing serta mengajukan bukti-bukti. Arbiter atau Majelis Arbiter dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk bersaksi di
persidangan arbitrase. Putusan sidang arbitrase ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, kebiasaan, keadilan dan kepentingan
umum. Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap, serta
didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan.
Selanjutnya terhadap putusan arbitrase, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada Mahkamah Agung dan dalam waktu selambat-
lambatnya 30 tiga puluh hari kerja sejak ditetapkannya putusan arbiter, apabila putusan di duga mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan
dijatuhkan, diakui atau dinyatakan palsu. 2.
setelah putusan diambil ditentukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan.
3. putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan perselisihan. 4.
putusan melampaui kekuasaan arbiter hubungan industrial 5.
putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
Jika Mahkamah Agung mengabulkan, maka Mahkamah Agung menetapkan akibat dari pembatalan baik seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase. Perselisihan
hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Mengenai penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dan arbitrase ini, lebih jauh Uwiyono mengemukakan bahwa Pasal 1 ayat 15 tentang pengertian arbitrase
telah menggredasi kewenangan arbiter dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Arbitrase sebagai sistem penyelesaian perselisihan hubungan industrial
yang tercepat dilarang menyelesaikan perselisihan hak dan perselisihan PHK. Ketentuan ini menutup kemungkinan bagi pengusaha atau buruhserikat buruh untuk
menggunakan jasa arbiter dalam menyelesaikan perselisihan hak dan perselisihan PHK, sehingga upaya untuk mempercepat proses penyelesaian perselisihan hubungan
industrial di hambat oleh Pasal 1 ayat 15 jo Pasal 29 UU PPHI sendiri. Kewenangan konsiliator dan arbiter dibatasi, dalam UU PPHI tersebut mediator dan hakim
Pengadilan Hubungan Industrial diberi kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan PHK, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar
serikat pekerjaserikat buruh hanya dalam satu perusahaan, sedangkan konsiliator hanya diberi kewenangan penyelesaikan perselisihan PHK, perselisihan kepentingan,
dan perselisihan antar serikat pekerja, sementara arbiter hanya berwenang menyelesaikan perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja.
Universitas Sumatera Utara
B. Peran Pihak Ketiga Dalam Penyelesaian Perselisihan Antara Pekerja
Dengan Pengusaha di Luar Pengadilan Hubungan Industrial
Setelah penyelesaian secara bipartit menemui jalan buntu atau tidak menemui kesepakatan, maka penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha
diharapkan diselesaikan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga ini berperan ketika terjadi penyelesaian secara mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Di dalam penyelesaian secara
mediasi, maka pihak ketiga disebut sebagai mediator sedangkan penyelesaian secara konsiliasi pihak ketiga disebut konsiliator, adapun dalam proses arbitrase pihak
ketiganya disebut sebagai arbiter.
1. Mediator