Mediator Penyelesaian Perselisihan Antara Pekerja dengan Pengusaha di Luar Pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

B. Peran Pihak Ketiga Dalam Penyelesaian Perselisihan Antara Pekerja Dengan Pengusaha di Luar Pengadilan Hubungan Industrial Setelah penyelesaian secara bipartit menemui jalan buntu atau tidak menemui kesepakatan, maka penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha diharapkan diselesaikan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga ini berperan ketika terjadi penyelesaian secara mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Di dalam penyelesaian secara mediasi, maka pihak ketiga disebut sebagai mediator sedangkan penyelesaian secara konsiliasi pihak ketiga disebut konsiliator, adapun dalam proses arbitrase pihak ketiganya disebut sebagai arbiter.

1. Mediator

Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 12 Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut Mediator 103 adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh hanya dalam suatu perusahaan. 103 Keberadaan dan peranan perantara atau mediator dalam hubungan industrial di era globalisasi sekarang ini dinilai sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang mengarah kepada perselisihan antara pekerja dengan pengusaha. Mediator mempunyai tugas yang tidak ringan dalam menyelesaikan setiap perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja di perusahaan, Dibutuhkan Peran Mediator dalam Hubungan Industrial, dalam http:www.depkominfo.go.id20070829dibutuhkan-peranan-mediator-dalam-hubungan-industrial , Diakses tanggal 17 April 2009. Universitas Sumatera Utara Adapun syarat menjadi seorang mediator adalah sebagai berikut : 104 a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Warga Negara Indonesia c. Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter d. Menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. e. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela. f. Berpendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu SI,dan g. Syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri. Dari pengertian diatas disebutkan bahwa mediasi dilakukan oleh pihak ketiga yang netral, tetapi yang menjadi mediator adalah pegawai pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan. Menurut Husni dari sini nampak terjadi kontradiktif, seharusnya yang menjadi mediator adalah siapa saja yang dikehendaki oleh para pihak yang memiliki keahlian dan kemampuan untuk itu termasuk kemungkinan dipilihnya pegawai pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. 105 Di dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi, antara para pihak dan mediator tidak ada unsur paksaan, para pihak meminta secara sukarela kepada mediator untuk menyelesaikan perselisihannya, oleh karena itu mediator hanya berkedudukan membantu para pihak agar mencapai kesepakatan yang hanya dapat diputuskan oleh para pihak yang berselisih.. Sebagai pihak yang berada di pihak yang berselisih, mediator tidak memiliki kewenangan untuk memaksa, mediator berkewajiban untuk bertemu atau mempertemukan pihak yang bersengketa. Setelah mengetahui duduknya perkara mediator dapat menyusun proposal penyelesaian yang 104 Pasal 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. 105 Lalu Husni, Op.Cit, hlm.61. Universitas Sumatera Utara ditawarkan kepada pihak yang berselisih. Mediator harus mampu menciptakan kondisi yang kondusif yang dapat menjamin terciptanya kompromi antara pihak- pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil-hasil yang sama-sama menguntungkan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang mediator, yaitu : 106 1. Harus bersikap sungguh-sungguh netral. 2. Harus memperlihatkan kepercayaan dan harapan bahwa persoalan dapat diselesaikan. 3. Dapat mendengarkan dengan baik. 4. Menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang bijaksana, pertanyaan yang mengusahakan kedua belah pihak bertemu sehingga dapat menyelesaikan masalah. Jangan sampai pertanyaan membuat orang menjadi curiga. 5. Membuat kedua belah pihak saling bicara sehingga terjadi komunikasi. 6. Jika diminta, dapat mengusulkan penyelesaian kompromi yang mendasarkan pada pengetahuannya terhadap posisi kedua pihak. Agar mediator dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, seorang mediator harus memahami fungsi apa saja yang harus diperankan dalam suatu proses mediasi. Fuller dalam Runtung mengidentifikasikan ada 7 tujuh fungsi yang harus dijalankan oleh mediator, yaitu: Pertama, sebagai katalisator, yang mengandung pengertian bahwa kehadiran mediator dalam proses perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi diskusi. Kedua, sebagai pendidik, berarti seseorang harus berusaha memahami aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usaha dari para pihak. Oleh sebab itu, ia harus berusaha melibatkan diri dalam dinamika perbedaan di antara para pihak. Ketiga, sebagai penerjemah, berarti mediator harus berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu 106 D.Koeshartono dan M.F.Shellyana Junaedi, Op.Cit, hlm.85. Universitas Sumatera Utara kepada pihak lainnya melalui bahasa atau ungkapan yang baik dengan tanpa mengurangi sasaran yang dicapai oleh pengusul. Keempat, sebagai narasumber, berarti seorang mediator harus mendayagunakan sumber-sumber informasi yang tersedia. Kelima, sebagai penyandang berita jelek, berarti seorang mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional, untuk itu mediator harus mengadakan pertemuan terpisah dengan pihak-pihak terkait untuk menampung berbagai usulan. Keenam, sebagai agen realitas, berarti mediator harus berusaha memberi pengertian secara jelas kepada salah satu pihak bahwa sasarannya tidak mungkintidak masuk akal tercapai melalui perundingan. Ketujuh, sebagai kambing hitam, berarti mediator harus siap disalahkan dalam membuat kesepakatan hasil perundingan. 107 Raifa dalam Suyud Margono melihat peran mediator sebagai garis rentang dari sisi peran yang terlemah hingga sisi peran yang terkuat. 108 Sisi peran terlemah apabila mediator hanya melaksanakan peran sebagai berikut : a penyelenggara pertemuan, b pemimpin diskusi netral, c penyelenggara atau penjaga aturan perundingan agar proses perundingan berlangsung secara beradab, d pengendali emosi para pihak, e pendorong pihakperunding yang kurang mampu atau segan mengemukakan pandangannya. Adapun sisi peran yang kuat mediator adalah bila dalam perundingan mediator melakukan hal-hal sebagai berikut : a mempersiapkan dan membuat notulen perundingan, b merumuskan titik temukesepakatan para 107 Runtung, Op.Cit, hlm. 10. 108 Suyud Margono, Op.Cit, hlm.60. Universitas Sumatera Utara pihak, c membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukan sebuah pertarungan untuk dimenangkan, melainkan diselesaikan, d menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah, e membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah.

2. Konsiliator

Dokumen yang terkait

ASAS NETRALITAS MEDIASI HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

0 4 17

Implementasi Kebijakan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung

0 2 1

PENGARUH UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM MENCIPTAKAN KEPASTIAN HUKUM DI BIDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

0 0 13

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UU NOMOR 2 TAHUN 2004

0 0 13

MEKANISME PENYELESAIAN PERKARA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI KLAS IA SAMARINDA

0 0 23

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL D. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubunga

0 2 16

BAB I PENDAHULUAN - Penyelesaian Perselisihan Ketenagakerjaan Melalui Mediasi Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dalam Perkara Pemutusan Hubungan Kerja di PT. Elfrida Plastik Industri

0 0 19

ANALISIS HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN DI KOTA PANGKALPINANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Analisis hukum penyelesaian sengketa ketenagakerjaan di kota Pangkalpinang berdasarkan undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 24

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SEMARANG TENTANG PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (STUDI KASUS TENTANG PUTUSAN PERKARA NOMOR 27/PDT.S

0 0 12