PETA DAERAH JELAJAH
HARIMAU TRANSLOKASI
translokasi berbeda di kedua daerah. Perbandingan kedua daerah jelajah sementara harimau translokasi dapat dilihat pada peta Gambar 10.
Daerah jelajah harimau translokasi di daerah Selatan berukuran 225,54 km
2
. Angka tersebut adalah hasil dari eksplorasi yang dilakukan oleh harimau translokasi pada bulan awal dilepasliarkan. Setelah berpindah ke Utara, besaran
daerah jelajah mengecil menjadi sebesar 153,50 km
2
. Menurut Sherpa Makey 1998, harimau yang tinggal di habitat baik dan mendukung memiliki wilayah
teritori yang lebih kecil dibandingkan harimau yang tinggal di wilayah yang kurang mendukung. Kemungkinan daerah Utara memiliki kondisi habitat yang
lebih baik dibanding daerah Selatan, dalam artian di Utara tidak terjadi kompetisi yang ketat dengan harimau residen seperti di Selatan.
Gambar 10. Peta Daerah Jelajah Harimau Translokasi
5.1.3. Faktor Habitat Penentu Pergerakan Harimau Translokasi
5.1.3.1.Harimau Residen
Harimau residen adalah harimau yang telah mendiami daerah yang menjadi lokasi pelepasan. Keberadaan harimau residen diidentifikasi dengan
menggunakan metode perangkap kamera dan metode survei jalur. Perangkap
kamera menangkap 5 individu di 4 kamera berbeda. Satu dari kelima individu harimau yang terekam berjenis kelamin jantan, sedangkan 4 lagi betina.
Rekapitulasi harimau tertangkap perangkap kamera disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Individu harimau sumatera tertangkap kamera
Individu Jenis kelamin
Perkiraan umur Lokasi temuan
Agam Jantan
dewasa RC 02
Ineung 1 Betina
dewasa RC 02
Ineung 2 Betina
dewasa RC 07
Ineung 3 Betina
dewasa RC 03
Ineung 4 Betina
dewasa RC 11
Identifikasi individu harimau berdasarkan loreng pada bagian tubuhnya yang berfungsi seperti sidik jari pada manusia. Dalam keseluruhan kamera tidak
ditemukan harimau yang melewati satu kamera sebanyak dua kali. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa tingkat perjumpaan harimau ER adalah
sebesar 0.93 foto100 hari.
Gambar 11. Harimau residen tertangkap kamera a. Ineung 4, dan b. Agam Kemudian temuan berdasarkan metode survei cepat, terdapat cukup
banyak temuan tanda-tanda keberadaan harimau di lapangan. Tanda-tanda keberadaan harimau dapat dengan mudah dibedakan dari jenis lain. Tapak kaki
dan kotoran umumnya digunakan untuk mengidentifikasi individu harimau. Kemudian perilaku khusus harimau seperti cakaran di tanah scrape dan di pohon
scratch juga bisa digunakan untuk mengidentifikasi jenis harimau. Tanda-tanda seperti ini penting sebab harimau adalah satwa yang sangat sensitif dan pemalu
sehingga jarang sekali ditemukan secara langsung. Bahkan dalam penelitian ini tidak ditemukan harimau dengan perjumpaan langsung sama sekali melalui
metode survei, hanya beberapa kali terdengar suara auman harimau. Tanda-tanda keberadaan harimau residen direkapitulasi dalam Tabel 5.
a b
a b
c d
Gambar 12. Temuan tidak langsung harimau residen a. tapak kaki, b. tulang sisa mangsa, c. feses, dan d. cakaran scratch.
Secara keseluruhan terdapat 5 jenis jejak yang menunjukkan keberadaan harimau. Jejak berupa tapak kaki ditemukan paling banyak dan sebesar 59 buah
ditemukan pada jalur pemasangan kamera, sedangkan 2 buah ditemukan di pinggir sungai. Sebanyak 18 dari 22 buah kotoran ditemukan masih utuh
sedangkan 4 buah lagi sudah cukup lama dan mulai rusak. Kemudian cakaran yang ditemukan terdiri dari 4 buah cakaran di tanah scrape, 2 buah cakaran di
pohon scratch, dan 4 buah cakaran bekas tempat duduk harimau. Cover sejumlah 2 buah ditemukan dalam bentuk cerukan batu yang biasa digunakan
harimau untuk tidur dan berlindung. Tabel 5. Temuan tanda-tanda keberadaan harimau residen
No Tanda keberadaan
Jumlah tanda 1
Tapak kaki 61 buah
2 Kotoran
22 buah 3
Cakaran 10 buah
4 Cover
2 buah 5
Sisa makanan 1 buah
Seluruh data penemuan tersebut, baik melalui kamera perangkap maupun jejak dicatat menggunakan GPS. Setelah direkapitulasi, dihasilkan peta sebaran
harimau residen seperti pada gambar 13. Terlihat bahwa sebagian besar titik temuan harimau lokal berada di sepanjang jalur utama. Jalur ini pun digunakan
oleh harimau translokasi ketika meninggalkan titik pelepasliaran.
Savana merupakan lokasi ditemukannya empat dari lima harimau residen. Hal ini menunjukkan bahwa daerah ini disukai oleh harimau. Namun harimau
translokasi terlihat tidak memotong daerah savana dan memilih untuk menghindari daerah tersebut.
5.1.3.2.Pakan Harimau
Berdasarkan foto-foto hasil perangkap kamera yang berhasil diidentifikasi serta penemuan pada survei cepat, diketahui terdapat 32 spesies satwa liar dari 20
suku yang berpotensi menjadi satwa mangsa harimau. Penemuan pada survei cepat meliputi perjumpaan langsung maupun temuan berupa jejak satwa.
Perjumpaan langsung banyak dijumpai untuk jenis yang berada di pohon seperti siamang, kedih, dan julang. Sebagian besar jenis satwa pakan mudah dijumpai
Gambar 13. Peta tanda keberadaan harimau residen
secara langsung di daerah padang rumput. Rusa dan gajah bisa terlihat dengan mudah dari jauh karena tidak tertutup oleh pohon.
Temuan jejak banyak dijumpai di jalur pemasangan perangkap kamera. Rusa dan kijang biasanya meninggalkan jejak berupa jejak kaki, kotoran dan
bekas rumput yang dimakan. Satwa karnivora seperti beruang atau kucing emas meninggalkan jejak berupa cakaran di pohon.
Jenis pakan utama seperti rusa dan kijang sering dijumpai secara langsung. Babi jarang dijumpai di hutan tetapi banyak dijumpai di daerah pinggiran ladang.
Selain itu, di kawasan hutan Blangraweu juga dijumpai pendukung habitat satwa pakan berupa kubangan dan salt lick. Satwa pakan khususnya jenis ungulata
seperti rusa sambar dan gajah membutuhkan garam mineral yang bisa didapatkan di tempat tersebut.
Tabel 6. Tingkat perjumpaan satwa pakan potensial harimau berdasarkan perangkap kamera
Suku Nama Jenis
Nama Ilmiah ER
Cercopithecidae Beruk
Macaca nemestrina 6,17
Cervidae Rusa sambar
Cervus unicolor 11,26
Cervidae Kijang
Muntiacus muntjak 13,58
Felidae Kucing hutan
Felis bengalensis 0,31
Felidae Kucing emas
Catopuma teminkii 0,93
Hystricidae Landak
Hystric brachyura 2,47
Mephitidae Sigung
Mydaus javanensis 0,15
Suidae Babi jenggot
Sus barbatus 1,70
Tragulidae Napu
Tragulus napu 1,08
Viverridae Binturong
Arctictis binturong 0,46
Viverridae Linsang
Prionodon linsang 0,62
Viverridae Musang
Diplogale derbianus 1,08
Khusus jenis satwa pakan yang didapat dari perangkap kamera bisa dihitung tingkat perjumpaannya untuk mengukur keberlimpahan suatu jenis di
kawasan hutan Blangraweu. Dari Tabel 6 diketahui bahwa kijang dan rusa sambar merupakan satwa pakan harimau yang paling melimpah dengan ER masing-
masing sebesar 13,58 foto100 hari dan 11,26 foto100 hari. Diikuti beruk yang sering berpose di depan kamera dengan ER 6,17 foto100 hari.
Gambar 14. Satwa pakan potensial harimau. a. babi jenggot Sus barbatus, b. beruk Macaca nemestrina, c. rusa sambar Cervus unicolor, dan
d. kijang Muntiacus muntjak.
5.1.3.3.Tutupan Lahan
Berdasarkan tutupan lahannya, terdapat enam jenis cover yang menyusun wilayah jelajah harimau translokasi, yaitu hutan primer, hutan sekunder, padang
rumput, ladang, sawah, badan air dan lahan terbuka. Bagi harimau, tidak ada kebutuhan khusus untuk jenis pohon atau hutan tertentu sebagai habitatnya.
Harimau hanya membutuhkan tutupan lahan yang bagus ketika berteduh karena harimau tidak tahan panas menyengat Lekagul McNeely 1977. Berdasarkan
hal tersebut, tutupan lahan di hutan Blangraweu dibedakan menjadi tiga macam, yaitu kawasan berhutan, ladang dan padang rumput.
Harimau dilepasliarkan
di daerah
padang rumput,
kemudian mengeksplorasi daerah berhutan di sekitar lokasi pelepasliaran. Setelah berpindah
ke Utara, harimau tinggal di kawasan berhutan yang berbatasan langsung dengan ladang. Ladang adalah daerah yang cukup rawan bagi harimau meskipun daerah
ini potensial untuk didatangi babi hutan. Masyarakat banyak memasang jerat babi dengan kabel sling sehingga jika harimau terkena jerat maka tidak akan bisa
a b
c d
a
b c
melepaskan diri. Untuk itu pada Tabel 7 dibandingkan jarak harimau translokasi
dengan ladang.
Gambar 15. Tipe tutupan lahan lokasi penelitian. a. padang rumput dataran tinggi, b. perbatasan hutan dan ladang, dan c. kawasan berhutan.
Tabel 7. Jarak titik lokasi harimau translokasi dengan ladang Jarak dari ladang
km Total
Selatan Utara
N NR
N NR
N NR
30 15,63
7 7,45
23 23,47
0-0,5 23
11,98 3
3,19 20
20,41 0,5-1
18 9,38
1 1,06
17 17,35
1-1,5 13
6,77 0,00
13 13,27
1,5-2 3
1,56 1
1,06 2
2,04 2
105 54,69
82 87,23
23 23,47
Keterangan: N = Jumlah titik lokasi harimau translokasi NR= N Relatif
96
,100000
96
,100000
96
,200000
96
,200000
96
,300000
96
,300000
5
,0
5
,0
5
,1
5
,1
5
,2
5
,2
Legenda
Koordinat harimau Ladang dan pemukiman
Savana Hutan
±
4 8
2 Kilometers
1:5.000.000
PETA TUTUPAN LAHAN
Sumber: 1. Data GPS Collar Harimau
Translokasi FFI Aceh Programme 2. Peta Kecamatan Badan Pusat Statistik
3. Peta Kontur Bakosurtanal
PETA KEBERADAAN HARIMAU TRANSLOKASI
BERDASARKAN TUTUPAN LAHAN
Pada awal pelepasliaran, harimau translokasi menghabiskan waktunya di daerah berhutan yang jauh dari ladang. Sebanyak 87,23 titik harimau translokasi
ditemukan di daerah tersebut. Hanya sebesar 7,45 titik yang berada di daerah ladang di Selatan yang berupa daerah kosong bekas pemukiman. Namun,
sejumlah 23,47 titik lokasi harimau translokasi ternyata berada di daerah ladang sehingga dimungkinkan harimau menggantungkan hidupnya di daerah perbatasan.
Gambar 16. Peta keberadaan harimau translokasi berdasarkan tutupan lahan
5.1.3.4.Keberadaan Air
Perbukitan barisan merupakan daerah yang sangat bergelombang sehingga banyak terbentuk aliran sungai di dalamnya. Hutan Blangraweu pun demikian,
dialiri oleh banyak sungai kecil dan beberapa sungai besar. Kondisi seperti ini sangat dibutuhkan harimau untuk bertahan hidup seperti dinyatakan oleh Lekagul
McNeely 1977. Lebih dari itu, ketika cuaca sangat panas ia berendam di air
sampai batas leher. Harimau memang sering dijumpai sedang duduk berendam atau berdiri sebagai cara untuk menyejukkan badan McDougal 1979.
a b
c
Harimau translokasi selalu berjalan di jalur yang tidak jauh dari sungai. Tercatat 55 titik lokasi terletak pada jarak kurang dari 1 km. Hanya 8 harimau
berada sejauh lebih dari 3 km dari sungai. Akan tetapi selain sungai besar yang terpetakan, masih banyak terdapat sungai kecil serta kubangan yang bisa
memenuhi kebutuhan harimau translokasi ketika jauh dari sungai besar.
Gambar 17. Tipe sumber air di lokasi penelitian a. sungai kecil, b. kubangan, dan c. sungai besar.
Tabel 8. Jarak titik lokasi harimau translokasi dengan sungai besar Jarak sungai
Jumlah titik N N Relatif
1 km 106
55,21 1-2 km
45 23,44
2-3 km 26
13,54 3 km
15 7,81
Berdasarkan Tabel 8, didapatkan informasi bahwa harimau translokasi tidak bisa hidup jauh dari air. Ketersediaan air yang melimpah di hutan
Blangraweu membantu harimau untuk bertahan hidup dan memudahkannya mencari mangsa. Gambar 18 menunjukkan peta hubungan harimau translokasi
dengan sungai besar di hutan Blangraweu.
a b
c
PETA KEBERADAAN HARIMAU TRANSLOKASI BERDASARKAN
SUNGAI BESAR
Gambar 18. Peta keberadaan harimau translokasi berdasarkan sungai besar: a. Sungai Pantairaja, b. Sungai Meureudu, dan c. Sungai Tangse
5.1.3.5. Potensi Gangguan
Kondisi hutan di daerah pelepasliaran harimau tampak masih memiliki pohon-pohon berdiameter besar serta berbagai jenis satwa liar yang dapat
dijumpai secara langsung. Namun bukan tanpa gangguan, kawasan hutan Blangraweu secara turun temurun telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
kawasan. Bentuk pemanfaatan berupa pengambilan hasil hutan kayu maupun non kayu, perburuan satwa liar, serta alih fungsi hutan menjadi ladang atau
pemukiman. Tabel 9 menunjukkan potensi gangguan tersebut. Tabel 9. Potensi gangguan pada kawasan penelitian.
Kriteria Daerah Selatan
Daerah Utara Perburuan harimau
√ √√
Perburuan pakan √√√
√√√ Penebangan liar
√√ √√
Perambahan √
√√√ Kebakaran
√√ √
Pencari hasil hutan non kayu √√√
√√
Keterangan : √
: potensi gangguan rendah √√ : potensi gangguan sedang
√√√ : potensi gangguan tinggi
Pemanfaatan tersebut rupanya berpotensi menimbulkan gangguan bagi habitat harimau. Harimau dan manusia hidup berdampingan, dan ketika manusia
memanfaatkan secara berlebihan maka habitat harimau akan timpang dan mempengaruhi kemampuan hidup harimau di habitat tersebut. Jika manusia
mengambil satwa mangsa harimau secara berlebihan, harimau tidak akan mampu memenuhi kebutuhan makannya. Selain itu, gangguan berupa penebangan liar dan
pemanenan hasil hutan non kayu secara berlebihan akan mengganggu habitat harimau serta mempengaruhi kehidupan satwa mangsa harimau.
Aktivitas manusia di daerah Selatan ternyata cukup intens. Daerah ini, juga di banyak tempat di hutan-hutan Aceh, merupakan lahan bagi masyarakat daerah
sekitar untuk mencari ikan, rotan, gaharu, serta hasil hutan non kayu lainnya. Meskipun daerah ini berjarak sekitar dua hari perjalanan dari desa Geumpang,
daerah ini masih kaya akan hasil bumi sehingga masyarakat cukup sering melintasi daerah ini. Perburuan terhadap mangsa harimau juga masih ada, tetapi
hanya sebatas konsumsi lokal saja. Harimau tidak terlalu terganggu dengan aktivitas manusia di daerah Selatan.
Gambar 19. Potensi gangguan habitat di lokasi penelitian. a. pencari hasil hutan non kayu, b. penebangan liar, c. pemburu rusa tertangkap kamera,
dan d. penemuan perangkap rusa oleh ranger.
a b
c d
Namun di Utara, masyarakat lebih ekspansif dalam memanfaatkan lahan. Daerah Utara dekat dengan Kecamatan Meureudu yang memiliki akses yang jauh
lebih bagus dari daerah Selatan sebab dilintasi jalan provinsi. Masyarakat di daerah ini mengembangkan lahannya hingga masuk jauh mendekati kawasan
ekosistem Ulu Masen. Harimau hasil translokasi mati di daerah ini karena terjebak di jerat yang dipasang di perbatasan ladang untuk menghalau babi. Masyarakat di
daerah Utara belum memiliki kesadaran mengenai pentingnya harimau sehingga tidak memperhatikan cara yang digunakan untuk melindungi ladangnya. Jerat
yang dipasang berupa jerat kabel sehingga jika harimau terjebak tidak akan bias melepaskan diri. Salah satu jerat ini mengenai harimau translokasi, akan tetapi
alih-alih dilaporkan kepada pihak yang berwajib, harimau translokasi dibunuh dan kulitnya dijual. Hal ini membuktikan bahwa masih ada perburuan harimau di
daerah Utara.
5.2. Pembahasan