Effectiviness Evaluation of Payment of Environmental System Between Cirebon Government and Kuningan Government

(1)

EVALUASI EFEKTIVITAS PEMBAYARAN JASA

LINGKUNGAN

ANTARA KOTA CIREBON DAN KABUPATEN KUNINGAN

KUSUMASARI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Efektivitas Pembayaran Jasa Lingkungan antara Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


(3)

ABSTRACT

KUSUMASARI. Effectiviness Evaluation of Payment of Environmental System Between Cirebon Government and Kuningan Government. Under direction of

Akhmad Fauzi and Ahyar Ismail.

Ecosystem conservation of watershed on the upstream area is a critical requirement in a continuous water management. This effort has to be supported not only by people that live at the upstream area as the „owner‟ of the catchment area but also by people at the downstream area as the „user‟. Therefore a comprehensive water management endeavor between the „owner‟ and the „user‟ is needed, through a payment of environmental services mechanism. This mechanism has been applied in West Java Province, specifically in Ciremai Mountain area – between Kuningan as the owner of the Paniis watershed and Cirebon as the user. Within the course of payment of environmental services, Kuningan and Cirebon keep identifying an accurate formula to manage the watershed area. Such circumstances place government in a consideration, whether the payment of environmental services program is effective in conserving Paniis watershed as the source of water of people in the city of Cirebon. It is critical to evaluate the effectiveness of payment of environmental services program in Paniis watershed, Ciremai Mountain to address the above question. Four main analyses have been employed to address that main question: (1) Cost and benefit analysis, (3) Willingness to pay analysis, and (4) Multinomial logit analysis. Results of the cost and benefit analysis of the payment of environmental services from 2003 - 2011 indicate that direct costs and direct benefits for Cirebon PDAM had been declining. These results conclude that the payment of environmental services of Cirebon PDAM is not effective to increase the production capacity of the institution. Results of willingness to pay analysis indicate that water users (costumers) have willingness to pay the environmental services of Rp.72/m3. Based on the payment retrieval analysis: 49% of the respondents choose the payment through the monthly billing method, which is paid through the PDAM account.

Key words : watershed ,payment of environmental services , cost and benefit analysis, game theory,willingness to pay analysis, multinomial logit analysis.


(4)

RINGKASAN

Kawasan Gunung Ciremai sebagian besar berada di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat memiliki sumber air minum berupa mata air yang cukup melimpah. Aliran air yang berasal dari mata air tidak hanya dimanfaatkan oleh penduduk di wilayah Kabupaten Kuningan, tetapi juga dimanfaatkan untuk memasok kebutuhan air bagi daerah-daerah di daerah hilirnya seperti Kota Cirebon. Kota Cirebon sendiri merupakan pengguna utama sumber mata air Paniis Kawasan Gunung Ciremai, atas dasar itu kemudian Kabupaten Kuningan menuntut Kota Cirebon untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan. Pembayaran Jasa Lingkungan merupakan paradigma baru dan lebih terarah dalam pelaksanaan konservasi. Pembayaran Jasa Lingkungan menjembatani kepentingan pemilik jasa lingkungan dan pengguna jasa lingkungan melalui adanya kompensasi. Menurut Wunder (2005), pembayaran jasa lingkungan adalah suatu transaksi sukarela yang menggambarkan suatu jasa lingkungan yang perlu dilestarikan dengan cara pemberian nilai dari penerima manfaat kepada penyedia manfaat jasa lingkungan.

Sebelum tahun 2004, pengguna air yang berada di wilayah hilir (Kabupaten dan Kota Cirebon) yang memanfaatkan air dari Gunung Ciremai kurang memberikan kontribusi finansial bagi Kabupaten Kuningan sebagai daerah hulu yang selalu dituntut untuk melakukan konservasi daerah resapan air (Ramdan 2006). Pada tahun 2004 Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan menuntut adanya dana kompensasi penggunaan mata air Paniis yang selama ini menjadi sumber air bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Cirebon. Hal ini menyebabkan konflik diantara kedua daerah tersebut karena adanya ancaman pengurangan pasokan air yang akan menimbulkan krisis air di Kota Cirebon. Penyelesaian konflik ini dianggap selesai dengan pembayaran dana pembayaran jasa lingkungan dari Kota Cirebon kepada Kabupaten Kuningan (Sumarman 2006)

Pelaksanaan pembayaran jasa lingkungan antara Kabupaten Kuningan dan Kota Cirebon bukan semata-mata tanpa masalah, karena dalam perjalanannya semenjak tahun 2004 kedua daerah ini terus mencari formula yang tepat dalam melakukan pengelolaan kawasan sumber mata air. Hal ini menyebabkan


(5)

pemerintah dihadapkan pada pertimbangan terkait dengan program pembayaran jasa lingkungan tersebut, apakah program tersebut efektif dalam upaya konservasi sumber mata air Paniis yang merupakan sumber air bagi Kota Cirebon. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis efektivitas pembayaran jasa lingkungan kawasan sumber mata air Paniis, mengevaluasi pelaksanaan sistem kelembagaan pembayaran jasa lingkungan kawasan sumber mata air Paniis, menghitung nilai willingness to pay masyarakat Kota Cirebon terhadap kawasan sumber mata air Paniis dan menganalisis sistem pembayaran jasa lingkungan yang diinginkan oleh masyarakat Kota Cirebon.

Dalam penelitian ini digunakan empat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi efektivitas pembayaran jasa lingkungan kawasan sumber mata air Paniis yaitu dengan analisis manfaat dan biaya PDAM Kota Cirebon, analisis game theory, analisis WTP binary logit dan analisis multinomial logit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya program pembayaran jasa lingkungan sejak tahun 2004 oleh Kota Cirebon belum meningkatkan kapasitas produksi dari PDAM. Apabila pembayaran jasa lingkungan terus dilakukan dimasa yang akan datang diperkirakan produksi air dari mata air Paniis akan terus meningkat dan akan mengakibatkan peningkatan nilai BCR PDAM Kota Cirebon.

Berdasarkan analisis game theory, skenario bekerjasama (cooperative) merupakan strategi permainan yang paling menguntungkan pihak PDAM Kota Cirebon dan Pemerintah Kabupaten Kuningan. Mean WTP masyarakat Kota Cirebon adalah sebesar Rp. 72/ m3 . Artinya bahwa masyarakat kota cirebon bersedia membayar sejumlah Rp. 72/ m3 untuk jasa air diluar dari pembayaran PDAM setiap bulannya untuk jasa air. Responden menyadari pentingnya akan keberlanjutan ketersediaan air dengan membayar jasa lingkungan untuk air. Sistem rekening merupakan sistem yang paling dibanyak dipilih ada 34 responden (49 %) yang memilih sistem rekening dibandingkan kedua sistem lainnya, kemudian sistem dana kemitraan merupakan pilihan kedua yang banyak terpilih yaitu 28 responden yang memilih sistem dana kemitraan (40 %) sedangkan hanya 11 % responden yang memilih untuk membayarnya melalui sistem pajak.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa ijin IPB


(7)

EVALUASI EFEKTIVITAS PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN ANTARA KOTA CIREBON DAN KABUPATEN KUNINGAN

KUSUMASARI

Tesis

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(8)

(9)

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Evaluasi Efektivitas dan Sistem Kelembagaan Pembayaran Jasa Lingkungan Antara Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar master (S2) pada Program Studi Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis menghaturkan terima kasih yang paling dalam kepada Bapak Prof. Dr. Ir Akhmad Fauzi, M.Sc dan Dr. Ahyar Ismail, M.Agr selaku pembimbing yang selalu memberikan arahan, bimbingan, dan selalu memberikan semangat kepada penulis untuk selalu berusaha menjalankan dan menyelesaikan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor dengan sebaik-baiknya. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT dan Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku penguji luar komisi, Dosen dan staf program studi ESL- IPB, Departemen ESL. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami dan ananda tercinta Adam D. Zeiza dan Mikhaila A. Zeiza atas dorongan semangat dan pengertian atas waktu yang diberikan, serta orang tua tercinta Odi Suryadi dan Tien Hindasah, serta seluruh teman-teman atas segala doa dan semangatnya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2012

Kusumasari


(11)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Evaluasi Efektivitas dan Sistem Kelembagaan Pembayaran Jasa Lingkungan Kawasan Sumber Mata Air Paniis Gunung Ciremai”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar master (S2) pada Program Studi Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis menghaturkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada Bapak Prof. Dr. Ir Akhmad Fauzi, M.Sc dan Dr.Ir. Ahyar Ismail, M. Agrselaku pembimbing yang selalu memberikan arahan, bimbingan, dan selalu memberikan semangat kepada penulis untuk selalu berusaha menjalankan dan menyelesaikan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor dengan sebaik-baiknya. Tidak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada :

1. Dr. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen penguji luar komisi

2. Seluruh jajaran dosen dan staf program studi ESL Departemen ESL atas bantuannya selama penulis bersekolah.

3. Direktur PDAM Kota Cirebon Bapak Wiem Wilantara beserta staf atas izin,bantuan, fasilitas dan kemudahan yang diberikan ketika penulis melakukan penellitian di PDAM Kota Cirebon.

4. Orang tua tercinta dan yang saya hormati Odi Suryadi dan Tien Hindasah untuk segala doa dan kasih sayangnya.

5. Suami tercinta Adam D. Zeiza atas doa dan dorongan semangat yang diberikan dan Ananda tercinta Mikhaila A. Zeiza atas waktu yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.


(12)

6. Teman-teman penulis Intan Adhi P. Putri atas bantuan dan bimbingannya kepada penulis dan Sofi atas dorongan semangat dan bantuannya kepada penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya bagi masyarakat dan Pemerintah Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan, dan juga bagi masyarakat pada umumnya.

Bogor, Agustus 2012


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1985 sebagai anak bungsu dari pasangan Odi Suryadi dan Tien Hindasah. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cirebon dan pada tahun yang sama penulis diterima pada Program Studi Manajemen Sumber Daya Perikanan, Fakultas Pertanian UNPAD melalui UMPTN. Penulis mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima di Program Studi Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan pada Program Pascasarjana IPB.


(14)

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI………...………...…….. ii

DAFTAR TABEL………..…………... iii

DAFTAR GAMBAR………...……. iv

DAFTAR LAMPIRAN………..…….. v

I. PENDAHULUAN………...…….. 1

1.1 Latar Belakang……….……. 1

1.2 Perumusan Masalah………...…….. 2

1.3 Tujuan Penelitian……….…….. 4

1.4 Manfaat Penelitian………...……. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA………. 5

2.1 Jasa Lingkungan………...……. 5

2.1.1 Jasa Lingkungan Hutan untuk Perlindungan dan Pemanfaatan Air……….. …….. 6

2.2 Pembayaran Jasa Lingkungan………. …….. 7

2.3 Kelembagaan Pengelolaan Air Minum Lintas Wilayah.. ……. 10

2.4 Analisis Manfaat dan Biaya………... ……. 13

2.5 Teori Permainan (Game Theory) ………. 14

2.6 Analisis Regresi Binary Logistik……..….……… 19

2.7 Analisis Regresi Multinomial Logit……..……… 21

2.8 Penelitian Terdahulu………. 22

III. KERANGKA PEMIKIRAN………. 25

IV. METODE PENELITIAN………. 28

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian………... 28

4.2 Jenis dan Sumber Data………. ……. 28

4.3 Metode Pengambilan Data….……….. ……. 28

4.4 Metode Analisis dan Pengolahan Data……….... …… 29

4.4.1 Analisis Manfaat dan Biaya…….……….. 30

4.4.2 Analisis Desain Model Kelembagaan Pembayaran Jasa Lingkungan...……….31


(16)

4.4.3 Analisis Regresi Binary Logistik Willingness to Pay

Pembayaran Jasa Lingkungan…..……….……... 32

4.4.4 Analisis Multinomial Logit Pembayaran Jasa Lingkungan……….… ……... 33

4.5 Hipotesis………... 34

V. Gambaran Umum………... 35

5.1 Keadaan Umum Wilayah Studi………. 35

5.1.1 Kondisi Geografis dan Fisik Kota Cirebon………… 35

5.1.2 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Cirebon……….. 36

5.1.2.1 Peranan dan Fungsi PDAM Kota Cirebon... 37

5.1.2.2 Sejarah Perkembangan PDAM Kota Cirebon………... 38

5.1.2.3 Kondisi Sistem Penyediaan Air Minum…... 39

5.1.2.4 Kemampuan Usaha PDAM Kota Cirebon… 40 5.1.3 Kabupaten Kuningan……….. 41

5.1.3.1 Kondisi Geografis dan Fisik Kabupaten Kuningan……….. 41

5.1.3.2 Kawasan Gunung Ciremai……… 42

5.1.3.3 Mata Air Paniis………. 43

5.2 Karakteristik Sosial Ekonomi Responden……… 44

VI. Pembahasan……….. 47

6.1 Pelaksanaan Pembayaran Jasa Lingkungan Kawasan Sumber Air Minum Paniis……… 47

6.1.1 Perubahan Status Kawasan Mata Air Paniis Masuk Dalam Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. 55 6.2 Kondisi Sebelum dan Sesudah Program Pembayaran Jasa Lingkungan berdasarkan Analisis Manfaat –Biaya..…… 56

6.3 Analisis Game Theory Pelaksanaan Kelembgaan Pembayaran Jasa Lingkungan……… 59

6.4 Analisis Regresi Binary Logistik Willingnwaa to Pay Pembayaran jasa Lingkungan Mata Air Paniis……… 62

6.5 Hasil Analisis Regresi Multinomial Logit…………..……….. 65

VII. Kesimpulan dan Saran 7.1 Kesimpulan……… 69

7.2 Saran……….. 69

DAFTAR PUSTAKA………..……….. 70


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Tabel Konsekuensi dari Permainan Pertukaran (Jasa)…… 18

2 Matriks Metode Analisis Data……… 30

3 Matriks Pay Off permainan antara Pemerintah Kota Cirebon dan Pemerintah Kabupaten Kuningan dalam Pengelolaan

Hutan……….. 32

4 Penyebaran Jumlah Penduduk Kota Cirebon…………..…….. 36 5 Susunan Pengurus PDAM Kota Cirebon……….. 37 6 Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Pelanggan

Rumah Tangga PDAM………. 45

.

7 Perbedaan Debit Produksi PDAM Kota Cirebon…….. …….. 49 8 Pembagian Dana Pembayaran Jasa Lingkungan………. 50 9 Perbandingan nilai BCR sebelum pembayaran jasa lingkungan

dan setelah pembayaran jasa lingkungan... 58 10 Kapasitas Produksi PDAM Kota Cirebon 2003-2011………. 58 11 Game Theory Pelaksanaan Pembayaran Jasa Lingkungan …..61 12 Hasil Analisis Logit WTP Pembayaran Jasa Lingkungan….. 62 13 Hasil Analisis Regresi Multinomal Logit……… 66


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Prinsip Pembayaran Jasa Lingkungan……….. 8

2 Manfaat Pembayaran Jasa Lingkungan……… 9

3 Alur Pikir Penelitian………. 27

4 Sempadan Sungai pada Sungai Cipaniis……… 40

5 Karakteristik Sosial Ekonomi Pelanggan Rumah Tangga PDAM Kota Cirebon……….. 46

6 Grafik Perbandingan Nilai BCR selama Periode sebelum pembayaran jasa lingkungan dan setelah Periode pembayaran jasa lingkungan………. 58

7 Grafik Kapasitas Produksi PDAM Kota Cirebon 2003-2011……... 59

8 Kurva Bid WTP Kota Cirebon……….. 63 9 Distribusi Sistem Pembayaran Jasa Air yang Dipilih Responden… 65


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Peta Lokasi Penelitian………..……….. 76

2 Kuisioner Penelitian………. 78

3 Data Penerimaan Asli Daerah Kabupaten Kuningan……… 82 4 Output SPSS Regresi Multinomial Logistik Nominal Regression.. 83 5 Output Eviews : binary logit WTP Air di Kota Cirebon…………. 85


(20)

I. PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang strategis dan vital bagi kehidupan manusia. Air minum merupakan kebutuhan dasar manusia yang keberadaannya tidak dapat disubtitusi oleh komoditas lain bahkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendeklarasikan bahwa air merupakan hak azasi manusia, artinya, setiap manusia di muka bumi ini mempunyai hak dasar yang sama terhadap pemakaian air. Ironisnya, dua pertiga jasa lingkungan yang terkait dengan kesejahteraan manusia termasuk sumber daya air sedang mengalami degradasi atau dimanfaatkan secara tidak berkelanjutan (Ramdan 2006). Mengingat peranan air yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia, maka sumberdaya air harus dikelola dan dilindungi agar kuantitasnya dapat mencukupi kebutuhan masyarakat.

Air yang bersumber dari mata air tidak hanya digunakan oleh masyarakat lokal, juga dimanfaatkan oleh penduduk yang berada di wilayah hilirnya yang secara administratif berbeda. Interaksi antara kawasan hulu sebagai zona resapan sumber air dan kawasan hilirnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan air adalah erat, sehingga upaya untuk mewujudkan pengelolaan air berkelanjutan menjadi tanggung jawab semua wilayah.

Upaya perlindungan ekosistem kawasan sumber air yang umumnya berada di bagian hulu merupakan syarat penting dalam pengelolaan air berkelanjutan.

Hal ini harus didukung tidak hanya oleh masyarakat kawasan hulu sebagai pemilik sumber mata air tetapi juga olehI. PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang strategis dan vital bagi kehidupan manusia. Air minum merupakan kebutuhan dasar manusia yang keberadaannya tidak dapat disubtitusi oleh komoditas lain bahkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendeklarasikan bahwa air merupakan hak azasi manusia, artinya, setiap manusia di muka bumi ini mempunyai hak dasar yang sama terhadap pemakaian air. Ironisnya, dua pertiga jasa lingkungan yang terkait dengan kesejahteraan


(21)

manusia termasuk sumber daya air sedang mengalami degradasi atau dimanfaatkan secara tidak berkelanjutan (Ramdan 2006). Mengingat peranan air yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia, maka sumberdaya air harus dikelola dan dilindungi agar kuantitasnya dapat mencukupi kebutuhan masyarakat.

Air yang bersumber dari mata air tidak hanya digunakan oleh masyarakat lokal, juga dimanfaatkan oleh penduduk yang berada di wilayah hilirnya yang secara administratif berbeda. Interaksi antara kawasan hulu sebagai zona resapan sumber air dan kawasan hilirnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan air adalah erat, sehingga upaya untuk mewujudkan pengelolaan air berkelanjutan menjadi tanggung jawab semua wilayah.

Upaya perlindungan ekosistem kawasan sumber air yang umumnya berada di bagian hulu merupakan syarat penting dalam pengelolaan air berkelanjutan. Hal ini harus didukung tidak hanya oleh masyarakat kawasan hulu sebagai pemilik sumber mata air tetapi juga oleh masyarakat kawasan hilir sebagai pengguna jasa lingkungan. Oleh karena itu diperlukan penerapan pengelolaan bersama antara penyedia jasa lingkungan di daerah hulu dan pengguna jasa lingkungan di hilir melalui mekanisme pembayaran jasa lingkungan. Pembayaran jasa lingkungan ini telah diterapkan di Provinsi Jawa Barat, khususnya pada kawasan Gunung Ciremai.

Kawasan Gunung Ciremai sebagian besar berada di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat memiliki sumber air minum berupa mata air yang cukup melimpah. Aliran air yang berasal dari mata air tidak hanya dimanfaatkan oleh penduduk di wilayah Kabupaten Kuningan, tetapi juga dimanfaatkan untuk memasok kebutuhan air bagi daerah-daerah di daerah hilirnya seperti Kota Cirebon. Kota Cirebon sendiri merupakan pengguna utama sumber mata air Paniis Kawasan Gunung Ciremai, atas dasar itu kemudian Kabupaten Kuningan menuntut Kota Cirebon untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan.

Sebelum tahun 2004, pengguna air yang berada di wilayah hilir (Kabupaten dan Kota Cirebon) yang memanfaatkan air dari Gunung Ciremai kurang memberikan kontribusi finansial bagi Kabupaten Kuningan sebagai daerah hulu yang selalu dituntut untuk melakukan konservasi daerah resapan air (Ramdan


(22)

2006). Pada tahun 2004 Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan menuntut adanya dana kompensasi penggunaan mata air Paniis yang selama ini menjadi sumber air bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Cirebon. Hal ini menyebabkan konflik diantara kedua daerah tersebut karena adanya ancaman pengurangan pasokan air yang akan menimbulkan krisis air di Kota Cirebon. Penyelesaian konflik ini dianggap selesai dengan pembayaran dana pembayaran jasa lingkungan dari Kota Cirebon kepada Kabupaten Kuningan (Sumarman 2006)

Pelaksanaan pembayaran jasa lingkungan antara Kabupaten Kuningan dan Kota Cirebon bukan semata-mata tanpa masalah, karena dalam perjalanannya semenjak tahun 2004 kedua daerah ini terus mencari formula yang tepat dalam melakukan pengelolaan kawasan sumber mata air. Hal ini menyebabkan pemerintah dihadapkan pada pertimbangan terkait dengan program pembayaran jasa lingkungan tersebut, apakah program tersebut efektif dalam upaya konservasi sumber mata air Paniis yang merupakan sumber air bagi Kota Cirebon.

Atas pertimbangan tersebut penulis tertarik untuk melakukan kajian Evaluasi Efektivitas Pembayaran Jasa Lingkungan Kawasan Sumber Mata Air Paniis Gunung Ciremai. Kajian ini akan memberikan informasi mengenai kondisi pelaksanaan pembayaran jasa lingkungan dari Kota Cirebon kepada Kabupaten Kuningan.

I.2 Perumusan Masalah

Kawasan hulu sebagai zona resapan sumber air dan kawasan hilirnya sebagai pemanfaat sumber air memiliki hubungan yang erat dalam upaya untuk mewujudkan pengelolaan air berkelanjutan, Acreman (2004) menyebutkan bahwa upaya perlindungan ekosistem kawasan sumber air yang umumnya berada di bagian hulu merupakan salah satu pilar penting dalam pengelolaan air berkelanjutan. Kondisi ideal ini tidak mudah diwujudkan karena adanya masalah-masalah dalam manajemen sumberdaya air. Keterbatasan pendanaan sering kali menjadi kendala dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut dengan baik sehingga dikhawatirkan suatu saat nanti sumber daya alam tersebut mengalami degradasi yang akan merugikan berbagai pihak.


(23)

Kawasan Gunung Ciremai yang sebagian besar berada di Kabupaten Kuningan Propinsi Jawa Barat memiliki sumber air minum berupa mata air yang cukup melimpah salah satunya adalah sumber mata air Paniis. Adanya pemanfaatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat sekitar sumber mata air Paniis secara tidak langsung dapat merusak ekosistem hutan yang merupakan pelindung dari sumber mata air Paniis. Pemanfaatan ekonomi yang berlebihan yang akan merusak ekosistem hutan dapat ditanggulangi melalui adanya hubungan hulu dan hilir dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan masyarakat sekitar sumber mata air Paniis.

Pada tahun 2004, setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 mengenai Otonomi Daerah, dimana pemerintah daerah memiliki wewenang atas daerah administratifnya, Kabupaten Kuningan menuntut adanya pembayaran jasa lingkungan kepada Kota Cirebon. Atas dasar tuntutan tersebut, Kabupaten Kuningan dan Kota Cirebon membuat nota kesepakatan berupa perjanjian kerjasama pengelolaan sumber mata air Desa Paniis Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan. Pembayaran Jasa Lingkungan yang dikembangkan oleh Kabupaten Kuningan dan Kota Cirebon merupakan PES-like karena dalam pelaksanaannya dana konservasi di Kabupaten Kuningan masuk dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Alokasi dana pembayaran jasa lingkungan yang tidak sesuai tersebut menimbulkan pertimbangan apakah program tersebut efektif dalam upaya perlindungan sumber mata air Paniis yang akan meningkatkan debit air yang mengalir ke Kota Cirebon.

Berdasarkan uraian diatas, beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi :

1. Bagaimana efektivitas pelaksanaan program pembayaran jasa lingkungan kawasan sumber mata air Paniis ?

2. Bagaimana pelaksanaan sistem kelembagaan pembayaran jasa lingkungan kawasan sumber mata air Paniis ?

3. Bagaimana nilai willingness to pay masyarakat Kota Cirebon terhadap kawasan sumber mata air Paniis ?

4. Bagaimana sistem pembayaran jasa lingkungan yang diinginkan oleh masyarakat Kota Cirebon ?


(24)

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Menganalisis efektivitas pembayaran jasa lingkungan kawasan sumber mata air Paniis

2. Mengevaluasi pelaksanaan sistem kelembagaan pembayaran jasa lingkungan kawasan sumber mata air Paniis.

3. Menghitung nilai willingness to pay masyarakat Kota Cirebon terhadap kawasan sumber mata air Paniis.

4. Menganalisis sistem pembayaran jasa lingkungan yang diinginkan oleh masyarakat Kota Cirebon.

I.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Akademisi dan peneliti lain sebagai bahan studi literatur bagi penelitian selanjutnya

2. Pemerintah Kabupaten Kuningan dan Kota Cirebon sebagai masukan dalam pelaksanaan pembayaran jasa lingkungan kawasan sumber air Paniis. Hasil dari penelitian ini mencerminkan evaluasi efektivitas program pembayaran jasa lingkungan.

3. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, sebagai masukan mengenai kebijakan yang seharusnya diambil dalam mendukung program pembayaran jasa lingkungan terutama di Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jasa Lingkungan

Jasa lingkungan merupakan keseluruhan sistem alam yang menyediakan aliran barang dan jasa yang bermanfaat bagi manusia dan lingkungan. Menurut Wunder (2007) dan secara spesifik didalam Millenium Ecosystem Assesment, terdapat pembagian yang sangat jelas mengenai fungsi penting jasa lingkungan, yaitu sebagai:

1. Jasa Penyediaan (provisioning services) yaitu jasa lingkungan dalam menyediakan sumber bahan makanan, obat-obatan alamiah, sumberdaya genetik, kayu bakar, air, dan lain-lain.

2. Jasa Pengaturan (regulating services) yaitu jasa lingkungan dalam menjaga kualitas udara, pengaturan iklim, pengaturan air, kontrol erosi, penjernihan air, pengelolaan sampah, kontrol penyakit, kontrol biologi, pengurangan resiko dan lain-lain.

3. Jasa Cultural (cultural services) yaitu jasa lingkungan yang terkait dengan identitas dan keragaman budaya, nilai-nilai religius dan spiritual,

pengetahuan (tradisional dan formal), inspirasi, nilai estetika, hubungan sosial, rekreasi dan lain-lain.

4. Jasa Pendukung (supporting services) yaitu jasa lingkungan yang terkait dengan produksi produk utama seperti unsur hara, produksi oksigen, ketahanan tanah, penyerbukan, ketersediaan habitat, siklus gizi dan lain-lain.

Wunder (2005) mengidentifikasi empat jenis tipe jasa lingkungan yang saat ini mengemuka yaitu :

1. Penyerap dan penyimpan karbon (carbon sequestrationand storage), 2. Perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity protection), 3. Perlindungan Daerah Aliran Sungai (watershed protection),


(26)

Jasa lingkungan yang ada saat ini pada suatu saat akan mengalami penurunan kualitas apabila tidak dikelola dengan baik. Proyek pembangunan yang berintegrasi dengan konservasi serta pengelolaan hutan yang berkelanjutan merupakan dua pendekatan yang digabungkan untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal sekaligus mengkonservasi lingkungan (Salafskyet al 2001), sayangnya kedua pendekatan ini menurut Wunder (2007) tidak dapat mengurangi trend penggunaan lahan hutan maupun praktek-praktek silvikultur. Oleh karena itu, banyak perdebatan untuk mendapatkan formulasi yang tepat dalam pelaksanaan konservasi. Gagalnya pendekatan pengelolaan konservasi lingkungan di masa lalu telah memicu berkembangnya suatu konsep dimana masyarakat sebagai penyedia jasa lingkungan perlu mendapat kompensasi terhadap usaha perlindungan terhadap lingkungan yang mereka lakukan, disisi lain pengguna jasa lingkungan perlu melakukan pembayaran jasa lingkungan yang mereka manfaatkan (Leimona et al. 2004).

2.1.1 Jasa Lingkungan Hutan untuk Perlindungan dan Pemanfaatan Air

Hutan memiliki peranan strategis dalam mendukung berjalannya pembangunan secara berkelanjutan. Beragam manfaat berupa jasa dan barang dapat diperoleh dari hutan, baik berupa manfaat tangible maupun manfaat intangible yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi, sosial-budaya, dan jasa lingkungan (ekologis). Jasa hidrologis hutan merupakan salah satu jasa lingkungan terpenting yang dihasilkan hutan. Fungsi hidrologis hutan tersebut antara lain berupa :

1. Pemroses air hujan menjadi air baku. Air hujan dengan berbagai bahan polutan yang dikandungnya dapat dikeluarkan sebagai air baku yang layak digunakan bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup.

2. Pengendali curah hujan yang jatuh dipermukaan tanah sehingga mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi air permukaan.

3. Penyerap sebagian air hujan untuk kemudian disimpan dan dialirkan kembali sebagai air permukaan dan air tanah.

4. Pengendali banjir dan kekeringan serta mengatur sumber air untuk dapat tersedia sepanjang tahun.


(27)

5. Pengendali intrusi air laut ke daratan sehingga mencegah salinitas air tanah.

Aliran air yang keluar dari areal hutan digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan, misalnya air minum, sanitasi lingkungan, pertanian, industri, ekosistem dan sebagainya. Johnson et al. (2001) menyatakan bahwa mayoritas penduduk dunia berada di hilir daerah aliran sungai (DAS) berhutan (downstream forested watershed), sehingga aliran air yang dimanfaatkan oleh masyarakat umumnya berasal dari hutan yang berada di DAS bagian hulu. Oleh karena itu untuk menjamin ketersediaan air dalam jumlah dan kualitas yang memadai, maka upaya konservasi ekosistem hutan harus dilakukan. Pada tingkatan global diperkirakan 13% dari luas lahan di dunia dibutuhkan untuk melindungi pasokan air (water supply) untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat (Johnson et al. 2001).

2.2 Pembayaran Jasa Lingkungan

Pembayaran Jasa Lingkungan merupakan paradigma baru dan lebih terarah dalam pelaksanaan konservasi. Pembayaran Jasa Lingkungan menjembatani kepentingan pemilik jasa lingkungan dan pengguna jasa lingkungan melalui adanya kompensasi. Menurut Wunder (2005), pembayaran jasa lingkungan adalah suatu transaksi sukarela yang menggambarkan suatu jasa lingkungan yang perlu dilestarikan dengan cara pemberian nilai dari penerima manfaat kepada penyedia manfaat jasa lingkungan. Pembayaran jasa lingkungan memiliki prinsip yang sederhana yaitu “Mereka yang membantu menyediakan jasa lingkungan harus diberikan kompensasi atas usaha perlindungan lingkungan yang mereka lakukan dan mereka yang menerima jasa tersebut harus membayar untuk memperolehnya”, diilustrasikan seperti gambar berikut (gambar 1) (Fauzi 2009).


(28)

Gambar 1. Prinsip Pembayaran Jasa Lingkungan

Di Indonesia, pembayaran jasa lingkungan memiliki beberapa kerangka hukum, yang terbaru adalah Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai instrumen ekonomi lingkungan hidup Bab II Pasal 4, bahwa salah satu perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi meliputi mekanisme kompensasi atau imbal jasa lingkungan hidup antar daerah. Pembayaran jasa lingkungan memiliki tiga komponen didalamnya yaitu, voluntary yang berarti penyedia jasa lingkungan memiliki pilihan bebas untuk memanfaatkan lingkungannnya, namun berkomitmen untuk menjaga kelestariannya, kemudian, well-defined artinya jasa terukur, serta adanya perjanjian yang melibatkan minimum satu buyer dan satu provider jasa lingkungan (Wunder 2005). Pembayaran jasa lingkungan akan tetap bermanfaat dalam kondisi sumberdaya alam yang statis, menurun ataupun meningkat, seperti ditunjukan pada gambar 2.


(29)

Sumber : Fauzi 2009

Gambar 2. Manfaat Pembayaran Jasa Lingkungan

Pendekatan pembayaran jasa lingkungan didasarkan atas pemikiran bahwa model konservasi dan usaha-usaha pembangunan tidak dapat dipisahkan untuk mencapai efektivitas dan kelestarian sumberdaya yang berkelanjutan (Bawa et al. 2004; Ferraro dan Kiss 2002). Menurut Landell-Mills dan Poras (2002), beberapa mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang sudah banyak digunakan di dunia yaitu:

1. Direct Negotiation : Transaksi langsung antara penyedia dan pengguna jasa lingkungan dan seringkali menghasilkan proses negosiasi yang panjang.

2. Intermediary-Based Transaction : Fasilitator berperan agar transaksi dalam hal mencari informasi, bernegosiasi dan menyelesaikan proses transaksi menjadi rendah. Selain itu fasilitator juga berperan untuk mereduksi resiko kegagalan dengan membangun kapasitas masyarakat, mencari partner yang tepat serta mengidentifikasi masalah yang ada.

3. Pooled transaction : Pendekatan yang mengandung resiko transaksi dengan membagikan investasi melalui beberapa pengguna jasa lingkungan. Dana terkumpul biasanya cukup besar untuk mendiversifikasi investasi.

4. Joint venture : Mekanisme yang melibatkan investor yang menawarkan input yang seimbang untuk memulai suatu perusahaan dan menyalurkan imbalan


(30)

bagi lingkungan melalui perusahaan tersebut dalam bentuk bagi keuntungan, konsultasi teknis, dana langsung, dan lain-lain.

5. Retail Based Traders : Imbalan jasa lingkungan terlampir dalam bentuk pasar dan jasa, contoh : harga premium bagi produk ramah lingkungan.

6. Internal trading : Transaksi antar departemen dalam suatu organisasi

7. Over The Counter Traders/User Fees : Pada mekanisme ini jasa lingkungan dikemas terlebih dahulu untuk dijual.

Mekanisme pembayaran lingkungan menurut Wunder (2005), memiliki konsep bahwa penyedia manfaat adalah lingkungan yang menyediakan suatu jasa lingkungan. Mekanisme pembayaran lingkungan ini tergantung oleh mekanisme keuangan dan mekanisme pembayaran jasa lingkungan itu sendiri. Keduanya sangat dipengaruhi oleh struktur pemerintah sehingga menghasilkan suatu nilai yang sesuai dengan jasa lingkungan sesungguhnya yang dibayarkan secara sukarela oleh penerima manfaat jasa lingkungan agar dapat menghasilkan jasa lingkungan yang berkelanjutan untuk generasi mendatang.

2.3 Kelembagaan Pengelolaan Air Minum Lintas Wilayah

Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan membutuhkan suatu kelembagaan untuk mengatur dan mengarahkan perilaku stakeholders yang terlibat didalamnya. Kelembagaan atau institusi merupakan suatu sistem yang kompleks, rumit, dan abstrak yang mencakup ideologi, hukum, adat istiadat, aturan dan kebiasaan yang tidak terlepas dari lingkungan adanya kelembagaan yang tepat dapat menjadi sumber efisiensi dan kemajuan ekonomi (Ramdan 2006).

Institusi mengatur apa yang dilarang dikerjakan oleh individu atau dalam kondisi bagaimana individu dapat mengerjakan sesuatu. Oleh karena itu, institusi adalah instrumen yang mengatur hubungan antar individu. Institusi juga berarti seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat, yang mana masyarakat tersebut telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk-bentuk aktifitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak-hak istimewa yang telah diberikan serta tanggung-jawab yang harus mereka lakukan (Kartodihardjo et al. 2000). Menurut Soekanto (1990), fungsi


(31)

kelembagaan atau institusi adalah : 1) sebagai pedoman bagi masyarakat untuk bertingkah laku, 2) menjaga keutuhan masyarakat dan 3) sebagai sistem pengendalian sosial (social control), artinya sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya.

Institusi dalam prakteknya dapat merupakan gabungan dari kebijakan dan tujuan, hukum dan regulasi, rencana dan prosedur organisasi, mekanisme insentif, mekanisme akuntabilitas, norma, tradisi, dan adat istiadat (Bandaragoda 2000; Kliot dan Shmueli 2001). Institusi sebagai modal dasar masyarakat dapat dipandang sebagai aset produktif yang mendorong individu-individu anggotanya untuk bekerjasama menurut aturan perilaku tertentu yang disetujui bersama untuk meningkatkan produktifitas anggotanya dan produktifitas masyarakat secara keseluruhan. Ikatan institusi masyarakat yang rusak secara langsung akan menurunkan produktifitas masyarakat dan menjadi faktor pendorong percepatan eksploitasi sumberdaya alam di sekitarnya (Kartodihardjo et al. 2000).

Institusi yang berjalan baik dalam pengelolaan air memiliki fungsi yang penting, misalnya untuk memfasilitasi resolusi konflik. Dua aspek penting dalam analisis kelembagaan sumber air minum yang perlu diperhatikan meliputi hukum dan adat, serta regulasi dan pengaturan organisasi yang terkait dengan pengelolaan sumber air (Bandaragoda 2000). Sarwan et al. (2003) menyatakan bahwa struktur property rights dalam air akan memfasilitasi alokasi air yang efisien. Hak-hak air umumnya berasal dari penggunaan air secara historis dan telah berjalan di tengah masyarakat sepanjang waktu, bahkan ada diantaranya yang telah diakui oleh suatu keputusan legislatif atau konstitusi. Namun dalam banyak kasus, hak-hak air masih samar-samar. Di Amerika Serikat dikenal adanya riparian rights dan appropriation-rights dalam pengelolaan sumberdaya air.

Di Indonesia hak guna air (water right) diatur berdasarkan konstitusi, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Hak guna air adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan. Hak guna air dibagi menjadi hak guna pakai air dan hak guna usaha air. Hak guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memanfaatkan air. Hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air. Hak guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari


(32)

bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada dalam sistem irigasi. Hak guna pakai air memerlukan izin apabila :

(a) cara menggunakannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami sumber air, (b) ditujukan untuk kelompok yang memerlukan air dalam jumlah besar,atau (c) digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.

Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Hak guna usaha air merupakan hak guna yang baru secara eksplisit dinyatakan dalam peraturan perundangan-undangan yang mengatur masalah air, sehingga dalam pengesahan undang-undangnya menuai sejumlah kekhawatiran terhadap terjadinya privatisasi sumberdaya air di Indonesia. Privatisasi air dikhawatirkan akan memperburuk tingkat kesejahteraan masyarakat yang selama ini menganggap bahwa air adalah barang publik.

Upaya konservasi sumber air memiliki kaitan dengan adanya kelestarian kawasan sumber air (Acreman 2004). Dengan demikian regulasi tentang perlindungan kawasan sumber air merupakan regulasi penting yang terkait dengan upaya mempertahankan kesinambungan pasokan air di suatu wilayah, misalnya regulasi tentang upaya pengaturan ruang dari kawasan sumber air tersebut. Ada beberapa alternatif bentuk penguatan kelembagaan dalam pembayaran jasa lingkungan, antara lain: (i) membentuk kepengurusan kolaboratif, (ii) membentuk lembaga baru, dan (iii) memanfaatkan lembaga yang sudah ada. Membentuk kepengurusan kolaboratif dalam bentuk forum atau badan koordinasi merupakan salah satu alternatif yang paling memungkinkan dalam penguatan kelembagaan pengelolaan sumber daya alam saat ini.

2.4 Analisis Manfaat dan Biaya

Analisis manfaat dan biaya merupakan suatu metode evaluasi ekonomi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam memilih alternatif terbaik dari beberapa alternatif yang ada. Analisis manfaat biaya adalah bentuk dari analisis ekonomi yang membandingkan biaya pengeluaran dan manfaat yang dihasilkan dari dua kegiatan atau lebih. Analisis manfaat dan biaya digunakan untuk mengevaluasi penggunaan sumber-sumber ekonomi agar sumber yang


(33)

langka tersebut dapat digunakan secara efisien. Pemerintah mempunyai banyak program atau proyek yang harus dilaksanakan sedangkan biaya yang tersedia sangat terbatas. Dengan analisis ini pemerintah menjamin penggunaan sumber-sumber ekonomi yang efisien dengan memilih program-program yang memenuhi kriteria efisiensi.

Analisis manfaat dan biaya merupakan alat bantu untuk membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. Analisis Manfaat dan Biaya, merupakan analisis yang telah diaplikasikan untuk menguji kelayakan ekonomi dari aktivitas yang telah dilaksanakan atau masih direncanakan, dan atau membandingkan dua metode atau lebih yang digunakan dalam suatu aktivitas. Dalam manajemen sumber daya alam konteks analisis manfaat dan biaya merupakan penjumlahan biaya moneter ter-discounting dari suatu proyek atau aktivitas dari nilai moneter ter-discounting atas seluruh manfaat yang dihasilkan untuk mendapatkan nilai manfaat bersih atau aliran biaya dari aktivitas yang diajukan.

Komponen penilaian dalam analisis manfaat dan biaya didasarkan pada dua komponen penilaian, yaitu komponen biaya dan komponen manfaat. Komponen biaya harus dilakukan dengan memperhitungkan biaya alternatif dari pelaksanaan suatu kegiatan. Misalnya suatu proyek pengairan di suatu area yang menyebabkan berkurangnya pengairan di area lain sehingga dalam pembuatan evaluasi proyek, penurunan produksi akibat penurunan jumlah air dari area lain yang terpengaruh harus dimasukkan ke dalam biaya proyek tersebut.

Biaya sosial dapat diperkirakan dengan menggunakan prinsip oportunity cost, untuk membedakan dengan biaya untuk pembelian barang bagi individu. Oportunity cost dalam penggunaan sumber daya alam merupakan nilai tertinggi bagi masyarakat dari berbagai alternatif penggunaan sumber daya tersebut. Sehingga pendekatan oportunity cost merupakan pendekatan yang terbaik untuk menentukan nilai dari biaya yang tidak berwujud (Prabantoro 2010).

Manfaat atau efektifitas dari sebuah sistem informasi dapat juga diklasifikasikan dalam dua bentuk yaitu : tangible benefits dan intangible benefits. Tangible Benefits atau manfaat yang dapat di ukur secara kuantitatif dalam bentuk satuan nilai moneter/uang sedangkan Intangible Benefits atau manfaat yang tidak


(34)

berwujud adalah nilai manfaat yang sulit atau tidak mungkin di ukur dalam bentuk satuan nilai moneter/uang (Prabantoro 2010).

Analisis biaya dan manfaat dalam program konservasi ditujukan untuk mengidentifikasi keuntungan dan biaya yang mempengaruhi seluruh anggota masyarakat sehingga perlu dipersiapkan daftar lengkap tentang semua kemungkinan keluaran yang dapat muncul dari pelaksanaan keputusan pengelolaan konservasi. Untuk satuan yang dapat dipertukarkan melalui mekanisme pasar, nilai moneternya dapat dihitung dengan mengalikan jumlah satuan dengan harganya.Untuk tujuan ini kita harus mengetahui tingkat diskon masyarakat. Tingkat diskon menunjukkan angka dimana kita akan mengorbankan konsumsi masa datang untuk masa sekarang. Angka diskon positif yang tinggi menyatakan secara tidak langsung bahwa kita menilai konsumsi saat sekarang lebih tinggi dari konsumsi masa yang akan datang.

BCR

M

(1 i)t t 0

T

M

(1 i)t t 0

T ……..………(1)

Rumus 1. Analisis Manfaat dan Biaya

Keterangan :

M = Manfaat pertahun B = Biaya

R = Discount rate per tahun T = Jangka waktu

2.5 Teori Permainan (Game theory)

Teori permainan (game theory) adalah suatu pendekatan matematis untuk merumuskan situasi persaingan dan konflik antara berbagai kepentingan. Game theory dikembangkan untuk menganalisis proses pengambilan keputusan dari bermacam situasi persaingan dan melibatkan dua atau lebih kepentingan. Teori permainan mula-mula dikemukakan oleh seorang ahli matematika Prancis yang bernama Emile Borel pada tahun 1921, kemudian, John Von Neeumann dan Oskar Morgenstern mengembangkan lebih lanjut sebagai alat untuk merumuskan perilaku ekonomi yang bersaing. “Permainan terdiri atas sekumpulan peraturan yang membangun situasi bersaing dari dua sampai beberapa orang atau kelompok


(35)

dengan memilih strategi yang dibangun untuk memaksimalkan kemenangan sendiri atau pun untuk meminimalkan kemenangan lawan. Peraturan-peraturan menentukan kemungkinan tindakan untuk setiap pemain, sejumlah keterangan diterima setiap pemain sebagai kemajuan bermain, dan sejumlah kemenangan atau kekalahan dalam berbagai situasi.”

Manfaat teori permainan antara lain :

1. Mengembangkan kerangka untuk analisa pengambilan keputusan dalam situas persaingan atau kerjasama

2. Menguraikan metode kuantitatif yang sistematik bagi pemain yang terlibat dalam persaingan untuk memilih strategi yang tradisional dalam pencapaian tujuan.

3. Memberi gambaran dan penjelasan fenomena situasi konflik seperti tawar menawar dan perumusan koalisi

Pada game theory dilibatkan dua atau lebih pengambil keputusan yang biasa disebut pemain (players). Berdasarkan jumlah pemainnya, teori permainan ini terbagi menjadi dua jenis games yang terkenal, yaitu two person games dan N person games. Two person games jumlah pemainnya sebanyak dua orang, sedangkan N person games jumlah pemainnya lebih dari dua orang. Sedangkan berdasarkan jumlah keuntungan dan kerugiaan dikenal dua jenis games, yaitu zero sum games dan non zero sum games. Nilai permainan pada zero sum games adalah nol, sedangka non zero sum games nilai permainannya tidak sama dengan nol.dan terdapat dua jenis strategi permainan yang dapat digunakan, yaitu pure strategy (setiap pemain mempergunakan strategi tunggal) dan mixed strategy (setiap pemain menggunakan campuran dari berbagai strategi yang berbeda-beda). Pure strategy digunakan untuk jenis permainan yang hasil optimalnya mempunyai saddle point (semacam titik keseimbangan antara nilai permainan kedua pemain). Sedangkan mixed strategy digunakan untuk mencari solusi optimal dari kasus game theory yang tidak mempunyai saddle point.

Sebelum kasus game theory diselesaikan dengan mengunakan salah satu metode game theory, diidentifikasi terlebih dahulu berdasarkan jumlah pemain, jumlah keuntungan dan kerugiaan atau yang biasa disebut nilai permainan, dan jenis strategi yang digunakan. Model-model teori permainan dapat diklasifikasi


(36)

kan dengan sejumlah cara, seperti jumlah pemain, jumlah keuntungan dan kerugian dan jumlah strategi yang digunakan dalam permainan. Oleh karena itu apabila jumlah pemain sebanyak dua, maka permainan tersebut disebut permainan dua-pemain. Begitu juga, bila jumlah pemain adalah N, maka permainannya disebut permainan N-pemain.Sedangkan berdasarkan jumlah keuntungan dan kerugian tidak sama dengan nol, maka disebut permainan-bukan jumlah nol (non zero-sum game).

Menurut Rasmusen (1990), game theory banyak digunakan sebagai model pengambilan keputusan baik dalam suasana konflik (non-cooperative) maupun cooperative. Perbedaan diantara keduanya adalah bahwa pada sistem cooperative mengandung komitmen yang mengikat para pemain yang terlibat, sedangkan pada sistem non-cooperative tidak terdapat ikatan yang berpengaruh terhadap tindakan yang akan diambil oleh para pemain. Dalam suatu permainan (game), terdapat beberapa unsur dasar, player, action, strategy, pay off, information, outcome, dan equlibria player, action dan outcome secara bersama-sama berhubungan dengan rule of the game. Untuk mendapatkan suatu hasil yang optimal, seorang pemain harus dapat bertindak secara rasional yang mengarah kepada suatu keadaan equlibrium. Keadaan equilibrium ini ditentukan oleh kekuatan bargaining masing-masing pihak yang terlibat, dimana informasi mengenai tindakan dari pemain lain sangat bermanfaat dalam menentukan sikap atau tindakan yang diambil.

Teori permainan sampai sekarang sebenarnya belum berhasil dalam menghasilkan model-model yang memuaskan, terutama bagi para pemain yang merupakan individu-individu yang bersifat rasional tetapi memiliki keterbatasan (dalam menguasai dan mengolah informasi) seperti yang dikemukakan oleh Simon (1961) dalam Kay (2003). Tanpa memandang pemahaman keseimbangan yang dipilih, cara yang dipergunakan untuk mencari solusi dari permainan (game), dipergunakan solusi menurut keseimbangan Nash (equlibria Nash) yaitu suatu solusi yang menghasilkan institusi yang berhasil dibangun menyangkut aturan-aturan pengelolaan sumber daya hutan sesuai dengan perkembangan kondisi sosial ekonomi masyarakat


(37)

Selanjutnya dalam setiap permainan, terdapat dua macam keadaan keseimbangan (equilibrium), yaitu :

1. Dominant strategy, yaitu suatu strategi yang diambil oleh pemain sehingga memberikan keuntungan (pay off) yang paling besar, apapun strategi yang diambil oleh lawan mainnya.

2. Nash equlibrium, sering disebut juga “solusi optimal”. Dalam Nash equilibrium tercapai suatu kondisi dimana setiap pemain telah memberikan pilihan terbaik dan permainan telah mencapai keadaan “strategically stable”, karena tidak ada pemain yang dapat memperoleh hasil yang lebih besar walaupun dengan mengganti strategi yang dipilihnya.

Anwar (2001) dalam Kay (2003) mengemukakan bahwa untuk menjelaskan terjadinya kesempatan kearah bekerjasama (cooperation) antara anggota-anggota Anwar (2001) dalam Kay (2003) mengemukakan bahwa untuk menjelaskan terjadinya kesempatan kearah bekerjasama (cooperation) antara anggota-anggota masyarakat di tingkat komunal (agents) dapat digambarkan oleh suatu model sederhana dari satu kali (one-shot) keadaan terjadinya interaksi antara dua agen atau kelompok : dimana kedua agen/kelompok masing-masing sebenarnya mempunyai kesempatan untuk memperoleh manfaat/keuntungan (benefit) dari adanya kerjasama yang jujur antara mereka, yang sebenarnya mempunyai kesempatan untuk memperoleh manfaat dari adanya kerjasama yang jujur antara mereka, yang sebenarnya akan saling menguntungkan. Tetapi jika salah satu atau kedua pihak yang berinteraksi masing-masinh secara sendiri-sendiri mencoba untuk berlaku curang kepada pihak lainnya, maka yang terjadi bahkan akan merugikan pihak lainnya.

Jika tidak ada suatu kelembagaan (control) bagi sikap curang atau

ketidakjujuran tersebut, maka pertukaran jasa/barang antara mereka yang sebenarnya mempunyai potensi untuk saling menguntungkan bagi kedua belah pihak itu tidak akan terjadi. Umpamanya keadaan ini dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Konsekuensi dari Permainan Pertukaran (Jasa) Pihak Agen B


(38)

J C

Pihak Agen A J /2. /2 - ,

C , - - , -

Matriks pada tabel 1 diatas, menyatakan tentang hasil-hasil (pay off) yang diperoleh bagi kedua belah pihak yang bertukar barang /jasa (exchange of goods) dari suatu pertukaran yang dilaksanakan sekali (tunggal), yang hasil pay off-nya tergantung pada kombinasi dari strategi-strategi yang mereka pilih. Lambang huruf J (untuk sikap jujur) menunjukkan permainan yang jujur, sedangkan pilihan tindakan C (curang) menyatakan permainan dengan melakukan penyelewengan untuk berbuat curang dengan harapan untuk dapat menguntungkan dirinya sendiri. Pada tabel 1, angka pertama di dalam sel-sel matriks yang tersedia menunjukan rewards atau konsekuensi yang dapat diperolah bagi pemain A, sedangkan pahala yang kedua didapat oleh A untuk pilihan jika dia bermain C, Jika mereka keduanya bermain jujur (J), maka keuntungan bersih dari pertukaran (jasa, tenaga kerja atau barang) secara jujur adalah , yang dapat dibagi sama rata kepada kedua belah pihak A dan B sebesar /2. Tetapi jika salah satu pihak secara tersendiri mencoba berlaku curang kepada yang lainnnya, maka dia akan dapat memperoleh keuntungan pribadi yang diukur sebesar > /2, sementara kondisi ini akan menyebabkan keadaan menjadi rusak yang ditimpakan secara eksternal kepada pihak lainnya, dengan pahala yang diukur oleh - < . Dalam keadaan ini akan terjadi kerugian sosial (social loss) yang dapat diukur - ( - ) > 0. Masing-masing pemain dalam keadaan ini mempunyai suatu pilihan untuk tidak berinteraksi yang akan menghasilkan nilai sebesar 0 yang akan diterima oleh kedua belah pihak. Kemudian jika terdapat salah satu pihak berharap pihak lain curang (C), maka dia cenderung tidak bekerjasama. Keadaan tersebut yang dinamakan mencapai kesimbangan dari Nash (Nash equilibrium), pada keadaan ini tidak ada insentif bagi kedua pihak.

Apabila kedua pihak A dan B dapat saling bertemu secara berulang-ulang untuk setiap waktu tertentu maka ancaman terjadinya penghentian terjainya pertukaran yang saling menguntungkan kedua belah pihak tersebut di masa depan


(39)

akan dapat dihindari,sehingga tindakan saling mencurangi diantara keduanya dapat dihindari dengans yarat mereka tidak mendiskonto yang berkaitan dengan keuntungn dikemudian hari dari kegiatan pertukaran nilainya tidak besar.

2.6 Analisis Regresi Binary Logistik

Banyak hal dalam kehidupan sehari-hari kita berhadapan variabel yang tidak selalu bersifat kuantitatif, seperti jenis kelamin, warna kulit, tingkat pendidikan, status perkawinan dan lain sebagainnya kita berbicara variabel yang sifatnya kualitatif. Seperti halnya keputusan-keputusan yang bersifat kualitatif misalnya dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, kadang-kadang kita menghadapi respon masyarakat apakah sumber daya alam dan lingkungan tersebut dikonservasi ataupun tidak atau keputusan masyarakat untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan. Dengan kata lain, respon masyarakat tersebut bersifat dikotomis atau binari (Widarjono 2005).

Dalam melakukan analisis regresi pada variabel yang bersifat kualitatif dapat dilakukan dengan memberikan nilai 1 pada variabel yang mempunyai atribut dan nilai nol jika tidak mengandung atribut. Tujuan dari model kualitatif pilihan (qulitative choice model) ini adalah untuk menentukan probabilitas dari individu dengan set atribut yang diberikan kepada mereka dan memilih satu pilihan daripada alternatif yang lainnya (Pyndyck dan Rubinfeld 1998). Model yang dapat digunakan adalah model yang termasuk dalam kategori Limited Dependent Variable (Limdep Model) yaitu Model Probabilitas Linear, Model Logit, Probit dan Tobit. Model Probit berkaitan dengan fungsi probabilitas distribusi normal (normal distribution function), sementara model Logit berkaitan dengan fungsi probabilitas distribusi logistik (logistic distribution function) (Widarjono 2005). Salah satu model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Logit. Model ini disebut Logit yang berasal dari nama jenis distribusi probabilitas logistik untuk menjelaskan respon kualitatif variabel dependen dan dapat ditulis dengan :

P

i

F

(

z

i

)

F

(

x

i

)

1

1

e

zi

1

1

e

( xi)i

……….………..(2)

e merupakan logaritma natural dengan nilai 2,718 dan Pi adalah probabilitas seseorang dalam memilih pilihan pertama pada tingkat variabel x tertentu. Nilai Z


(40)

terletak antara -∞ dan +∞ sedangkan nilai Pi terletak diantara 0 dan 1, dengan demikian model ini memenuhi kriteria CDF. Perbedaan antara model probit dan logit ini adalah nilai probabilitas Pi model logit yang mendekati 0 atau 1 mempunyai tingkat penurunan yang lebih lambat daripada model Probit. Persamaan tersebut dapat diestimasi dengan mengalikan persamaan Pi dengan

pada kedua sisinya sehingga akan menghasilkan

(

1

e

zi

)

P

i

1

…...……….……….…….... (2.1)

Persamaan (2.1) tersebut kemudian dibagi dengan Pi dan kemudian dikurangi dengan 1 sehingga menghasilkan persamaan :

e

zi

1

P

i

1

1

P

i1

P

i

………..…….………...……(2.2)

1

ezi

(1 Pi)

Pi ……...………...…(2.3)

Persamaan (2.3) dapat juga ditulis dengan : ezi Pi

(1 Pi) ……… ……….…….(2.4)

Persamaan (2.4) kemudian ditransformasi menjadi model logaritma natural sehingga menghasilkan persamaan :

z

i

l

P

i

n

(1

P

i

)

………...(2.5) Ingat bahwa lnezi z

i.Persamaan tersebut dapat ditulis menjadi persamaan : l nPi

1 pi

zi xi………...(2.6)

Persamaan (2.6) di kenal sebagai model Logit (Logistic distribution function). Nilai Zi terletak antara -∞ dan +∞, Pi terletak antara 0 dan1, Pi adalah nonlinier terhadap Zi. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana mengestimasi persamaan (2.8) tersebut karena Pi tidak hanya non linear terhadap X tetapi juga terhadap parameternya (βi). Estimasi model Logit tergantung dari jenis datanya yaitu jika data nya berupa grup dapat diestimasi dengan OLS namun jika datanya individu maka dapat diestimasi dengan metode maximum likelihood.

Pada persamaan (2) individual Pi tidak teramati, malahan kita mempunyai informasi dari setiap observasi baik pilihan satu atau dua yang terpilih. Variabel dependen Yi = 1 jika pilihan pertama yang dipilih dan 0 jika pilihan kedua yang


(41)

dipilih. Tujuan kita adalah untuk mencari estimator parameter untuk α dan β , jika diasumsikan alternatif pertama yang dipilih sebanyak n1 kali dan pilihan kedua dipilih sebanyak n2 kali. (n1 + n2= N) dan jika data tersebut diurut, maka observasi n1 yang pertama berhubungan dengan alternatif pertama, fungsi Likelihood mempunyai bentuk :

L Prob(Y1,...,YN) Prob(Y1)..Prob(YN)………..……(2.7) Sekarang dengan fakta perhitungan bahwa probabilitas dari alternatif kedua yang dipilih dan menggunakan Π untuk mewakili produk faktor bilangan maka fungsi Likelihood menjadi :

L Pi...Pn

1(1 Pn1 1)...(1 PN) Pi

i 1 n1

(1 Pi

i n1 1

n1

) PiYi(1 P i i n1 1

n1

)(1 Yi)……...(2.8) Sehingga akan diperoleh nilai WTP rataan (mean WTP) dari pendugaan koefisien (2.7) yang menggambarkan nilai non-use dari kawasan sumber mata air Paniis.

2.7 Analisis Regresi Multinomial Logit

Model multinomial logit adalah model logistik yang variable terikatnya bukan merupakan pilihan yang dikotomi (ya atau tidak), melainkan pilihan berganda (lebih dari dua) (Nachrowi dan Usman 2002), Dalam model regresi logistik dikotomi, variable terikat dinyatakan dalam fungsi logit Y=1 dibandingkan dengan fungsi logit untuk Y=0., sedangkan dalam model logistik multinomial fungsi logit memiliki lebih dari dua kategori, misalnya dalam model logistik empat kategori, kita akan mempunyai tiga fungsi logit sebagai berikut : 1. Fungsi Logit untuk Y=1 relatif terhadap fungsi Y=0

2. Fungsi Logit untuk Y=2 relatif terhadap fungsi logit Y=0 3.Fungsi logit untuk Y=3 relatif terhadap fungsi logit Y=0

Dalam hal demikian, kategori Y=0 dinamakan sebagai kategori pembanding atau reference group.

Secara umum,bila kita hendak menganalisis model dengan p variable bebas, maka tiga fungsi logitnya dapat dinotasikan sebagai :


(42)

z1(x) l P Y 1nx)r (

P Y 0x)r 1 1(x1 01 x21 . 21pxp . .

z1(x) l P Y 2nx)r (

P Y 0x)r 2 2(x1 02 x21 . 22pxp . .

z1(x) l P Y 3nx)r (

P Y 0x)r 3 3(x1 03 x21 . 23pxp . .

……….(2.9)

Probabilitas untuk masing-masing model regresi logistik dengan empat kategori adalah:

P0 P r(Y 0x) 1 1 ez1 ez2 ez3

P1 P r(Y 1x) e z1 1 ez1 ez2 ez3

P2 P r(Y 2x) e z2

1 ez1 ez2 ez3

P2 P r(Y 3x) e z3

1 ez1 ez2 ez3

………..(3.0)

Model ini dapat diestimasi melalui teknik maximum likelihood. Dalam model regresi logistik empat kategori, dapat digunakan rumus sebagai berikut :

l pn3

p0 z3 3 03x11 3x22. .3pxp.

l pn2

p0

z2 2 02x11 2x22. .2pxp.

l pn1

p0

z1 1 01x1 1 1x22. .1pxp.

………(3.1)

Kemudian, dengan menggunakan metode taksiran maximum likelihood, parameter-parameter dalam model tersebut dapat diestimasi.

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai Pembayaran Jasa Lingkungan di kawasan sumber mata air Paniis telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya Sumarman yang berjudul Kajian Kompensasi Air Baku untuk Air Bersih dari Pemerintah Kota Cirebon ke Pemerintah Kabupaten Kuningan. Sumarman (2006), melakukan kajian untuk menganalisis kasus pemanfaatan air lintas wilayah, yang isinya untuk melihat aturan kerja sama pemanfaatan air antar kabupaten kota yang sudah


(43)

ada. Analisis besaran dana kompensasi berdasarkan perbaikan dan pemeliharaan hutan pada catchment area mata air Paniis serta besaran perhitungan berdasarkan usulan dari PERHUTANI dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Dari data yang didapat dibuat persamaan regresi dan analisis koefisien korelasi untuk menyatakan hubungan variabel dependent dan independent. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang mencakup potensi sumber air, sistem penyediaan air bersih, besaran kompensasi, kemampuan keuangan PDAM Kota Cirebon, uji statistik dan perundang-undangan/peraturan-peraturan yang terkait, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu, untuk memulihkan kerusakan dilingkungan

catchment area mata air Paniis sesuai perhitungan PERHUTANI sebesar

Rp3.615.916.000/tahun dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan sebesar Rp2.110.204.000/tahun. Berdasarkan debit pemanfaatan, dimana terdapat

prosentasi pemanfaatan sebesar 57,33%, maka besarnya usulan biaya kompensasi

menjadi Rp2.073.126.000/tahun untuk PERHUTANI dan Rp1.209.839.000/tahun untuk Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Proporsi bagi

hasil dari biaya kompensasi yang dibayarkan Pemerintah Kota Cirebon yang penggunaannya disesuaikan dengan hasil analisis didapat pembagian prosentasi untuk Pembangunan Pemerintah Daerah Kuningan sebesar 62,5 %, untuk konservasi hutan dan lingkungan hidup sebesar 30 % dan desa-desa pemilik/pemanfaat sekitar mata air Paniis sebesar 7,5 %.

Kemudian penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Hikmat Ramdan dalam kajiannya yang berjudul Pengelolaan Sumber Air Minum Lintas Wilayah di Kawasan Gunung Ciremai Propinsi Jawa Barat. Ramdan (2006) melakukan kajian untuk menganalisis ketersediaan dan kebutuhan air minum di kawasan Gunung Ciremai dan potensi konflik dalam pemanfaatan air minum lintas wilayah antara Kabupaten Kuningan dengan Kota Cirebon, kemudian penelitiannya juga menganalisis mekanisme alokasi air minum lintas wilayah sebagai upaya resolusi konflik air lintas wilayah di kawasan Gunung Ciremai serta menganalisis kelembagaan dalam pengelolaan sumber air minum di kawasan Gunung Ciremai.

Analisa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis hirarki proses untuk menganalisis alokasi air minum antar wilayah Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme alokasi air minum lintas wilayah perlu


(44)

ditentukan sebagai bagian dari kerjasama antar daerah dalam memanfaatkan sumber air minum dan menghindari konflik. Penentuan mekanisme alokasi air minum lintas wilayah perlu memperhatikan aspek-aspek dari faktor, aktor, dan tujuan yang mempengaruhi alokasi air minum lintas wilayah. Dalam penelitian ini prioritas mekanisme alokasi air minum lintas wilayah di Kawasan Gunung Ciremai adalah alokasi air oleh pemerintah/public based allocation (0,4), alokasi melalui transfer hak guna air/water market allocation (0,204), alokasi melalui biaya penyediaan air/marginal cost pricing allocation (0,2), dan alokasi oleh pengguna air/user based allocation (0,196). Kemudian dalam penelitian ini rumah tangga pengguna air minum setuju untuk memberikan dana (kompensasi) konservasi sebagai additional fee untuk membantu kegiatan konservasi sumber air di kawasan Gunung Ciremai.

Ramdan (2006), menambahkan bahwa Peraturan daerah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Rencana Umum Tata Ruang Gunung Ciremai selain berfungsi untuk mengalokasikan ruang dalam kawasan tersebut, juga bernilai ekonomi berkaitan dengan jaminan komitmen wilayah hulu (Kabupaten Kuningan) untuk memasok air dalam jumlah dan kualitas yang stabil sepanjang tahun. Implementasi RUTR sebagai sebuah sertifikat komitmen dari daerah hulu untuk hilirnya tersebut merupakan terobosan kebijakan dalam kerjasama antar daerah di era otonomi daerah ini. Estimasi nilai WTP total untuk konservasi Gunung Ciremai dari pengguna air minum di Kabupaten Kuningan dan Kota Cirebon masing-masing adalah Rp29.250.000,00/bulan atau Rp351.000.000,00/tahun dan Rp177.500.000,00/bulan atau Rp2,13 milyar/tahun.

Kedua penelitian ini pada intinya membahas hal yang sama yaitu mengenai penentuan dasar nilai pembayaran jasa lingkungan untuk kegiatan konservasi kawasan sumber mata air Paniis. Kajian ini menjadi dasar bagi penulis dalam melakukan kajian evaluasi efektivitas pembayaran jasa lingkungan di Kota Cirebon.


(45)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Kawasan Gunung Ciremai menyediakan sejumlah jasa lingkungan (environmental services) yang bermanfaat untuk menyangga kehidupan masyarakat sekitarnya. Manfaat hidrologis merupakan salah satu manfaat yang langsung dirasakan penduduk. Kawasan tersebut memiliki sejumlah sumber air minum berupa mata air yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air minum masyarakat di dalam wilayah Kabupaten Kuningan sendiri, maupun untuk memenuhi kebutuhan air minum masyarakat Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon.

Aspek kebijakan yang penting dalam pemanfaatan air minum yang berasal dari Kawasan Gunung Ciremai adalah mekanisme pengelolaan kawasan sumber air. Kebijakan tersebut harus dilaksanakan berkelanjutan dalam kaitan pemenuhan kebutuhan air minum tingkat lokal dan lintas wilayah. Kontribusi air terhadap pembangunan ekonomi dan sosial juga sangat vital sehingga seiiring bertambahnya penduduk dan pembangunan ekonomi, fungsi ekonomi dan sosial air sering terganggu karena semakin kritisnya suplai air, sementara permintaan semakin meningkat. Menurut Flint (2003) salah satu syarat pengelolaan air yang berkelanjutan diindikasikan oleh adanya upaya perlindungan terhadap sumber-sumber air dari acaman degradasi hal ini sesuai dengan UU No.32 tahun 2009 bahwa konservasi sumber daya alam diperlukan dalam pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.

Ironisnya saat ini perlindungan sumber air ini masih belum dilakukan secara serius, hal ini disebabkan oleh adanya masalah ekonomi, sosial serta kelembagaan yang terjadi di masyarakat. Adanya ketidak pedulian masyarakat pengguna air karena kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pelestarian kawasan Gunung Ciremai kemudian adanya pemahaman perbedaan wilayah dan telah dipenuhinya pembayaran tagihan PDAM menyebabkan pelestarian kawasan sumber air dianggap bukan menjadi tanggung jawab penduduk di Kota Cirebon. Adanya orientasi ekonomi dalam perubahan fungsi lahan hutan menjadi lahan


(46)

pertanian juga dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan di kawasan sumber mata air Desa Cipaniis. Kemudian masalah pengaturan imbal jasa diantara pemilik serta pengguna sumber mata air juga belum jelas diatur hal ini menyebabkan perlunya suatu bentuk pengelolaan kawasan sumber mata air yang berbasis pembayaran jasa lingkungan.

Menurut Cruz (2000), biaya untuk penggunaan air yang berasal dari sumber air dalam kawasan hutan belum memasukkan biaya perlindungan dan pengelolaan yang sebenarnya (underestimated), oleh karena itu menurut Ramdani (2006), upaya untuk mengestimasi kemampuan pengguna air minum dalam membantu membiayai konservasi kawasan sumber air perlu diteliti. Nilai kontribusi konservasi dari pengguna air minum merupakan pendekatan pembayaran jasa lingkungan atas jasa hidrologis kawasan Gunung Ciremai yang dimanfaatkan oleh pengguna air minum. Bagi pengguna air minum yang berada di bagian hilir, nilai kontribusi konservasi tersebut merupakan bentuk dari kontribusi hilir untuk membantu melestarikan kawasan sumber air minum di bagian hulu.

Dalam pelaksanaannya, pembayaran jasa lingkungan yang telah dilaksanakan antara Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan ini belum diketahui efektifitasnya. Evaluasi efektivitas ini diperlukan dalam rangka perbaikan kebijakan dalam perlindungan kawasan sumber mata air Paniis yang pada akhirnya dapat berkontribusi bagi masyarakat kedua daerah tersebut terutama dalam penyediaan air minum bagi Kota Cirebon dan perlindungan kawasan hutan bagi Kabupaten Kuningan. Alur pikir penelitian, yang menggambarkan hubungan antara masalah penelitian, tujuan penelitian, serta metode analisis disajikan pada Gambar 3 berikut ini :


(47)

Game Theory Analisis Manfaat Biaya

Kawasan Sumber Mata Air Paniis

Penyedia Air Minum Kota Cirebon

Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan

Evaluasi Efektivitas Pembayaran Jasa Lingkungan

Kondisi Manfaat

Manfaat Langsung

Multinomial Logit

Sebelum Sesudah

Debit Air

Status Hutan Kawasan Sumber Mata Air

Analisis Deskriptif

Biaya

Kelembagaan Sistem

Pembayaran Jasa

Analisis Binary Logit


(48)

48

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yaitu Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2012.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan diperoleh dari wawancara langsung dengan responden melalui kuisioner, sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai instansi pemerintahan di lokasi penelitian dan instansi–instansi yang terkait dengan program pembayaran jasa lingkungan, data sosial-demografis penduduk Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan.

4.3 Metode Pengambilan Data

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, dimana untuk setiap pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Singarimbun dan Effendi 1989). Pertimbangan peneliti dalam pemilihan responden diantaranya adalah bahwa responden merupakan warga Kota Cirebon pelanggan PDAM. Jumlah sampel yang diambil berdasarkan dari teknik pengambilan contoh penelitian sosial ekonomi yang dikembangkan oleh Fauzi (2001) yaitu :

Keterangan :

n = Jumlah sampel yang diambil

N = Jumlah populasi (yang diketahui dan diperkirakan)

Z = Standar deviasi yang berhubungan dengan tingkat kepercayaan (lihat tabel Z statistik)


(49)

49

Jumlah penduduk Kota Cirebon yaitu 304.152 jiwa, sehingga berdasarkan rumus Fauzi (2001) dengan tingkat presisi 10% (0,1) dan dengan tingkat kepercayaan 95% maka nilai Z = 1,65 akan didapatkan sample sebesar :

n = 304.152 (1,65)

2

0,25

((0,1)2 (304.152 1) ((1,65)2 0,25))

207.013,46

3042,19 68,04 70

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 70 responden, karena jumlah pelanggan PDAM terbesar adalah pelanggan rumah tangga sehingga responden dipilih yang merupakan pelanggan rumah tangga PDAM.

4.4 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode deskriptif dan model kuantitatif. Perhitungan dengan model analisa dilakukan dengan bantuan komputer. Proses pengolahan data dilakukan dengan program Microsoft Office Excel dan SPSS 15. Matriks metode analisis yang akan digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Matriks Metode Analisis Data

Tujuan Metode

Analisis

Jenis Data Sumber Data Menganalisis efektivitas

pembayaran jasa lingkungan kawasan sumber mata air Paniis

Analisis manfaat dan biaya PDAM Kota Cirebon Data sekunder Data statistik PDAM Kota Cirebon Mengevaluasi pelaksanaan sistem kelembagaan pembayaran jasa lingkungan

Game theory Data Sekunder Data Statistik PDAM Kota Cirebon, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan Menghitung nilai

willingness to pay

masyarakat Kota Cirebon terhadap kawasan sumber mata air Paniis

Analisis WTP Binary Logit Data Primer Wawancara Masyarakat Kota Cirebon Menganalisis sistem pembayaran jasa lingkungan Analisis Multinomial Logit Data Primer Wawancara Masyarakat Kota Cirebon


(50)

50

4.4.1 Analisis Manfaat dan Biaya

Analisis manfaat dan biaya adalah bentuk dari analisis ekonomi yang membandingkan biaya pengeluaran dan manfaat yang dihasilkan dari dua kegiatan atau lebih. Penelitian dilakukan dengan melihat data sekunder yang diambil dari nilai biaya yang dikeluarkan oleh PDAM Kota Cirebon pada periode pelaksanaan program pembayaran jasa lingkungan dan pada periode sebelum pelaksanaan program pembayaran jasa lingkungan. Perhitungan biaya ditinjau dari sisi pengguna jasa lingkungan terhadap biaya langsung (direct cost) yang dikeluarkan selama adanya program pembayaran jasa lingkungan.

Landasan penilaian dan asumsi yang diterapkan pada penilaian komponen analisis biaya dan manfaat untuk aktivitas pembayaran jasa lingkungan antara lain :

1. Penilaian secara Moneter terhadap Manfaat Sosial dan Manfaat Langsung terhadap PDAM Kota Cirebon

Dari identifikasi yang dilakukan, maka manfaat sosial yang digunakan dalam penelitian ini yaitu manfaat yang berkaitan dengan penggunaan air minum oleh masyarakat Kota Cirebon, yaitu berdasarkan debit air minum yang mengalir ke Kota Cirebon dan manfaat langsung ini berkaitan dengan pendapatan yang diterima oleh PDAM Kota Cirebon

2. Penilaian secara Moneter terhadap Biaya

Penilaian moneter terhadap komponen variabel biaya (cost), berkaitan dengan biaya langsung (direct cost) yang dikeluarkan oleh PDAM Kota Cirebon.

4.4.2 Analisis Desain Model Kelembagaan Pembayaran Jasa Lingkungan

Analisis ini dilakukan secara deksriptif dan secara terperinci dalam analisis ini akan dibahas pola hubungan antar stakeholder yang secara umum adalah pihak pemerintah Kota Cirebon dan pemerintah Kabupaten Kuningan dalam memainkan peranannya untuk mencapai tujuan yang diharapkan yakni kesejahteraan masyarakat dan sekaligus terjaminnya kelestarian fungsi hutan. Pola hubungan antar stakeholder dapat dipahami dengan menggunakan pendekatan “Teori permainan” (Game theory).


(1)

4. Jika tidak apa alasan anda menganggap upaya konservasi tidak penting untuk dilakukan?

a. karena tidak penting

b. karena merupakan kewajiban Pemerintah

c. karena tuntutan ekonomi yang mengakibatkan semua tindakan yang dilakukan pada akhirnya tidak mengindahkan konservasi (orientasi ekonomi)

d. karena tidak paham konservasi e. lainnya…….

5. Apakah bapak/ibu tahu daerah mana yang membayarkan dana kompensasi

PES? a. Ya, siapa……… b. Tidak, langsung ke nomor 6

6. Menurut anda mengapa daerah tersebut membayarkan dana kompensasi PES? a. karena peduli pada kelestarian hutan kawasan sumber mata air Paniis b. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

c. karena sadar kehidupannya bergantung pada kelestarian sumber mata air Paniis

d. menghargai usaha konservasi yang dilakukan masyarakat

e. lainnya……….

7. Apakah anda tahu bagaimana cara penetapan dana kompensasi PES yang

diberikan pada anda? a. Ya, cara….. b. Tidak

8. Bagaimana penilaian anda mengenai cara penetapan dana kompensasi dengan sistem negosiasi yang dalam prosesnya hanya diwwkili oleh tokoh setempat?

a. baik b. buruk c. tidak tahu

9. Apakah Bapak/ibu ingin program pembayaran jasa lingkungan ini dilanjutkan? a. Ya , lanjut dengan nilai kompensasi yang sama

b.Ya, lanjut dengan nilai kompensasi yang didasarkan pada keinginan masyarakat (WTP)


(2)

D. Informasi Tentang Kesediaan Membayar Kompensasi (WTP)

1. Apakah Bapak/Ibu Setuju dengan kebijakan baru tersebut? a. Setuju

b. Tidak setuju

2. Apakah Bapak/Ibu bersedia menerima peningkatan dana kompensasi yang akan diajukan?

a. Setuju (langsung ke nomor4) b. Tidak setuju

3. Jika setuju, berapakah dana kompensasi yang bersedia saudara bayar akibat diharuskannya upaya konservasi?

a. Rp. 50,-/m3

b. Rp. 80,-/m3

c. Rp. 100,-/m3

Card 2

Dalam rangka pengelolaan kawasan sumber mata air Paniis yang lebih baik, diajukan suatu kebijakan baru untuk melakukan evaluasi atas pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan oleh Kota Cirebon kepada Kabupaten Kuningan senilai Rp. 80/m3. Nilai pembayaran jasa lingkungan ditetapkan berdasarkan cara negosiasi dimana prosesnya hanya diwakili oleh tokoh setempat, bukan atas keinginan sebenarnya dari masyarakat untukmembayar dana kompensasi .Kebijakan ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembayaran jasa lingkungan yang telah berjalan untuk perbaikan di masa yang akan datang.


(3)

Lampiran IV. Output SPSS Regresi Multinomial Logistik Nominal Regression

Case Processing Summary

N

Marginal Percentage

Prog rekening 34 48,6%

pajak 8 11,4%

mitra 28 40,0%

Valid 70 100,0%

Missing 0

Total 70

Subpopulation 69a

a. The dependent variable has only one value observed in 69 (100,0%) subpopulations.

Model Fitting Information

Model Model

Fitting

Criteria Likelihood Ratio Tests -2 Log

Likeliho od

Chi-Square df Sig.

Intercept Only

135,122

Final 116,539 18,583 8 ,017

Pseudo R-Square

Cox and Snell

,233

Nagelkerke ,273


(4)

Likelihood Ratio Tests

Effect Model

Fitting

Criteria Likelihood Ratio Tests -2 Log Likeliho od of Reduced Model

Chi-Square df Sig.

Intercept 124,216 7,676 2 ,022

Usia 116,809 ,269 2 ,874

Pendidikan 126,022 9,483 2 ,009

Tangkel 116,983 ,443 2 ,801

Pendapatan 121,080 4,541 2 ,103

Parameter Estimates

Proga

B

Std.

Error Wald df Sig.

Exp( B)

95% Confidence Interval for Exp(B) Lowe

r Boun

d Upper Bound

rekening Intercept -6,776 2,690 6,347 1 ,012

Usia ,013 ,047 ,075 1 ,785 1,013 ,924 1,111

Pendidik an

,365 ,145 6,336 1 ,012 1,440 1,084 1,912

Tangkel -,014 ,307 ,002 1 ,963 ,986 ,540 1,801

Pendapat an

,000 ,000 1,193 1 ,275 1,000 1,000 1,000

pajak Intercept -3,521 3,239 1,181 1 ,277

Usia ,028 ,056 ,255 1 ,613 1,029 ,922 1,148

Pendidik an

-,081 ,184 ,194 1 ,660 ,922 ,643 1,323

Tangkel -,332 ,513 ,418 1 ,518 ,718 ,263 1,961

Pendapat an

,000 ,000 3,857 1 ,050 1,000 1,000 1,000


(5)

Lampiran V. Output Eviews : binary logit WTP Air di Kota Cirebon

Dependent Variable: Y

Method: ML - Binary Logit (Quadratic hill climbing) Date: 06/17/12 Time: 22:23

Sample: 1 70

Included observations: 70

Convergence achieved after 12 iterations QML (Huber/White) standard errors & covariance

Variable Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.

C 12.82976 6.593874 1.945710 0.0517

BID -0.379473 0.167262 -2.268739 0.0233

PENDAPATAN 4.72E-06 2.50E-06 1.891782 0.0585

USIA 0.051814 0.093409 0.554694 0.5791

PENDIDIKAN 0.227439 0.295867 0.768718 0.4421

TANGKEL 0.719243 0.673393 1.068088 0.2855

McFadden R-squared 0.684276 Mean dependent var 0.785714

S.D. dependent var 0.413289 S.E. of regression 0.235131

Akaike info criterion 0.499517 Sum squared resid 3.538356

Schwarz criterion 0.692245 Log likelihood -11.48308

Hannan-Quinn criter. 0.576071 Deviance 22.96617

Restr. deviance 72.74118 Restr. log likelihood -36.37059

LR statistic 49.77501 Avg. log likelihood -0.164044

Prob(LR statistic) 0.000000

Obs with Dep=0 15 Total obs 70


(6)

Lampiran VI. Dokumentasi Penelitian

Sumur I PDAM Kota Cirebon Sumur Pengumpul Horisontal Paniis

Kawasan Hutan Paniis Kawasan Objek Wisata Paniis Singkup