Kajian hidrologi untuk pengelolaan konservasi perairan Situ IPB, kampus IPB Dramaga, Bogor

(1)

DWI WAHLOYO BUDIARTO C24061932

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan skripsi yang berjudul :

Kajian Hidrologi Untuk Pengelolaan Konservasi Perairan Situ IPB, Kampus IPB Darmaga, Bogor

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

Dwi Wahloyo Budiarto C24061932


(3)

Dwi Wahloyo Budiarto. C24061932. Kajian Hidrologi Untuk Pengelolaan Konservasi Perairan Situ IPB, Kampus IPB Dramaga, Bogor. Dibawah bimbingan Fredinan Yulianda dan Sigid Hariyadi.

Situ IPB yang merupakan danau (situ) yang terletak di dalam komplek Kampus IPB Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Situ IPB merupakan gabungan dari dua situ yaitu Situ Leutik dan Situ Perikanan yang mempunyai karakteristik yang berbeda. Sumber air yang masuk ke Situ IPB berasal dari mata air di bagian hulu Situ Leutik dan bagian utara Situ perikanan yang berdekatan dengan percetakan IPB Press, sehingga pada musim kemarau Situ IPB mengalami penyusutan. Kondisi situ dan karakteristik aliran air sangat menentukan volume air yang tersedia di perairan ini. Kekeringan, pendangkalan, pencemaran maupun penataan ruang kurang baik mengakibatkan penurunan kualitas maupun kuantitas Situ IPB. Oleh karena itu, kajian hidrologi untuk pengelolaan konservasi perairan Situ IPB dibutuhkan sebagai salah satu dasar rekomendasi pengelolaan perairan ini.

Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi hidrologi kuantitatif, permasalahan ekologi, hidrologi dan pengelolaan konservasi perairan Situ IPB. Adapun aspek-aspek yang dikaji meliputi morfometrik Situ IPB, curah hujan, tinggi muka air, batimetri, debit air, tekstur substrat (tanah), permeabilitas, porositas dan kualitas air Situ IPB. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juni 2010 di perairan Situ IPB Dramaga, Bogor. Pengambilan data dilakukan melalui data primer maupun data sekunder. Terdapat 5 lokasi pengambilan sampel sedimen, substrat (tanah), kualitas air dan 2 lokasi pengamatan untuk melihat tinggi muka air Situ IPB dengan menggunakan mistar duga (paralon berskala). Analisis data untuk rekomendasi pengelolaan dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif melalui matrik penelusuran masalah.

Situ Leutik memiliki luas 7.064,46 m2 dengan volume total air sebesar 15.117,94 m3, sedangkan Situ Perikanan memiliki luas lebih besar yaitu 12.167,37 m2 dengan volome total air sebesar 18.435 m3. Rata-rata curah hujan bulanan daerah Dramaga Bogor dalam kurun 10 tahun berkisar antara 137,27– 444,99 mm dan jumlah curah hujan tahunan sebesar 3.897,34 mm. Daerah Dramaga termasuk dalam katagori beriklim sangat basah dengan curah hujan tinggi sepanjang tahun dilihat dari nilai Q sebesar 3,54 %. Debit masukan air Situ leutik sebesar 17,33 l/det sedangkan Situ Perikanan memiliki debit masukan sebesar 22,81 l/det dengan debit keluaran lebih besar yaitu 28,81 l/det. Situ Leutik memiliki tinggi muka air yang cenderung stabil yaitu ± 350 cm. Tinggi muka air Situ Perikanan mengalami fluktuasi antara 153-321 cm. Beberapa parameter yang memenuhi baku mutu selama pengamatan antara lain suhu 22,2-28,8oC, kandungan padatan tersuspensi total


(4)

antara 5,1-6,3 dan BOD5 berkisar antara 0,68-9,68 mg/L. Situ IPB memiliki rata-rata laju sedimentasi sebesar 0,94 mg/cm2/hari. Hasil analisis substrat (tanah) diperoleh bahwa dasar substrat (tanah) Situ IPB memiliki substrat (tanah) dominan lempung dengan kecepatan permeabilitas lebih kecil dibandingkan lokasi di sekitar situ. Hal ini dikarenakan kandungan liat dasar situ lebih besar dibandingkan di sekitar situ. Substrat (tanah) di sekitar Situ IPB termasuk substrat (tanah) dengan porositas yang tinggi yaitu di atas 60 %. Implementasi pengelolaan Situ IPB yang direkomendasikan adalah upaya pemeliharaan daerah tangkapan air dengan cara penatagunaan lahan di sekitar perairan Situ IPB, mempertahankan dan menjaga sumberdaya air yang ada dengan cara menghemat air melalui pemakaian yang efisien dan efektif (pengaturan debit keluaran yang teratur sesuai dengan kebutuhan). Permasalahan sedimentasi yang terjadi di Situ IPB dapat diatasi dengan melakukan pengerukan di bagian area yang mengalami pendangkalan, pengedalian pencemaran yang masuk ke dalam situ dapat dilakukan dengan menggunakan bak penampungan sementara terhadap limbah kantin (padat dan cair) yang dihasilkan yang dilengkapi dengan saringan terhadap bahan-bahan buangan terapung sebelum dibuang ke perairan dan perlu adanya manajemen penataan kantin-kantin yang berada di sekitar Situ IPB.


(5)

DWI WAHLOYO BUDIARTO C24061932

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

Judul Skripsi : Kajian Hidrologi Untuk Pengelolaan Konservasi Perairan Situ IPB, Kampus IPB Dramaga, Bogor.

Nama : Dwi Wahloyo Budiarto

NIM : C24061932

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Fredinan Yulianda. M.Sc Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc. NIP. 19630731 198803 1 002 NIP. 19591118 198503 1 005

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP. 19660728 1 99103 1 002


(7)

Syukur Alhamdulillah dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul “Kajian Hidrologi Untuk Pengelolaan Konservasi Perairan Situ IPB, Kampus IPB Dramaga, Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam memberikan bimbingan, masukan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitin ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, Januari 2011


(8)

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir.Fredinan Yulianda. M.S.c dan Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc., masing-masing selaku ketua dan anggota pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Agustinus M.Samosir, M. Phil dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS. selaku komisi akademik program S1 serta Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si. selaku dosen penguji, atas saran, nasehat dan perbaikan yang sangat berarti untuk penulis. 3. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik atas

pengarahan dan masukan serta kesabarannya yang membimbing penulis selama kuliah.

4. Keluarga tercinta, Ayahanda Slamet Budiono, Ibunda Sunarsih, Mas Nanang dan adikku tercinta Tri Ajeng yang telah memberikan doa, semangat, dukungan baik materi dan moril, serta kasih sayang sehingga penulis mampu menyelesaikan studi perkuliahan.

5. Staff Tata Usaha MSP serta Staf Laboratorium Produktifitas dan Lingkungan Perairan (Ibu Siti, Ibu Ana, Mbak Widar, Mas Budi, Bang Aan, Kang Heri, Pak Toni dan Mas Adon) atas bantuannya dan kerja sama kepada penulis selama perkuliahan dan penelitian.

6. Situ Team(Ageryanto, Zewita dan Suryani),Egg Team (Pandu, Febri, Ishak, dan Ilmi), P-house (Ageryanto, Mas Firman, Adik Zahid, Fuad, dan Fahir) dan Palem-8 (Misbah, Age, Tajudin, Mas Tulus, Darmawan, dan Faris IPTP) dan teman-teman MSP’43, serta pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.


(9)

Penulis dilahirkan di Lumajang, pada tanggal 26 November 1987. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Slamet Budiono dan Ibu Sunarsih. Penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri 09 Pagi Cengkareng Timur (2000), SLTP Negeri 248 Jakarta (2003), SMA Negeri 3 Bekasi (2006). Pada tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi kampus. Penulis juga aktif di Divisi Minat dan Bakat Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) periode 2008/2009. Selain itu penulis aktif dibeberapa kepanitiaan seperti Orientasi Mahasiswa Baru Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (OMBAK) sebagai staf divisi komisi disiplin (2009) dan Pendamping Anggota Kelompok (PAK) 2010. Penulis pernah menjadi ketua pelaksana dalam rangka kegiatan Masa Perkenalan Himpro Manajemen Sumberdaya Perairan 2009.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul ”Kajian Hidrologi Untuk Pengelolaan Konservasi Perairan Situ IPB, Kampus IPB Dramaga, Bogor ”


(10)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ ... 5

2.2 Morfometrik Situ ... 7

2.3 Parameter Lingkungan ... 8

2.4 Hidrologi ... 10

2.5 Substrat (tanah) ... 11

2.5.1 Tekstur substrat (tanah) ... 11

2.5.2 Permeabilitas ... 13

2.5.3 Porositas ... 14

2.6 Sedimentasi ... 15

2.7 Pengelolaan Situ ... 15

3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 19

3.2.1 Aspek morfometri ... 19

3.2.2 Kualitas air ... 19

3.2.3 Aspek hidroklimatologi ... 20

3.2.4 Laju sedimentasi ... 20

3.2.4 Substrat (tanah) ... 20

3.3 Metode Pengambilan dan Pengumpulan Data ... 20

3.3.1 Data primer ... 20

3.3.1 Data sekunder ... 23

3.4 Analisis Data ... 24

3.4.1 Morfometrik ... 24

3.4.2 Debit air ... 26

3.4.3 Tinggi muka air ... 27

3.4.4 Laju sedimentasi ... 27

3.4.5 Substrat (tanah) ... 28

3.4.5.1 Tekstur substrat (tanah) ... 28

3.4.5.2 Permeabilitas ... 29

3.4.5.3 Porositas ... 30

3.4.6 Analisis kualitas air ... 30


(11)

4.2.1 Dimensi permukaan Situ Leutik ... 32

4.2.2 Dimensi bawah permukaan Situ Leutik ... 33

4.2.3 Dimensi permukaan Situ Perikanan... 34

4.2.4 Dimensi bawah permukaan Situ Perikanan ... 36

4.3 Sumberdaya Air ... 40

4.3.1 Parameter fisika ... 40

4.3.2 Parameter kimia ... 41

4.4 Hidroklimatologi ... 42

4.4.1 Curah hujan ... 42

4.4.2 Debit air... 43

4.4.3 Fluktuasi tinggi muka air Situ IPB ... 45

4.5 Laju Sedimentasi ... 46

4.6 Substrat (tanah) ... 47

4.6.1 Tekstur substrat (tanah)... 47

4.6.2 Porositas ... 48

4.6.3 Permeabilitas ... 49

4.7 Analisis Pengolahan Situ IPB ... 50

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 55

DARTAR PUSTAKA ... 56


(12)

Halaman

1. Penentuan kelas tekstur substrat (tanah)... 12

2. Klasifikasi permeabilitas menurut Uhland dan O’Neal ... 13

3. Jenis data yang dibutuhkan ... 19

4. Jenis data dan alat yang digunakan ... 23

5. Nilai-nilai dimensi permukaan Situ Leutik ... 33

6. Nilai-nilai dimensi bawah permukaan Situ Leutik ... 34

7. Nilai-nilai dimensi permukaan Situ Perikanan ... 35

8. Nilai-nilai dimensi bawah permukaan Situ Perikanan ... 36

9. Persentasi fraksi dan tekstur substrat (tanah) dasar Situ IPB ... 47

10. Tektur substrat (tanah) dan porositas di sekitar situ Situ IPB ... 48

11. Status permeabilitas substrat (tanah) di lokasi penelitian... 49


(13)

Halaman

1. Skema perumusan masalah ... 3

2. Lokasi penelitian dan lokasi titik pengamatan ... 18

3. Rancangansediment trap ... 28

4. Segitiga tektsur substrat (tanah) menurut sistem USDA ... 28

5. Peta batimetri Situ Leutik hasil pengamatan bulan Mei 2010 ... 37

6. Peta batimetri Situ Perikanan hasil pengamatan bulan Mei 2010... 38

7. Gradien kedalaman Situ Leutik pada transek garis A-B ... 39

8. Gradien kedalaman Situ Perikanan pada transek garis C-D-E ... 39

9. Rata-rata curah hujan bulanan Dramaga (2000-2009) ... 42

10. Curah hujan dan pengupan bulanan (2010) ... 43

11. Debit Inflow Situ LSI ... 44

12. Debit Inflow dan Outflow Situ IPB ... 44

13. Tinggi muka air Situ IPB (Garis merah = Situ Leutik, garis biru = Situ Perikanan, garis hijau = curah hujan) ... 45


(14)

Halaman

1. Gambar kondisi Inlet dan Outlet Situ IPB ... 60

2. Baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 ... 62

3. Parameter kualitas air dan metode yang digunakan ... 63

4. Data kualitas air Situ IPB ... 64

5. Data curah hujan daerah Dramaga tahun 2000-2009 ... 66

6. Rata-rata bulan basah, bulan lembab dan bulan kering daerah Dramaga tahun 2000-2009 ... 67

7. Data tinggi muka air Situ Leutik dan Situ Perikanan (cm) ... 69

8. Data curah hujan dan penguapan harian daerah Dramaga bulan April, Mei dan Juni tahun 2010 ... 70

9. Datasediment trap dengan renta waktu pengambilan ± 4 hari selama 2 bulan ... 71

10. Gambar segitiga tekstur substrat (tanah) Situ IPB beserta keterangan tekstur substrat (tanah) berdasarkan lokasi pengambilan ... 72

11. Kondisi Situ IPB pada saat musim hujan dan musim kemarau ... 73


(15)

1.1 Latar Belakang

Situ merupakan perairan yang menggenang dengan ekosistem terbuka dan umumnya merupakan perairan tawar dan berukuran kecil. Situ dapat terbentuk secara buatan sebagai akibat dibendungnya suatu cekungan (basin) dan dapat pula terbentuk secara alami karena keadaan topografi yang memungkinkan terperangkapnya sejumlah air di dalamnya. Sumber air perairan situ dapat berasal dari mata air yang terdapat di dalamnya, dari masukan air sungai dan atau limpasan air hujan (surface run-off). Keadaan air di dalam situ dapat bersifat permanen atau sementara. Secara umum situ memiliki fungsi yang sangat penting, diantaranya sebagai pemasok air ke dalam ekuifer yang digunakan sebagai resapan air, peredam banjir, membantu memperbaiki mutu air permukaan melalui proses fisika-biologi yang berlangsung di dalamnya, mengatur iklim mikro perairan, perikanan maupun pendukung kegiatan keanekaragaman hayati perairan (Suryadiputra 2003).

Salah satu pemanfaatan air menjadi pusat perhatian adalah mengenai hidrologi yang terjadi di daerah aliran Situ IPB. Kondisi situ dan karakteristik aliran air sangat menentukan volume air yang tersedia di Situ IPB. Sumber air yang terdapat di situ IPB dimanfaatkan sebagai suplai air kolam-kolam budidaya jurusan BDP-FPIK, IPB. Kondisi hidrologi Situ IPB menjadi aspek yang penting sebagai salah satu masukan Manajemen Sumberdaya Perairan untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya, fungsi ekosistem perairan dan kesinambungan ketersediaan air di Situ IPB.

Analisis hidrologi sangat penting untuk menentukan kondisi air yang tersedia di Situ IPB. Sumberdaya air yang ada berperan penting dalam menjaga potensi yang terkandung di dalam perairan ini. Banyaknya permasalahan yang terjadi baik secara internal maupun eksternal berdampak buruk terhadap kualitas perairan ini. Apabila dilihat dari segi pengelolaan Situ IPB belum memiliki sistem pengelolaan yang baik seperti belum adanya pengelolaan dari instansi terkait terhadap permasalahan ekologis. Oleh karena itu, perlu diketahui kondisi hidrologi di perairan Situ IPB untuk mengetahui tingkat permasalahan yang telah terjadi sebagai bahan


(16)

pertimbangan dan kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan perairan Situ IPB sehingga kelestariannya dapat terjaga.

1.2 Rumusan Masalah

Air merupakan bagian sumberdaya alam juga sebagai bagian dari ekosistem secara keseluruhan. Perairan situ atau danau merupakan daerah resapan maupun penahan yang baik untuk kebutuhan sekitar maupun kebutuhan organisme di dalamnya. Pemanfaatan air untuk menunjang kehidupan yang tidak diimbangi dengan tindakan yang bijaksana dalam pengelolaannya akan menyebabkan kerusakan pada sumberdaya air.

Situ IPB merupakan kawasan penyangga kehidupan organisme di dalamnya serta berfungsi sebagai daerah resapan air atau menyimpan cadangan air untuk keberlanjutan aktivitas kehidupan yang ada di sekitar lingkungan situ. Berbagai kegiatan yang terjadi di sekitar situ dapat berpontensi terhadap kualitas maupun kuantitas sumberdaya air di perairan ini.

Berbagai permasalahan yang dihadapi Situ IPB antara lain kekeringan, pendangkalan, pencemaran maupun penataan ruang yang kurang baik. Pada musim kemarau perairan ini khususnya Situ Perikanan rentan terhadap kekeringan dikarenakan pendangkalan dan penyusutan luasan berdampak terdapat volume air yang ada. Pulau terapung yang semakin luas, limbah dan pengikisan tepi situ berpotensi terjadi pendangkalan. Tata ruang yang kurang baik dimana terdapatnya bak pengelolaan limbah cair dari IPB Press yang kurang berfungsi dan beberapa limbah kantin lainnya yang bermuara di Situ IPB akan mengakibatkan penurunan kualitas perairan Situ IPB. Belum adanya konsep pengelolaan yang lestari yang dilakukan di Situ IPB. Kurangnya perhatian dan upaya pengelolaan Situ IPB dari instansi terkait terhadap permasalahan ekologis yang ada. Hal ini dilihat dengan adanya pembangunan kantin di jembatan LSI dan aktivitas pembuangan limbah di sekitar kampus yang masuk ke perairan Situ IPB. Permasalahan yang terjadi dapat berakibat terhadap kondisi lingkungan, wisata, perikanan maupun kegiatan pengairan. Gambar 1 adalah skema perumusan masalah yang digunakan untuk menjawab kesimpulan kondisi perairan Situ IPB.


(17)

Gambar 1. Skema perumusan masalah

Rekomendasi Pengelolaan Situ IPB

Lingkungan Wisata Perikanan Pengairan

Faktor –faktor yang mempengaruhi :

-Kekeringan

-Pencemaran

-Pendangkalan

-Tata ruang

Penurunan kualitas habitat dan sumber daya air


(18)

1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kondisi hidrologi kuantitatif Situ IPB

2. Mengetahui permasalahan ekologi dan hidrologi Situ IPB 3. Pengelolaan konservasi perairan Situ IPB

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi hidrologi perairan Situ IPB dapat dijadikan sebagai bahan pemanfaatan Situ IPB sehingga dapat terjaga kelestariannya.


(19)

2.1 Situ

Situ merupakan perairan menggenang dengan ekosistem terbuka (open system) dimana sangat terpengaruh oleh kondisi lingkungan di sekitarnya. Lebih lanjut situ merupakan salah satu ekosistem air tawar yang bersifat menggenang (lenthic). Ekosistem ini menempati daerah yang relatif tidak luas dibandingkan dengan habitat laut dan daratan (Effendi 2003).

Situ merupakan danau-danau kecil yang dikenal di daerah Jawa Barat sedangkan di Jawa Timur dikenal dengan nama ranu atau telaga. Dalam bidang limnologi perairan situ tergolong dalam sistem perairan lentik dan dangkal. Di Jawa Barat perairan situ memiliki luas dan kedalam yang bervariasi yakni mulai dari kedalaman 1 sampai dengan 10 m dan luas mulai dari 1 sampai 160 ha. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya situ semakin meningkat mengingat fungsinya sebagai penyedia air bersih, irigasi pertanian, perikanan, pengendalian banjir, resapan air tanah, peredam intrusi air laut dan estetika (Ubaidillah dan Maryanto 2003).

Menurut Suryadiputra (2003) situ yang merupakan penampung air hujan dan limpasan air permukaan dapat dijadikan sumber air bagi masyarakat setempat baik untuk kebutuhan air minum, pengairan sawah (irigasi), maupun peternakan. Situ dapat terbentuk secara alami yaitu karena kondisi topografi yang mungkin terperangkapnya sejumlah air. Situ ini juga terbentuk akibat kegiatan alamiah, seperti bencana alam, kegiatan vulkanik maupun tektonik. Situ alam membutuhkan penanganan yang lebih intensif agar dapat bermanfaat dan tidak hilang akibat pendangkalan, penyempitan, pencemaran dan hilangnya beragam fungsi situ.

Menurut Suryadiputra (2003) situ mempunyai nilai dan manfaat bebagai makhluk hidup antara lain nilai dan manfaat situ adalah :

a. Nilai ekologis situ


(20)

Ekosistem situ merupakan tempat hidup, mencari makan dan berkembang biak berbagai jenis tumbuhan dan hewan. Bahkan beberapa jenis diantaranya merupakan jenis hewan dan tumbuhan yang endemik dan dilindungi.

2. Pengaturan fungsi hidrologis

Keberadaan situ sangat erat kaitannya dengan air dan siklus hidrologis di bumi. Secara alami, situ merupakan cekungan yang dapat menampung air tanah dan limpasan air permukaan. Dengan demikian keberadaan situ dapat mencegah terjadinya bencana banjir pada musim penghujan dan mencegah terjadinya kekeringan pada musim kemarau. Situ juga dapat mencegah meluasnya intrusi air laut ke daratan karena situ merupakan pemasok air bagi kantung-kantung air lain seperti sungai rawa dan sawah.

3. Menjaga sistem dan proses-proses alami

Keberadaan ekosistem situ dapat menjaga kelangsungan sistem dan proses-proses ekologi, geomorfologi dan geologi yang terjadi di alam. Situ juga secara tidak langsung berperan sebagai penghasil oksigen melalui berbagai jenis fitoplankton yang hidup di dalamnya.

b. Nilai ekonomis situ

Keberadaan situ juga memberikan nilai ekonomis, yaitu: 1. Penghasil berbagai jenis sumberdaya alam bernilai ekonomis

Ekosistem situ kaya akan berbagai jenis sumberdaya alam (hewan ataupun tumbuhan) bernilai ekonomis, baik yang bersifat liar maupun yang dibudidayakan. Selain itu, situ juga dapat berperan sebagai sumber plasma nutfah. Ikan, udang dan katak merupakan beberapa jenis hewan bernilai ekonomis yang dapat ditemukan di situ.

2. Penghasil energi

Situ yang memiliki volume air cukup besar juga dapat dimanfaatkan sebagai PLTA. Salah satu contoh situ yang digunakan untuk pembangkit listrik adalah Situ Tando Kracak di Kecamatan Leuwiliang Bogor, yang dikelola oleh PLN (Bapedalda Kabupaten DT II Bogor 1999in Puspitaet al. 2005).


(21)

3. Sumber air

Situ yang merupakan penampung air hujan dan limpasan air permukaan dapat dijadikan sumber air bagi masyarakat setempat baik untuk kebutuhan air minum, pengairan sawah (irigasi), maupun peternakan.

4. Sarana wisata dan olah raga

Situ dengan pemandangan alam yang indah menjadi salah satu potensi bagi kegiatan wisata. Selain itu perairan situ yang relatif luas juga dapat dijadikan lokasi kegiatan olahraga air seperti memancing, dayung, dan ski air.

5. Sarana Pendidikan

Lingkungan dengan sumberdaya yang potensial dapat dijadikan sebagai salah satu sarana ekowisata namun menitik beratkan pada nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari lingkungan.

2.2 Morfometri Situ

Morfometri adalah suatu metode dalam pengukuran analisis dimensi fik perairan, aspek morfometri dibedakan atas dimensi permukaan (surface dimension (subsurface dimension). Morfometrik sangat diperlukan untuk pengelolaan suatu perairan sehingga dapat memberikan daya guna yang maksimal (Wetzel 1979). Informasi batimetri diperlukan untuk mengetahui ada atau tidaknya erosi, laju masukan nutrien, kandungan unsur hara, produktivitas biologis dan pertumbuhan, kandungan panas, serta struktur dan fungsi ekosistem lainnya dalam danau (Holmes 2000in Tursilawati 2005).

Dimensi permukaan terdiri dari panjang maksimum, panjang maksimum efektif, lebar rata-rata, luas permukaan, panjang garis tepi, indeks perkembangan garis tepi (SDI) dan luas permukaan. Dimensi bawah permukaan meliputi kedalaman maksimum, kedalaman relatif, kedalaman rata-rata, volume danau, perkembangan volume danau (Volume Development), dan kemiringan rata-rata (Mean Slope) ( Hakanson 1981;Cole 1983).

Volume dan tinggi muka air danau-danau dangkal di area banjir sangat dipengaruhi oleh aliran air dari sungai utama. Danau-danau dangkal seperti situ memiliki morfometri yang bervariasi dan heterogen, mulai dari bentuk melingkar,


(22)

segi empat seperti kolam sampai bentuk seperti telapak kaki kuda. Keragaman perairan ini mungkin berhubungan dengan proses pembentukannya misalnya melalui pembendungan alur-alur sungai untuk mengatur keperluan irigasi pertanian dan pembuatan resapan tanah. Keragaman morfometri danau-danau kecil ini menyebabkan besarnya variasi distribusi dan produktivitas tumbuhan air, mikrobia yang menempel pada tumbuhan tersebut serta partikel-partikel detritus pada setiap danau. Oleh karena sifat-sifat metabolisme danau dangkal sangat bervariasi antara satu danau dengan danau lainnya (Wetzel 2001 ).

2.3 Parameter Lingkungan

Lingkungan adalah suatu sistem kompleks yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Faktor-faktor yang ada dalam lingkungan selain berinteraksi dengan organisme, juga berinteraksi dengan sesama faktor tersebut, sehingga sulit untuk memisahkan dan mengubahnya tanpa mempengaruhi bagian lain dari lingkungan (Irwan 2007).

Suhu merupakan faktor penting dalam lingkungan perairan, perubahan suhu perameter akan mempengaruhi proses-proses di dalam air dan pada akhirnya akan mempengaruhi komunitas di dalam air (Abel 1989 in Basuki 2005). Suhu rata-rata di perairan tropis berkisar antara 21-35ºC (Wetzel 1983). Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan air laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang dibutuhkan bagi pertumbuhannya (Effendi 2003). Menurut Boyd (1990) ikan di perairan tropis akan tumbuh dengan baik pada kisaran 25-35 ºC, akan tetapi ikan memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap suhu tergantung pada jenis ikan, stadia dalam daur hidup, oksigen terlarut dan musim.

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Perairan dengan kecerahan yang rendah akan mengakibatkan penetrasi cahaya ke dalam perairan


(23)

terhambat. Akan tetapi, pada perairan yang jernih dengan kandungan nutrien sedikit dapat menyebabkan produktivitas perairan semakin rendah (Wardoyo 1981 in Tursilawati 2005). Nilai kecerahan dalam perairan yang makin besar akan menunjukan penetrasi cahaya akan menjadi lebih tebal (Welch 1952).

Kekeruhan merupakan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA 1976; Davis & Cornwell 1991in Effendi 2003).

Total Suspended Solid atau TSS adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1µm) yang tertahan pada saringan milliopore dengan diameter pori 0.45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi 2003). TSS dapat meningkatkan nilai kekeruhan sehingga akan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari ke kolom air perairan.

Parameter kimia yang dapat menjadi faktor pembatas di perairan diantaranya: DO, BOD, pH, N dan P total. Oksigen merupakan salah satu gas yang dapat larut di dalam air. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air dan difusi udara (APHA 1992in Effendi 2003). Biochemical Oxygen Dissolved (BOD) merupakan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (termasuk proses respirasi pada keadaanaerob). Pada proses dekomposisi bahan organik, mikroba memanfaatkan bahan organik sebagai sumber makanan dari suatu rangkaian reaksi biokimia yang kompleks (Davis dan Cornwell 1991inEffendi 2003).

Menurut Sugiharto (1997) bahwa pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan dan makhluk-makhluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan mereka. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai


(24)

pH dapat menunjukkan kualitas perairan sebagai lingkungan hidup, walaupun perairan itu tergantung pula dari berbagai faktor lain (Mackereth et al. 1989 in Effendi 2003).

2.4 Hidrologi

Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi. Hidrologi sangat berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya air sebagai irigasi, pengendali banjir, drainase dan tenaga air (Seyhan 1990). Perbidangan hidrologi menyangkut potamology(sungai),cryology(salju) danlimnology(danau).

Keberdaan air di danau tidak terlepas dari apa yang disebut siklus hirologi, air yang masuk ke danau berasal dari curah hujan, aliran permukaan tanah, baik yang melewati sungai-sungai kecil maupun dari lahan di pinggiran danau, serta berasal dari aliran bawah permukaan tanah (interflow) dan air tanah (groundwater flow). Sedangkan air yang keluar dari danau selain outlet, evaporasi maupun aliran air tanah. Proses-proses yang saling terkait yaitu antara proses hujan (presipitation), penguapan (evaporation), transpirasi, infiltrasi, perkolasi, aliran limpasan (runoff) dan aliran bawah tanah. Di bumi air mengalir dan bergerak dengan berbagai cara, pada retensi (tempat penyimpanan) air akan menetap atau tinggal untuk beberapa waktu. Retensi dapat berupa retensi alam seperti daerah-daerah cekungan, danau, tempat-tempat yang rendah maupun retensi buatan manusia seperti tampungan, sumur, embung dan waduk (Kadoatie dan Sjarief 2008).

Air yang menjadi bagian dari daur hidrologi merupakan sumber abadi air di dunia. Air juga merupakan sumberdaya alam yang mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan perannya yang sangat penting, air akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kondisi atau komponen lainnya. Air didifinisikan sebagai sumber daya terbarukan, perubahan ruang dan tata lahan akan berpengaruh kepada jumlah air yang biasanya dapat diserap oleh permukaan hutan atau pepohonan yang membantu meresapnya air ke dalam tanah. Pembukaan lahan secara berlebihan menyebabkan suhu tanah akan naik sehingga jumlah air yang menguap ke angkasa akan bertambah. Pengendalian yang buruk terhadap sampah limbah yang ikut masuk ke dalam badan air akan mematikan fauna


(25)

dan flora akuatik yang hidup di tepi dan di dalam badan air yang mempunyai fungsi penting dalam proses purifikasi diri (Ubaidillah dan Maryanto 2003).

2.5 Substrat (tanah)

Substrat (tanah) adalah tubuh alam (natural body) yang berbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya (natural force) terhadap bahan-bahan alam (natural force) terhadap bahan-bahan-bahan-bahan alam (natural material) di permukaan bumi. Substrat (tanah) terbentuk dari bahan meneral dan organik, air serta udara yang tersusun yang tersusun dalam ruangan yang berbentuk tubuh tanah. Akibat berlangsungnya proses pembentukan tanah, maka terjadinya perbedaan morfologi, kimia, fisis dan biologi dari tanah-tanah tersebut. Substrat (tanah) dapat diartikan sebagai medium berpori yang terdiri dari padatan (solid), cairan (liquid), dan gas udara (air). Fase padatan terdiri dari bahan mineral, bahan organik dan organisme hidup (Hakim 1986).

Substrat (tanah) merupakan sistem dispersi tiga fase yang selalu berada dalam keseimbangan dinamis. Ketiga fase tersebut merupakan yang selalu berubah tetapi selalu dalam keadaan seimbang. Pada keadaan kering rongga yang ditempati udara pada tanah lebih banyak dibandingkan rongga yang ditempati cairan. Jika tanah tersebut menjadi basah, baik terjadi akibat pengairan atau hujan, maka rongga yang berisi udara berkurang dan rongga yang berisi cairan bertambah (Islami dan Utomo 1995).

2.5.1 Tekstur substrat (tanah)

Tekstur substrat (tanah) merupakan penampakan visual suatu tanah berdasarkan komposisi kualitatif dari ukuran butiran tanah dalam suatu massa tanah tanah tertentu. Tekstur substrat (tanah) turut menentukan tata air dalam tanah, yaitu mempengaruhi kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah (Sarief 1989). Menurut Kartasapoetra (1991) tekstur substrat (tanah) merupakan persentase kandungan pasir, liat dan debu. Pembagian kelas tekstur ini penting dilihat dari segi fisik kesuburan dan pengolahan tanah. Menurut Hanafiah


(26)

(2005) terdapat tiga tekstur utama substrat (tanah), yaitu tekstur pasir (sand), lempung (loam), dan liat (clay).

Golongan pasir meliputi substrat (tanah) yang mengandung sekurang-kurangnya 70 % dari bobot/beratnya adalah pasir. Golongan liat merupakan substrat (tanah) yang mengandung paling sedikit 35 %. Selama persentase liat lebih dari 40 %, sifat substrat (tanah) tersebut oleh kandungan liatnya dan dibedakan atas liat berpasir dan liat berdebu. Kelompok lempung sendiri secara ideal terdiri dari pasir, debu, dan liat yang memperlihatkan sifat-sifat ringan dan berat dalam perbandingan yang sama. Substrat (tanah) dengan fraksi pasir yang tinggi memiliki daya lolos air dan aerasi yang tinggi, sebaliknya substrat (tanah) dengan fraksi liat yang tinggi memiliki kemampuan menyerap air yang rendah (Soepardi 1983 in Hannastry 2009).

Jenis tekstur substrat (tanah) dapat ditentukan dengan sisitem klasifikasi Departemen Pertanian Amerika (United States Department of Agriculture, USDA) dan Unified Soil Classification (USS). Klasifikasi tanah USDA umumnya dipakai dalam bidang pertanian dan klasifikasi tanah USC biasanya digunakan untuk sipil (Hillel1983inHannastry 2009).

Tabel 1. Penentuan kelas tekstur substrat (tanah)

No Kelas tektur Pasir Debu Liat 1 Pasir (sand) <15 0-10 > 85 <15 0-10 2 Pasir berlempung (loamy sand) 70-90 0-30 0-15 3 Lempung berpasir (sandy loam) 43-85 0-50 0-20 4 Lempung (loam) 23-52 28-50 7-27 5 Lempung berdebu (silt loam) 0-50 50-88 0-27 6 Debu (silt) 0-20 80-100 0-12 7 Lempung liat berpasir (sandy clay loam) 45-80 0-28 20-35 8 Lempung berliat (clay loam) 20-24 15-53 27-40 9 Lempung liat berdebu (sily clay loam) 0-20 40-73 27-40 10 Liat berpasir (sandy clay) 45-65 0-20 35-55 11 Liat berdebu (silty clay) 0-20 40-60 40-60 12 Liat (clay) 0-45 0-40 40-100


(27)

2.5.2 Permeabilitas

Permeabilitas adalah sifat bahan berpori yang memungkinkan terjadinya rembesan aliran baik berupa air atau minyak lewat rongga porinya. Permeabilitas atau daya rembesan merupakan kemampuan tanah untuk dapat melewati air. Permeabilitas adalah sifat yang menyatakan laju pergerakan suatu zat cair melalui suatu media berporinya adalah tanah itu sendiri. Permeabilitas ini ada dua macam yaitu permeabilitas pada tanah jenuh air adalah laju pergerakan air di dalam tanah yang seluruh pori-pori diisi oleh air, sedangkan bila tidak seluruhnya diisi air, tetapi sebagian terisi oleh udara disebut permeabilitas tidak jenuh (Sarief 1989).

Air yang yang dapat melewati tanah hampir berjalan linier, yaitu jalan atau garis yang ditempuh air merupakan garis dengan bentuk garis yang teratur (Smooth curve) (Wesley 1973 in Hannastry 2009). Menurut Hanafiah (2005) menyatakan bahwa koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur partikel. Secara garis besar, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Permeabilitas akan menurun dengan naiknya tingkat kepadatan dan akan mencapai nilai terkecil pada kadar air optimum. Pada kondisi kadar air optimum tingkat kepadatan tanah mencapai maksimum sehingga air yang diserap sangat sedikit. Setelah kadar air optimum air akan terserap lagi tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit karena kondisi tanah sudah basah (Sumarno 2003 in Hannastry 2009).

Tabel 2. Klasifikasi permeabilitas menurut Uhland dan O’Neal

Kelas Permeabilitas (cm/jam) Sangat lambat < 0,125

Lambat 0,125 - 0,50 Agak Lambat 0,5 – 2,0

Sedang 2,0 – 6,25 Agak Cepat 6,25 – 12,5

Cepat 12,5 – 25

Sangat Cepat > 25


(28)

2.5.3 Porositas

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume substrat (tanah) yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Substrat (tanah) yang porous berarti substrat (tanah) yang cukup mempunyai pergerakan air dan udara yang masuk-keluar tanah secara leluasa, sebaliknya jika substrat (tanah) tidak porous (Hanafiah 2005).

Menurut Sutanto (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi porositas total dan distribusi ukuran pori adalah distribusi ukuran pratikel dan kandungan bahan organik. Distribusi ukuran partikel, jika partikel besar (pasir) lebih banyak, total pori sedikit, tetapi banyak memiliki pori ukuran besar. Sebaliknya, jika partikel halus lebih banyak, total pori banyak dengan pori mikro banyak. Kandungan bahan organik merupakan bahan yang sarang (porous) dan selalu meningkatkan total porositas.

Substart (tanah) berpasir, yaitu substrat (tanah) dengan kandungan pasir > 70%, porositasnya rendah (< 40%), sebagian besar ruang pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan air zat hara rendah. Substrat (tanah) berliat jika kandungan liatnya > 35%. Porositasnya relatif tinggi (60%), tetapi sebagian besar merupakan pori perukuran kecil. Akibatnya, daya hantar air sangat lambat, dan sirkulasi udara kurang lancar, sedangkan substrat (tanah) berlempung mempunyai kemampuan diantara tanah berpasir dan berliat (Islami dan Utomo 1995).

Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur substrat (tanah) dan tekstur substrat (tanah). Lebih penting dari porositas adalah sebaran ukuran pori. Substrat (tanah) yang bepasir dan berliat mungkin mempunyai porositas yang hampir sama, akan tetapi sifat-sifatnya yang berhubungan dengan simpanan air, kesediaan air dan aliran air tanah sangat berbeda, karena pada substrat (tanah) pasir diameter pori relatif besar dari pada substrat (tanah) liat (Hardiyatmo 1992 in Hannastry 2009).


(29)

2.6 Sedimentasi

Sedimentasi adalah pengendapan dari bahan organik dan anorganik yan tersuspensi di dalam air. Sedimentasi yang melalui erosi, transportasi dan pengendapan akan terjadi pada sungai, waduk, dan danau. Partikel unsur hara yang larut dalam aliran permukaan akan mengalir ke sungai, waduk, danau atau situ sehingga terjadi pendangkalan pada tempat tersebut. Faktor pengelolaan penanaman memberikan andil yang paling besar dalam mengurangi laju erosi yang dapat menyebabakan sedimentasi (Kadoatie dan Sjarief 2008).

Proses sedimentasi di daerah pengaliran dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keadaan geologi dan topografi daerah. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan sedimen dalam air adalah kecepatan aliran, sifat aliran, distribusi ukuran, diameter sedimen dan kemampuan material untuk bergerak. Selain itu, sedimentasi juga dipengaruhi faktor-faktor erosi tanah, lereng dan vegetasi (Sridaryanti 2008).

2.7 Pengelolaan Situ

Menurut Undang-undang nomor 5 tahun 1990 bahwa pengelolaan sumberdaya alam hayati pemanfaatnya harus dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaanya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas dan keanekaragaman nilainya. Kegiatan konservasi alam dan hayati serta keseimbangan ekosistemnya bertujuan untuk terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya serta dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan masyarakat.

Menurut Ayres (1997) in Basuki (2005) menyatakan bahwa permasalahan yang sering terjadi dalam pengelolaan kawasan perairan tergenang, termasuk situ, dan ekosistemnya antara lain :

1. Polusi air

2. Bahan-bahan pencemar yang mengancam danau dan waduk berasal dari berbagai sumber limbah domestik, industri, pertambangan danrun off dari lahan pertanian dan perkotaan.


(30)

Pemakaian air yang terlalu banyak dari danau atau waduk, reklamsi danau untuk pertanian dan budidaya dapat secara signifikan mengurangi volume air dan merusak habitat perairan bagi tumbuhan dan hewan.

4. Perubahan lingkungan perairan

Penebangan dan konversi lahan untuk pertanian, pertambangan dan perusakan lainnya di sekitar danau akan menyebabkan pengendapan dan sedimentasi di danau atau waduk. Kondisi ini dapat mengurangi kapasitas danau untuk mengontrol banjir, memperpendek umur danau dan waduk, merusak habitat dan menurunkan produktivitas perairan.

Berbagai upaya untuk memperbaiki dan mempertahankan keberadaan situ mulai dilakukan mulai dari pengerukan dasar dan peluasan badan perairan, perbaikan tali-tali air yang berhubungan aliran air masuk ke perairan situ. Dalam upaya mengelola dan mempertahankan situ atau danau-danau dangkal perlu dipahami karakteristik sistem perairan tersebut mengingat perairan situ merupakan suatu ekosistem tersendiri yang terdiri dari kompone-komponen biotik, abiotik dan saling berinteraksi serta sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar sistem perairan. Oleh karena itu dalam memperbaiki situ tidak hanya memperhatikan satu komponen saja seperti komponen fisik, tetapi juga mempertimbangkan keseimbangan ekologi (Ubaidillah dan Maryanto 2003).

Perlu ditetapkannya suatu kebijakan pengelolaan situ–situ di wilayah Jabodetabek yang mencangkup keterpaduan yaitu strategi pengelolaan situ secara lintas sektoral; kemitraan dengan masyarakat agar mereka dapat merasakan bahwa ekosistem situ adalah suatu proses alami yang dapat memberikan keuntungan langsung atau tidak langsung dan dapat mengakibatkan mengalami kerusakan dan mendapatkan bencana bila keadaan terganggu; keseimbangan ekologis dalam pengelolaan kawasan budidaya-non budidaya dan sosial ekonomi; kesejahteraan masyarakat sekitar situ diupayakan selaras dengan upaya konservasi situ dan keberlanjutan upaya konservasi situ yang berfungsi sebagai resapan air, tampungan air, sumber air baku, perlindungan plasma nutfah dan merupakan suatu kawasan lindung.


(31)

Untuk pemulihan fungsi situ, rawa dan danau sebagai pengimbuh air tanah perlu dilakukan (Ubaidillah dan Maryanto 2003) :

1. Melaksanakan perundang-undangan yang berlaku.

a. Sebagaimana tertulis di dalam UU No 11/1974 dan Peraturan Pemerintah No 32/1990 Ps 17 & 18. Situ juga termasuk kekayaan alam yang dikuasai oleh Negara. Dengan demikian Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah harus mendata seluruh situ yang berada di wilayahnya serta mengelompokannya sebagaimana mestinya.

b. Melaksanakan Keputusan Mentri Lingkungan Hidup Kep-03/MENLH/1/1998 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kawasan industri. c. Menyusun Peraturan Pemerintah perihal pengelolaan limbah rumah tangga. 2. Meniadakan pencemaran air terutama sumber air situ, rawa, yang berasal dari

sungai dengan jalan : membuat dan menampung air limbah rumah-tangga, membersihkan secara gabungan dari bahan pencemar, setelah airnya bebas dari bahan pencemar baru dialirkan keperairan umum, situ atau rawa. Penghilangan bahan pencemar dapat dilakukan dengan mengintroduksi berbagai macam jenis bakteri pengikat bahan pencemar.

3. Merehabilitasi situ dan rawa dengan jalan : a. Membuat peta batimetri setiap situ dan rawa.

b. Menangggulangi proses sedimentasi dengan mengetahui penyebabnya.

c. Membuat jalan melingkari situ dan rawa di batas sempadan sehingga sebagai pembatas kawasan situ dan rawa.

d. Menghijaukan sempadan situ dengan ekosistem alami sehingga sempadan situ berfungsi sebagai penahan erosi.

e. Menghidupkan tali-tali air sehingga sumber air situ dan rawa lebih terjamin. f. Mengeruk lumpur dan sampah yang berada di dalam situ dan rawa beserta tali tali airnya.


(32)

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di perairan Situ IPB, Kampus IPB Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Kegiatan ini dilakukan pada bulan April-Juni 2010. Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu penelitian pendahuluan, pengumpulan data primer dan sekunder serta analisis data.

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder.

a. Data primer

Data primer didapat dengan menggunakan metode survei lapangan untuk mengetahui kondisi di lapangan yang sedang terjadi. Data yang di ambil meliputi morfometri situ, kualitas air, fluktuasi tinggi muka situ, debit inflow dan outflow, laju sedimentasi, tekstur substrat (tanah), permeabilitas, dan porositas.

b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari pengumpulan data-data laporan meliputi curah hujan dan evaporasi.


(33)

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Aspek morfometri

Alat dan bahan yang digunakan untuk mengukur aspek morfometri adalah peta dasar, theodolith, tali, perahu dan meteran. Data mofometrik yang diperoleh akan memberikan informasi tentang bentuk dan ukuran-ukuran dimensi fisik baik dari dimensi permukaan maupun dimensi bawah permukaan Situ IPB yang dikaji.

Tabel 3. Jenis data yang dibutuhkan

No Komponen data Jenis data Sumber data Teknik pengambilan data

1 Morfometri situ IPB Primer Lapangan Observasi lapang 2 Kualitas air

a. Suhu Primer Lapangan Observasi lapang b. Kecerahan Primer Lapangan Observasi lapang c. Kekeruhan Primer Lapangan Observasi lapang d. pH Primer Lapangan Observasi lapang e. DO Primer Lapangan Observasi lapang f. BOD Primer Lapangan Observasi lapang 3 Hidroklimatologi

a. Curah hujan Sekunder Laporan Studi pustaka b. Penguapan Sekunder Laporan Studi pustaka c. Debit air Primer Lapangan Observasi lapang d. Tinggi muka air Primer Lapangan Observasi lapang 4 Laju sedimentasi Primer Lapangan Observasi lapang 5 Substrat (tanah)

a. Tekstur substrat (tanah) Primer Lapangan Observasi lapang b. Permeabilitas Primer Lapangan Observasi lapang c. Porositas Primer Lapangan Observasi lapang

3.2.2 Kualitas air

Alat-alat yang digunakan untuk mengukur berbagai parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 4. Alat yang digunakan untuk mengambil contoh air adalah Van dorn water sampler adapun bahan-bahan yang digunakan antara lain sulfamic acid, MnSO4, NaOH+KI, H2SO4 pekat, Na2S2O3,amylum dan KmnO4.


(34)

3.2.3 Aspek hidroklimatologi

Parameter yang digunakan untuk mengamati aspek hidroklimatologi meliputi parameter curah hujan, penguapan, debit air dan tinggi muka air. Adapun alat yang digunakan untuk berbagai parameter hidroklimatologi dapat dilihat pada Tabel 4.

3.2.4 Laju sedimentasi

Alat yang digunakan untuk laju sedimentasi dengan menggunakan sediment trap. Rangkaiansediment trap yang digunakan terdiri dari tiga tabung paralon yang diletakan pada besi pemberat dengan alas berbentuk persegi panjang. Di masing-masing stasiun dipasang tigasediment trap dengan diameter 5 cm dan tinggi 14 cm. Adapun alat lain yang digunakan untuk mengukur laju sedimentasi dapat dilihat pada Tabel 4.

3.2.5 Substrat (tanah)

Parameter yang digunakan untuk mengamati substrat (tanah) meliputi tekstur substrat (tanah), permeabilitas dan porositas. Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah ring sampel, skop atau bambu berdiameter, timbangan, permeameter dan sodium methafosfat. Data substrat (tanah) yang diperoleh akan memberikan informasi tentang kemampuan tanah dalam menahan air.

3.3 Metode Pengambilan dan Pengumpulan Data 3.3.1 Data primer

Data primer diperoleh melalui pengukuran dan pengamamatan langsung di lapangan. Berikut adalah berbagai pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan terhadap aspek yang terkait dengan Situ IPB.

a. Morfometri

Data morfometri diperoleh dengan cara menentukan titik 0 (titik Stasioner), menentukan arah utara dan selatan, kemudian menentukan 84 titik tembak untuk Situ Leutik dan 112 titik tembak untuk Situ Perikanan. Titik tembak ditentukan berdasarkan kondisi perairan atau kondisi ekstrim pada tepi perairan, misalnya adanya lekukan daratan yang menjorok ke air dan sebaliknya. Setelah itu dicatat titik


(35)

koordinat dan jarak yang diperoleh kemudian diplotkan kedalam kertas milimeter dengan menghubungkan titik koordinat secara berurutan antar stasiun titik tembak dengan skala tertentu.

Pengukuran kountur kedalaman dilakukan dengan menggunakan tali berskala yang diberi pemberat di bagian ujungnya. Data kedalaman yang diperoleh dengan cara menentukan titik koordinat dan jarak dari titik stasioner. Setelah itu titik koordinat dan kedalaman yang diperoleh diplotkan ke dalam kertas milimeter dan dihubungkan titik-titik tersebut dengan kedalaman yang sama.

b. Kualitas air

Pengambilan air contoh (untuk mengetahui kualitas air Situ IPB) dilakukan di lima lokasi yang berbeda. Lokasi 1 dan 2 mewakili kondisi Situ IPB bagian hulu, lokasi 1 merupakan daerah dekat inlet dan lokasi 2 berada dekat dam LSI. Lokasi 3 berada di bagian hilir situ yang berdekatan dengan dam LSI dengan sumber air berasal dari air limpasan di bagian hulu dan juga dari kantin Al-makjan. Lokasi 4 berada di daerah dekat inlet Situ Perikanan yang berasal dari mata air dan sekitarnya terdapat percetakan IPB Press, serta pada lokasi 5 berdekatan dengan outlet dari situ yang sekitarnya terdapat kantin dolphin, laboratorium proling dan kolam budidaya perairan. Pengambilan air contoh dilakukan di lapisan permukaan. Hal ini dilakukan karena kondisi perairan Situ IPB yang termasuk dangkal, sehingga dapat diasumsikan bahwa kondisi perairan tidak ada terjadinya strata. Namun di bagian hulu perairan yang tidak begitu dangkal, pengamatan air dilakukan pada lapisan tengah (± 1.5 meter dari permukaan air). Setelah pengambilan sampel, air sampel segera dianalisis di laboratorium.

c. Debit air

Pengukuran debir air dilakukan di empat lokasi pengamatan. Lokasi 1 berada di inlet Situ IPB, sedangkan lokasi 2 berada di inlet Situ Perikanan yang berdekatan dengan percetakan IPB Press. Lokasi 3 dan 4 berada di outlet Situ IPB yang berdekatan dengan kolam budidaya perairan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan benang dengan panjang satu meter dengan cara dialirkan dari satu titik ke titik yang lain, adapun untuk menghitung waktu saat tali menegang dengan menggunakanstopwacth.


(36)

d. Tinggi muka air

Pengamatan tinggi muka air dilakukan dengan menggunakan mistar duga (paralon berskala) yang dipasang di dua tempat yaitu di bagian pinggir Situ Leutik dan bagian pinggir Situ Perikanan. Pengamatan diambil pada tanggal 20 April 2010 sampai dengan tanggal 30 Juni 2010 antara pukul pukul 08.00 hingga pukul 10.00. e. Laju sedimentasi

Pemasangan sediment trap dilakukan di lima lokasi yang berbeda, pemasangan dilakukan selama ± 4 hari. Lokasi 1 dan 2 mewakili bagian hulu Situ IPB. Lokasi 3 berada di dekat dam LSI dengan sumber air bersal dari limpasan air dari bagian hulu Situ IPB dan limbah kantin Al-makjan. Untuk lokasi 4 berada di bagian tengah Situ IPB bagian hilir, sedangkan lokasi 5 berada di dekat outlet Situ IPB. Setelah pengambilan sampel air segera dianalisis di laboratorium PROLING (Produktivitas Lingkungan) Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.

e. Substrat (tanah)

Sampel substrat (tanah) yang diambil meliputi parameter tekstur substrat (tanah), permeabilitas, dan porositas dengan lima lokasi pengamatan. Pengambilan contoh tekstur substrat (tanah) dilakukan di dua tempat yang berbeda yaitu di sekitar tepi situ dan di dasar Situ IPB. Untuk pengambilan sampel tekstur substrat (tanah) di sekitar situ diambil dengan menggunakan skop, sedangkan pengambilan tekstur substrat (tanah) di dasar situ dengan menggunakan bambu berdiameter 8 cm dengan panjang ± 7 meter. Pengambilan sampel permeabilitas dan porositas dilakukan dengan menggunakan ring sampel. Lapisan yang akan diambil diratakan kemudian ring sampel diletakkan secara tegak lurus di atas lapisan substrat (tanah). Satu persatu ring sampel ditekan dengan alat penumbuk sehingga masuk ke dalam substrat (tanah) lalu digali di bagian substrat (tanah) di sekitar ring sampel. Substrat (tanah) yang berlebihan pada bagian atas dan bawah ring dipotong dengan pisau hingga rata. Setelah pengambilan sampel substrat (tanah) segera dianalisis di laboratorium fisika tanah yaitu parameter permeabilitas dan porositas, sedangkan tekstur substrat (tanah) dianalisis di laboratorium lingkungan budidaya perikanan.


(37)

3.3.2 Data sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data curah hujan dan penguapan, pengambilan data diperoleh dari BMG (Badan Meteorologi Klimatogi dan Geofisika) Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor. Adapun data yang diperoleh : a. Curah hujan tahun 2000-2009

b. Curah hujan bulanan (Januari-Juni) tahun 2010 c. Penguapan bulanan (Januari-Juni) tahun 2010

Tabel 4. Jenis data dan alat yang digunakan

No Parameter Alat

1 Morfometri Theodolith, peta dasar, meteran, tali beskala, pemberat

2 Kualitas air

a. Suhu (°C) Secchi disk

b. TSS (mg/l) Kertas filtermillipore, vacuum pump, desikator, timbangan

c. Kecerahan (m) SCT (Salino-Conductivity-Thermo) meter d. Kekeruhan (NTU) Turbidimeter

e. pH pH meter

f. DO (mg/l) Botol BOD, gelas ukur, erlenmeyer, pipet dan suntikan

g. BOD (mg/l) Botol BOD, gelas ukur,erlenmeyer, buret, plastik hitam, inkubator

3 Hidroklimatologi

a. Curah hujan (mm) Alat menangkar hujan (stasiun BMG Dramaga) b. Penguapan (mm) Panci evaporasi (stasiun BMG Dramaga) c. Debit air (l/detik) Tali atau benang, benda terapung

d. Tinggi muka air (cm) Mistar duga (paralon berskala)

4 Laju sedimentasi (mg/cm2/hari) Sediment trap, timbangan analitik, oven, gelas porselin

5 Substrat (tanah)

a. Tekstur substrat (tanah) Skop, bambu berdiameter, plastik, oven, timbangan analitik

b. Permeabilitas (cm/jam) Ring sampel, permeameter c. Porositas (%) Ring sampel


(38)

3.4 Analisis Data 3.4.1 Morfometri

Aspek morfometri dibedakan atas dimensi permukaan dan dimensi bawah permukaan.

a. Dimensi permukaan (Surface dimension)

1. Panjang maksimum (Lmax dinyatakan dalam meter) diperoleh dengan mengukur jarak terjauh antara dua titik pada tepi permukaan Situ IPB, termasuk melintasi pulau atau daratan yang terdapat di dalamnya.

2. Panjang maksimum efektif (Le dinyatakan dalam meter) diperoleh dengan mengukur jarak terjauh antara dua titik di tepi permukaan Situ IPB.

3. Lebar maksimum (Wmax dinyatakan dalam meter) diperoleh dengan mengukur jarak dua titik terjauh pada tepi permukaan Situ IPB termasuk melintasi pulau atau daratan dalam situ, yang ditarik tegak lurus terhadap Lmax.

4. Lebar maksimum efektif (We dinyatakan dalam meter) diperoleh dengan mengukur jarak dua titik terjauh pada tepi permukaan Situ IPB, tanpa melintasi pulau atau daratan yang mungkin terdapat di situ dan ditarik tegak lurus terhadap Le.

5. Luas permukaan (Ao dinyatakan dalam Ha, Km2 atau m2) merupakan luas wilayah permukaan Situ IPB yang tertutup air, nilainya akan bervariasi tergantung pada musim. Pengukuran luas permukaan dari peta bathymetric dengan skala yang telah diketahui, dapat dilakukan dengan kertas grafik atau penimbangan.

6. Lebar rata-rata (W dinyatakan dalam meter) merupakan rasio antara luas permukaan Situ IPB (Ao dalam m2) dengan panjang maksimum (Lmax dalam meter). Persamaan yang digunakan untuk menghitung lebar rata-rata adalah (Hariyadiet al., 1992):


(39)

7. Indeks perkembangan garis tepi (SDI, tanpa satuan) menggakan hubungan antara SL dengan luas permukaan. Perhitungan SDI dalam bentuk persamaan (Hariyadi et al., 1992).

Keterangan :

SDI > 1 : Bentuk badan perairan tidak beraturan SDI ≤ 1 : Bentuk badan perairan beraturan

8. Panjang garis keliling pantai (shore line/SL dinyatakan dalam meter) dapat diukur dari peta bathymetric dengan memperhatikan skalanya, dengan alat curvimeter atau cara sederhana dengan seutas benang yang diplotkan pada garis tepi Situ IPB.

B. Dimensi bawah permukaan (Subsurface dimension)

1. Kedalaman rata-rata (Z dinyatakan dalam meter) bersifat lebih informatif dari kedalaman maksimum

2. Kedalaman maksimum (Zm dinyatakan dalam meter) merupakan kedalaman Situ IPB pada titik terdalam. Pengukuran secara langsung dapat dilakukan dengan menggunakan tali berskala dengan diberikan pemberat dibawahnya dan secara tidak langsung dapat dibaca pada kontur kedalaman petabathymetric

3. Kedalaman relatif (Zr dinyatakan dalam meter) adalah rasio antara Zm dengan diameter rata-rata permukaan Situ IPB. Perhitungan kedalaman relatif dalam bentuk persamaan (Hariyadiet al., 1992 ):

Keterangan:

Zr < 2% : mudah mengalami pengadukan Zr ≥ 2% : tidak mudah mengalami pengadukan

4. Perkembangan volume danau (Volume Development/VD tanpa satuan) merupakan ukuran yang menggambarkan bentuk dasar Situ IPB secara umum.


(40)

Perhitungan perkembangan volume danau dalam bentuk persamaan (Hariyadi et al., 1992):

Keterangan :

Ao : Luas permukaan air (m2) Z : Kedalaman rata-rata (m) Zm : Kedalaman maksimum (m)

Apabila nilai VD > 1 maka dasar perairan relatif rata. Jika nilai VD ≤ 1 maka dasar perairan berbentuk seperti kerucut.

5. Volume total air Situ IPB (V dinyatakan dalam m3) merupakan perkalian antara luas permukaan (m2) dengan kedalaman rata-rata (m). Perhitungan volume total dalam bentuk persamaan sebagai berikut (Hariyadiet al., 1992):

V = Ao x Z

3.4.2 Debit air

Pengukuran debit air dilakukan secara langsung dengan menggunakan data kecepatan aliran dan luas penampang melintang yang dilakukan di bagian inlet dan outlet Situ IPB dengan menggunakan benda yang tidak dapat tenggelam (terapung). Benda tersebut dialirkan di permukaan aliran untuk jarak tertentu dan mencatat waktu yang diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari satu titik ke titik lain. Pengukuran dilakukan denggan menggunakan tali atau benang dengan panjang satu meter, kemudian dihanyutkan mengikuti aliran saluran hingga tali menegang, kemudian dicatat waktunya dengan menggunakanstopwatch. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan disepanjang saluran pada masing-masing lokasi pengamatan. Pengukuran dilakukan beberapa kali sehingga dapat diperoleh angka kecepatan aliran rata-rata yang memadai (Kesumaningwati 2005). Besarnya kecepatan permukaan aliran air (V permukaan dalam detik) adalah :


(41)

Keterangan :

L = Jarak antara dua titik pengamatan (meter) T = Waktu perjalanan benda apung (detik)

Besarnya debit dapat dihitung dengan persamaan : Q = A x V

Keterangan :

A = Luas penampang melintang (m2) V = Kecepatan aliran (ms-1)

3.4.3 Tinggi muka air

Pengukuran tinggi muka air dapat dilakukan dengan menggunakan mistar duga yang berskala yang dapat dipasang di dasar atau di bagian tepi sungai atau pada suatu bangunan (Seyhan 1990). Pengukuran tinggi muka air di Situ IPB dengan menggunakan paralon yang diberi skala yang dipasang di bagian tepi Situ. Pengamatan yang dilakukan dengan mencatat tinggi muka air setiap hari selama penelitian. Hasil dari pengukuran selama penelitian dibuat grafik fluktuasi tinggi muka air dengan menggunakan Software Microsoft Office Xl.

3.4.4 Laju sedimentasi

Laju sedimentasi diukur dengan alat sediment trap. Pengukuran dilakukan dengan cara dibenamkan distasiun pengamatan perairan situ selama empat hari (± 4 x 24 jam). Rangkaian sediment trap terdiri dari tiga tabung paralon yang diletakan pada besi pemberat dengan alas berbentuk persegi panjang. Di masing-masing stasiun dipasang tiga sediment trap dengan diameter 5 cm dan tinggi 14 cm, Sedimen yang terkumpul kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 60-1000C selama 1 sampai dengan 3 jam hingga kering (English et al 1997). Selanjutnya dilakukan pengukuran berat kering sedimen dalam satuan miligram dengan timbangan analitik. Laju sedimentasi dinyatakan dalam satuan mg/cm2/hari (Rogers et al 1994) dan dihitung dengan persamaan berikut :


(42)

Keterangan :

LS = laju sedimentasi (mg/cm2/hari) BK = berat sedimen kering (mg) Π = konstanta (3,14)

R = jari-jari sedimen traps (cm)

Gambar 3. Rancangansediment trap

3.4.5 Substrat (tanah)

3.4.5.1 Tekstur substrat (tanah)

Pengukuran tekstur substrat (tanah) dengan membandingkan persentase fraksi tanah (pasir, debu, dan liat). Metode yang digunakan ditentukan berdasarkan metode “pipet” dengan menggunakansodium methafosfat dan hasil persentase fraksi substrat tersebut diklasifikasikan menurut sistem United States Departement of Agriculture (USDA). Adapun besarnya % liat, debu dan pasir kemudian dihubungkan dengan segitiga tekstur USDA untuk mendapatkan tekstur substrat (tanah) yang diuji (Hanafiah 2005).


(43)

Gambar 4. Segitiga tektsur substrat (tanah) menurut sistem USDA (http://abuzadan.staff.uns.ac.id)

3.4.5.2 Permeabilitas

Penetapan permeabilitas dilakukan dalam keadaan jenuh dan sampel substrat (tanah) diambil dari lapangan dengan menggunakan ring sampel. Sampel substrat (tanah) diambil dengan menggunakan ring sampel. Sampel substrat (tanah) dalam ring sampel direndam dalam air pada bak perendam sampai setinggi 3 cm dari dasar bak selama 24 jam. Setelah perendaman selesai, sampel substrat (tanah) dengan ring sampel dipindahkan ke alat penetapan permeabilitas (permeameter), kemudian air dari kran dialirkan ke alat tersebut. Jika sampel substrat (tanah) diletakkan pada alat ini pada jam 9 pagi, maka pengukuran pertama dilakukan pada jam 15 sampai 16. Pengukuran kedua pada jam 16 sampai 17. Pengukuran ketiga pada jam 9 sampai 10 hari kedua, pengukuran keempat pada jam 9 sampai 10 hari ketiga dan pengukuran kelima pada jam 9 sampai 10 hari keempat. Yang diamati pada setiap pengukuran ialah banyaknya volume air yang keluar setelah melalui masa substrat (tanah) selama 1 jam.

Menurut Lembaga Penelitian Bogor 1997 perhitungan permeabilitas dengan menggunakan Hukum Darcy :


(44)

Keterangan :

K = Permeabilitas (cm/jam)

Q = Banyaknya air yang mengalir setiap penguran (ml) T = Waktu pengukuran (jam)

L = Tebal sampel tanah (cm)

H = Tinggi permukaan air dari permukaan sampel tanah (cm) A = Luas permukaan sampel tanah (cm3)

Setelah mendapatkan hasil nilai permeabilitas lalu dimasukkan ke dalam klasifikasi permeabilitas menurut Unhald dan O’neal.

3.4.5.3 Porositas

Penetapan porositas dilakukan dengan mengetahui volume contoh, sample tanah diambil dengan menggunakan ring sampel dengan metode inti dimana pengambilan dengan cara ring sampel ditekan ke dalam substrat (tanah) dengan hati-hati diambil untuk menjaga agar volume substrat (tanah) sama dengan volume yang diambil pada ring sampel. Perhitungan porositas dapat dilakukan menggunakan rumus (Hakim 1986) :

Keterangan :

n = Porositas (juga disebut nisbah nisbah) dalam % b = Berat volume (gr/cm3)

= Berat jenis tanah (gr/cm3)

3.4.6 Analisis kualitas air

Analisis kualitas air Situ IPB dilakukan dengan membandingkan nilai baku mutu kualitas air menurut PP Nomor 82 Tahun 2001 (Lampiran 2) dan literatur-literatur lain yang mendukung penelitian dengan nilai yang didapat di lapangan.


(45)

3.4.7 Analisis deskriptif

Analisis deskriptif adalalah proses pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek dan objek penelitian pada saat sekarang dengan berdasarkan fakta-fakta yang tampak. Analisis ini ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang berbagai kondisi di lapang. Analisis deskriptif tidak terbatas sampai pengumpulan data dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang data tersebut. Pemecahan masalah yang ada dilakukan dengan melihat parameter-parameter yang diamati dengan menggunakan matrik penelusuran masalah.


(46)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Situ IPB

Perairan ini memiliki beberapa sumber air, antara lain berasal dari mata air yang terdapat di bagian hulu Situ Leutik. Hampir seluruh tepi perairan Situ IPB dibatasi oleh tanah, kecuali di bagian outlet Situ Leutik dan outlet Situ Perikanan yang di batasi oleh pembatas beton. Air dari Situ Perikanan berasal dari limpasan dari Situ Leutik dan juga sumber air berasal dari mata air di bagian utara Situ Perikanan yang berdekatan dengan percetakan IPB Press.

Situ IPB mempunyai tiga saluran keluaran, dua diantaranya adalah saluran limpasan untuk mengeluarkan kelebihan air Situ IPB. Satu saluran lagi merupakan penyuplai air kolam-kolam budidaya jurusan Budidaya Perairan- Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BDP-FPIK) dan juga dialirkan ke Fakultas Peternakan dengan dilengkapi dengan pengatur debit keluaran. Sebelum dialirkan ke Fakultas Pertenakan, air ditampung terlebih dahulu. Kelebihan air di tempat penampungan akan keluar ke aliran menuju sungai Cihideung.

Perairan ini sebagian besar dikelilingi oleh vegetasi hutan, terdapat pembuangan limbah secara langsung yang masuk keperairan ini. Pembuangan limbah domestik berasal dari gedung-gedung yang berada di lingkungan sekitar situ. Keadaan ini, jika tidak ada perhatian dan pengawasan dapat menambah kandungan bahan organik dan mempengaruhi kondisi fisika – kimia perairan.

4.2. Morfometri

4.2.1 Dimensi permukaan Situ Leutik

Dimensi permukaan Situ IPB dibagi menjadi dua karakteristik situ yaitu Situ Leutik dan Situ Perikanan. Situ Leutik tidak memiliki pulau maupun daratan yang terdapat di tengah situ sehingga panjang maksimum efektif sama dengan panjang maksimum sebesar 193,5 m. Panjang maksimum efektif ini menggambarkan keefektifan lapisan permukaan untuk menerima pengaruh masukan luar seperti angin. Semakin besar nilai panjang maksimum efektif semakin besar peluang


(47)

teraduknya massa air oleh angin yang dapat mempengaruhi kualitas air. Lebar maksimum Situ Leutik sama dengan lebar maksimum efektif sebesar 60 m, karena tidak adanya pulau maupun daratan yang berada di tengah-tengah situ. Lebar rata-rata Situ Leutik sebesar 36,51 m yang menggambarkan bahwa di sepanjang perairan Situ Leutik tidak memiliki lebar yang sama (Tabel 5). Menurut Purnomo ( 1987)in

Ubaidillah dan Maryanto (2003) panjang maksimum Situ Leutik sebesar 297 m dengan lebar maksimum sebesar 61 m. Perbedaan ini dikarenakan di bagian hulu Situ Leutik mengalami proses sedimentasi dan terdapat bendungan pemisah yang menyebabkan panjang maksimum menjadi sempit.

Tabel 5. Nilai-nilai dimensi permukaan Situ Leutik

No Parameter Hasil

1 Panjang maksimum (Lmax) 193,5 m

2 Lebar maksimum (Wmax) 60 m

3 Lebar rata-rata (W) 36,51 m

4 Luas permukaan (Ao) 7.064,46 m2

5 Panjang garis keliling situ (SL) 492 m 6 Indeks perkembangan garis tepi situ (SDI) 1,65

Luas Situ Leutik memiliki luas permukaan 7.064,46 m2 dengan panjang garis keliling sebesar 492 m. Indek perkembangan garis tepi Situ Leutik sebesar 1,65. Indek perkembangan garis tepi dapat menunjukan derajat keteraturan bentuk suatu danau. Nilai tersebut menunjukan bahwa Situ Leutik berbentuk subcircular. Jika nilai SDI antara 1-2 danau berbentuk subcircular atau ellips, sedangkan nilai SDI > 2 maka danau akan berbentuk tidak beraturan (Hakanson 1981).

4.2.2 Dimensi bawah permukaan Situ Leutik

Situ Leutik memiliki kedalaman maksimum sebesar 3,50 m dengan kedalaman rata-rata sebesar 2,41 m (Tabel 6). Kedalaman maksimum Situ Leutik berada di daerah dekat outlet yang merupakan sumber masukan ke Situ Perikanan. Perairan


(48)

Situ Leutik tergolong rendah sehingga perairan ini termasuk perairan yang dangkal dan dapat diduga bahwa penetrasi cahaya matahari dapat mencapai dasar perairan.

Volume total Situ Leutik adalah 15.117,94 m3. Bentuk dasar suatu danau dapat diduga dari nilai perkembangan volume danau (VD). Perkembangan volume Situ Leutik memiliki nilai sebesar 1,83. Nilai ini menggambarkan bentuk dasar Situ Leutik adalah rata (VD>1). Menurut Cole 1983 nilai VD>1 menggambarkan bentuk dasar situ yang rata.

Stabilitas stratifikasi suatu perairan dapat diduga dari nilai kedalaman relatif. Situ Leutik memiliki nilai kedalaman relatif 3,6 % dan tergolong memiliki stabilitas stratifikasi yang rendah. Perairan dengan stabilitas stratifikasi tinggi umumnya memiliki nilai kedalam relatif lebih dari 40 %. Kedalaman relatif yang rendah memungkinkan terjadinya pengadukan masa air oleh angin dengan mudah sehingga lapisan akan cenderung homogen (Wetzel 2001).

Tabel 6. Nilai-nilai dimensi bawah permukaan Situ Leutik

No Parameter Hasil

1 Kedalaman maksimum (Zm) 3,50 m 2 Kedalaman rata-rata (Z) 2,14 m 3 Kedalaman relatif (Zr) 3,6 % 4 Volume total air (V) 15.117,94 m3 5 Perkembangan volume danau (VD) 1,83

4.2.3 Dimensi permukaan Situ Perikanan

Situ Perikanan memiliki panjang maksimum sebesar 243 m dan panjang maksimum efektif sebesar 186 m (Tabel 7). Panjang efektif menggambarkan keefektifan lapisan permukaan air untuk menerima pengaruh dari luar seperti angin. Nilai panjang maksimum efektif semakin besar akan mengakibatkan semakin besar peluang teraduknya massa air oleh angin yang akhirnya akan mempengaruhi kualitas air.

Lebar maksimum Situ Perikanan diukur dari lebar terjauh yang tegak lurus dengan panjang maksimum. Lebar maksimum Situ Perikanan adalah 88,5 m dengan lebar maksimum efektif sebesar 47,1 m. Nilai tersebut berbeda dikarenakan terdapat


(49)

pulau terapung yang berada di dekat IPB Press yang dapat mengganggu pergerakan air. Lebar rata-rata Situ Perikanan sebesar 50,07 m yang menggambarkan bahwa sepanjang perairan tersebut memiliki lebar yang berbeda, sebagian ada yang cenderung lebih sempit dan lebar (Tabel 7).

Tabel 7. Nilai-nilai dimensi permukaan Situ Perikanan

No Parameter Hasil

1 Panjang maksimum (Lmax) 243 m

2 Panjang maksimum efektif (Le) 186 m

3 Lebar maksimum (Wmax) 88,5 m

4 Lebar maksimum efektif (We) 47,1 m

5 Lebar rata-rata (W) 50,07 m

6 Luas permukaan (Ao) 12.167,37m2

7 Panjang garis keliling situ (SL) 669 m 8 Indeks perkembangan garis tepi situ (SDI) 1,71

Situ Perikanan memiliki luas permukaan 12.167,37 m2 dengan panjang garis keliling situ (SL) sebesar 669 m. Menurut Syukri (2001) bahwa pada tahun 2001 Situ Perikanan memiliki luas 15.423 m2. Ini berarti Situ Perikanan telah mengalami pengurangan luas sebesar 3.255,63 m2. Luas situ dipengaruhi oleh volume air, Situ Perikanan seringkali mengalami penyusutan volume air yang dapat mempengaruhi luas dan panjang garis keliling. Penyusutan juga dikarenakan karena adanya pulau terapung yang telah terjadi proses sedimentasi di bagian inlet Situ perikanan yang berada di dekat IPB Press. Menurut Wetzel (1979) bahwa bila debit air yang masuk lebih besar dari pada debit air keluar maka panjang garis keliling akan lebih besar dan begitu juga sebaliknya.

Situ Perikanan memiliki bentuk subcircular. Hal ini dapat diduga dari nila SDI sebesar 1,71. Nilai indek perkembangan garis tepi tersebut menunjukan derajat keteraturan bentuk suatu danau. Jika nilai SDI antara 1-2 danau berbentuk subcircular atau ellips, sedangkan nilai SDI > 2 maka danau akan berbentuk tidak beraturan (Hakanson 1981).


(50)

4.2.3 Dimensi bawah permukaan Situ Perikanan

Situ Perikanan memiliki kedalaman maksimum sebesar 2,45 m dengan kedalaman rata-rata sebesar 1,52 m (Tabel 8). Kedalaman maksimum Situ Perikanan berada di bagian tengah situ. Perairan ini lebih dangkal dibandingkan Situ leutik yang berada di bagian timur Situ IPB, sehingga Situ Perikanan dapat juga diduga penetrasi cahaya matahari dapat mencapai dasar perairan. Hal ini ditunjang dengan nilai kecerahan yang relatif besar berkisar antara 0,03-1,15 m. Perairan dengan kedalaman rata-rata rendah umumnya akan memiliki rasio fotik dan afotik yang tinggi. Hal ini erat kaitanya dengan semakin dangkalnya perairan maka cahaya matahari akan menembus sampai ke lapisan dasar perairan sehingga fotosintesis masih dapat aktif dan tersedia oksigen yang besar (Ubaidillah dan Maryanto 2003).

Volume total air Situ Perikanan adalah 18.435 m3. Menurut Syukri (2001) bahwa pada tahun 2001 volume total perairan Situ Perikanan sebesar 20.711,72 m3. Hal tersebut menunjukan bahwa Situ Perikanan mengalami penyusutan volume sebesar 2.276,72 m3 selama 9 tahun, dari tahun 2001-2010. Keberadaan musim sangat mempengaruhi keberadaan air di Situ Perikanan. Debit air yang keluar dari Situ Perikanan lebih besar daripada debit masukan, diduga dapat memicu penyusutan situ (Gambar 12). Perkembangan volume Situ Leutik memiliki nilai sebesar 1,86 (Tabel 8). Nilai ini menggambarkan bentuk dasar Situ Leutik adalah rata (VD>1). Suatu perairan dengan nilai VD>1 tergolong perairan yang memiliki dasar cenderung datar atau pasu (Cole 1983).

Situ Perikanan memiliki kedalaman relatif 2,0 %. Menurut Wetzel (1983) nilai tersebut menggambarkan bahwa Situ Perikanan memiliki tingkat stabilitas massa air yang rendah, artinya pergerakan akan mudah mengalami pengadukan massa air oleh angin dan menyebabkan massa air cenderung homogen.

Tabel 8. Nilai-nilai dimensi bawah permukaan Situ Perikanan

No Parameter Hasil

1 Kedalaman maksimum (Zm) 2,45 m

2 Kedalaman rata-rata (Z) 1,52 m

3 Kedalaman relatif (Zr) 2,0 %

4 Volume total air (V) 18.435 m3


(51)

Gambar 5. Peta batimetri Situ Leutik hasil pengamatan bulan Mei 2010 Interval Kedalaman

(Centimeter)

Keterangan:

A-B = Titik transek gradien kedalaman

A


(52)

Gambar 6. Peta batimetri Situ Perikanan hasil pengamatan bulan Mei 2010 Interval Kedalaman

(Centimeter)

Keterangan:

C-D-E = Titik transek gradien kedalaman

C

D

Kedalaman Situ Perikanan berkurang sampai ± 100 cm pada saat tidak ada hujan (April-Mei) 2010


(53)

Gambar 7 . Gradien kedalaman Situ Leutik pada transek garis A-B

Gambar 8. Gradien kedalaman Situ Perikanan pada transek garis C-D-E

C D E


(54)

4.3 Sumberdaya Air 4.3.1 Parameter fisika

Suhu maksimum permukaan Situ IPB sebesar 28,8°C. Suhu tersebut masih dikatakan normal, karena pada umumnya untuk perairan tropis mempunyai kisaran suhu permukaan antara 25-32°C dan sangat baik untuk kehidupan organisme di perairan (Boyd 1990). Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang baku mutu air golongan III dan IV suhu pada kisaran 25-32°C masih sesuai untuk kegiatan perikanan dan pertanian.

Kecerahan merupakan ukuran transparasi perairan, yang dilakukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan di Situ IPB berkisar antara 0,03-1,15 m, yang artinya perairan Situ IPB merupakan tipe eutrofik karena kecerahan secchi disk < 3,0 m (Henderson-Seller dan Markland 1979 in

Darmawinsah 2009). Nilai kecerahan Situ IPB sebagian masih dalam kisaran yang baik untuk ikan. Menurut Asmawi (1983) in Tursilawati (2005) bahwa nilai kecerahan yang baik untuk ikan adalah > 0,45 m, jika kurang dari nilai tersebut akan mengakibatkan batas pandangan ikan berkurang.

Nilai kekeruhan Situ IPB memiliki kisaran antara 0,5-14,5 NTU. Bahan-bahan tersuspensi merupakan salah satu penyebab tingginya nilai kekeruhan. Nilai kekeruhan yang tinggi bisa juga diduga karena pengaruh musim. Pada saat musim hujan bahan-bahan tersuspensi dan senyawa koloid terbawa masuk ke inlet Situ IPB. Semakin tinggi padatan tersuspensi, nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Akan tetapi, tingginya padatan telarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Nilai kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, menghambat penetrasi cahaya ke dalam air, mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernian air (Effendi 2003).

Kandungan padatan tersuspensi total (TSS) dari lokasi yang diambil selama pengamatan diperoleh nilai padatan tersuspensi berkisar antara 2,0-16,0 mg/L. Effendi (2003) menyatakan TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Nilai ini masih berada di bawah baku mutu PPRI No.82 Tahun 2001 yaitu


(55)

400 mg/L sehingga tidak berpengaruh dan masih layak untuk kehidupan organisme akuatik seperti ikan.

4.3.2 Parameter kimia

Nilai pH perairan Situ IPB berkisar antara 5,14-6,32. Nilai pH cenderung berada di bawah baku mutu yang mengisyaratkan nilai pH antara 6-9. Nilai pH tertinggi terdapat di bagian inlet Situ Perikanan yaitu berdekatan dengan lokasi IPB Press maupun dari bagian hulu melalui dam permanen yang terdapat kantin diatasnya. Hal ini dapat menggangu biota akuatik di perairan ini, karena sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi 2003).

Kandungan oksigen Situ IPB selama pengamatan menunjukan kisaran antara 3,20-7,76 mg/L. Hal ini diduga adanya suplai oksigen dari udara (difusi) dan aktivitas fotosintesis dari fitoplankton maupun tumbuhan air. Menurut Welch (1952) bahwa sumber oksigen dalam perairan berasal dari hasil-hasil fotosintesis organisme nabati berklorofil sedangkan sumber hilangnya oksigen dalam air berasal dari pelepasan udara dari permukaan air ke atmosfer dan kegiatan respirasi semua organisme air. Perairan ini masih sesuai dengan kegiatan perikanan. Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang baku mutu air golongan III dan IV, kandungan DO pada kisaran tersebut masih sesuai dengan kegiatan perikanan dan pertanian yaitu disyaratkan > 3 mg/L.

BOD5 menggambarkan kandungan bahan organik perairan yang bisa di

dekomposisi secara biologis. Perairan ini memiliki nilai kisaran BOD5 antara

0,68-9,68 mg/L. Situ Perikanan memiliki kandungan BOD5 lebih besar dibandingkan Situ

Leutik. Situ Perikanan pada saat pengamatan memiliki nilai yang melebihi baku mutu berdasarkan PPRI No. 82 Tahun 2001 yang mengisyaratkan nilai BOD5 adalah

6 mg/L. Nilai BOD5 yang melebihi baku mutu dapat mengancam kehidupan

organisme akuatik seperti ikan yang membutuhkan oksigen dalam kehidupannya. Berdasarkan APHA (2005) nilai BOD5 yang besar menunjukkan aktivitas

mikroorganisme yang semakin tinggi dalam menguraikan bahan organik, sehingga menggambarkan adanya bahan organik yang tinggi pula.


(56)

4.4 Hidroklimatologi 4.4.1 Curah hujan

Data curah hujan dari Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor dalan kurun waktu 10 tahun dari tahun 2000-2009 menunjukan curah hujan rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Februari dan terendah pada bulan Agustus. Rata-rata curah hujan bulanan daerah Dramaga Bogor berkisar antara 137,27–444,99 mm dan jumlah curah hujan tahunan sebesar 3.897,34 mm (Lampiran 5).

Gambar 9. Rata-rata curah hujan bulanan Dramaga (2000-2009)

Klasifikasi iklim menurut Schamidt dan Furguson (1951) inKesumaningwati (2005) yang menggunakan kriteria bulan basah (curah hujan lebih besar 100), bulan kering (curah hujan lebih kecil 60 mm) dan bulan lembab (curah hujan antara 60 mm sampai 100 mm). Curah hujan daerah Dramaga dalam kurun waktu 10 tahun termasuk dalam daerah yang sangat basah diperoleh dari nilai Q sebesar 3,54 %. Daerah Dramaga mempunyai curah hujan yang sangat tinggi sepanjang tahun akan tetapi masih terjadi bulan kering dalam satu tahun (Lampiran 6).


(57)

Gambar 10. Curah hujan dan penguapan bulanan (2010)

Terjadi peningkatkan curah hujan dari Januari sampai Februari dengan curah hujan tertinggi sebesar 460,7 mm. Curah hujan mengalami penurunan dengan puncak terendah pada bulan April sebesar 42,9 mm diikuti dengan tingginya penguapan sebesar 4,9 mm (Gambar 10). Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat bulan kering yang terjadi pada bulan April. Hal ini diduga dapat menyebabkan penyusutan volume air Situ IPB khususnya Situ Perikanan.

4.4.2 Debit air

Kesediaan air Situ IPB sangat tergantung dari curah hujan dan debit masukan air. Curah hujan yang tinggi akan menghasilkan aliran masuk yang tinggi. Hubungan curan hujan dengan debit rata-rata dua minggu, menunjukan bahwa peningkatan curah hujan berhubungan dengan pola debit air. Selama penelitian curah hujan tertinggi pada bulan Juni sebesar 206,9 mm dengan debit air rata-rata selama dua minggu sebesar 18,87 l/det, sedangkan jumlah curah terendah terjadi pada bulan April dengan jumlah curah hujan sebesar 42,9 mm dan debit air rata-rata sebesar 15,90 l/det. Debit rata-rata masukan air ke Situ Leutik selama pengamatan sebesar 17,33 l/det, dengan bertambahnya debit masukan pada Situ Leutik akan berpengaruh positif terhadap Situ Perikanan (Gambar 11).


(58)

Gambar 11. Debit Inflow Situ LSI

Curah hujan berhubungan dengan debit masukan yang terjadi di Situ Perikanan. Debit rata-rata masukan selama penelitian sebesar 22,81 l/det dengan debit keluaran lebih besar yaitu 28,81 l/det (Gambar 12). Curah hujan memberikan pengaruh terhadap besarnya masuknya air ke dalam Situ IPB khususnya Situ Perikanan. Besarnya debit keluaran diduga juga menyebabkan penyusutan volume air Situ Perikanan. Besarnya debit keluaran dikarenakan pengaturan debit yang kurang baik sehingga air terbuang sia-sia.


(59)

4.4.3 Fluktuasi tinggi muka air Situ IPB

Fluktuasi tinggi air situ mempunyai pola yang sejalan dengan curah hujan. Tinggi air Situ Leutik dan Situ Perikanan memiliki karakteristik yang berbeda. Jumlah hujan yang jatuh di daerah tangkapan Situ IPB mengalami proses hidrologis dan akan diubah menjadi aliran yang kemudian akan masuk ke dalam Situ IPB. Curah hujan yang tinggi akan menghasilkan aliran yang tinggi pula, sehingga masuknya aliran air yang masuk ke dalam Situ IPB sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim. Sehingga input air yang masuk akan berpengaruh tehadap fluktuasi tinggi muka air Situ IPB.

Situ Leutik memiliki tinggi muka air yang cenderung stabil yaitu ± 350 cm. Diduga bahwa debit air yang masuk ke dalam Situ Leutik sama dengan debit keluar yang melewati dam yang berada di bawah jembatan LSI. Tinggi muka air Situ Perikanan mengalami fluktuasi antara 153-321 cm. Hal ini diduga karena perubahan curah hujan dan debit air yang keluar lebih besar daripada debit masukan. Tinggi muka air Situ Perikanan terendah terjadi pada bulan April sebesar 153,3 cm dan tinggi muka air tertinggi terjadi pada bulan Juni dengan curah hujan 330,9 mm dengan tinggi air maksimum 321 cm (Gambar 13). Hal ini dibuktikan dari data Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor, menunjukan bahwa curah hujan pada bulan April sebesar 42,9 mm yang menyebabkan penyusutan air Situ Perikanan.

Gambar 13. Tinggi muka air Situ IPB (Garis merah = Situ Leutik, garis biru=Situ Perikanan dan garis hijau = curah hujan)


(60)

Fluktuasi air yang terjadi dapat berpengaruh terhadapat kualiatas air, dengan berkurang volume air Situ Perikanan bisa menyebabkan perubahan kualitas air juga semakin cepat. Keadaan ini dapat mengganggu organisme yang terdapat didalamnya. Bahkan menurut Basuki (2005) jika terjadi kemarau yang panjang maka air Situ Perikanan dapat dikatakan tidak berair.

4.5 Laju sedimentasi

Situ IPB memiliki laju sedimentasi rata-rata tertinggi sebesar 1,40 mg/cm2/hari yang terdapat pada lokasi 3. Lokasi 3 berada di dekat inlet Situ Perikanan dengan sumber air yang berasal dari limpasan air Situ Leutik dan limbah dari kantin Al-makjan yang berada di sepanjang jembatan LSI, sehingga sedimen yang terperangkap relatif lebih besar sedangkan laju sedimentasi terendah pada saat pengamatan tedapat pada lokasi 2, dengan rata-rata laju sedimentasi sebesar 0,66 mg/cm2/hari. Pada bagian inlet Situ Leutik pada lokasi 1, diketahui bahwa laju sedimentasi lebih besar dibandingkan dengan lokasi 2 pada outlet, dengan rata-rata laju sedimentasi pada lokasi 1 sebesar 0,80 mg/cm2/hari dan pada lokasi 2 sebesar 0,66 mg/cm2/hari. Hal ini dikarenakan bagian inlet merupakan penerima sedimen pertama dari lingkungan luar yang masuk ke dalam Situ IPB (Gambar 14).

Pada lokasi 5 pada outlet Situ Perikanan memiliki rata-rata laju sedimentasi sebesar 0,95 mg/cm2/hari, tidak jauh berbeda dengan lokasi 4 yang memiliki rata-rata laju sedimentasi sebesar 0,89 mg/cm2/hari (Gambar 14). Laju sedimentasi lokasi 5 lebih besar dari pada lokasi 4, dikarenakan dibagian outlet berfungsi sebagai pintu keluaran air menyebabkansediment trap menerima sedimen dari seluruh bagian situ sehingga sedimen yang terperangkap di bagian lokasi 5 relative lebih tinggi dibandingkan di lokasi 4.

Kondisi curah hujan selama ± 4 hari, menunjukan bahwa dengan bertambahnya curah hujan diikuti dengan banyaknya sedimen yang terperangkap. Hal ini dikarenakan curah hujan yang jatuh ke daratan akan membawa partikel sedimen masuk perairan. Nilai tertinggi dari beberapa pengamatan, nilai sedimen yang terperangkap tertinggi terjadi pada sampling kedua lokasi 3 dengan jumlah curah hujan sebesar 116,4 mm (Lampiran 9).


(1)

Lampiran 8. Data curah hujan dan penguapan harian daerah Dramaga bulan April, Mei dan Juni 2010

Bulan/Tanggal Curah hujan (mm)

Penguapan (mm)

Bulan/tanggal Curah hujan (mm)

Penguapan (mm)

April 20 5,4 31 0 2,7

21 7 Juni 1 14,5 2,6

22 1 3,9 2 0 4,3

23 5,9 3 18 4,2

24 0 4,3 4 8,5 2,3

25 4,6 5 0,3 2,9

26 1,3 5,6 6 0,5 2,1

27 7,2 5,6 7 7,5 2,7

28 4 8 21,3 2,7

29 4,8 9 2,4

30 0,2 3,6 10 1,7

Mei 1 6,3 11 4,7

2 2,7 9,5 12 0,3 2,7

3 5 13 0,6 4,4

4 1 5,5 14 0,2 3,4

5 5,8 15 12,4 3,8

6 4,8 16 6,2 0,4

7 9,1 5,7 17 0 1,5

8 71,3 5 18 45,5 0

9 36,5 4,6 19 0 1,5

10 7,9 4,4 20 5

11 4 3,7 21 40,2 3,8

12 3,5 3,2 22 4,1

13 11,1 2,4 23 0 3,4

14 10,5 5,4 24 101,1 0

15 13,2 5,3 25 1,5 1,9

16 16,4 2,3 26 3,6

17 3,5 27 4,1

18 5,2 28 2,7

19 2 4,9 29 24,7 2,3

20 35,5 3,3 30

21 4,6

22 0 4,4

23 40 5,7

24 1 2,4

25 54,5

26 10,7 5,6

27 0 3,2

28 0 4,3

29 4,3


(2)

Lampiran 9. Data sediment trap dengan rentan waktu pengambilan ± 4 hari selama 2 bulan

Jumlah curah

hujan (mm) Tanggal St 1 St2 St3 St4 St5

3,7 6 0,761783 0,74862 1,555945 1,094268 1,204777 116,4 10 0,704565 0,715329 1,821125 1,167091 1,186476 63,1 14 0,838588 0,610297 1,301062 0,996391 1,094374 37,1 18 0,990021 0,733015 1,240977 0,947771 0,923142 95 22 0,604565 0,733015 1,461359 0,59448 0,733694 10,7 27 0,973163 0,500977 1,22845 0,681868 0,626582 14,5 1 0,747601 0,568832 1,216221 0,741911 0,873036 Rata-rata 0,802898 0,658584 1,403591 0,889111 0,948869

contoh soal :

Ket : menggunakansediment trapdengan 3 kali ulangan Diketahui perhitungan laju sedimentasi (pada sampel 1) W = 0,1783 gram, 0,2726 gram dan 0,2577 gram rata-rata =0,2392 gram

LS = = = 0,0007618 gr/cm2/hari

=0,7168 mg/cm2/hari

Dimana :

LS = laju sedimentasi (mg/cm2/hari) BK = berat sedimen kering (mg) Π = konstanta (3,14)


(3)

Lampiran 10. Gambar segitiga tekstur substrat (tanah) Situ IPB beserta keterangan tekstur substrat (tanah) bedasarkan lokasi pengambilan

a.Tekstur substrat dasar Situ IPB

b. Tekstur substrat (tanah) di sekitar situ IPB St3

St4

St5 St2

St1


(4)

Lampiran 11. Kondisi Situ IPB pada saat musim hujan dan musim kering

a. Kondisi Situ Perikanan saat musim kering (kiri), kondisi saat musim hujan (kanan)

b. Kondisi Situ Perikanan pada saat musim kering

c. Kondisi Situ IPB pada musim kering : Situ Perikanan (kiri), Situ Leutik (kanan)


(5)

c. Kondisi Situ IPB pada musim hujan : Situ Perikanan (kiri), Situ Leutik (kanan)


(6)

Lampiran 12. Gambar lokasi Penelitian

Keterangan :

St1, St2, St3, St4 dan St5 (Lokasi pengambilan data tekstur substat (tanah) dansediment trap) St1, St2, St3, St5 dan St6 (Lokasi pengambilan data kualitas air)

A dan B (Tempat pemasangan mistar duga/paralon berskala)

St.1 St.2

St.3 St.4

St.5

St.6

Inlet Inlet

Outlet

B