Analisis finansial pengoperasian Unit Pengolahan Air Bersih (Water Treatment Plant) Kampus IPB Dramaga Bogor

(1)

ANALISIS FINANSIAL PENGOPERASIAN

UNIT PENGOLAHAN AIR BERSIH (WATER TREATMENT

PLANT) KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR

SKRIPSI

ERRI DWI HERDIANTO

F14060370

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

ANALISIS FINANSIAL PENGOPERASIAN

UNIT PENGOLAHAN AIR BERSIH (WATER TREATMENT

PLANT) KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

ERRI DWI HERDIANTO

F14060370

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(3)

FINANCIAL ANALYSIS FOR OPERATIONING WATER

TREATMENT PLANT IN IPB DRAMAGA CAMPUS BOGOR

Erri Dwi Herdianto

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, Bogor, West Java

Indonesia

ABSTRACT

Managing and developing water resources are very important for complying clean water for human being. Clean water in IPB Dramaga Campus supplied by water treatment plant. Financial analysis did to evaluate and develop water treatment plant. Analysis did to 7 water treatment plant from two rivers, Cihideung River and Ciapus River. Analysis that used are production cost analysis, production main cost analysis, break event point analysis, and financial proper analysis. This research shows that production main cost for each WTP are Rp. 408.74/m3 (WTP Cihideung 1-4), Rp.1,130.02 /m3 (WTP Cihideung 5 with UF system), Rp. 614.07/m3 (WTP Ciapus for Lecturer Site and other Dormitory), and Rp. 610.10/m3 (WTP Ciapus for Dormitory of TPB). Financial proper analysis contains net present value analysis, internal rate of return analysis, and cost-benefit ratio analysis. This analysis did for WTP Cihideung with UF system. The result from this analysis shows

that this WTP can’t proper to continue. There is one plan for making the process of this WTP can be continued, increasing work time and price of treated water for consumer.


(4)

Erri Dwi Herdianto. F14060370. Analisis Finansial Pengoperasian Unit Pengolahan Air Bersih (Water Treatment Plant) Kampus IPB Dramaga Bogor. Dibawah bimbingan : Erizal dan Sutoyo. 2011

RINGKASAN

Air merupakan kebutuhan pokok setiap orang, karena tanpa air kehidupan tidak akan berlangsung dengan baik. Sehingga pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air sangatlah berperan penting dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Penyediaan air bersih oleh Institut Pertanian Bogor saat ini menggunakan unit pengolahan air bersih atau water treatment plant (WTP). Terdapat 7 unit WTP yang mengolah air baku dari dua sumber, yaitu Sungai Cihideung dan Sungai Ciapus. Sebagai langkah untuk mengevaluasi dan pengembangan WTP yang ada di kampus IPB Dramaga, maka harus dilakukan analisis mengenai operasional maupun ekonomi.

Penelitian bertujuan untuk menghitung biaya produksi, biaya pokok produksi dan menganalisis kelayakan finansial dari pengoperasian WTP serta membandingkan hargai air bersih tersebut dengan harga air bersih dari PDAM. Penelitian dilaksanakan di kampus IPB Dramaga dimulai dari bulan Agustus hingga bulan Oktober 2010. Selain menghitung biaya produksi, biaya pokok produksi, dan titik impas produksi, analisis juga dilakukan dengan menghitung net present value, internal rate of return, dan cost-benefit ratio.

Analisis dilakukan dengan membagi ketujuh WTP menjadi 4 bagian, yaitu WTP Cihideung 1-4, WTP Cihideung 5 dengan UF system, WTP Ciapus Perumahan Dosen dan Asrama lain, dan WTP Ciapus Asrama TPB. Hasil analisis menunjukkan, biaya produksi terbesar adalah WTP Cihidung 1-4 yaitu Rp. 315,261,333.72/tahun. Sedangkan untuk biaya pokok produksi masing-masing WTP antara lain, Rp. 408.74/m3, Rp. 1,130.02/m3, Rp. 614.07/m3, dan Rp. 610.10/m3. Nilai-nilai tersebut bila dibandingkan dengan harga jual air bersih, masih dapat menunjukkan hasil yang positif, sehingga setiap WTP yang memproduksi air akan mendapatkan keuntungan. Begitupula bila dibandingakn dengan harga jual air bersih yang ditetapkan oleh PDAM Bogor. Sedangkan selisih nilai biaya dan manfaat proses pengolahan air bersih di WTP menunjukkan nilai negatif (Rp. 233,097,272.34), yang berarti ada kelebihan biaya produksi dalam pengoperasiannya.

Analisis kelayakan finansial hanya dilakukan terhadap WTP Cihideung 5 dengan UF system. Nilai hasil analisis kelayakan menunjukkan bahwa WTP tersebut tidak layak dilanjutkan, sehingga perlu dilakukan analisis sensitivitas dengan skenario agar mencegah kerugian. Skenario yang ditawarkan adalah dengan menaikkan waktu kerja WTP sebesar 21% dan menaikkan harga jual air bersih kepada konsumen sebesar 20%.


(5)

Judul

: Analisis Finansial Pengoperasian Unit Pengolahan Air Bersih

(

Water Treatment Plant

) Kampus IPB Dramaga Bogor

Nama

: Erri Dwi Herdianto

NRP

: F14060370

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Dr. Ir. Erizal, M.Agr) (Sutoyo, STP, MSi)

NIP 19650106 199002.1.001 NIP 19770212 200701.1.003

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP 19661201 199103.1.004


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul Analisis Finansial Pengoperasian Unit Pengolahan Air Bersih (Water Treatment Plant) Kampus IPB Dramaga Bogor adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain tercantum pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011 Yang membuat pernyataan

Erri Dwi Herdianto F14060370


(7)

© Hak cipta milik Erri Dwi Herdianto, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(8)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 25 Januari 1988 dari pasangan Harry Purnomo dan Yuniati (almh). Penulis merupakan anak kedua dari 4 bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari TK Bhakti PUSPIPTEK lalu dilanjutkan pada SD Negeri PUSPIPTEK. Pendidikan menengah penulis dilaksanakan di SLTP Negeri 4 Serpong (saat ini bernama SMP Negeri 8 Kota Tangerang Selatan) dan SMA Negeri 1 Cisauk (saat ini bernama SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan). Setelah itu penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Tingkat Persiapan Bersama. Setelah 1 tahun, penulis memilih mayor Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian pada Laboratorium Teknik Tanah dan Air. Selama kuliah, penulis pernah menjadi asisten praktikum Motor dan Tenaga Pertanian selama 1 semester dan asisten Pendidikan Agama Islam selama 3 semester. Penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan di kampus seperti Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPM TPB), Bimbingan Remaja dan Anak-anak (BIRENA) Al-Hurriyyah, Forum Bina Islami Fateta (FBI-F), Himpunan Profesi Keteknikan Pertanian (HIMATETA), dan beberapa kepanitiaan insidental. Mulai bulan Maret 2009, penulis dipercaya mengurus dan mengelola Asrama TPB IPB sebagai mitra kerja Senior Resident dan Senior Resident Asrama TPB IPB sampai akhir studinya. Dalam melaksanakan kegiatan akademik penulis pernah melakukan Praktek Lapangan di CV. Cihanjuang Inti Teknik, Cimahi dan melaporkannya dengan laporan berjudul Desain, Komponen, Dan Instalasi Turbin Crossflow Pada Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Di Cv Cihanjuang Inti Teknik dan melaksanakan tugas akhir dengan skripsi berjudul Analisis Finansial Pengoperasian Unit Pengolahan Air Bersih (Water Treatment Plant) Kampus IPB Dramaga Bogor di bawah bimbingan Dr. Ir. Erizal, M.Agr dan Sutoyo, STP, MSi.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dan penyusunan skripsi dengan judul Analisis Finansial Pengoperasian Unit Pengolahan Air Bersih (Water Treatment Plant) Kampus IPB Dramaga Bogor. Selain sebagai salah satu syarat memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana, skripsi ini merupakan sebuah dokumentasi ilmiah penulis selama melakukan tugas akhir di kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Melalui skripsi ini, penulis sampaikan ucapan terima kasih atas segala dukungan, bantuan, dan motivasinya kepada : 1. Kedua orang tua dan keluarga, serta langit biru yang selalu memotivasi penulis untuk segera

menyelesaikan studinya. Semoga ridha Allah selalu menyertai keluarga kita. Amin. 2. Dr. Ir. Erizal, M.Agr dan Sutoyo, STP, MSi selaku dosen pembimbing akademik. 3. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng selaku dosen penguji.

4. Ibu Wati, Bapak Slamet, Nana Suryana, Nana Supriyatna, Poniran, Eno, Uri, Oping, Yusuf, dan lain-lain selaku petugas divisi air Direktorat Fasilitas dan Properti Institut Pertanian Bogor. 5. Budi Apriyanto dan Suryo Arimurti yang selalu bekerjasama dalam topik besar penelitian di

kampus IPB Dramaga ini.

6. Keluarga besar Badan Pengelola Asrama TPB IPB, Bapak Dr. Ir. Irmansyah, MSc beserta pegawai, rekan-rekan Senior Resident 2008/2009 (Sofyan dkk), SR’43 2009/2010 (Diki, Andi, Subhan, Habib, Wahyu, Nunu, Iral, Catur, dan Anto), dan 2010/2011 (Majid dkk).

7. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Pertanian ’43.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan yang terbaik atas semua yang telah diberikan kepada penulis. Akhirnya, mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Maret 2011


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 TUJUAN ... 1

1.3 MANFAAT ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 AIR BERSIH ... 3

2.2 UNIT PENGOLAHAN AIR atau Water Treatment Plant (WTP) ... 3

2.3 ANALISIS FINANSIAL ... 9

III. METODOLOGI ... 14

3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 14

3.2 ALAT DAN BAHAN ... 14

3.3 METODE PENGUMPULAN DATA ... 14

3.4 METODE ANALISIS ... 18

3.5 PEMBATASAN MASALAH DAN ASUMSI ... 21

VI. PEMBAHASAN ... 24

4.1 KONDISI UMUM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KAMPUS IPB DARMAGA ... 24

4.2 ANALISIS BIAYA PRODUKSI ... 31

4.3 ANALISIS BIAYA OPERASIONAL WTP ... 34

4.4 ANALISIS TITIK IMPAS ... 35

4.5 ANALISIS KELAYAKAN WTP CIHIDEUNG SISTEM ULTRA FILTRASI ... 36

4.6 ANALISIS SENSITIVITAS ... 38

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 KESIMPULAN ... 41

5.2 SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rata-rata Kebutuhan Air Per Orang Per Hari ... 4

Tabel 2. Hasil Pengukuran Kapasitas Produksi di WTP Ciapus 2 ... 26

Tabel 3. Hasil Pengukuran Kapasitas Produksi WTP Cihideung ... 31

Tabel 4. Jumlah Debit Produksi Air Bersih Rata-rata Tiap WTP ... 31

Tabel 5. Kebutuhan Bahan Kimia Per WTP... 33

Tabel 6. Waktu Kerja, Kapasitas Produksi, dan Penggunaan Listrik Masing-masing WTP ... 33

Tabel 7. Biaya Variabel per Tahun Masing-masing WTP ... 33

Tabel 8. Biaya Operasional Per Satuan Volume Air Bersih ... 34

Tabel 9. Titik Impas Produksi ... 35

Tabel 10. Selisih Manfaat (Pendapatan) dan Biaya per Tahun Masing-masing WTP ... 36

Tabel 11. Hasil Analisis Finansial WTP Cihideung UF System ... 36

Tabel 12. Hasil Analisis Sensitivitas Meningkatkan Waktu Kerja ... 38

Tabel 13. Hasil Analisis Sensitivitas Menaikkan Harga Jual Air Bersih ... 39


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema Bagian-Bagian untuk Operasi dan Pemeliharaan Sistem Air Bersih ... 5

Gambar 2. Penjernihan Air dengan Membran Ultra Filtrasi ... 7

Gambar 3. Spektrum Ukuran Pengotor dalam Penjernihan Air Bersih ... 8

Gambar 4. Flow meter pada WTP Sistem Ultra Filtrasi ... 17

Gambar 5. Bagan Alir Rancangan Penelitian ... 23

Gambar 6. WTP Ciapus 1 Tipe Tekanan ... 24

Gambar 7. WTP Ciapus 2 Bertipe Gravitasi ... 25

Gambar 8. Salah Satu Unit WTP Cihideung Tipe Tekanan ... 25

Gambar 9. Ground Water Tank (GWT) dan Rumah Pompa pada Jalur Distribusi Menara Fahutan ... 27

Gambar 10. Menara Air Fapet (kiri) dan Menara Air Fahutan (kanan) ... 28

Gambar 11. Bagan Struktur Instalasi Air WTP Cihideung... 29

Gambar 12. Bagan Struktur Instalasi Air WTP Ciapus ... 30


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Biaya Variabel Tiap WTP ... 43

Lampiran 2. Rincian Pendapatan Tiap WTP ... 45

Lampiran 3. Analisis Biaya dan Titik Impas WTP Cihideung UF System ... 46

Lampiran 4. Analisis Kelayakan WTP Cihideung UF System (NPV, IRR, dan B/C) ... 47

Lampiran 5. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air Bersih 5% ... 48

Lampiran 6. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air Bersih 10% ... 49

Lampiran 7. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air Bersih 12% ... 50

Lampiran 8. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air Bersih 14% ... 51

Lampiran 9. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air Bersih 15% ... 52

Lampiran 10. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air Bersih 16% ... 53

Lampiran 11. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air Bersih 18% ... 54

Lampiran 12. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air Bersih 20% ... 55


(14)

I.

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Air merupakan kebutuhan pokok setiap orang, karena tanpa air kehidupan tidak akan berlangsung dengan baik. Pemenuhan akan air bersih menjadi penting saat ini dalam menunjang setiap kegiatan yang dilakukannya. Tanpa adanya pengembangan sumber daya air, peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang saat ini kita nikmati. Oleh karena itu, pengembangan sumber daya air serta pengelolaannya sangatlah berperan penting dalam memenuhi kebutuhan air bersih.

Sebagai sebuah institusi yang bergerak dalam bidang pendidikan, Institut Pertanian Bogor (IPB) membutuhkan ketersediaan air bersih untuk menjalankan aktivitas belajar mengajar agar setiap kegiatan dapat berjalan dengan baik. Perkembangan pendidikan yang terjadi saat ini menjadikan IPB melaksanakan seluruh kegiatan pendidikan sarjana strata satu di Kampus IPB Dramaga. Berkaitan dengan hal tersebut maka kebutuhan akan ketersediaan air bersih semakin meningkat sehingga perlu dilakukan penanggulangan.

Melihat penggunaan air bersih di Kampus IPB Dramaga, ternyata tidak terlepas dari permasalahan seputar kualitas dan kuantitasnya. Kebutuhan air yang meningkat belum dapat terpenuhi secara optimal baik dari segi volume dan waktu pelayanan (belum 1 x 24 jam atau hanya terbatas pada jam kerja) serta distribusi yang belum merata ke setiap unit kerja. Sehingga pada waktu terjadi beban puncak, air tidak dapat terdistribusikan ke daerah yang terletak pada lantai teratas gedung-gedung perkuliahan.

Rancangan pengelolaan sumber daya air didasarkan beberapa pertimbangan baik dari segi teknis maupun ekonomi. Dalam pengelolaan sumber daya air, saat ini kampus IPB Dramaga mengandalkan tujuh unit water treatment plant (WTP) yang mengolah air dari dua sungai, yaitu Sungai Ciapus dan Sungai Cihideung. Kampus IPB Dramaga tidak menggunakan sumber air dari PDAM karena hal ini mempertimbangkan faktor ekonomi baik dalam pemasangan maupun operasional. Oleh karena itu, diperlukan perhitungan-perhitungan ekonomi yang berhubungan pengoperasian unit pengolahan air bersih yang dioperasikan di Kampus IPB Dramaga, seperti perhitungan analisis biaya produksi dan perhitungan analisis lainnya yang menunjang ke arah tersebut sehingga dapat diketahui nilai ekonomis dari air bersih di Kampus IPB Dramaga.

1.2

TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisa biaya pokok air bersih dari WTP kampus IPB Dramaga 2. Mengetahui keuntungan IPB dari pengolahan air bersih

3. Melakukan analisis kelayakan finansial pada pengolahan air bersih pada WTP Cihideung sistem UF di kampus IPB Dramaga.


(15)

1.3

MANFAAT

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. IPB memperoleh informasi biaya produksi dan biaya pokok air bersih dari pengolahan WTP yang ada di kampus Dramaga

2. Menganalisa permasalahan dan memberikan solusi terkait aspek finansial dalam pengolahan air bersih dari WTP IPB


(16)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

AIR BERSIH

Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang dinamakan siklus hidrologi. Air yang berada di permukaan menguap ke langit, kemudian berkondensasi dan turun kembali dalam bentuk air melalui hujan. Air dapat dibagi ke dalam empat kelompok berdasarkan sumbernya, yaitu air laut, air atmosfir, air permukaan, dan air tanah (Sutrisno dan Suciastuti 1987).

Air murni adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna, dan bau, yang terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimiawi H2O. Karena air merupakan suatu larutan yang hampir-hampir bersifat universal, maka zat-zat yang paling alamiah maupun buatan manusia hingga tingkat tertentu terlarut di dalamnya. Dengan demikian, air di dalam mengandung zat-zat terlarut. Di samping itu, akibat daur hidrologi, air juga mengandung berbagai zat lainnya, termasuk gas. Zat-zat ini sering disebut pencemar yang terdapat dalam air.

Air memiliki beberapa ciri dari segi fisik, kimia, dan biologi yang dapat mengukur tingkat mutu dari air tersebut. Ciri-ciri fisik yang utama dari air adalah keseluruhan bahan padat, kekeruhan, warna, rasa dan bau, serta suhu. Ciri-ciri kimiawi air dapat diketahui melalui pengujian seperti tingkat keasaman, kandungan logam, anion-kation terlarut, alkalinitas, kesadahan, hantaran, dan konsentrasi karbon dioksida. Sedangkan ciri-ciri biologi air merupakan keberadaan organisme mikro dalam air tersebut. Organisme mikro yang terdapat di dalam air sekarang ini disebut binatang, tumbuhan, dan protista. Organisme mikro yang paling dikenal adalah bakteri (Linsley dan Franzini 1979).

Dalam sebuah sistem penyediaan air bersih, yang pertama kali perlu diperhatikan ialah bagaimana kualitas dari air yang akan dikonsumsi. Secara kualitas, air bersih harus memenuhi persyaratan fisik, kimia, dan biologi. Standar persyaratan kualitas air bersih perlu diterapkan dengan pertimbangan bahwa air bersih yang memenuhi syarat kesehatan, sebagaimana yang telah ditetapkan Departemen Kesehatan RI yang meliputi fisis, kimia, biologi, dan radioaktivitas, dapat mempertinggi derajat kesehatan dan kesejahteraan rakyat. Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka usaha pengolahan dan pengelolaan terhadap air yang akan digunakan oleh manusia harus juga berpedoman pada standar pemenuhan kualitas air bersih yang sudah ada (Sutrisno dan Suciastuti 1987).

Selain itu, dalam penyediaan air bersih diperlukan pula pendataan untuk menentukan banyaknya air bersih yang harus disuplai. Penyuplaian air bersih ini memerlukan perhitungan mengenai kebutuhan air yang digunakan oleh setiap orang yang menempati suatu wilayah atau tempat tertentu. Sebagai contoh dapat dilihat standar kebutuhan air bersih pada Tabel 1.

2.2

UNIT PENGOLAHAN AIR atau

Water Treatment Plant

(WTP)

Pengolahan air merupakan usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat dan kandungan yang terdapat dalam air (Sutrisno dan Suciastuti 1987). Metode-metode yang dipergunakan untuk pengolahan air dapat digolongkan menurut sifat fenomena yang menghasilkan perubahan yang diamati. Metode pengolahan fisik, meliputi pencampuran, flokulasi, pengendapan, dan filtrasi. Sedangkan metode pengolahan kimiawi meliputi koagulasi, disinfeksi, pelembutan air dengan pengendapan, pelembutan air dengan pertukaran ion, adsorpsi, dan oksidasi. Yang terakhir ialah metode pengolahan khusus yang sering dipergunakan bila harus dicapai tujuan-tujuan


(17)

pengolahan yang spesifik. Beberapa metode di antaranya untuk menghilangkan rasa dan bau serta besi dan mangan terkandung (Linsley dan Franzini 1979).

Tabel 1. Rata-rata Kebutuhan Air Per Orang Per Hari

No Jenis Gedung

Pemakaian air rata-rata sehari

(l/ hari)

Jangka Waktu Pemakaian (jam/ hari)

Perbandingan Luas lantai Efektif (%)

1 Rumah biasa 160 – 250 8 – 10 50 – 53

2 Apartemen 200 – 250 8 – 10 45 – 50

3 Asrama 120 8

4 Rumah sakit

- Mewah >1000 8 – 10 45 – 48

- Menengah 500 – 1000

- Umum 350 – 500

5 SD 40 5 58 – 60

6 SLTP 50 6 58 – 60

7 SLTA dan lebih tinggi 80 6

8 Rumah toko 100 – 120 8

9 Toserba 3 7 55-60

10 Pabrik

- Wanita 100 8

- Pria 60

11 Stasiun/ terminal 3 15

12 Restoran 30 5

13 Kantor 100 8 60 – 70

Sumber : Noerbambang dan Morimura (2005)

Pengolahan air baku menjadi air bersih yang siap konsumsi membutuhkan suatu alat yang bisa mengubah kualitas air menjadi air yang layak dikonsumsi. Alat-alat pengolahan air tersebut tergabung dalam sebuah unit yang dikenal dengan unit pengolahan air atau water treatment plant (WTP). Menurut Kodoatie et al. (2008), fungsi WTP adalah untuk mengolah air baku dari sungai atau sumber lainnya menjadi air bersih yang layak untuk didistribusikan kepada pelanggan. Umumnya, air tanah yang diambil dari mata air atau memompa air dari confined aquifer sudah menjadi air bersih. Sehingga yang perlu dilakukan adalah melakukan penetesan air secara kualitatif sehingga layak untuk dikonsumsi. Bila air baku dari sungai, danau, bendung, atau waduk, maka ada beberapa hal yang harus diketahui menyangkut kualitas air. Bangunan pengolahan air diperlukan untuk mengubah air baku menjadi air bersih. Air baku yang biasa digunakan berasal dari air sungai, yang secara visual menunjukkan kandungan kekeruhan yang telah melampaui batas maksimum yang diperbolehkan


(18)

Ai

r Baku

Air baku dari sumber sampai WTP

Air baku dari WTP sampai pemakaian

Air

B

er

sih

sebagai sumber air bersih, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.416/MENKES/PER/IX/1990 tanggal 3 September 1990 (Sinar Tirta Bening 2010).

Gambar 1. Skema Bagian-Bagian untuk Operasi dan Pemeliharaan Sistem Air Bersih (Kodoatie et al. 2008)

Adapun unit pengolahan air terdiri atas :

1. Bangunan penangkap air. Merupakan suatu bangunan untuk menangkap atau mengumpulkan air dari suatu sumber untuk dapat dimanfaatkan. Bangunan ini yang menentukan kontunuitas pengaliran air dari sumber.

2. Bangunan pengendap pertama. Bangunan ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel padat dari air sungai dengan gaya gravitasi. Setelah diendapkan, air kotor masuk ke dalam bagian pembubuhan koagulan.

3. Pembubuh koagulan. Bagian ini berfungsi untuk membubuhkan koagulan yang berupa bahan kimia yang berguna untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tidak dapat mengendap karena gravitasi.


(19)

4. Bangunan pengaduk cepat. Meratakan larutan antara air kotor dan koagulan, dibutuhkan bangunan pengaduk cepat agar koagulan dapat tercampur dengan baik dan cepat.

5. Bangunan pembentuk floc. Bangunan berfungsi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar supaya dapat diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil (koloidal) dengan bahan atau zat koagulan yang kita bubuhkan.

6. Bangunan pengendap kedua. Untuk mengendapkan floc yang terbentuk pada bagian tersebut, digunakanlah bangunan pengendap kedua. Pengendapan di sini dengan gaya berat floc sendiri (gravitasi).

7. Bangunan penyaring. Bangunan saringan digunakan untuk menahan gumpalan-gumpalan dan lumpur (floc).

8. Reservoir. Air yang telah melalui filter atau saringan sudah dapat dikonsumsi. Air ini sebelum didistribusikan ditampung pada bak reservoir atau tandon untuk diteruskan kepada konsumen.

9. Pemompaan. Pendistribusian air bersih tersebut dilakukan melalui jaringan perpipaan yang dipompa menggunakan sistem perpompaan (Sutrisno dan Suciastuti 1987).

Selain bangunan-bangunan tersebut, diperlukan juga jaringan perpipaan untuk mentransmisikan dan mendistribusikan air. Jaringan pipa transmisi menghubungkan tampungan air bersih ke jaringan distribusi. Sedangkan jaringan pipa distribusi merupakan jaringan pipa yang langsung tersambung kepada pelanggan. Dalam pengoperasiannya, tekanan air yang mengalir melalui pipa distribusi diatur sesuai dengan konsumsi pelanggan. Sewaktu konsumsi air meningkat pada siang hari (pada pukul 08.00-16.00) tekanan aliran air ditingkatkan di keran pelanggan. Sebaliknya, waktu penggunaan air rendah pada malam hari (pada pukul 16.00-08.00) tekanannya diturunkan untuk melindungi jaringan dari tekanan yang berlebihan. Penurunan tekanan dilakukan dengan mengalirkan air ke reservoir sehingga tekanan air dari WTP ke stasiun pompa booster selalu tetap sepanjang hari dan malam (Kodoatie et al. 2008). Skema skematis operasi dan pemeliharaan air bersih ditunjukkan dalam Gambar 1.

Salah satu tipe dari unit pengolahan air atau water treatment plant adalah ultrafiltration (UF) system atau yang lebih dikenal dengan penjernihan teknologi membran ultra filtrasi. Ultra filtrasi merupakan membran permeabel kasar, tipis, dan selektif yang mampu menahan makromolekul seperti koloid, mikroorganisme, dan pirogen. Molekul yang lebih kecil seperti pelarut dan kontaminan terionisasi dapat melewati membran UF sebagai filtrat. Keuntungan ultrafiltrasi secara efektif mampu menghilangkan sebagian besar partikel, pirogen, mikroorganisme, dan koloid dengan ukuran tertentu. Selain itu, mampu menghasilkan air kualitas tinggi dengan hanya sedikit energi. Proses membran ultra filtrasi (UF) merupakan upaya pemisahan dengan membran yang menggunakan gaya dorong beda tekanan yang sangat dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi pori membran (Mallevialle et al 1996). Dasar dari penjernihan metode ini adalah, bahwa semua pengotor,pengisi air memiliki ukuran. Ukuran yang dijadikan patokan adalah bisa bebas kuman/mikroba atau bebas mineral tertentu dalam kadar tertentu juga. Jika hanya ingin mendapatkan air yang bersih saja, cukup menggunakan ultrafiltrasi (tidak untuk semua air baku, air kotor yang mempunyai pencemaran logam-logam berat tertentu tidak bisa dengan metode ini).


(20)

Gambar 2. Penjernihan Air dengan Membran Ultra Filtrasi (http://alibaba.com)

Secara konfigurasi UF dibagi menjadi dua jenis yaitu dead end dan cross flow. Pada konfigurasi dead end, tidak ada air yang dibuang, semua air baku yang dipompakan dialirkan menjadi produk, sedangkan pada konfigurasi cross flow, mirip dengan sistem RO sebagian air menjadi produk dan sebagian lagi menjadi air buangan (reject). Alternatif pemilihan konfigurasi ini, didasarkan atas kandungan turbidity (kekeruhan), dimana untuk sistem cross flow digunakan pada air baku yang memiliki kekeruhan yang tinggi, yaitu > 50 NTU.

Secara mendasar, UF proses dibagi menjadi empat tahapan, yaitu :

1. Pretreatment. Air baku pertama-tama, dipompakan menuju pretreatment (sand filter) yang berfungsi untuk mengurangi butiran-butiran pasir. Ukuran partikel yang harus disaring adalah ±250-500 mikron. Untuk meningkatkan kemampuan penyaringan dari sistem UF ini, terlebih dahulu diinjeksikan PAC sebelum masuk ke dalam filter. Fungsi dari injeksi kimia ini adalah untuk memperbesar ukuran partikel-partikel turbidity sehingga mudah disaring oleh media UF. Secara berkala akan dilakukan proses backwash dan rinsing untuk membuang kotoran atau padatan yang telah tersaring pada media filter.

2. Filtration. Setelah pretreatment, proses ini dilanjutkan dengan proses ultra filtration. Sistem UF mempunyai kemampuan penyaringan hingga 0.01 mikron. Adapun tekanan kerja untuk proses penyaringan adalah 10-40 Psi. UF bekerja secara otomatis baik untuk proses filtrasinya maupun backflush. Melihat dari kualitas air sungai yang ada karena memiliki kekeruhan < 50 NTU, maka digunakan sistem dead end.

3. Back flush. Back flush dilakukan secara rutin, bervariasi terhadap waktu, tergantung pada kualitas bakunya. Secara teori, rentang antara proses penyaringan (filtration) dengan terjadinya flush adalah 15-60 menit. Proses back flush dilakukan dengan lamanya waktu 30-60 detik. Untuk meningkatkan kualitas back flush, maka setelah beberapa kali back flush, akan diikuti oleh injeksi


(21)

untuk menggelontor materi organik dan HCl digunakan untuk Besi (Fe) atau senyawa logam lainnya. Pada proses CEB ini, setelah kotoran digelontor dengan kimia, maka akan dilakukan proses perendaman (soaking) selama 5 menit, dan kemudian digelontor kembali untuk menghilangkan kimia-kimia yang tersisa.

4. Polishing. Merupakan proses penyempurnaan setelah UF. Biasanya digunakan carbon filter yang berfungsi untuk mengurangi kandungan zat-zat organik yang terlewatkan setelah proses UF. Media yang digunakan adalah karbon aktif. (Sinar Tirta Bening 2010)

Gambar 3. Spektrum Ukuran Pengotor dalam Penjernihan Air Bersih (http://www.buanasaulus.co.cc)

Spektrum pada Gambar 3. terlihat proses ultra filtrasi akan menahan pengotor yang berukuran di antara 0.1 – 0.001 mikron. Dimana pada range itu terdapat virus, mikroorganisme, kekeruhan, koloid, dan protein. Sedangkan garam, gula, dan warna tertentu masih bisa lolos (Saulus 2010). Beberapa keunggulan teknologi membran dalam pengolahan air yaitu menggunakan proses dengan konsumsi energi yang rendah, teknik pemisahannya tidak destruktif, kemudahan dalam pengoperasian, dapat menghasilkan air dengan kualitas yang sangat baik, lebih sedikit menggunakan bahan kimia, mampu menghasilkan air dengan kualitas yang konstan dan kemampuan menyisihkan bahan-bahan pencemar dengan rentang yang besar. Selain itu membran juga dapat mencegah terbentuknya THM (trihalomethane) yang terbentuk karena reaksi bahan-bahan organik dengan klorin yang digunakan sebagi disinfeksi, THM itu sendiri bersifat karsinogenik (Mahmud 2006). Secara teoritis, semakin keci ukuran pori atau membran, maka semakin tinggi kemampuan penyaringannya. Sebagian besar material atau bahan UF yang digunakan adalah terbuat dari senyawa polimer dan naturally hydrophobic. Polimer yang umum digunakan adalah polysufone (PS), polyethersulfone (PES), polypropylene (PP), atau polyvinyldeneflouride (PVDF) (Sinar Tirta Bening 2010).


(22)

2.3

ANALISIS FINANSIAL

Manusia menentukan keputusan, sedangkan komputer, matematika, dan alat lainnya tidak. Teknik-teknik dan model-model dari ekonomi teknik membantu manusia dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang dibuat oleh enjinir, manajer, kepala perusahaan, dan individu-individu biasanya merupakan hasil dari pemilihan satu dari banyak alternatif pilihan. Keputusan tersebut sering kali menggambarkan pilihan dari orang berpendidikan bagaimana untuk menginvestasikan dananya, yang biasa disebut dengan modal (Tarquin dan Blank 2002). Dalam perancangan unit pengolahan air bersih, berbagai pilihan muncul terkait alternatif-alternatif yang secara fisik layak. Dan umumnya, setiap pilihan dari beberapa alternatif haruslah didasarkan pada pertimbangan ekonomi. Setiap alternatif yang mendapatkan perhatian serius haruslah dinyatakan dalam satuan-satuan uang sebelum pilihan ditetapkan (Linsley dan Franzini 1979).

Pengelolaan unit pengolahan air bersih dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan manfaat dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Kegiatan ini bisa disebut proyek. Dengan demikian, dikatakan bahwa proyek mempunyai tiga unsur, yaitu biaya, manfaat, dan jangka waktu. Biaya proyek terdiri dari biaya investasi dan biaya eksploitasi. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada tahap persiapan, sedangkan biaya eksploitasi ialah biaya yang dikeluarkan ketika proyek sedang dijalankan (Abilowo 2008). Perancangan unit pengolahan air bersih dimulai dengan analisis biaya tahunan dalam pembangunan sebuah bangunan hidrolik yang digunakan dalam unit tersebut, sehingga dapat diketahui waktu dan biaya pengembalian modal yang telah dikeluarkan. Setelah itu analisis dari biaya-biaya proyek yang dikerjakan yang selanjutnya dapat diketahui keuntungan yang diperoleh dari sistem tersebut.

Berdasarkan cara dan tujuannya, analisis proyek dibedakan menjadi dua yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Analisis finansial dilakukan untuk kepentingan individu atau lembaga yang menaamkan modalnya dalam proyek tersebut, misalnya petani, wiraswastawan atau perusahaan. Sedangkan analisis ekonomi lebih ditujukan untuk melihat manfaat yang diperoleh oleh masyarakat luas, atau perekonomian sebagai suatu sistem keseluruhan (Pramudya dan Dewi 1992). Analisis finansial setelah penentuan parameter atau data-data dasar mengikuti sebuah sistematika seperti berikut :

1. Analisis Biaya

Biaya atau cost adalah pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh suatu barang ataupun jasa yang diukur dengan nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang, melalui tukar menukar ataupun melalui pemberian jasa. Sedangkan ongkos atau expense adalah pengeluaran untuk memperoleh pendapatan (Rony 1990). Menurut Pramudya dan Dewi (1992), untuk dapat memperkirakan biaya produksi maka dilakukan suatu analisis biaya dari proses produksi sehingga akan didapat biaya produksi persatuan output produk. Analisis biaya yang dilakukan dalam hal ini ialah produksi air bersih per meter kubiknya. Biaya dalam proses produksi air bersih terdiri atas dua komponen yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan macam-macam biaya yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya, sedangkan biaya tidak tetap merupakan macam-macam biaya yang selama satu periode kerja jumlahnya dapat berubah bergantung pada jumlah jam kerja pemakaian. Biaya total merupakan biaya keseluruhan yang diperlukan untuk mengoperasikan suatu mesin dan merupakan penjumlahan biaya tetap dan biaya tidak tetap dan dinyatakan dalam satuan Rp/jam sedangkan biaya pokok adalah biaya yang diperlukan suatu mesin untuk


(23)

2. Biaya Pokok Produksi

Proses produksi yang terjadi di dalam perusahaan, selalu ada alat-alat produksi yang dipakai untuk memperoleh produk yang diinginkan. Perusahaan industri menghasilkan produk tertentu dengan memakai tenaga kerja, bahan baku, gedung, mesin-mesin, dan alat-alat produksi lainnya. Nilai uang dari alat-alat produksi yang dikorbankan di dalam proses produksi disebut biaya pokok. Perhitungan biaya pokok dapat membantu agar pendirian perusahaan memang dapat dipertanggungjawabkan, dalam arti bahwa dari sekian banyaknya kemungkinan, kemungkinan terbaik yang akan dipilih. Dua tujuan pokok dari perhitungan biaya pokok adalah :

a. Memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan untuk membuat perencanaan jangka pendek yang optimal dalam bidang penjualan dan produksi (misalnya untuk bulan, triwulan, atau satu tahun mendatang)

b. Memperoleh data dan informasi untuk pengendalian proses produksi, terutama dengan maksud untuk memperoleh penghematan di dalam perusahaan.

Tujuan sampingan dari perhitungan biaya pokok adalah untuk menentukan nilai barang dalam pengerjaan dan barang jadi yang harus dicantumkan di dalam neraca perusahaan. Dengan tiga tujuan perhitungan biaya pokok tersebut, lahir tiga fungsi perhitungan pokok, yaitu :

a. Landasan untuk menentukan atau menilai harga jual, b. Alat bantu pengendalian efisiensi,

c. Landasan penilaian neraca dan barang dalam pengerjaan serta barang jadi.

Cara menghitung biaya pokok yang ada di depan mata adalah dengan cara membagi semua biaya dengan jumlah barang jadi yang dihasilkan (Slot, Minnaar, dan Kwik 1996).

3. Analisis Titik Impas

Titik impas (break even point) adalah suatu titik dimana terjadi kesetimbangan antara dua alternatif yang berbeda diluar titik tersebut. Kondisi alternatif tersebut berbeda sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Suatu pengambilan keputusan yang tepat akan memberikan keuntungan dan sebaliknya akan menimbulkan kerugian. Analisis titik impas dapat digunakan dalam berbagai hal yang menyangkut pemilihan dua alternatif. Beberapa hal dalam pengambilan keputusan yang dapat memanfaatkan analisis titik impas di antaranya : penentuan volume produksi, pemilihan dua alat atau mesin yang sejenis, dan pemilihan sistem sewa atau beli suatu alat/mesin (Pramudya dan Dewi 1992). Untuk mengetahui titik impas dari perusahaan, maka perlu dilakukan pemisahan biaya tetap dengan biaya variabel secara jelas dan benar (Rony 1990). Gambaran break even dapat bermanfaat memberikan gambaran mengenai hubungan jangka pendek dari jumlah produksi di satu pihak dengan tingginya omset, biaya dan laba di lain pihak (Slot, Minnaar, dan Kwik 1996).

4. Analisis Kelayakan Finansial

Untuk menilai kelayakan suatu proyek atau membuat peringkat (rangking) beberapa proyek yang harus dipilih, dapat digunakan beberapa kriteria. Beberapa kriteria untuk menilai kelayakan investasi yang sering digunakan antara lain :

a. Net Present Value (NPV) merupakan perbedaan antara nilai sekarang (present value) dari manfaat dan biaya, bila NPV bernilai positif maka proyek tersebut mendapatkan


(24)

keuntungan, bila NPV bernilai negatif maka proyek tersebut mendapatkan kerugian. Dari hasil perhitungan NPV yang diperoleh dapat diambil keputusan sebagai berikut : - Jika NPV ≥ 0, proyek layak untuk dilaksanakan,

- Jika NPV < 0, proyek tidak layak untuk dilaksanakan,

- Jika NPV = 0, proyek akan mendapat modalnya kembali setelah diperhitungkan discount rate yang berlaku.

Harga net present value ini merupakan harga present value keuntungan atas investasi yang telah ditanamkan (Suyanto, Sunaryo, dan Sjarief, 2001). Nilai bersih suatu proyek merupakan nilai dari suatu proyek setelah dikurangkan seluruh biaya pada suatu tahun tertentu dari keuntungan atau manfaat yang diterima pada tahun yang bersangkutan dan didiskontokan (discounted). Berdasarkan metode ini, proyek yang mempunyai NPV tertinggi adalah proyek yang mendapat prioritas untuk dilaksanakan. Mengingat pentingnya penentuan tingkat bunga dalam penghitungan nilai bersih sekarang suatu proyek, maka pemilihan tingkat bunga yang dipakai dalam metode ini haruslah mencerminkan biaya oportunitas penggunaan dana. Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan menyebabkan NPV menjadi rendah untuk proyek-proyek yang memberi hasil dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya, tingkat bunga yang rendah akan memprioritaskan pada proyek-proyek yang cepat memberikan hasil (Mangkoesoebroto 2000). Nilai NPV dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

NPV = Bt−Ct (1 + i)t

�=1

dimana :

NPV = net present value (Rp) B = manfaat (Rp/tahun) C = biaya (Rp/tahun) t = tahun ke-t

n = umur produksi (tahun) i = tingkat bunga (%/tahun)

b. Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam suatu proyek, yang nilainya dinyatakan dalam persen per tahun. Nilai IRR merupakan nilai tingkat bunga, dimana nilai NPV-nya sama dengan nol. Dari hasil perhitungan IRR yang diperoleh dapat diambil keputusan sebagai berikut :

- Jika IRR ≥ discount rate, proyek layak untuk dilaksanakan, - Jika IRR < discount rate, proyek tidak layak untuk dilaksanakan. Perkiraan nilai IRR dapat didekati dengan persamaan berikut :

��=�′+ ���

(���′− ���")(�"− �′) dimana :

IRR = internal return rate

i = nilai discount rate/tingkat suku bunga

(1)


(25)

NPV’= nilai discount rate pada i’ NPV”= nilai discount rate pada i”

Nilai IRR yang diperoleh merupakan nilai pendekatan, karena hubungan antara perubahan i dan NPV tidak merupakan suatu garis linier, sehingga ketepatan atau besarnya penyimpangan nilai IRR akan dipengaruhi dari besarnya perbedaan nilai i’ dan i”. Artinya, semakin kecil perbedaan nilai i’ dan i” nilai IRR yang diperoleh semakin mempunyai ketepatan yang lebih tinggi atau mendekati nilai sebenarnya (Pramudya dan Dewi, 1992).

c. B/C Ratio merupakan perbandingan antara NPV manfaat dan NPV biaya sepanjang umur proyek (Pramudya dan Dewi 1992). Metode rasio manfaat-biaya (B-C ratio) adalah suatu cara evaluasi suatu proyek dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil diperoleh dari proyek tersebut dengan nilai sekarang seluruh biaya proyek tersebut. Nilai perbandingan benefit dan cost dapat diketahui dengan menggunakan rumus :

/ = �

(1+�)�

�=1

(1+�)�

�=1

dimana :

B/C = benefit – cost ratio B = manfaat (Rp/tahun) C = biaya (Rp/tahun) t = tahun ke-t

n = umur produksi (tahun) i = tingkat bunga (%/tahun)

Untuk menentukan kriteria investasi, pada tahap awal perlu melalui langkah perhitungan yang sama, yaitu penyusunan arus kas pada setiap tahun selama umur proyek, baik untuk arus biaya maupun arus manfaat. Dari arus ini kemudian dapat dihitung nilai sekarang (present value), dengan menggunakan discount factor (DF) atau yang lebih dikenal dengan fasilitas diskonto. Yang dimaksud dengan tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umum yang meminjam ke Bank Sentral. Dalam menghitung discount factor digunakan rumus sebagai berikut :

=

Σ

1

(1 +

)

dimana :

DF = discount factor (%) i = tingkat bunga (%) t = waktu (tahun ke-)

(3)


(26)

5. Analisis sensitivitas

Analisis sensitivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui akibat dari perubahan parameter-parameter produksi terhadap perubahan kinerja sistem produksi dalam menghasilkan keuntungan. Analisis ini dilakukan apabila :

(1) Terjadi suatu kesalahan pendugaan suatu nilai biaya atau manfaat,

(2) Kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut dilaksanakan. (Pramudya dan Dewi 1992).

Dalam analisis kelayakan proyek, banyak asumsi yang digunakan. Penggunaan asumsi ini memiliki ketidakpastian yang sudah diminimalkan berdasarkan nilai aktual yang terjadi di lapangan. Untuk menguji sensitivitas proyek terhadap perubahan asumsi pendapatan dan biaya operasional, digunakan beberapa skenario (Bank Indonesia, 2011).


(27)

III.

METODOLOGI

5.1

TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di sekitar Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat selama tiga bulan dari Agustus sampai Oktober 2010.

5.2

ALAT DAN BAHAN

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :  Stopwatch

 Ember besar  Gelas ukur

 Catatan lapang beserta alat tulis,  Kalkulator.

 Kamera 2 mega pixel,  Komputer

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :  Data nilai proyek pembangunan WTP

 Data biaya operasional WTP (bahan-bahan kimia, listrik, gaji pegawai, perbaikan dan perawatan)

 Data harga jual air bersih untuk pengguna dari PDAM Bogor  Data pendapatan yang diterima IPB dari penggunaan air bersih

 Data jumlah penghuni Asrama Putra dan Putri TPB, Rusunawa, Asrama Silvasari dan Silvalestari TPB, Wisma Amarilis, Asrama Putri Dramaga, dan Perumahan Dosen IPB  Air sungai

 Air pengolahan

5.3

METODE PENGUMPULAN DATA

Data yang dikumpulkan dari penelitian ini merupakan data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan hasil penelitian, yaitu wawancara terhadap pegawai Fasilitas dan Properti IPB dan pegawai WTP. Data primer yang berasal dari hasil penelitian merupakan data hasil penelitian lapangan. Sedangkan data sekunder merupakan data yang didapat dari data yang telah terkumpul sebelum dilaksanakannya penelitian yang berasal dari direktorat Fasilitas dan Properti IPB, juga data yang berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum Bogor.

5.3.1

Pengamatan Sistem Produksi WTP

Pengamatan dilakukan untuk mengetahui sistem produksi dari masing-masing WTP dan kondisi existing atau gambaran umum yang saat ini sedang berjalan di lapangan.


(28)

Kemudian dilakukan perbandingan dengan data sekunder yang berasal dari literatur, sehingga dapat diketahui apakah data sekunder yang didapat masih relevan menggambarkan keadaan saat ini. Data yang paling menggambarkan kondisi terkinilah yang akan digunakan untuk perhitungan dalam menganalisis aspek finansial dari operasional WTP.

5.3.2

Pengukuran dan Perhitungan Kebutuhan Air Aktual

a.

Gedung Perkuliahan, Perkantoran, dan Sarana Penunjang

Lainnya

Kebutuhan air aktual merupakan jumlah air yang benar-benar terpakai berdasarkan pengukuran meteran air. Pembacaan meteran air dilakukan di dua tempat yaitu di meteran air induk pada menara air Fahutan (Fakultas Kehutanan) dan menara air Fapet (Fakultas Peternakan). Pembacaan meteran air tersebut dilakukan secara bersamaan tiap jamnya selama tiga hari berturut-turut. Pembacaan dimulai dari pukul 06.00 hingga pukul 18.00. Selain membaca meteran air, pada menara Fahutan juga dilakukan pembacaan ketinggian muka air yang ada di menara, tujuan adalah agar mengetahui jumlah debit air yang masuk ke menara tiap jamnya. Namun pada menara Fapet tidak bisa dilakukan pembacaan ketinggian muka air tiap jamnya karena untuk mencapai puncak menara tersebut sangat berbahaya dan tidak terdapat pengaman pada tangga untuk menuju ke puncak menara tersebut.

Setelah dilakukan pengukuran pada meteran, maka dapat diketahui volum pemakaian air bersih di kampus IPB Dramaga (gedung fakultas dan perkantoran) selama satu hari (dari pukul 06.00-18.00). Dari pengukuran tersebut dapat dilihat pula waktu puncak (peak time) dari pemakaian air bersih, yaitu kondisi dimana pemakaian air lebih banyak dibandingkan waktu-waktu lainnya.

b.

Asrama Mahasiswa Rusunawa

Penghitungan ini dilakukan untuk mengetahui secara aktual pemakaian air mahasiswa di asrama rusunawa. Kegiatan ini dilakukan sebagai pembanding antara kebutuhan air teoritis mahasiswa penghuni asrama yang diperoleh dari literatur dan pemakaian nyata yang terjadi di lapangan. Pengukuran dilakukan dengan cara mengamati meteran air yang ada. Pengukuran pada hari pertama dan dua hari berikutnya dengan mencatat meteran air yang terbaca tiap jam selama tiga jam. Tiap jam meteran dibaca selama tiga jam berturut-turut. Dengan demikian diperoleh data pemakaian air total selama satu hari dengan tiga kali ulangan dengan cara mengurangi meteran terbaca pada hari kedua dengan hari pertama.


(29)

5.3.3

Pengukuran dan Perhitungan Debit Produksi

a.

WTP Tipe Gravitasi

WTP tipe gravitasi merupakan WTP yang terpasang di aliran Sungai Ciapus yang mengolah air sungai tersebut dan mendistribusikannya menuju asrama putra dan asrama putri TPB. Debit produksi diperoleh dengan menggunakan metode volumetrik, yaitu mengukur volum air yang diproduksi tiap detiknya. Setelah mengetahui terlebih dahulu luas penampang tampak atas (luas lingkaran) dari bak sedimentasi dan filtrasi. Pertambahan tinggi muka air per satuan waktu yang dikalikan dengan luas penampang maka akan dapat debit produksi atau kapasitas produksi dari WTP tersebut. Pengukuran dilakukan setelah pompa intake dinyalakan dan pertambahan tinggi muka air ditentukan bersamaan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ketinggian tersebut. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

Bila dinyatakan dengan rumus adalah: Q = πr

2h

� × 3600

dimana :

Q = debit produksi (m3/jam)

r = jari-jari bak sedimentasi atau bak filtrasi (m) h = tinggi muka air (m)

t = waktu (detik)

b.

WTP Tipe Tekanan

Pengukuran ini dilakukan di WTP Cihideung, dalam pengukuran ini dilakukan beberapa perlakuan khusus agar data yang didapat lebih valid. Pertama adalah ketika pengukuran dilakukan di WTP 1 Cihideung maka WTP Cihideung yang lain dimatikan agar tidak mengganggu kerja operator dalam menampung air produksi, begitu pula ketika pengukuran dilakukan pada WTP yang lain. Kemudian back washing dilakukan sebelum pengukuran selama satu jam agar debit yang dihasilkan mencapai angka maksimum. Yang terakhir adalah operator memastikan bahwa air baku, pompa intake, dan pompa filtrasi yang dipakai berada dalam keadaan baik dan normal seperti biasanya agar proses tidak mengalami hambatan saat terjadinya pengukuran. Debit per instalasi dihitung dengan mengukur jumlah air yang keluar dari tiap pipa output yang berada di dalam GWT utama (yang berada di WTP Cihideung). Air produksi ditampung dalam ember besar selama beberapa detik lalu diukur volumenya. Pada setiap WTP pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dan diambil rata-ratanya. Debit per jam didapat dengan persamaan dibawah ini.


(30)

Q = V

� × 3.6

dimana :

Q = debit produksi (m3/jam)

V = volume air yang tertampung di dalam ember (liter) t = waktu (detik)

c.

WTP Tipe

Ultra Filtration

(UF)

system

Pengukuran dilakukan di WTP Cihideung 5 yang menggunakan Ultra Filtration (UF) system, dengan bantuan alat ukur yang terdapat pada WTP tersebut. Alat ukur tersebut adalah flow meter, terdapat pada bagian setelah sand filter dan sebelum buffer tank. Alat ini bekerja dengan cara menunjukkan jumlah debit air yang mengalir melewatinya dan langsung mengkonversi ke dalam satuan gpm (galon per menit) dan lpm (liter per menit). Bila dinyatakan dengan rumus adalah :

Q = lpm 1000 × 60 dimana :

Q = Debit produksi (m3/jam)

lpm = Nilai yang ditunjukkan flow meter (liter/menit)

Gambar 4. Flow meter pada WTP Sistem Ultra Filtrasi (6)


(31)

5.4

METODE ANALISIS

5.4.1

Analisis Biaya Produksi

Biaya produksi diketahui dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan Direktorat Fasilitas dan Properti IPB secara langsung, meliputi biaya tetap dan biaya variabel selama satu tahun anggaran. Keseluruhan biaya yang dikeluarkan IPB untuk memproduksi air bersih diklasifikasikan menurut jenis biaya masing-masing, apakah termasuk biaya tetap atau biaya variabel.

Biaya keseluruhan atau biaya total produksi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

�= ��+ �� dimana :

BT = biaya total (Rp/tahun) BTT = biaya tetap total (Rp/tahun) BVT = biaya variabel total (Rp/tahun)

Analisis biaya variabel dilakukan terhadap keseluruhan WTP dengan landasan IPB adalah BHMN, sedangkan pada analisis biaya tetap dilakukan untuk mengetahui gambaran finansial WTP dengan memasukkan biaya bunga modal dan penyusutan. Untuk mengetahui biaya tetap dari operasional WTP, digunakan perhitungan biaya bunga modal per tahunnya dengan rumus :

=��� (�+ 1) 2� dimana :

I = total bunga modal (Rp/tahun) i = tingkat bunga modal (%/tahunn) P = nilai awal (Rp)

N = umur ekonomis (tahun)

5.4.2

Analisis Biaya Pokok Produksi

Analisis biaya pokok produksi atau harga pokok produksi adalah perhitungan dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan IPB dibagi dengan jumlah produksi air yang dihasilkan dalam waktu tertentu. Biaya pokok dihitung dengan rumus :

(8)


(32)

(10) �= �

��+ �� � dimana :

Bp = biaya pokok (Rp/unit produk) BT = biaya tetap (Rp/tahun) BTT = biaya tidak tetap (Rp/jam) k = kapasitas alat (unit produk/jam)

x = perkiraan jam kerja dalam satu tahun (jam/tahun)

5.4.3

Analisis Titik Impas Produksi (

break even point

)

Analisis titik impas (TIP/BEP) adalah cara untuk menentukan volume produksi berapakah perusahaan mengalami keuntungan atau kerugian. Analisis yang dilakukan berpengaruh terhadap berapa minimal jumlah air yang harus diproduksi agar IPB tidak mengalami kerugian atau mendapat keuntungan. Analisis ini dapat menggunakan rumus :

� �= �� − �� dimana :

TIP = titik impas produksi (unit/tahun) BTT = biaya tetap total (Rp/tahun) HJ = harga jual (Rp/unit)

BVT = harga variabel total (Rp/tahun)

5.4.4

Analisis Kelayakan

a.

NPV (

net present value

)

Harga net present value diperoleh dari pengurangan present value komponen benefit dengan present value komponen cost. Harga net present value ini merupakan harga present value keuntungan atas investasi yang telah ditanamkan (Suyanto, Sunaryo, dan Sjarief 2001). Nilai NPV dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

NPV = Bt−Ct

(1+i)t

� �=1

dimana :

NPV = net present value (Rp) B = manfaat (Rp/tahun) C = biaya (Rp/tahun)

(11)


(33)

t = tahun ke-t

n = umur produksi (tahun) i = tingkat bunga (%/tahun)

Dalam perhitungan NPV ini digunakan sebuah arus kas yang didalamnya diperhitungkan pula faktor diskon (DF) dengan nilai tingkat bunga yang diasumsikan berdasarkan tingkat bunga tertentu. Discount factor (DF) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

=

Σ

1

(1 +

)

dimana :

DF = discount factor (%) i = tingkat bunga (%) t = waktu (tahun ke-)

b.

IRR (

internal rate of return

)

Internal rate of return merupakan nilai tingkat bunga, dimana nilai NPV-nya sama dengan nol. Perkiraan nilai IRR dapat didekati dengan persamaan berikut :

��=�′+ ���

(���′− ���")(�"− �′) dimana :

IRR = internal return rate

i = nilai discount rate/tingkat suku bunga NPV’ = nilai discount rate pada i’

NPV” = nilai discount rate pada i”

Untuk mendapatkan nilai IRR dari persamaan di atas dilakukan dengan cara coba-coba (trial and error) karena tidak dapat dilakukan secara langsung. Prosedur penentuan IRR adalah sebagai berikut :

i) Tentukan suatu nilai i yang diduga mendekati nilai IRR yang dicari (dilambangkan dengan i’ )

ii) Dengan nilai i , hitung nilai NPV dari arus kas biaya dan manfaat setiap waktu. iii)Apabila NPV yang diperoleh bernilai positif, berarti bahwa dugaan nilai i’ terlalu

rendah. Untuk tahap berikutnya dipilih nilai i yang lebih tinggi sehingga didapatkan nilai NPV yang negatif, begitupula sebaliknya.

iv)Setelah itu rumus diatas dapat digunakan dengan memasukkan nilai i dan NPV yang didapat dari hasil coba-coba.

(14) (13)


(34)

c.

BCR (

benefit

cost ratio

)

Metode rasio manfaat-biaya (B/C) adalah suatu cara evaluasi suatu proyek dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil diperoleh dari proyek tersebut dengan nilai sekarang seluruh biaya proyek tersebut. Nilai perbandingan benefit dan cost dapat diketahui dengan menggunakan rumus :

/ = �

(1+�)�

�=1

(1+�)�

�=1

dimana :

B/C = benefit – cost ratio B = manfaat (Rp/tahun) C = biaya (Rp/tahun) t = tahun ke-t

n = umur produksi (tahun) i = tingkat bunga (%/tahun)

Nilai yang didapat merupakan perbandingan antara NPV manfaat dan NPV biaya sepanjang umur produksi. Berdasarkan metode ini, suatu proyek akan dilaksanakan bila nilainya lebih dari 1 (B/C>1).

5.4.5

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan karena dimungkinkan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat produksi air bersih berlangsung. Beberapa parameter yang akan dilakukan analisis sensitivitas adalah pendapatan IPB dari air bersih, gaji pegawai WTP, dan harga bahan kimia. Analisis ini dilakukan dengan cara menghitung ulang nilai proyek dalam arus kas dengan perubahan pada beberapa nilai, yaitu biaya variabel dan pendapatan, setelah itu analisis dilakukan kembali dengan tiga metode diatas. Analisis sensitivitas tidak mengacu terhadap perubahan iklim ekonomi negara, seperti adanya inflasi dan lain-lain.

5.5

PEMBATASAN MASALAH DAN ASUMSI

5.5.1

Pembatasan Masalah

IPB merupakan lembaga pendidikan yang berada dibawah Kementerian Pendidikan Nasional RI, sehingga setiap kegiatan pembangunan teranggarkan dalam anggaran pendapatan dan belanja nasional (APBN). Sehingga analisis yang dilakukan hanya sebatas menganalisis biaya dan manfaat yang didapat dari kegiatan pengolahan air WTP. Adapun analisis kelayakan tetap dilakukan dengan asumsi investasi pembangunan WTP dikenakan biaya bunga modal dan biaya penyusutan. Analisis ini dibatasi hanya pada analisis ekonomi faktor produksi tanpa


(35)

mempertimbangkan faktor lain (ekonomi, sosial, pemasaran, distribusi). Analisis ekonomi yang dilakukan terhadap proyek atau pengolahan air bersih ini adalah analisis biaya produksi, analisis biaya pokok, analisis titik impas, dan analisis kelayakan. Analisis kelayakan dan sensitivitas hanya dilakukan terhadap WTP Cihideung sistem UF (ultra filtration) yang dibangun pada tahun 2010. Analisis ini juga tidak termasuk pembangunan WTP baru yang sedang berlangsung.

5.5.2

Asumsi

Analisis kelayakan finansial pada WTP Cihideung sistem UF digunakan beberapa asumsi :

a. WTP dikenakan biaya bunga modal dan biaya penyusutan b. Umur proyek diperkirakan 20 tahun

c. Jumlah produksi air (debit) WTP tetap selama 20 tahun

d. Setiap civitas akademika kampus IPB (mahasiswa, dosen, dan pegawai) dikenakan biaya pemakaian air bersih berupa penghasilan non-profit bagi IPB sebesar Rp.4,500.00 sesuai dengan harga jual air bersih yang diterapkan IPB kepada unit usaha dalam kampus.

e. WTP tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan serta Pajak Penghasilan f. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah 15% (BRI Rate, 2010).


(36)

(37)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

KONDISI UMUM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KAMPUS IPB

DRAMAGA

Penyelenggaraan kegiatan pendidikan di kampus IPB Dramaga tidak bisa terlaksana tanpa adanya air bersih. Saat ini pemenuhan kebutuhan akan air bersih mulai dari pengolahan sampai manajemen pengelolaan menjadi tanggung jawab Direktorat Fasilitas dan Properti (Faspro) IPB. Dalam pemenuhan air bersih, IPB mengandalkan dua buah sungai sebagai air baku untuk diolah, yaitu Sungai Ciapus dan Sungai Cihideung serta sebuah mata air untuk memenuhi kebutuhan air bersih di mesjid Al-Hurriyyah.

Air bersih yang didapat dari dua sumber air baku merupakan hasil olahan tujuh buah unit pengolahan air bersih atau water treatment plant (WTP) yang terdapat pada dua lokasi yaitu WTP Ciapus yang terletak di dekat pintu masuk belakang IPB, sedangkan WTP Cihideung terletak di belakang pangkalan bis IPB.

4.1.1

WTP CIAPUS

WTP Ciapus pertama kali dibangun tahun 1972 dengan memanfaatkan Sungai Ciapus sebagai air bakunya. Saat ini WTP Ciapus memiliki dua unit pengolahan air bersih, yaitu WTP Ciapus 1 dengan tipe tekanan yang mengolah air sungai dan mendistribusikannya ke perumahan dosen IPB, Asrama Silvasari, Asrama Silvalestari, Asrama Putri Dramaga, Wisma Amarilis, dan GOR Lama serta WTP Ciapus 2 yang bertipe gravitasi yang mendistribusikan air bersih ke Asrama Putra TPB dan Asrama Putri TPB.


(38)

Setiap WTP terdiri dari beberapa bagian yang memiliki peran yang berbeda dan saling menunjang dalam proses pengolahan air. Unit tersebut antara lain adalah bak intake, pompa intake, bak sedimentasi, bak filtrasi, ground water tank (GWT), pompa distribusi, dan pompa dosing.

Gambar 7. WTP Ciapus 2 Bertipe Gravitasi (Sebelah Kiri Bak Filtrasi dan Sebelah Kanan Bak Sedimentasi)


(39)

Berdasarkan hasil pengukuran, WTP Ciapus 1 (perumdos dan asrama lain) mampu memproduksi air bersih sebesar 12.55 liter/detik atau 45.18 m3/jam, sedangkan WTP Ciapus 2 (Asrama TPB) memiliki kapasitas produksi sebesar 18.69 liter/detik atau 67.28 m3/ jam. Jika kedua WTP ini beroperasi selama 21 jam per hari (1 jam untuk backwash) maka dalam sehari mampu menghasilkan 903.6 m3 untuk WTP Ciapus 1 dan 1,345.68 m3 air untuk WTP Ciapus2, sehingga total WTP Ciapus mampu menghasilkan sekitar 2,249.28 m3 air per harinya. Rincian hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Kapasitas Produksi di WTP Ciapus 2.

Bak filtrasi

Diameter Ketinggian

air Volume T Q

Kapasitas Pompa (dm) (dm) (liter) (detik) (liter/detik) (hp)

27 2 1,144.53

65 17.61

10

62 18.46

64 17.88

64 17.88

Rata-rata 17.96

Bak sedimentasi (Bak Akhir)

Diameter Ketinggian

air V T Q

Kapasitas Pompa (dm) (dm) (liter) (detik) (liter/detik) (hp)

45.4 0.5 809.41

45 17.99

10

43 18.82

42 19.27

Rata-rata 18.69

Rata-rata total (liter/detik) 18.69

Volume produksi per jam (m3) 67.28

4.1.2

WTP CIHIDEUNG

WTP Cihideung terletak di belakang pangkalan bis IPB dengan memanfaatkan air baku dari Sungai Cihideung. WTP ini terdiri dari dua tipe, yaitu tipe tekanan yang berjumlah empat unit dan ultra filtration (UF) system yang berjumlah satu unit. WTP tipe tekanan pertama kali dibangun pada tahun 1985 sedangkan yang bertipe UF system dibangun tahun 2010. Kelima WTP ini memiliki daerah pelayanan distribusi air bersih yang cukup luas, meliputi seluruh gedung fakultas dan perkantoran, rusunawa (asrama mahasiswi TPB), gymnasium, kandang Fakultas Peternakan, Graha Widya Wisuda, gedung LSI dan rektorat, serta laboratorium lapangan yang berada di Leuwikopo. Kapasitas total produksi yang mampu dihasilkan dari kelima unit instalasi di WTP Cihideung adalah 115.80 m3/jam hingga 137.18 m3/jam. Data hasil pengukuran dan perhitungan kapasitas produksi air bersih di WTP Cihideung 1 sampai WTP Cihideung 4 dapat dilihat pada Tabel 3.


(40)

Hasil yang diperoleh dari flowmeter pada WTP Cihideung 5 pada pengambilan data bulan Juli 2010 menunjukkan angka 475 liter/menit. Setiap jamnya WTP Cihideung 5 hanya beroperasi memproduksi air selama 45 menit. Jadi dalam satu jam WTP 5 mampu menghasilkan 28.5 m3/jam. WTP Cihideung 5 tidak dapat bekerja dengan baik saat air baku keruh (> 130 TU). Selain itu, volume GWT Cihideung IPB yang terbatas dan debit pompa distribusi yang kurang besar menyebabkan WTP ini sering dinonaktifkan karena kondisi GWT Cihideung IPB yang telah penuh. Keseluruhan debit produksi WTP di Sungai Cihideung ialah 2,299.27 m3/hari.

4.1.3

DISTRIBUSI AIR BERSIH DI KAMPUS IPB DRAMAGA

Pendistribusian air bersih hasil olahan WTP di kampus IPB Dramaga menggunakan sistem perpompaan dengan reservoir. Air hasil olahan WTP dipompa menuju GWT (ground water tank) atau menuju tangki yang terdapat pada menara air, kemudian air tampungan tersebut dialirkan ke masing-masing daerah pelayanan melalui bantuan gravitasi untuk yang berasal dari tangki air dalam menara, dan dengan pemompaan untuk tangki air permukaan tanah atau GWT. Pipa yang digunakan dalam saluran distribusi ini menggunakan pipa ukuran 6” dengan sistem percabangan.

Gambar 9. Ground Water Tank (GWT) dan Rumah Pompa pada Jalur Distribusi Menara Fahutan


(41)

konsumen WTP Ciapus 1 (perumahan dosen, Asrama Silvasari, Asrama Silvalestari, Asrama Putri Dramaga, Wisma Amarilis, dan GOR Lama) dengan bantuan gravitasi. Begitu pun yang terjadi pada WTP Ciapus 2. Air bersih ditampung sementara di GWT kemudian dipompa menuju GWT dan menara air di Asrama Putri TPB yang selanjutnya dialirkan ke Asrama Putri TPB dan Asrama Putra TPB dengan bantuan gravitasi.

Gambar 10. Menara Air Fapet (kiri) dan Menara Air Fahutan (kanan)

Sedangkan pendistribusian air bersih dari WTP Cihideung menuju ke unit-unit pemakaian terbagi menjadi dua jalur, yaitu jalur menara Fahutan dan jalur menara Fapet. Pada jalur menara Fahutan air bersih dipompa dari WTP Cihideung menuju menara air Fahutan. Kemudian dari menara Fahutan, air tersebut didistribusikan secara gravitasi menuju gedung Fakultas Pertanian, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Fakultas Ekologi Manusia, Fakultas Teknologi Pertanian, Fakultas Kehutanan, gedung perpustakaan LSI, gedung Rektorat, taman rektorat, hingga laboratorium lapangan Leuwikopo. Kebutuhan air yang ada di Gymnasium, Rusunawa, dan gedung GWW juga berasala dari jalur menara Fahutan. Sedangkan pada jalur menara air Fapet, air dipompa dari WTP Cihideung menuju menara air Fapet. Kemudian dari menara Fapet air disalurkan secara gravitasi menuju gedung Fakultas Peternakan, Fakultas Perikanan, Fakultas Kedokteran Hewan, Rumah Sakit Hewan, dan juga kandang ternak Fapet. Skema jalur distribusi air bersih di kampus IPB Dramaga disajikan dalam bagan struktur instalasi air WTP Cihideung dan Ciapus pada Gambar 11 dan Gambar 12.


(42)

(43)

(44)

Tabel 3. Hasil Pengukuran Kapasitas Produksi WTP Cihideung

V T Q

(liter) (detik) (m3/jam)

WTP 1

13.17 2.21 21.45

13.70 2.14 23.05

14.40 2.10 24.69

Rata-rata 23.06

WTP 2

18.75 2.15 31.40

19.90 2.09 34.28

20.75 2.14 34.91

Rata-rata 33.53

WTP 3

17.10 1.65 37.31

16.60 1.90 31.45

15.50 2.03 27.49

Rata-rata 32.08

WTP 4

12.00 1.55 27.87

13.60 1.90 25.77

13.10 1.70 27.74

Rata-rata 27.13

Total 115.80

4.2

ANALISIS BIAYA PRODUKSI

Analisis finansial yang dilakukan terhadap WTP di kampus IPB Dramaga dikelompokkan menjadi empat bagian menurut lokal dan jenis WTP. Kelompok pertama adalah WTP Cihideung 1-4 yang memiliki jenis yang sama, kedua merupakan WTP Cihideung 5 dengan sistem ultra filtrasi, ketiga adalah WTP Ciapus perumahan dosen dan asrama lain, dan keempat adalah WTP Ciapus Asrama TPB. Jumlah produksi air bersih yang dihasilkan dari empat WTP tersebut merupakan kapasitas produksi yang terukur dari hasil pengamatan terakhir (bulan Juli 2010).

.

Tabel 4. Jumlah Debit Produksi Air Bersih Rata-rata Tiap WTP

WTP Debit Produksi

(m3/bulan) (m3/tahun)

Cihideung 1-4 64,275.66 771,307.92

Cihideung 5 (UF System) 4,702.50 56,430

Ciapus Perumahan Dosen dan

Asrama lain 27,108 325,296


(45)

Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan sebuah WTP termasuk biaya investasi. Biaya investasi pada pembangunan WTP (nilai proyek) merupakan biaya pembangunan unit pengolahan yang digunakan untuk memproduksi air bersih, tidak termasuk didalamnya kendaraan dan bangunan pendukung lainnya. Biaya investasi diperhitungkan dalam arus kas dalam analisis kelayakan.

Biaya produksi terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Pada unit pengolahan air ini biaya tetap tidak ada dikarenakan WTP yang ada di kampus IPB Dramaga merupakan aset yang tidak terpisahkan dari kampus IPB yang penganggarannya menggunakan dana APBN.

Adapun biaya variabel yang diperhitungkan adalah biaya gaji pegawai, bahan kimia, listrik, dan perawatan atau perbaikan WTP. Biaya variabel dihitung per lokal WTP. Data gaji pegawai yang didapat per orang ialah Rp. 1,266,000.00, sedangkan jumlah pegawai terbagi tidak merata pada WTP Sungai Cihideung. Pada WTP Sungai Cihideung terdapat 6 orang, sedangkan WTP tersebut dibagi menjadi dua bagian WTP Cihideung 1-4 dan WTP Cihideung 5 (UF System), sehingga pembagian biaya untuk gaji pegawai masing-masing WTP dibagi menurut waktu kerja WTP. Untuk pembagian gaji pegawai di WTP wilayah Sungai Cihideung, dilakukan perhitungan secara perbandingan, yaitu waktu kerja WTP yang akan dicari gaji pegawainya dibagi dengan waktu kerja keseluruhan WTP di aliran Sungai Cihideung, kemudian dikalikan jumlah seluruh pegawai di WTP aliran Sungai Cihideung dan dikalikan dengan gaji yang seharusnya diterima untuk satu orang pegawai. Contoh perhitungan gaji pegawai tercantum dalam Lampiran 1. Untuk biaya gaji pegawai di WTP Sungai Ciapus dibagi merata menurut wilayah kerja masing-masing, WTP Ciapus Asrama TPB dan WTP Ciapus Perumahan Dosen dan Asrama lain karena pegawai WTP aliran Sungai Ciapus memiliki wilayah kerja masing-masing, yaitu empat orang di WTP Ciapus Asrama TPB dan dua orang di WTP Ciapus Perumahan Dosen dan Asrama Lain. Data bahan kimia yang didapat adalah total biaya yang dikeluarkan IPB untuk keseluruhan WTP, sehingga biaya tersebut diperhitungkan menurut kebutuhan bahan kimia untuk produksi masing-masing WTP (Cihideung 1-4, Cihideung 5/UF System, Ciapus Asrama TPB, dan Ciapus Perumahan Dosen dan Asrama lain). Perhitungan biaya variabel untuk bahan kimia tidak semudah perhitungan pada biaya gaji pegawai karena kebutuhan dari masing-masing bahan untuk tiap WTP jumlahnya tidak sesuai bila dibandingkan dengan total biaya yang dikeluarkan IPB untuk bahan kimia per dua bulan dibagi dengan harga masing-masing bahan kimia per kilogramnya. Oleh karena itu, dilakukan perbandingan harga dari tiap jenis bahan kimia yang dipakai. Selain itu juga dilakukan perbandingan untuk pemakaian bahan kimia tiap WTP, karena pada dasarnya setiap satu unit WTP memiliki ukuran yang berbeda untuk pemberian bahan kimianya. Perhitungan bahan kimia ini juga terdapat pada Lampiran 1.

Biaya perawatan dan perbaikan yang didapat merupakan keseluruhan WTP di kampus IPB sehingga dibagi juga menurut waktu kerja masing-masing WTP. Karena tidak ada kepastian waktu dalam pergantian dan perbaikan komponen WTP, serta perawatan termasuk pembersihan tangki air bawah tanah, maka biaya perawatan dan perbaikan dihitung berdasarkan waktu kerjanya. Semakin tinggi waktu kerja dari satu unit WTP maka semakin tinggi pula intensitas perawatan yang harus dilakukan. Sedangkan biaya listrik yang didapat merupakan biaya listrik yang dikeluarkan WTP Sungai Cihideung dan Sungai Ciapus, sehingga perlu dibagi rata menurut daya yang dipergunakan di masing-masing WTP dengan menghitung waktu kerja dan alat listrik yang dipergunakan yaitu motor penggerak pompa yang ada di WTP. Perhitungan dilakukan dengan mendata daya dari setiap pompa dan peralatan listrik yang digunakan dalam kegiatan produksi air bersih dari WTP sampai menara air (tidak termasuk didalamnya kegiatan pegawai yang menggunakan listrik untuk pribadi, seperti menonton televisi) dan diamati waktu kerja peralatan listrik tersebut. Hasil perkalian antara daya dengan waktu kerja kemudian dikonversi ke dalam satuan rupiah per jam (Rp./jam). Data biaya listrik keseluruhan yang didapat dari IPB menunjukkan pembagian biaya listrik menurut dua aliran sungai,


(46)

Ciapus dan Cihideung. Sehingga perbandingan dilakukan per wilayah atau aliran sungai. Perhitungan biaya listrik terdapat pada Lampiran 1.

Tabel 5. Kebutuhan Bahan Kimia Per WTP

WTP

Tawas / PAC (Poly Aluminium Chloride) (kg) Kaporit (kg) NaOH (kg) HCl (kg) Cihideung 1-4

3,800 585 160 75

Cihideung 5 (UF System) Ciapus Perumahan Dosen

dan Asrama lain 1,000 45 - -

Ciapus Asrama TPB 3,000 45 - -

Tabel 6. Waktu Kerja, Kapasitas Produksi, dan Penggunaan Listrik Masing-masing WTP WTP Waktu Kerja per hari (jam) Kapasitas Produksi (l/s) Penggunaan Listrik (kWh)

Cihideung 1-4 18.5 32.17 1,341.67

Cihideung 5 (UF System) 5.5 7.92 608.28

Ciapus Perumahan Dosen dan

Asrama lain 20 12.55 768.81

Ciapus Asrama TPB 20 18.69 961.99

Tabel 7. Biaya Variabel per Tahun Masing-masing WTP

WTP Biaya Variabel

(Rp/tahun)

Cihideung 1-4 315,261,333.72

Cihideung 5 (UF System) 63,766,984.27 Ciapus Perumahan Dosen dan

Asrama lain 199,754,841.67

Ciapus Asrama TPB 295,560,840.34

Biaya total merupakan total keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya total dari produksi air bersih di kampus IPB merupakan biaya variabel keseluruhan dari masing-masing WTP. Dari perhitungan yang dilakukan, biaya variabel tertinggi adalah biaya variabel pada WTP Cihideung 1-4 yang menggunakan sistem tekanan. Hal ini terjadi karena WTP ini lebih banyak memproduksi air. Sehingga dimungkinkan penggunaan listrik, biaya perawatan dan perbaikan serta gaji pegawai pada WTP ini lebih tinggi dibandingkan dengan WTP lain. Pada WTP Cihideung 5 yang tergolong masih baru dan menggunakan teknologi yang berbeda dengan WTP yang lain memiliki biaya variabel yang paling rendah. Hal ini disebabkan waktu kerjanya yang hanya lima setengah jam (pengamatan Juli 2010).


(1)

50 0 1,500,000,000.00 (1,500,000,000.00) 1 (1,500,000,000.00) 1 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.8696 191,861,057.15 2 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.7561 166,835,701.87 3 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.6575 145,074,523.37 4 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.5718 126,151,759.45 5 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.4972 109,697,182.13 6 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.4323 95,388,854.03 7 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.3759 82,946,829.59 8 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.3269 72,127,677.90 9 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.2843 62,719,719.92 10 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.2472 54,538,886.88 11 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.2149 47,425,119.03 12 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.1869 41,239,233.94 13 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.1625 35,860,203.42 14 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.1413 31,182,785.59 15 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.1229 27,115,465.73 16 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.1069 23,578,665.85 17 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.0929 20,503,187.70 18 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.0808 17,828,858.87 19 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.0703 15,503,355.54 20 63,776,984.27 284,407,200.00 220,640,215.73 0.0611 13,481,178.73 NPV (118,939,753.33) NPV (DF 15%) = Rp -118,939,753.33

IRR = 13.58%


(2)

51 0 1,500,000,000.00 (1,500,000,000.00) 1 (1,500,000,000.00) 1 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.8696 196,277,318.02 2 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.7561 170,675,928.72 3 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.6575 148,413,851.06 4 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.5718 129,055,522.66 5 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.4972 112,222,193.62 6 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.4323 97,584,516.19 7 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.3759 84,856,101.03 8 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.3269 73,787,913.94 9 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.2843 64,163,403.43 10 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.2472 55,794,263.85 11 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.2149 48,516,751.17 12 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.1869 42,188,479.28 13 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.1625 36,685,634.16 14 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.1413 31,900,551.44 15 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.1229 27,739,609.95 16 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.1069 24,121,399.96 17 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.0929 20,975,130.40 18 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.0808 18,239,243.82 19 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.0703 15,860,212.02 20 63,776,984.27 289,485,900.00 225,718,915.73 0.0611 13,791,488.71 NPV (87,150,486.58) NPV (DF 15%) = Rp -87,150,486.58

IRR = 13.99%


(3)

52 0 1,500,000,000.00 (1,500,000,000.00) 1 (1,500,000,000.00) 1 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.8696 198,485,448.46 2 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.7561 172,596,042.14 3 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.6575 150,083,514.90 4 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.5718 130,507,404.26 5 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.4972 113,484,699.36 6 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.4323 98,682,347.27 7 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.3759 85,810,736.76 8 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.3269 74,618,031.96 9 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.2843 64,885,245.18 10 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.2472 56,421,952.33 11 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.2149 49,062,567.25 12 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.1869 42,663,101.95 13 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.1625 37,098,349.52 14 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.1413 32,259,434.37 15 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.1229 28,051,682.06 16 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.1069 24,392,767.01 17 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.0929 21,211,101.75 18 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.0808 18,444,436.30 19 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.0703 16,038,640.26 20 63,776,984.27 292,025,250.00 228,258,265.73 0.0611 13,946,643.71 NPV (71,255,853.20) NPV (DF 15%) = Rp -71,255,853.20

IRR = 14.14 %


(4)

53 0 1,500,000,000.00 (1,500,000,000.00) 1 (1,500,000,000.00) 1 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.8696 200,693,578.89 2 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.7561 174,516,155.56 3 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.6575 151,753,178.75 4 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.5718 131,959,285.87 5 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.4972 114,747,205.10 6 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.4323 99,780,178.35 7 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.3759 86,765,372.48 8 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.3269 75,448,149.98 9 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.2843 65,607,086.94 10 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.2472 57,049,640.82 11 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.2149 49,608,383.32 12 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.1869 43,137,724.63 13 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.1625 37,511,064.89 14 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.1413 32,618,317.30 15 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.1229 28,363,754.17 16 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.1069 24,664,134.06 17 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.0929 21,447,073.10 18 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.0808 18,649,628.78 19 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.0703 16,217,068.50 20 63,776,984.27 294,564,600.00 230,797,615.73 0.0611 14,101,798.70 NPV (55,361,219.82) NPV (DF 15%) = Rp -55,361,219.82

IRR = 14.34 %


(5)

54 0 1,500,000,000.00 (1,500,000,000.00) 1 (1,500,000,000.00) 1 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.8696 205,109,839.76 2 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.7561 178,356,382.40 3 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.6575 155,092,506.44 4 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.5718 134,863,049.08 5 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.4972 117,272,216.59 6 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.4323 101,975,840.51 7 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.3759 88,674,643.92 8 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.3269 77,108,386.02 9 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.2843 67,050,770.45 10 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.2472 58,305,017.78 11 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.2149 50,700,015.46 12 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.1869 44,086,969.97 13 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.1625 38,336,495.63 14 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.1413 33,336,083.15 15 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.1229 28,987,898.39 16 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.1069 25,206,868.17 17 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.0929 21,919,015.80 18 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.0808 19,060,013.74 19 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.0703 16,573,924.99 20 63,776,984.27 299,643,300.00 235,876,315.73 0.0611 14,412,108.69 NPV (23,571,953.07) NPV (DF 15%) = Rp -23,571,953.07

IRR = 14.73 %


(6)

55 0 1,500,000,000.00 (1,500,000,000.00) 1 (1,500,000,000.00) 1 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.8696 209,526,100.63 2 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.7561 182,196,609.24 3 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.6575 158,431,834.13 4 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.5718 137,766,812.28 5 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.4972 119,797,228.07 6 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.4323 104,171,502.67 7 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.3759 90,583,915.37 8 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.3269 78,768,622.06 9 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.2843 68,494,453.96 10 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.2472 59,560,394.75 11 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.2149 51,791,647.61 12 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.1869 45,036,215.31 13 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.1625 39,161,926.36 14 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.1413 34,053,849.01 15 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.1229 29,612,042.62 16 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.1069 25,749,602.27 17 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.0929 22,390,958.50 18 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.0808 19,470,398.70 19 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.0703 16,930,781.47 20 63,776,984.27 304,722,200.00 240,955,015.73 0.0611 14,722,418.67

NPV 8,217,313.69

NPV (DF 15%) = Rp 8,217,313.69

IRR = 15.10 %