Arbitrase Penyelesaian Perselisihan Antara Pekerja dengan Pengusaha di Luar Pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Jika tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis. Jika para pihak menerima anjuran tersebut, maka konsiliator wajib membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian di daftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Namun, jika salah satu atau para pihak menolak anjuran tersebut maka salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Di dalam UU PPHI ini, konsiliasi dan mediasi diposisikan sebagai mekanisme antara yang harus ditempuh oleh para pihak yang berselisih sebelum mereka menempuh jalur Pengadilan Hubungan Industrial melalui mekanisme gugatan Pasal 5, dan Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat jika pengajuan gugatan tidak dilampiri penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi Pasal 83 ayat 1. Ketentuan ini memperpanjang proses dan menunjukan belum adanya perubahan yang signifikan jika dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang lama. 100

4. Arbitrase

Sebenarnya istilah arbitrase bukanlah suatu barang baru di bidang ketenagakerjaan sebab Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 telah memberikan ruang dalam menyelesaikan perselisihan perburuhan melalui Dewan Pemisah 100 .Aloysios Uwiyono, Op Cit. Universitas Sumatera Utara arbitrase, namun kenyataannya dalam kurun waktu 48 tahun undang-undang tersebut berjalan, perselisihan yang diselesaikan melalui arbitrase dapat dihitung dengan jari. Ini membuktikan bahwa pihak-pihak yang berselisih ternyata masih enggan menempuh jalur arbitrase untuk menyelesaikan perselisihan perburuhan. Hal ini mungkin disebabkan beberapa hal, misalnya masih kurangnya pemahaman tentang arbitrase itu sendiri karena belum memasyarakat, kemampuan para arbiter yang menyelesaikan perselisihan tidak sesuai dengan harapan masyarakat, prosedur penyelesaiannya tidak jelas atau perangkat peraturannya yang kurang lengkap dan lain lain penyebabnya. Penyelesaian perselisihan melalui arbitrase pada umumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang berlaku di bidang sengketa bisnis, karena itu arbitrase hubungan industrial yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 merupakan pengaturan khusus bagi penyelesaian sengketa di bidang hubungan industrial, sesuai dengan asas hukum lex specialis derogat lex genarali. Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat Universitas Sumatera Utara para pihak dan bersifat final, 101 sedangkan Arbiter Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbiter adalah seorang atau lebih yang di pilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. 102 Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbiter atau Majelis Arbiter sebanyak-banyaknya 3 orang dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak yang berselisih, yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis. Arbiter wajib menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam waktu selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari kerja sejak penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbiter dan pemeriksaan atas perselisihan harus dimulai dalam waktu selambat-lambatnya 3 tiga hari kerja setelah penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbiter. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter harus diwali dengan upaya mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih. Apabila perdamaian tercapai, maka arbiter atau Majelis Arbiter wajib membuat Akta Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau Majelis Arbiter mendaftarkan akta tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter mengadakan perdamaian. 101 Pasal 1 Angka 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 102 Pasal 1 Angka 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Universitas Sumatera Utara Apabila usaha perdamaian gagal, maka arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase. Di dalam sidang tersebut, para pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan pendirian masing-masing serta mengajukan bukti-bukti. Arbiter atau Majelis Arbiter dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk bersaksi di persidangan arbitrase. Putusan sidang arbitrase ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, kebiasaan, keadilan dan kepentingan umum. Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap, serta didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan. Selanjutnya terhadap putusan arbitrase, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada Mahkamah Agung dan dalam waktu selambat- lambatnya 30 tiga puluh hari kerja sejak ditetapkannya putusan arbiter, apabila putusan di duga mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 1. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui atau dinyatakan palsu. 2. setelah putusan diambil ditentukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan. 3. putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan perselisihan. 4. putusan melampaui kekuasaan arbiter hubungan industrial 5. putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Universitas Sumatera Utara Jika Mahkamah Agung mengabulkan, maka Mahkamah Agung menetapkan akibat dari pembatalan baik seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase. Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Mengenai penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dan arbitrase ini, lebih jauh Uwiyono mengemukakan bahwa Pasal 1 ayat 15 tentang pengertian arbitrase telah menggredasi kewenangan arbiter dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Arbitrase sebagai sistem penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang tercepat dilarang menyelesaikan perselisihan hak dan perselisihan PHK. Ketentuan ini menutup kemungkinan bagi pengusaha atau buruhserikat buruh untuk menggunakan jasa arbiter dalam menyelesaikan perselisihan hak dan perselisihan PHK, sehingga upaya untuk mempercepat proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial di hambat oleh Pasal 1 ayat 15 jo Pasal 29 UU PPHI sendiri. Kewenangan konsiliator dan arbiter dibatasi, dalam UU PPHI tersebut mediator dan hakim Pengadilan Hubungan Industrial diberi kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan PHK, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh hanya dalam satu perusahaan, sedangkan konsiliator hanya diberi kewenangan penyelesaikan perselisihan PHK, perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja, sementara arbiter hanya berwenang menyelesaikan perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja. Universitas Sumatera Utara B. Peran Pihak Ketiga Dalam Penyelesaian Perselisihan Antara Pekerja Dengan Pengusaha di Luar Pengadilan Hubungan Industrial Setelah penyelesaian secara bipartit menemui jalan buntu atau tidak menemui kesepakatan, maka penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha diharapkan diselesaikan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga ini berperan ketika terjadi penyelesaian secara mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Di dalam penyelesaian secara mediasi, maka pihak ketiga disebut sebagai mediator sedangkan penyelesaian secara konsiliasi pihak ketiga disebut konsiliator, adapun dalam proses arbitrase pihak ketiganya disebut sebagai arbiter.

1. Mediator

Dokumen yang terkait

ASAS NETRALITAS MEDIASI HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

0 4 17

Implementasi Kebijakan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung

0 2 1

PENGARUH UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM MENCIPTAKAN KEPASTIAN HUKUM DI BIDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

0 0 13

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UU NOMOR 2 TAHUN 2004

0 0 13

MEKANISME PENYELESAIAN PERKARA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI KLAS IA SAMARINDA

0 0 23

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL D. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubunga

0 2 16

BAB I PENDAHULUAN - Penyelesaian Perselisihan Ketenagakerjaan Melalui Mediasi Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dalam Perkara Pemutusan Hubungan Kerja di PT. Elfrida Plastik Industri

0 0 19

ANALISIS HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN DI KOTA PANGKALPINANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Analisis hukum penyelesaian sengketa ketenagakerjaan di kota Pangkalpinang berdasarkan undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 24

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SEMARANG TENTANG PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (STUDI KASUS TENTANG PUTUSAN PERKARA NOMOR 27/PDT.S

0 0 12