Analysis System of Fisheries Sustainability at The Regional Marine Protected Area (KKLD) Olele and Surrounding Waters, Bone Bolango Regency of Gorontalo Province

(1)

ANALISIS KEBERLANJUTAN SISTEM PERIKANAN DI

KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) OLELE

DAN PERAIRAN SEKITARNYA KABUPATEN BONE

BOLANGO PROVINSI GORONTALO

MOHAMAD SAYUTI DJAU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Keberlanjutan Sistem Perikanan di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Olele dan Perairan Sekitarnya, Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2012

Mohamad Sayuti Djau NRP C252090091


(4)

(5)

ABSTRACT

MOHAMAD SAYUTI DJAU

,

Analysis System of Fisheries Sustainability at The Regional Marine Protected Area (KKLD) Olele and Surrounding Waters, Bone Bolango Regency of Gorontalo Province. Under direction of LUKY ADRIANTO and AGUSTINUS M SAMOSIR.

The Olele marine protected area can be categorized as an area which needs to be managed properly in order to maintain the sustainability of its available resources, especially fisheries resources. Evaluation of sustainability in the region using the emergy synthesis, ecological footprint approach to fisheries and human appropriation of net primary production (HANPP). The aimed of this research were to analysed the sustainability of space for metabolism of social ecological fishery utilization, utilization of fisheries net primary productivity and efficiency, and the process input-output energy in fish production and economic sustainability. Emergy resulted sustainability index (ESI) at 7.48 sej/yr which means that economic growth in this area is fairly well preserved or developing economy, and do not have a significant environment impact due fishing activity. The sustainability of space for the metabolism of ecological social fishery system in this area is still at 1.96 km2/capita or undershoot conditions. The low value of HANPP at 1.79E109 kJ indicates that fishers dominance for the fishery production activities have not been maximal with great efficiency. Implementation of management strategies about "what" to be performed and management tactics that relate to "how" it's done is considered the most efficient for sustainable fisheries. Keywords : Fisheries sustainability, emergy synthesis, fisheries ecological


(6)

(7)

RINGKASAN

MOHAMAD SAYUTI DJAU

,

Analisis Keberlanjutan Sistem Perikanan di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Olele dan Perairan Sekitarnya, Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo. Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO and AGUSTINUS M SAMOSIR.

Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Olele dan perairan sekitarnya dapat dikategorikan sebagai kawasan yang perlu dikelola dengan baik sebagai upaya untuk mempertahankan keberlanjutan sumberdaya yang dimilikinya, khususnya perikanan. Evaluasi keberlanjutan di kawasan ini menggunakan pendekatan sintesis emergy, ecological footprint perikanan dan human appropriation of net primary production (HANPP). Ketiga pendekatan analisis ini masing-masing untuk melihat proses input-output energi dalam produksi perikanan, dampak terhadap lingkungan, keberlanjutan ekonomi, melihat keberlanjutan metabolisme pemanfaatan ruang sosial ekologi perikanan dan mengetahui pemanfaatan produktivitas primer bersih perikanan serta efisiensinya.

Hasil sintesis emergy menunjukkan nilai indeks keberlanjutan emergy (ESI) sebesar 7.48 sej/yr ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi di daerah ini cukup lestari dan dianggap baik atau kondisi ekonomi daerah ini sedang berkembang serta tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan akibat aktivitas penangkapan. Keberlanjutan ruang untuk metabolisme sistem sosisal ekologi perikanan di kawasan ini adalah sebesar 1.96 km2/kapita atau masih dalam kondisi undershoot. HANPP yang rendah yaitu 1.79E109 kJ menunjukkan bahwa dominasi nelayan terhadap kegiatan produksi perikanan belum maksimal walaupun dengan efisiensi yang besar.

Secara umum permasalahan mendasar yang dihadapi dalam pengembangan usaha perikanan tangkap nelayan di KKLD Olele bersumber dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia, produktivitas, efisiensi usaha, pengawasan, pengendalian sumberdaya ikan, pemodalan, prasarana, sarana, mutu, nilai hasil tangkapan, pemasaran dan kelembagaan nelayan. Penerapan strategi pengelolaan tentang "apa" yang akan dilakukan dan taktik pengelolaan yang behubungan dengan "bagaimana" itu dilakukan adalah dianggap paling efisien untuk perikanan berkelanjutan. Berdasarkan hasil penelitian diatas untuk memberikan manfaat bagi keberlanjutan perikanan di KKLD Olele dan sekitarnya bagi keberlanjutan perikanan tangkap, maka perlu disarankan bahwa setiap kebijakan dan strategi pengembangan perikanan di KKLD hendaknya melibatkan seluruh stakeholders khususnya masyarakat nelayan mengingat kawasan ini juga dijadikan sebagai objek wisata bawah laut serta perlu adanya evaluasi dan monitoring secara kontinyu terhadap efektifitas dan efisiensi KKLD Olele khusus terkait dengan pengembangan perikanan.

Keywords : Keberlanjutan perikanan, sintesis emergy, ecological footprint perikanan, human appropriation of net primary production.


(8)

(9)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan pustaka suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepetingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(10)

(11)

ANALISIS KEBERLANJUTAN SISTEM PERIKANAN DI

KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) OLELE

DAN PERAIRAN SEKITARNYA KABUPATEN BONE

BOLANGO PROVINSI GORONTALO

MOHAMAD SAYUTI DJAU

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(12)

(13)

Judul Penelitian : Analisis Keberlanjutan Sistem Perikanan di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Olele dan Perairan Sekitarnya, Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo. Nama : Mohamad Sayuti Djau

NRP : C252090091

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Luky Adrianto, M. Sc Ir. Agustinus M. Samosir, M. Phil

Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(14)

(15)

PRAKATA

Dengan sepenuh hati yang meliputi pengertian syukur dan puji, rasanya tidak ada kata yang paling pantas penulis persembahkan mengawali karya ilmiah ini, selain ucapan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT. Atas sifat Rahman dan Rahim-Nya, penulis merasakan begitu banyak nikmat yang telah dicurahkan diantaranya adalah nikmat kemampuan berfikir dan berbahasa. Dan dengan

nikmat itulah penulisan tesis dengan judul ”Analisis Keberlanjutan Sistem

Perikanan di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Olele dan Perairan Sekitarnya, Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo” ini dapat diselesaikan.

Karya ilmiah yang merupakan bagian dalam bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan ini, bermaksud memberikan informasi mengenai sejauh mana keberlanjutan sistem perikanan di kawasan konservasi laut Olele dan perairan di sekitarnya. KKLD Olele dan perairan sekitarnya merupakan salah satu wilayah yang potensial khususnya untuk pemanfaatan sumberdaya ikan yang dimiliki Kabupaten Bone Bolango, terletak di pesisir selatan Provinsi Gorontalo. Dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan, khususnya usaha perikanan tangkap permasalahan yang terjadi adalah tingkat pemanfaatanya telah melebihi potensi lestarinya sehingga terjadi fenomena tangkap lebih. Hal ini yang menjadi dasar keinginan penulis untuk mengetahui sejauh mana keberlanjutan sistem perikanan tangkap di KKLD dan perairan sekitarnya. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi dan kedepannya menjadi arahan kebijakan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan yang lestari di KKLD Olele dan perairan sekitarnya.

Dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tak ternilai penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku Ketua Program Studi SPL atas segala arahannya.

2. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc, Ir. Agustinus M Samosir, M.Phil selaku komisi pembimbing atas semua arahan, bimbingan serta saran yang diberikan kepada penulis sehingga tesis ini dapat dirampungkan.

3. Seluruh staf pengajar SPL yang telah dengan tulus dan penuh kesabaran telah membagi, menularkan dan mentransfer ilmunya.

4. Seluruh staf pegawai Pak Zainal, Pak Dindin dan yang lainnya yang telah memberikan pelayanan administrasi secara prima.

5. Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Program COREMAP II yang telah memberikan beasiswa dalam penyelesaian penulisan tesis.

6. Orang-orang yang penulis cintai, (alm) Bapak Dantje Djau, bapak penulis; Ibu Sartje Mustapa ibunda penulis, Sri Endang Djau, SE dan Ramli Ondang Djau, SIP, kakak penulis atas semua doa, biaya studi dan nasehat serta bimbingan selama pendidikan dan dalam menjalani kehidupan ini. Penulis menyadari bahwa apa yang telah mereka berikan tak akan pernah terbalaskan. 7. Pa Daru, Om-om dan tanteku yang telah memberi motivasi, perhatian dan doa

terhadap studiku.

8. Teman-teman SPL S2 dan S3, James, Akbar, Mas Suryo, Mas Puji, Pak Idham, Pak Dirman, Azhar, Fery, Aldino, Ibu Syul, Rieke, Ita, Dijah, Desti, Yofi, Ui, Nico, Ibu Mintje, Pak Roni, Mner Babe, Mner Only, Pak Boli dan


(16)

vi

kawan-kawan yang tidak sempat disebut satu persatu terima kasih atas persahabatan, motivasi semangatnya dalam merajut sukses bersama.

9. Kepada “seseorang” untuk kisah dan cerita spesialnya yang tak pernah

terungkap yang menjadi inspirasi.

10. Teman-teman kosan bata merah Santo, Yaser, Teguh, Abdul, Daus, Uni, Mila, Wardah, Mira, Ayu, yang menjadi teman cerita disaat on line bersama. 11. Semua pihak yang telah memberikan motivasi, bantuan dan andil selama

kegiatan selama belajar di pascasarjana IPB yang tidak disebut satu persatu yang berada di lingkungan kampus maupun di luar kampus.

Bogor, Mei 2012 Penulis


(17)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gorontalo, Provinsi Gorontalo tanggal 08 November 1982 dari pasangan Bapak Dantje Djau (alm) dan Ibunda Sartje Mustapa. Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus SMA dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sam Ratulangi melalui jalur ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN). Penulis memilih Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi Manado, dan lulus pada tahun 2005. Selama menempuh pendidikan sarjana penulis aktif berbagai organisasi antara lain HMI Komisariat Perikanan 2002-2003, pegurus Forum Komunikasi Mahasiswa Muslim (FKMM) Cabang Manado 2003-2004, Ketua Umum lembaga dakwah kampus Badan Tadzkir Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tahun 2003-2004 dan aktif dibeberapa kelompok diskusi.

Selesai pendidikan sarjana, penulis bekerja di LSM Lingkungan di Jakarta dan pernah aktif pada organisasi Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO) tahun 2006. Pada tahun 2007 penulis aktif dalam kegiatan penyelaman, dan menjadi Sekrtaris Pengurus Provinsi Persatuan Organisasi Selam Seluruh Indonesia (PENGPROV-POSSI) Gorontalo pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis bekerja sebagai tenaga pendamping teknis bidang penangkapan di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo dan menjadi dosen luar biasa pada Universitas Gorontalo.

Pada tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan pada Program Pascasarjana IPB. Selama mengikuti program magister, penulis aktif mengikuti seminar nasional maupun internasional. Tahun 2010 penulis berkesempatan mengikuti seminar dengan tema “Food, Energy, and Water“ di Vachiranusorn Building, Faculty of Agriculture, Kasetsart University, Bangkok, Thailand.


(18)

(19)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Kerangka Pemikiran... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Sistem Wilayah Pesisir dan Laut ... 7

2.2. Sistem Perikanan ... 10

2.3. Analisis Keberlanjutan ... 13

2.3.1. Analisis Sintesis Emergy... 13

2.3.1.1. Energi dan Hirarki Emergy ... 13

2.3.1.2. Definisi Emergy ... 14

2.3.1.3. Simbol Sistem Energi dan Sistem Diagram Emergy ... 16

2.3.2. Analisis Jejak Ekologis (Ecological Footprint Analysis) ... 17

2.3.3. Human Appropriation of Net Primary Production (HANPP) 18 2.4. Perbandingan antara EFA, HANPP dan Analisis EMERGY ... 20

2.5. Energi Untuk Kegiatan Perikanan ... 21

2.6. Keberlanjutan Pembangunan Perikanan ... 22

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 27

3.1. Waktu dan Lokasi ... 27

3.2. Jenis Data Sosial Ekologi ... 27

3.3. Analisis Data ... 28

3.3.1. Analisis Sintesis Emergy ... 28

3.3.2. Ecological Footprint (EF) Perikanan ... 32

3.3.3. Human Appropriation of Net Primary Production (HANPP) 34 3.4. Batasan Sistem ... 35

4. KONDISI SISTEM SOSIAL EKOLOGI WILAYAH PENELITIAN ... 37

4.1. Kondisi Iklim ... 37

4.2. Kondisi Hidro-Oseanografi ... 38

4.3. Sistem Ekologi ... 40

4.3.1. Karakteristik Ekosistem ... 40

4.3.2. Karakteristik Perikanan Tangkap ... 41

4.3.3. Karakteristik Kawasan Konservasi Laut ... 42

4.4. Sistem Sosial ... 44

4.4.1. JumlahPenduduk ... 44


(20)

x

4.4.3. Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan ... 45

4.4.4. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan... 46

5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

5.1. Produksi Perikanan ... 47

5.2. Analisis Keberlanjutan Perikanan ... 48

5.2.1. Analisis Sintesis Emergy ... 48

5.2.1.1. Sumberdaya Terbarukan (renewable resources) (R) ... 49

5.2.1.2. Sumberdaya yang dibeli (purchased resources) (P)... 50

5.2.1.3. Tenaga Kerja (Labor) (S) ... 51

5.2.1.4. Produksi (J) ... 52

5.2.1.5. Indeks Emergy ... 52

5.2.1.6. Rasio Hasil Emergy (Environmental Yield Ratio/EYR) . 52 5.2.1.7. Rasio Beban Lingkungan (Environmental Loading Ratio/ELR) ... 53

5.2.1.8. Indeks Keberlanjutan Emergy (emergy sustainability index/ESI) ... 54

5.2.2. Analisis Ecological Footprint Perikanan ... 55

5.2.3. Analisis Human Appropriation of Net Primary Production (HANPP) ... 59

5.3. Model Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan di KKLD Olele ... 62

5.4. Pembahasan Umum ... 65

6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

6.1. Kesimpulan ... 67

6.2. Saran ... 68


(21)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran analisis keberlanjutan perikanan di Desa Olele ... 5

2. Diagram konseptual dari pembangunan daerah di pesisir tropis sebagai bagian dari interaksi darat dan lautan di zona pesisir (Crossland et al. 2005 dikutip oleh Dennison 2008) ... 8

3. Model sistem perikanan (Garcia et al. 1999 dimodifikasi oleh Bergofer et al. 2008) ... 12

4. Simbol Aliran Energi. ... 16

5. Definisi dari human appropriation of net primary production (Haberl 2007). ... 19

6. Bentuk segitiga pembangunan perikanan berkelanjutan (Charles 2001). . 23

7. Emergy berdasarkan indeks, nilai dari input lokal emergy terbarukan (R), lokal input yang tidak terbarukan (N), dan input yang diperoleh dari luar sistem (F) (Haden 2002; Brown and Ulgiati 2004a.b, Wang 2006) ... 29

8. Morfologi dasar laut Olele (Sumber: PPPGL, 2004) ... 43

9. Lokasi penelitian Di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Olele Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo ... 27

10. Sistem aliran emergy pada produksi perikanan di KKLD Olele. ... 49

11. Ecological footprint perikanan Desa Olele ... 56

12. HANPP Perikanan Lokal dan Regional ... 61

13. Transformasi atribut kedalam bentuk strategi berdasarkan analisis keberlanjutan dan survei di KKLD Olele. ... 65


(22)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Istilah, singkatan, indikator utama dari unit emergy ... 15 2. Perbandingan antara EFA, HANPP dan analisis emergy. ... 20 3. Jenis data sosial ekonomi yang digunakan dalam penelitian ... 28 4. Contoh tabel evaluasi emergy (Brown dan Ulgiati 2004a) ... 31 5. Tropik level berbagai kelompok spesies ikan di perairan pesisir

Kabupaten Bone Bolango ... 33 6. Kondisi klimatologi Provinsi Gorontalo ... 38 7. Jumlah kapal/perahu dan alat penangkapan ikan Kecamatan Kabila

Bone Tahun 2010. ... 42 8. Klasifikasi penduduk Desa Olele menurut umur Tahun 2010. ... 44 9. Klasifikasi tingkat pendidikan penduduk ... 45 10. Jumlah penduduk menurut jenis pekerjaan ... 45 11. Produksi perikanan laut di Desa Olele dan Kecamatan Kabila Bone

Tahun 2007-2010. ... 47 12. Produksi Ikan Desa Olele Tahun 2007-2010 ... 48 13. Evaluasi sintesis emergy produksi perikanan di KKLD Olele. ... 51 14. Indeks emergy dari produksi perikanan di KKLD Olele. ... 52 15. Kebutuhan ruang ekologis sistem akuatik lokal dan regional. ... 57 16. Perbandingan kebutuhan ruang ekologis untuk perikanan antara Desa

Olele dengan daerah lain. ... 58 17. Perhitungan exosomatic energy lokal dan regional ... 60 18. Model pengelolaan perikanan berkelanjutan di KKLD Olele ... 64


(23)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Produksi Ikan Kecamatan Kabila Bone ... 77 2. Ecological footprint perikanan dari sistem perairan Desa Olele dan

Kecamatan Kabila Bone ... 78 3. Human Appropriation of Net Primary Production (HANPP) Desa

Olele dan Kecamatan Bone Bolango ... 82 4. Perhitungan evaluasi sintesis emergy produksi perikanan di KKLD


(24)

(25)

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem perikanan merupakan sistem kompleks yang saling berinteraksi, karena itu diperlukan informasi berhubungan dengan semua proses dan pemahaman tentang struktur dan fungsi sistem. Pada dasarnya sistem perikanan berkaitan erat dengan fungsi ekologi, ekonomi, sosial. Selain itu dalam hal menyangkut implementasi dari sistem ini diperlukan sejumlah legislasi baik lokal, nasional dan bentuk-bentuk perjanjian untuk pemanfaatan yang berkelanjutan dan konservasi laut. Keberlanjutan sistem perikanan di kawasan konservasi laut menarik untuk dikaji mengingat di kawasan konservasi terdapat zona pemanfaatan, seperti halnya yang terdapat di kawasan konservasi laut daerah di Desa Olele.

Kawasan konservasi laut daerah (KKLD) Olele adalah kawasan yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati Bone Bolango No. 13 Tahun 2006 dan merupakan sistem yang sudah dikelola dengan baik, dalam mempertahankan keberlanjutan sumberdaya yang dimilikinya, terutama sumberdaya terumbu karang dan perikanan. Namun pertambahan penduduk, perluasan pemukiman, kegiatan wisata alam bawah laut dan kegiatan perikanan pada kawasan ini langsung atau tidak langsung menyebabkan kawasan ini mendapat tekanan ekologis. Pengembangan KKLD Olele mengadopsi dasar dari pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu, yang berisi landasan untuk penyusunan perencanaan yang lebih rinci, seperti rencana zonasi (rencana tata-ruang pesisir), rencana pengelolaan suatu kawasan dan rencana-rencana aksi lintas lembaga untuk pemanfaatan sumberdaya dan pembangunan di wilayah pesisir. Kawasan ini merupakan kawasan konservasi yang tergolong baru dan pengelolaannya masih menghadapi banyak tantangan terutama dalam pemanfaatannya baik itu untuk kegiatan penangkapan ikan maupun pemanfaatan untuk area wisata. Sehingga untuk keperluan pengembangannya, diperlukan manajemen yang baik.

Manajemen yang baik memerlukan data dan informasi tentang potensi sumberdaya terumbu karang dan lebih khusus kegiatan perikanan tangkap, serta memiliki manfaat sosial ekonomi yang bisa diterima oleh masyarakat setempat


(26)

khususnya bagi pengembangan perikanan secara berkelanjutan. Keberlanjutan dalam konteks pembangunan perikanan adalah kunci yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan masyarakat perikanan itu sendiri. Sumberdaya perikanan dikategorikan sebagai sumberdaya dapat pulih, namun jika dalam pemanfaatnnya tidak dikelola dengan baik akan berdampak negatif terhadap keberlanjutan pembangunan perikanan itu sendiri. Dalam prakteknya pengelolaan di KKLD Olele masih menghadapi banyak tantangan terutama dalam pemanfaatannya baik itu untuk kegiatan penangkapan ikan maupun pemanfaatan untuk area wisata.

1.2. Perumusan Masalah

Penetapan kawasan lindung haruslah diartikan sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan suatu pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan. Pemanfaatan berkelanjutan terhadap sumberdaya pesisir mensyaratkan bahwa sebagian wilayah tersebut dipertahankan kondisinya sealamiah mungkin. Penetapan kawasan lindung dimaksudkan untuk mengamankan habitat kritis untuk produksi ikan, melestarikan sumberdaya genetis, menjaga keindahan alam dan wisata alam. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan berkelanjutan mengharuskan adanya pemanfaatan yang bijaksana dan pengelolaaannya yang berhati-hati (konservasi) terhadap sumberdaya dan ekosistemnya, sehingga pemanfaatan saat ini tidak mengurangi baik langsung maupun tidak langsung kesempatan pemanfaatan oleh masyarakat penguna generasi mendatang.

Perspektif umum tentang pertumbuhan ekonomi mengatakan bahwa kualitas lingkungan yang baik berkorelasi dengan peningkatan pendapatan masyarakat yang bersentuhan secara langsung dengan lingkungan tersebut. Untuk mengukur kualitas lingkungan dan sumberdaya yang berada didalamya dapat ditempuh dengan melihat sistem ekologi berupa daya dukung kawasan konservasi beserta ekosistem pesisir dan lautan yang berada didalamnya. Rusaknya sumber daya pesisir dan laut berdampak kepada menurunnya fungsi ekosistem dan akibatnya berdampak pada masyarakat setempat yang banyak menggantungkan hidupnya dari keberadaaan sumberdaya pesisir dan laut. Setidaknya akan mengalami penurunan kesejahteraan sebagai akibat menurunnya produksi ikan dan hasil laut


(27)

3

lainnya. Sektor ekonomi perikanan dan pariwisata bahari mampu memberikan manfaat ekonomi lain yang kurang diperoleh dari sektor pertambangan dan energi yaitu selain menciptakan pertumbuhan, pada saat yang sama dapat mendorong pemerataan secara lebih adil. Demikian juga halnya dengan sektor transportasi laut, bangunan kelautan, industri maritim dan jasa-jasa kelautan lainnya belum berkembang secara optimal bahkan tertinggal jauh.

Penetapan kawasan konservasi laut daerah secara langsung atau tidak langsung membatasi ruang gerak nelayan tradisional yang selama ini memanfaatkan sumberdaya yang berada di kawasan ini yang akan berdampak pada aspek sosial ekonomi masyarakat setempat. Penetapan kawasan lindung seharusnya memberikan manfaat secara sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat agar pengelolaan wilayah atau kawasan dapat berjalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Mengingat nelayan KKLD sangat bergantung pada sumberdaya pesisir khususnya ikan, maka dianggap perlu untuk melihat sejauh mana kondisi keberlanjutan sistem perikanan di kawasan ini.

Dari uraian diatas, beberapa hal yang merupakan masalah yang dapat diidentifikasi di KKLD Desa Olele diantaranya adalah :

a) Belum jelasnya keberlanjutan sistem perikanan dari perspektif pemanfaatan energi, dampak terhadap lingkungan dan perkembangan perekonomian di kawasan ini secara efektif

b) Belum jelasnya keberlanjutan interaksi sifat ekologis perairan terhadap pemanfaatan sumberdaya perikanan serta berapa besar daya dukung kegiatan perikanan tangkap di KKLD Olele.

c) Belum adanya skenario yang lestari dalam pengelolaan yang dapat diaplikasikan dalam upaya pemanfaatan perikanan yang efektif dan berkelanjutan

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi sistem perikanan yang ada di KKLD Olele dan perairan sekitarnya.


(28)

2. Mengevaluasi keberlanjutan emergy, daya dukung ekologis dan metabolisme sosial ekologi perikanan perikanan di KKLD Olele dan perairan sekitarnya. 3. Menyusun rekomendasi model pengelolaan KKLD dan perairan sekitarnya

berdasarkan input yang didapat.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat mendiagnosa kondisi ekologi, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, untuk menyorot kekuatan dan kelemahan objektif yang ada di kawasan Taman Laut Olele.

2. Sebagai bahan informasi bagi badan instansi pengelola baik pemerintah ataupun swasta dalam rangka pengelolaan kawasan yang berkelanjutan

1.5. Kerangka Pemikiran

Perikanan merupakan bagian dari sektor kelautan yang mempunyai arti dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ekonomi. Mengetahui seberapa besar pemanfaatan sumberdaya perikanan di KKLD Olele merupakan hal penting di kawasan ini. Pendekatan analisis yang dilakukan di kawasan ini diharapkan dapat dijadikan dasar perencanaan pembangunan perikanan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Suatu pendekatan analisis baik yang bersifat kualitatif maupun yang bersifat kuantitatif sangat diperlukan untuk mengetahui sejauh mana keberlanjutan di kawasan ini khususnya sistem perikanan. Pendekatan kualitatif terutama ditujukan kepada rujukan-rujukan administratif yang mendukung atau mendasari terbentuknya sistem pengaturan pemanfaatan KKLD beserta ruang lingkup operasionalnya. Sedangkan pendekatan kuantitatif lebih ditujukan dengan menggunakan beberapa parameter untuk mengukur keberlanjutan perikanan. Data yang didapatkan dari penelitian nanti diharapkan bisa bermanfaat terhadap nelayan setempat serta dapat dikomunikasikan serta mudah dimengerti oleh nelayan setempat.

Mendeteksi manfaat sosial ekologi kawasan konservasi ini terhadap komunitas nelayan maka perlu dilakukan analisis terhadap beberapa variabel ekologi, sosial dan ekonomi nelayan setelah adanya kawasan konservasi.


(29)

5

Beberapa variabel sosial dan ekologi masyarakat setempat dapat digunakan sebagai indikator adanya manfaat kawasan lindung tersebut. Variabel-variabel tersebut misalnya tingkat pertumbuhan penduduk, tingkat pertumbuhan ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya. Secara sistematis kerangka dasar pemikiran penelitian ini dijelaskan melalui Gambar 1, sedangkan untuk pelaksaanaaanya akan dijelaskan pada Bab 3 Metodologi Penelitian.

Gambar 1. Kerangka pemikiran analisis keberlanjutan perikanan di Desa Olele Sistem Keberlanjutan Perikanan

KKLD Olele

Sistem Sosial Penopang Sistem Perikanan Sistem Ekologi Penopang

Sistem Perikanan

Permasalahan:

- Belum jelasnya keberlanjutan sistem perikanan dari perspektif pemanfaatan energi

- Belum jelasnya kondisi metabolisme sosial ekologi pemanfaatan sumberdaya perikanan

- Belum adanya Pengelolaan yang efektif dan lestari

Analisis

Sintesis Emergy Ecological Footprint Analysis (EFA)

HANPP

Keberlanjutan Perikanan Sosial Ekologi


(30)

(31)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Wilayah Pesisir dan Laut

Wilayah pesisir merupakan zona penting karena pada dasarnya tersusun dari berbagai macam ekosistem seperti mangrove, terumbu karang, lamun, pantai berpasir dan lainnya yang satu sama lain saling terkait (Masalu 2008). Perubahan atau kerusakan yang menimpa suatu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia langsung atau tidak langsung maupun proses-proses alamiah yang terdapat diatas lahan maupun lautan. Menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota.

Scura et al. (1992) yang dikutip oleh Cicin-Sain and Knecht (1998) mengemukakan bahwa wilayah pesisir adalah daerah pertemuan daratan dan laut, yang didalamnya terdapat hubungan yang erat antara aktivitas manusia dengan lingkungan daratan dan lingkungan laut. Wilayah pesisir mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Memiliki habitat dan ekosistem (seperti estuari, terumbu karang, padang lamun) yang dapat menyediakan suatu (seperti ikan, minyak bumi, meneral) dan jasa (seperti bentuk perlindungan alam dari badai, arus pasang surut, rekreasi) untuk masyarakat pesisir.

2. Dicirikan dengan persaingan dalam pemanfaatan sumberdaya dan ruang oleh berbagai stakeholders, sehingga sering terjadi konflik yang berdampak pada menurunnya fungsi sumberdaya.

3. Menyediakan sumberdaya ekonomi nasional dari wilayah pesisir dimana dapat menghasilkan GNP (gross national product) dari kegiatan seperti pengembangan perkapalan, perminyakan dan gas, pariwisata dan pesisir dan lain-lain.


(32)

(33)

9

Wilayah pesisir merupakan kawasan dengan konsentarasi penduduk yang paling padat dihuni oleh manusia serta tempat berlangsungnnya berbagai macam kegiatan pembangunan (Dahuri 1998; Masalu 2008). Konsentrasi pembangunan kehidupan manusia dan berbagai pembangunan di wilayah tersebut disebabkan oleh tiga alasan ekonomi yang kuat, yaitu bahwa wilayah pesisir merupakan kawasan yang produktif di bumi, wilayah pesisir menyediakan kemudahan bagi berbagai kegiatan serta wilayah pesisir memiliki pesona yang menarik bagi obyek pariwisata. Hal-hal tersebut menyebabkan kawasan pesisir di dunia termasuk Indonesia mengalami tekanan ekologis yang parah dan kompleks sehingga menjadi rusak (Dahuri 1998).

Indonesia dengan mega biodiversitynya merupakan negara dengan potensi wilayah pesisir yang besar; memiliki 75% jenis terumbu karang yang tersebar di seluruh wilayah dengan luasanya mencapai 50.000 km2, atau hampir 25% terumbu karang dunia; juga memiliki berbagai jenis mangrove dengan luasan mencapai 4,5 juta Ha; padang lamun dengan luas diperkirakan 12 juta ha dan sumberdaya lainnya (Dahuri 2003). Khususnya untuk SDI, Departemen Kelautan Perikanan melalui Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (2008) menjelaskan bahwa sebagian besar wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia telah mengalami overfishing dan dalam kondisi kritis, yang disebabkan karena pengelolaaan SDI yang tidak ramah lingkungan yang menyebabkan stok SDI tidak berkelanjutan. Sehingga terjadi penurunan produksi tersebut sangat merugikan masyarakat dan memerlukan waktu yang lama untuk pulih kembali. Dahuri (1998) mengemukakan bahwa dengan keanekaragamannya yang tinggi dan intensitas pembangunan diwilayah pesisir, khususnya Indonesia telah mengalami tekanan ekologis yang parah dan kompleks baik berupa pencemaran, over-eksploitasi sumberdaya alam dan pengikisan keanekaragaman hayati, degradasi fisik habitat pesisir, maupun konflik pembangunan ruang dan sumberdaya.

Pelestarian wilayah yang sangat rentan memerlukan suatu upaya pengelolaan yang terpadu. Keterpaduan dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah suatu pilihan yang tepat demi menjawab permasalahan di wilayah pesisir untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya secara optimal, efisien, efektif yang mengarah


(34)

pada peningkatan upaya pelestarian lingkungan secara berkelanjutan. Menurut Dahuri (1998) untuk kepentingan pengelolaan pembangunan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara berkelanjutan, ada lima karakteristik ekosistem pesisir yang harus dipahami oleh para perencana dan pengelola yaitu; (1) bahwa komponen hayati dan nirhayati dari suatu wilayah pesisir membentuk suatu sistem alam (ekosistem) yang sangat kompleks, (2) dalam suatu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkam untuk kepentingan pembangunan seperti tambak, perikanan tangkap, pariwisata, pertambangan, industri dan pemukiman, (3) dalam suatu kawasan pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat (orang) yang memiliki keterampilan/keahlian dan kesenangan (preference) bekerja yang berbeda, sebagai petani, nelayan, petani tambak, petani rumput laut, pendamping pariwisata, industri dan kerajinan rumah tangga dan sebagainya, (4) baik secara ekologis maupun ekonomi, pemanfaatan suatu kawasan pesisir secara monokultur (single use) adalah sangat rentan terhadap perubahan internal maupun eksternal yang menjurus pada kegagalan usaha, (5) kawasan pesisir umumnya merupakan sumberdaya milik bersama (common property resource) yang dimanfaatkan oleh semua orang (open access).

2.2. Sistem Perikanan

Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang bersifat renewable atau mempunyai sifat dapat pulih atau dapat memperbaharui diri. Sumberdaya ikan pada umumnya dianggap bersifat open access dan common property yang artinya pemanfaatan yang bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum. Kegiatan perikanan secara umum merupakan semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan dijelaskan bahwa perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum secara bebas. Kegiatan ini


(35)

11

dibedakan dengan perikanan budidaya, dimana pada perikanan tangkap binatang atau tanaman air masih belum merupakan milik seseorang sebelum binatang atau tanaman air tersebut ditangkap atau dikumpulkan. Sedangkan pada perikanan budidaya, komuditas tersebut telah merupakan milik seseorang atau kelompok yang melakukan budidaya tersebut. Sehubungan dengan itu pada tanggal 24 November 1993 FAO menetapkan Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measure by Fishing Vessel on the High Seas (FAO Compliance Agreement 1993) yang bertujuan menetapkan dasar-dasar praktek penangkapan ikan laut lepas (high seas) dan menerapkan langkah-langkah konservasi sumberdaya hayati laut dengan meningkatkan peranan organisasi perikanan multilateral.

Prinsip-prinsip umum dalam FAO Compliance Agreement 1995, yaitu: (1) Laut lepas terbuka untuk semua negara atau laut lepas bukan merupakan suatu

wilayah kedaulatan negara manapun, sehingga setiap negara mempunyai kebebasan untuk melakukan penangkapan ikan.

(2) Kewajiban setiap negara di laut lepas adalah menjaga kelestarian sumberdaya ikan dengan cara melakukan kerja sama dengan negara-negara lain dalam pelestarian sumberdaya ikan.

(3) Konservasi dan pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di laut lepas harus berdasarkan pada prinsip pembangunan berkelanjutan.

Aktivitas penangkapan ikan merupakan kegiatan penting di seluruh dunia. kegiatan menghasilkan lebih dari 100 juta ton ikan dan produk perikanan setiap tahun dan memberikan kontribusi untuk kesejahteraan manusia dengan menyediakan mata pencaharian bagi sekitar 200 juta orang. Lebih dari satu miliar orang, terutama dimasyarakat miskin negara di dunia tergantung pada produk perikanan untuk memenuhi kebutuhan mereka untuk protein hewani. Memancing juga memberikan kontribusi untuk kesejahteraan manusia dengan memenuhi kebutuhan budaya dan menyediakan manfaat sosial seperti rekreasi (FAO 1999). Perikanan tangkap sebagai sistem yang memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagaian penduduk yang berorientasi pada jangka panjang (sustainability management).


(36)

(37)

13

dicirikan oleh topografi, kualitas air dan cuaca lokal/iklim, (3) kompartemen perikanan, dimana panen dan pengolahan kegiatan berlangsung, dengan karakter teknologi yang kuat dan (4) kompartemen kelembagaan, terdiri dari hukum, peraturan dan organisasi diperlukan untuk tata kelola perikanan. Manusia adalah bagian dari komponen biotik ekosistem yang memanfaatkan sumber daya, jasa dan penghidupan serta bagian dari komponen perikanan karena mereka yang mengendalikan. Komponen-komponen ini berinteraksi dan dipengaruhi oleh: (i) kegiatan tidak memancing; (ii) iklim global, (iii) ekosistem lainnya, biasanya ekosistem yang saling berdekatan yang saling bertukar materi dan informasi, dan (iv) lingkungan sosio-ekonomi yang tercermin di pasar, kebijakan yang relevan dan nilai-nilai sosial (Garcia et al. 1999).

2.3. Analisis Keberlanjutan

2.3.1. Analisis Sintesis Emergy

2.3.1.1. Energi dan Hirarki Emergy

Emergy merupakan suatu ukuran dari tindakan hasil karya alam dan masyarakat. Hasil karya alam dan masyarakat ini bila dilihat dari jumlah transformasi energi merupakan aliran energi yang saling berhubungan. Semua transformasi energi dari geobiosfer akan membentuk tingkatan energi (Brown and Ulgiati 2004a). Komponen energi sangat penting untuk semua proses aktivitas di alam semesta. Odum dan Odum (1976) menjelaskan bahwa energi datang dari sinar matahari yang diterima oleh bumi, dimana sinar matahari dapat memanaskan air, menghasilkan makanan tanaman dan secara tidak langsung menghasilkan angin, gelombang, batu bara dan minyak bumi di dalam tanah. Semua proses aktivitas memiliki komponen energi. Brown dan Ulgiati (2004a) menjelaskan juga bahwa energi sinar matahari diperlukan untuk mengahasilkan bahan organik, lalu energi bahan organik mengahasilkan bahan bakar, dan energi bahan bakar digunakan untuk menghasilkan energi listrik dan sebagainya. Untuk menyempurnakan hal ini, maka energi yang tersedia dari berbagai bentuk energi dapat dievaluasi dengan menggunakan emergy.


(38)

2.3.1.2. Definisi Emergy

Emergy adalah energi yang tersedia dari suatu sistem yang digunakan dengan transformasi langsung dan tidak langsung untuk membuat sebuah produk atau jasa (Odum 1996; Brown and Ulgiati 2004a). Analisis emergy adalah sebuah teori yang dikembangkan oleh Howard Thomas Odum yang memperlajari tentang fungsi sistem ekologi dan lainnya (Hau dan Bakshi 2004). Teori ini menjelaskan bagaimana hirarki suatu sistem bisa bertahan dan dapat diatur dengan menggunakan energi secara efisien sehingga bisa menghasilkan kekuatan yang besar (Odum 2000).

Selain itu emergi juga adalah ekspresi dari seluruh energi yang digunakan dalam proses kerja yang menghasilkan produk atau jasa dalam satu satuan energi. Emergy merupakan metode kuantitatif untuk mengevaluasi sistem, baik sistem ekologi dan sistem kemasyarakatan (Voora dan Thrift 2010). Kerangka emergy telah banyak digunakan untuk menganalisis sistem yang berbeda seperti ekosistem, industri, dan ekonomi (Lei dan Wang 2008). Satuan emergy adalah emjoule atau joule emergy (Odum 2000; Brown and Ulgiati 2004a; Wang et al. 2006). Nilai satuan dari unit emergy dihitung berdasarkan nilai emergy yang dihasilkan dari tiap unit emergy.

Ada tiga jenis utama dari unit emergy yaitu (Brown and Ulgiati 2004a): a) Transformity, adalah satu contoh satuan nilai emergy dan didefinisikan sebagai emergi per unit dari ketersediaan energi (exergy). Biasanya dinyatakan dengan emjoule surya per joule (sej/J). b) Emergy spesifik, adalah nilai unit materi emergy yang didefinisikan sebagai emergy per massa. Biasanya dinyatakan dengan emergy surya per gram (sej/g). Padatan dapat dievaluasi dengan baik dengan data emergy per satuan massa untuk konsentrasinya. Karena energi dibutuhkan untuk konsentrasi materi, maka nilai satuan emergy zat apapun dapat meningkat sesuai dengan konsentrasinya. c) Emergy uang per unit, adalah nilai unit emergy yang digunakan untuk mengkonversi pembayaran uang ke unit emergy. Biasanya dinyatakan dengan emjoules/$. Rata-rata emergy/rasio uang dalam emjoules/$ dapat dihitung dengan membagi penggunaan emergy total produk ekonomi bruto dari suatu negara atau bangsa. Dalam mendefinisikan konsep-konsep dan untuk menghindari kebingungan dengan bentuk-bentuk analisis dalam evaluasi emergy,


(39)

15

Odum (1996) telah mengembangkan sebuah nomenklatur emergy yang mendefinisikan sebuah istilah, unit dan rasio seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Istilah, singkatan, indikator utama dari unit emergy

ISTILAH DEFINISI SINGKATAN UNIT

Ektensif Properti

Emergy Jumlah energi yang tersedia dari satu jenis (biasanya solar) yang langsung atau tidak langsung diperlukan untuk menghasilkan aliran ouput tertentu atau penyimpanan energi atau materi.

Em seJ (solar equivalent

Joules)

Aliran Emergy Setiap aliran emergy terkait dengan pemasukan energi atau bahan ke sistem / proses.

R = aliran terbarukan N = aliran yang tak terbarukan

F = aliran yang di impor S = jasa

seJ*time-1

Produk Emergy Bruto Jumlah emergy setiap tahun yang digunakan untuk menggerakkan ekonomi nasional atau regional.

GEP seJ*yr-1

Produk-Terkait dengan Intensif Properti

Transformity Investasi emergy yang dihasilkan per unit dari ketersediaan energi.

Tr seJ*J-1

Emergy Spesifik Investasi emergy yang dihasilkan per unit pada musim kemarau

SpEm seJ*g-1

Intesitas emergymata uang Investasi emergy yang dihasilkan per unit GDP yang dihasilkan disuatu daerah atau negara

EIC seJ*curency-1

Ruang- Terkait dengan Intensif Properti

Kepadatan Emergy Emergy disimpan dalam suatu volume bahan tertentu

EmD seJ*volume-1

Waktu-Terkait dengan Intensif Properti

Empower Aliran emergy (dilepas, digunakan) per satuan waktu

EmP seJ*time-1

Intensitas Empower Areal Empower (Emergy yang dilepas per satuan waktu dan daerah)

EmPI seJ*time-1*area-1

Kepadatan Empower Emergy yang dilepas oleh unit satuan volume (misalnya pembangkit listrik atau mesin)

EmPd seJ*time-1*volume-1

Indikator Kinerja Terpilih

Emergy Lepas (digunakan) Total emergy investasi dalam suatu proses (ukuran dari proses footprint)

U = N+R+F+S seJ

Perbandingan Hasil Emergy Jumlah emergy yang dilepas (habis) per unit emergy yang diinvestasikan

EYR = U / (F+S) -

Rasio Beban Lingkungan Jumlah yang tidak terbarukan dan impor emergy yang dilepas per unit sumberdaya terbarukan setempat

ELR = (N+F+S) / R -

Indeks Keberlanjutan Emergy

Hasil emergy per unit beban lingkungan ESI = EYR / ELR -

Renewability (pembaruan) Persenrase jumlah emergy yang dilepas (digunakan) yang terbarukan

%REN = R/U -

Rasio Investasi Emergy Investasi yang dibutuhkan untuk mengeksploitasi emergy satu unit sumberdaya lokal (terbarukan dan tidak terbarukan)

EIR = (F+S) / (R+N) -


(40)

2.3.1.3. Simbol Sistem Energi dan Sistem Diagram Emergy

Simbol bahasa dalam sistem energi mengambarkan aliran energi. Sistem dalam energi adalah seperangkat dari bagian-bagian dan mencakup aliran energi yang saling terhubung satu sama lain. Untuk memudahkan analisis, sistem energi digambar dengan menggunakan simbol bahasa energi sistem ekologi untuk memudahkan dalam menilai suatu sistem yang mewakili komponen ekologi/energi, sektor ekonomi, pengguna sumberdaya dan sirkulasi uang (Odum and Odum 1976; Odum 1996; Odum 1983; Odum and Odum 2000) (Gambar 5).

Gambar 4. Simbol Aliran Energi. a) Sirkuit energi. Suatu aliran yang berbanding lurus

dengan kuantitas dalam simpanan atau dalam sumber hulu (upstream) b). Pembuanagan panas. Dispersi energi potensial menjadi panas yang menyertai semua proses transformasi dan simpanan yang sebenarnya; kehilanagan energi potensial karena pemakaian lebih lanjut oleh sistem c).

Transaksi. Suatu unit yang menunjukkan penjualan barang atau jasa (garis utuh) sebagai penukar pembayaran dengan uang (garis terputus). Harga yang ditampilkan sebagai sumber eksternal d). Sumber energi. Sumber energi eksternal dengan ketersediaan konstan yang mengirimkan gaya secara terkontrol e). Sumber energi/sumber terbarukan. Sebuah sumber energi dengan hanya menetapkan jumlah unit waktu yang mengalir dan tersedia per satuan waktu f). Tangki. Suatu ruang penyimpanan energi didalam sistem yang menyimpan suatu kuantitas sebagai hasil keseimbangan aliran masuk dan aliran keluar; suatu variabel kondisi g). Interaksi. Interaksi dua alur berganda menghasilkan suatu aliran keluar yang sebanding dengan fungsi keduanya; gerak/aksi kontrol suatu aliran terhadap aliran energi lainnya; aksi/gerak faktor pembatas; gerbang kerja h). Produsen. Unit yang menerima dan mentranformasikan energi berkualitas rendah dibawah kontrol interaksi aliran berkualitas tinggi i). Konsumen. Unit yang mentransformasikan kualitas energi, menyimpannya dan menyimpan balikkan secara autokatalis untuk memperbaiki aliran masuk j). Gerak peubah. Suatu simbol yang menandakan satu atau lebih “gerak peubah” k).

Kotak. Simbol aneka macam yang digunakan untuk unit atau fungsi apa saja sesuai dengan yang ditulis didalam kotak.


(41)

17

2.3.2. Analisis Jejak Ekologis (Ecological Footprint Analysis)

Kebutuhan manusia terhadap layanan ekosistem terus meningkat dan ada indikasi bahwa permintaan ini melampaui kapasitas regeneratif lahan bioproduktif. Analisis Jejak Ekologis (ecological footprint analysis/EFA)

merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk melihat perbandingan pemanfaatan sumberdaya alam oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari dengan penggunaan lahan bioproduktif yang digunakan untuk menyokong populasi yang dinyatakan dalam satuan hektar. Konsep jejak ekologis diperkenalkan oleh Rees (1992) dan dikembangkan oleh Wackernagel dan Rees (1996). Salah satu karakteristik dari metodology ini adalah istilah biocapacity atau ketersediaan sumberdaya di alam yang mengukur produktifitas biologi di suatu daerah. Produktifitas biologi rata-rata satu hektar luas permukaan bumi disebut

“hektar global” (gha) dan digunakan sebagai unit perbandingan umum.

Bioproduktifitas adalah kemampuan bioma (misalnya; tanah yang subur, padang rumput, hutan dan laut produktif) untuk memproduksi biomasa (Siche et al. 2008).

Ecological footprint mewakili kebutuhan kapital alam yang sangat diperlukan dari suatu populasi dalam artian luasan lahan yang produktif secara ekologis. Luas lahan footprint tersebut bergantung pada besarnya populasi, standar hidup material, pemanfaatan teknologi, dan produktivitas ekologis (Wackernagel et al. 1999). Untuk sebagian besar wilayah yang telah maju (daerah industri) sebagian lahan footprint ini melebihi yang tersedia di tempat (wialayah lokal) tersebut. Hal ini berarti memerlukan bantuan kecukupan (appropriation) dari daya dukung (carrying capacity) dunia (global). Ditekankan oleh Wackernagel et al. (1999) ecological footprint tidak bisa tumpang tindih (overlap), daya dukung lingkungan yang dialokasikasikan untuk kecukupan (appropriated) seseorang (atau satuan ekonomi) tidak bisa tersedia bagi orang lain. Dengan demikian orang-orang berkompetisi (bersaing) untuk ecological space. Perhitungan ecological footprint didasarkan pada dua fakta sederhana: pertamaadalah bahwa semua sumberdaya yang dihabiskan (konsumsi) danlimbah yang dihasilkan dapat ditelusuri; dan kedua, kebanyakan aliransumberdaya dan limbah tersebut dapat dikonversi ke luasan lahan yang secarabiologis produktif


(42)

yang diperlukan untuk mengakomodasi fungsi-fungsi (produksidan penyerapan limbah) tersebut. Dengan demikian ecological footprint menunjukkan seberapa besar suatu populasi atau bangsa menggunakan ”alam”.

2.3.3. Human Appropriation of Net Primary Production (HANPP)

Kegiatan manusia dalam memanfaatkan jasa ekosistem selamanya membawa dampak yang signifikan terhadap ekosistem itu sendiri. Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan berdampak secara ekologis terhadap keberlanjutan sumberdaya dan lingkungan serta ekosistem tersebut sehingga kegiatannya dapat berlangsung secara berkelanjutan pula. Dalam rangka lebih memahami skala dan dampak potensial oleh aktivitas manusia pada ekosistem, serta lebih menginformasikan kebijakan dalam pengambilan keputusan banyak indikator telah dirancang, salah satunya dengan menghitung human appropriation of net primary production (HANPP). HANPP merupakan pengunaan manusia dari produktivitas primer bersih yang dimanfaatkan dari pengunaan lahan ataupun ekositem yang ada. Halbertet et al. (2007) mengemukan bahwa HANPP adalah indikator parameter yang mencerminkan penggunaan beberapa wilayah dan intensitas penggunaan lahan oleh manusia.

HANPP merupakan indikator yang komprehensif untuk mengukur dampak penggunaan lahan oleh manusia pada ekosistem untuk mengitung: (a) manusia dan perubahan yang terjadi dalam produktivitas biologis, dan (b) panen biomassa (Haberl 2002b; Krausman et al. 2007; Kastner 2009). Mengukur besarnya aktivitas manusia di daerah tertentu yang tersedia berkaitan dengan aliran energi ekologi lebih tepat diukur dengan menggunakan HANPP (Krausman et al. 2007). HANPP (Gambar 4) didefinisikan sebagai perbedaan antara aliran energi produktivitas primer bersih (NPP) dari vegetasi potensial dan jumlah energi (biomassa) yang tersisa dalam siklus ekologi setelah dikurangi dengan pemanfaatan oleh manusia (Haberl 2002).


(43)

19

Gambar 5. Definisi dari human appropriation of net primary production (Haberl 2007).

HANPP merupakan perbedaan antara jumlah NPP yang tersedia dalam ekosistem dengan tidak adanya aktivitas manusia (NPP0) dan jumlah NPP yang

sebenarnya masih dalam ekosistem atau dalam ekosistem setelah dimanfaatkan saat ini (NPPt). NPPt dapat dihitung dengan mengukur NPP vegetasi aktual

(NPPact) dan mengurangkan jumlah NPP yang di manfaatkan oleh manusia

(NPPh). HANPP kemudian didefinisikan sebagai NPP0-NPPt dimana

NPPt=NPPact-NPPh. Jika terjadi perubahan ekosistem ΔNPPLC (perbedaan antara

NPP0 dan NPPact), maka HANPP menjadi sama dengan NPPh+ΔNPPLC (Haberl

2007). Dari perspektif sosial, HANPP mengukur efek gabungan dari penggunaan lahan yang disebabkan perubahan NPP (ΔNPPLC) dan panen biomassa (NPPh).

Dari segi ekologi, HANPP didefinisikan sebagai perbedaan dalam jumlah NPP yang akan tersedia dialam dan tidak adanya campur tangan manusia (NPP0) dan

sebagian kecil dari NPP yang tersisa dalam ekosistem setelah panen manusia dalam kondisisaat ini (NPPt). Perhatikan bahwa NPPact mungkin lebih besar dari

NPP0 akibat pengelolaan lahan intensif, seperti pemupukan atau irigasi, dengan


(44)

2.4. Perbandingan antara EFA, HANPP dan Analisis EMERGY

Pendekatan analisis ecological footprint analysis (EFA) dan human appropriation of net primary production (HANPP) merupakan analisis yang melihat tentang pemanfaatan dan pengunaan sumberdaya oleh manusia terhadap alam. Kedua pendekatan ini mengakui bahwa pentingnya area permukaan untuk proses ekologi yang berhubungan dengan penggunaan lahan dan metabolisme sosio-ekonomi pada suatu daerah (Harbel et al. 2004). Sintesis emergy didasarkan pada penggunaan energi sebagai denominator umum sehingga aliran dan penyimpanan dari berbagai jenis dapat dinyatakan dan dibandingkan dalam satuan yang sama (Liu et al. 2008). Tabel 2 menunjukkan bahwa adanya perbedaan secara signifikan antara ketiga analisis tersebut dalam menilai suatu keberlanjutan suatu ekosistem.

Tabel 2. Perbandingan antara EFA, HANPP dan analisis emergy.

Item

Menurut Harbel et al.(2004)

Analisis emergy menurut Odum (1996)

EFA HANPP

Pertanyaan Penelitian

Seberapa besar bioproduktifitas suatu daerah untuk mempertahankan metabolisme sosio-ekonomi dari populasi tertentu menggunakan teknologi yang berlaku ?

Seberapa besar produktifitas primer bersih dari suatu ekosistem atas praktek penggunaan lahan suatu daerah ?

Bagaimana mengidentifikasi semua bahan dan aliran energi yang berpartisipasi dalam suatu sistem ?

Unit Hektar global (gha); yaitu hektar lahan bioproduktifitas dan wilayah laut, dengan produktifitas rata-rata global

Joule; kilogram kering biomassa atau materi kilogram karbon

Transformity; emjoule surya per joule (sej/J).

Emergy spesifik; emergy surya per gram (sej/g).

Emergy uang per unit; konversi pembayaran uang ke unit emergy (emjoules/$) Asumsi dasar Manusia tergantung pada

ketersediaan area bioproduktif dan cenderung menggunakannya melebihi batas kemampuan alam.

Persentase produktifitas primer bersih oleh manusia digunakan untuk mengukur seberapa besar dominasi manusia terhadap ekosistem. Tingginya HANPP akan beresiko terhadap potensi keanekaragaman hayati

Mengubah setiap massa dan aliran energi ke dasar nilai yang sama. Ini memperhitungkan setiap kontribusi dari alam dan ekonomi manusia untuk mengetahui kepentingan relatif dari setiap sumber daya. Relevansi untuk

keberlanjutan

Nilai ekologi yang komprehensif untuk membandingkan ukuran ekonomi manusia dengan ukuran ekosistem pendukung. Hal ini memungkinkan seseorang untuk mendeteksi penilaian ekologi yang

overshoot terhadap penggunaan lahan disuatu wilayah.

Mengidentifikasi penggunaan lahan ekosistem teresterial suatu wilayah, namun penilaian ini tidak mengidentifkasikan batasan keberlanjutan. Penurunan yang besar dalam produktifitas (NPPact rendah

dibandingkan NPP0)

menunjukkan pengelolaan yang tidak efisien.

Penggunaan sumberdaya yang dapat dilanjutkan oleh masyarakat dalam jangka panjang karena tingkat penggunaan dan desain sistem memungkinkan sumberdaya untuk diperbaharui oleh proses alam atau oleh campur tangan manusia (Odum 2000).


(45)

21

2.5. Energi Untuk Kegiatan Perikanan

Konsep energi diperkenalkan pada awal tahun 1970-an. Energi yang bersumber dari alam disebut dengan energi terbarukan. Energi terbarukan merupakan energi non fosil yang bersumber dari alam. Seluruh energi terbarukan adalah energi sustainable (prosesnya berkelanjutan) yang tersedia dalam kurun waktu yang cukup lama. Odum dan Odum (1976) menjelaskan bahwa energi adalah ukuran dari segala sesuatu di alam. Energi datang dari matahari sebagai cahaya dan diterima bumi, dimana ia memanaskan air, menghasilkan makanan pada tanaman dan secara tidak langsung menghasilkan angin, gelombang, batu bara dan minyak bumi di dalam tanah. Semuanya memiliki komponen energi. Semua energi dapat dirubah kedalam panas dan dapat diukur dengan satuan kalori (calorie). Satu kalori sama dengan 3.97 british thermal units (btu), 4 186 Joules dan 3 088 foot-pounds. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa gelombang dan arus laut adalah bentuk lain dari energi. Energi ini sebagian besar dihasilkan dari angin yang pada akhirnya juga dipengaruhi oleh matahari.

Kegiatan perikanan secara langsung atau tidak langsung mengeluarkan energi dalam setiap aktivitasnya. Pemakaian energi pada sektor perikanan dilihat dari perspektif penggunaan kapal/perahu penangkapan ikan dalam skala kecil dapat dikelompokkan kedalam dua jenis yaitu mesin penggerak dan untuk penerangan. Pada mesin penggerak digunakan premium dan minyak solar sebagai bahan bakar sarana penangkapan ikan, sedangkan untuk penerangan pada sarana dan peralatan penangkapan ikan digunakan minyak tanah sebagai bahan bakar (Suharsono 2004). Dari perspektif energi, input energi perikanan yang biasa memediasi dapat dikategorikan kedalam jenis langsung dan tidak langsung. Input tidak langsung secara umum sering disebut sebagai input energi yang diwujudkan, adalah yang terkait dengan membangun, memelihara kapal penangkapan ikan dan menyediakan peralatan memancing, umpan dan es. Sebaliknya disebagian besar perikanan input energi langsung biasanya yang dibutuhkan untuk mendorong kapal penangkap ikan dan menyebarkan alat tangkap. Tiga bentuk yang dominan energi yang hilang saat kegiatan penangkapan ikan meliputi bernyawa, angin dan energi bahan bakar fosil (Tyedmers 2004).


(46)

2.6. Keberlanjutan Pembangunan Perikanan

Pembangunan berkelanjutan merupakan pointer yang saat ini menjadi trend global dalam meningkatkan kesejahteraan populasi manusia saat ini tanpa mengorbankan kesejahteraan generasi yang akan datang. FAO (1999) menjelaskan pembangunan berkelanjutan mengakui bahwa kesejahteraan manusia memiliki dimensi ekonomi dan sosial. Tingkat pembangunan berkelanjutan dibatasi oleh ketersediaan sumberdaya alam (dan tingkat pembaharuannya), ketersediaan teknologi untuk memanfaatkan sumber daya alam secara efisien serta efektifitas dari sistem sosial dalam memanfaatkan sumber daya. Selanjutnya diungkapkan bahwa suatu pandangan ekosistem berbasis pembangunan berkelanjutan berfokus pada pemeliharaan stabilitas dan ketahanan ekosistem. Pembangunan berkelanjutan mengakui adanya saling ketergantungan ekonomi manusia dengan lingkungannya dan menyoroti kebutuhan untuk pemahaman ilmiah tentangfungsi dan perubahan ekosistem. Elliot (1999) menjelaskan pembangunan berkelanjutan pada dasarnya adalah tentang mendamaikan pembangunan dan sumberdaya lingkungan dimana masyarakat itu bergantung.

Wacana keberlanjutan perikanan telah mengalami evolusi dari waktu ke waktu dari dimensi tunggal biologis) hingga multidimensi (ekologis-ekonomis-sosial). Pada awalnya, wacana keberlanjutan perikanan diawali dengan munculnya paradigma konservasi (conservation paradigm) yang dipelopori sejak lama oleh para ilmuwan biologi. Dalam paradigma ini, keberlanjutan perikanan diartikan sebagai konservasi jangka panjang (long-term conservation) sehingga sebuah kegiatan perikanan akan disebut “berkelanjutan” apabila mampu melindungi SDP dari kepunahan. Dari paradigma ini muncul misalnya ikon MSY (maximum sustainable yield) (Adrianto 2001).

Keberlanjutan pembangunan perikanan adalah kunci yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan masyarakat perikanan itu sendiri. Perikanan merupakan salah satu kegiatan manusia yang sangat kompleks yang berdampak terhadap aktifitas ekonomi suatu daerah atau negara tertentu. Sumberdaya perikanan dikategorikan sebagai sumberdaya dapat pulih, namun jika dalam pemanfaatnnya tidak dikelola dengan baik akan berdampak negatif terhadap keberlanjutan pembangunan perikanan itu sendiri. Nikijuluw (2002) menjelaskan


(47)

23

bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi penataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan ikan serta pengelolaan kegiatan manusia.

Pembangunan perikanan yang berkelanjutan (sustainable) merupakan proses yang menggabungkan beberapa pendekatan aturan main yang praktis seperti mengetahui dinamika populasi perikanan, strategi praktis dalam pengelolaan perikanan seperti menghindari penangkapan yang berlebihan, membatasi praktek penangkapan ikan yang merusak dan ilegal, mendirikan kawasan lindung, memulihkan perikanan yang gagal (collapsed), menggabungkan semua eksternalitas yang terlibat dalam pemanfaatan ekosistem laut dalam konteks ekonomi perikanan, mendidik para pemangku kepentingan dan masyarakat luas dan mengembangkan program sertifikasi independen dalam pemanfaatan ekonomi sumberdaya perikanan. FAO (1997) menjelaskan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan adalah suatu proses yang terintegrasi mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, alokasi sumber dan implementasinya dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas serta percapaian tujuan pengelolaan.

Gambar 6. Bentuk segitiga pembangunan perikanan berkelanjutan (Charles 2001).

Keberlanjutan Ekologi

Keberlanjutan Sosial Ekonomi

Keberlanjutan Komunitas Keberlanjutan


(48)

Gambar 6 menjelaskan beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam pembangunan perikanan yang berkelanjutan seperti yang dikemukakan oleh Charles (2001) yang seharusnya mengakomodasi aspek diantaranya:

Ecological sustainability (keberlanjutan ekologi). Dalam pandangan ini memelihara keberlanjutan stok/biomass sehingga tidak melewati daya dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistem menjadi konsern utama.

Socioeconomic sustainability (keberlanjutan sosioekonomi). Konsep ini mengandung makna bahwa pembangunan perikanan harus memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pelaku perikanan baik pada tingkat individu. Dengan kata lain mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi merupakan konsern dalam keberlanjutan ini.

Community sustainability. Mengandung makna bahwa keberlanjutan kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat haruslah menjadi perhatian pembangunan periakanan yang berkelanjutan.

Institutional sustainability (keberlanjutan kelembagaan). Mengandung makna bahwa keberlanjutan kelembagaan yang memelihara aspek finansial dan administrasi yang sehat merupakan prasayaratdari ketiga pembangunan berkelanjutan diatas

Khususnya dalam bidang perikanan, konferensi dunia tentang pembangunan berkelanjutan (The World Summit on Sustainable Development) yang diselenggarakan di Johannesburg, Afrika Selatan, Agustus 2002 yang juga membahas tentang pembangunan berkelanjutan perikanan yang menargetkan bahwa stok ikan harus dapat dipulihkan ke tingkat yang berkelanjutan pada tahun 2015 untuk mencapai tujuan tangkapan maksimum lestari (maximum sustainable yield/MSY) (Garmendia et al. 2010; Satia 2003). Dalam pelaksanaannya di Indonesia pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengelola sumberdaya ikan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2004. Dalam undang-undang tersebut pemerintah diberi mandat dalam mengelola sumberdaya alam, khususnya sumberdaya ikan untuk kesejahteraan rakyat.

Nikijuluw (2002) menjelaskan bahwa keterlibatan pemerintah didalam pengelolaan sumberdaya ikan diwujudkan dalam tiga fungsi, yaitu:


(49)

25

(1) Fungsi alokasi, yang dijalankan melalui regulasi untuk membagi sumberdaya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

(2) Fungsi distribusi, dijalankan oleh pemerintah agar terwujud keadilan dan kewajaran sesuai pengorbanan dan biaya yang dipikul oleh setiap orang, disamping adanya keberpihakan pemerintah kepada mereka yang tersisih atau lebih lemah.

(3) Fungsi stabilisasi, ditujukan agar kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan tidak berpotensi menimbulkan instabilitas yang dapat merusak dan menghancurkan tatanan sosial ekonomi masyarakat.


(50)

(51)

(52)

dinas/instansi/lembaga terkait seperti: Dinas Pariwisata Provinsi/Kabupaten, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi/Kabupaten, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi/Kabupaten, Bappeda Propinsi/Kabupaten, Bakosurtanal, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan perguruan tinggi berupa laporan hasil-hasil studi dan penelitian yang sudah ada. Data tersebut meliputi kependudukan (Jumlah, kepadatan, struktur umur, pendidikan, agama, rasio kelamin), mata pencaharian, data penangkapan ikan, daerah penangkapan (fishing ground), biaya operasional dan harga ikan Tabel 3.

Tabel 3. Jenis data sosial ekonomi yang digunakan dalam penelitian Komponen Sosial Ekonomi Metode Pengumpulan Data Sumber Data

Komponen Sosial

Kependudukan Survey, Wawancara Kantor Desa Olele, Kecamatan dan BPS Kab. Bone Bone Bolango.

Mata Pencaharian Wawancara Bappeda dan BPS Kab. Bone

Bolango

Daerah Penangkapan Ikan Survey, Wawancara Nelayan dan Masyarakat

Komponen Ekonomi

Biaya Operasional Penangkapan Ikan

Wawancara Nelayan, Masyarakat

Harga Ikan Survey, wawancara Nelayan

Data Produksi Ikan Survey, wawancara Nelayan, TPI, DKP Kab.Bone Bolango

3.3. Analisis Data

3.3.1. Analisis Sintesis Emergy

Metode evaluasi emergy atau kadang-kadang disebut sintesis emergy, seluruh sistem dianggap melalui diagram, dimana aliran energi sumber daya dan informasi yang mendorong untuk analisis sistem (Gambar 7). Dengan evaluasi sistem yang kompleks menggunakan metode emergy, nilai ekonomi manusia dari lingkungan dan persoalan kebijakan publik serta pengelolaan suatu lingkungan atau kawasan yang terintegrasi dapat dianalisis. Sistem diagram digunakan untuk menunjukkan input yang dievaluasi dan dijumlahkan untuk mendapatkan emergy dari sebuah aliran yang dihasilkan atau yang tersimpan. Tujuan dari sistem


(53)

29

diagram adalah melakukan inventarisasi dengan benar dari proses penyimpanan dan arus yang penting "driver" dari sistem (semua arus yang masuk melintasi batas sistem) dan karena itu diperlukan untuk mengevaluasi (Brown and Ulgiati 2004b).

Gambar 8. Emergy berdasarkan indeks, nilai dari input lokal emergy terbarukan (R), lokal input yang tidak terbarukan (N), dan input yang diperoleh dari luar sistem (F) (Haden 2002; Brown and Ulgiati 2004a.b, Wang 2006).

Metodologi umum yang digunakan untuk melakukan analisis emergy terdiri dari mendefinisikan batas sistem dan menggunakan diagram sistem energi untuk menggambarkan fitur sistem, input dan output untuk dianalisis. Langkah berikutnya membuat sebuah tabel yang merangkum nilai-nilai emergy dari stok sistem dan arus. Stok dan arus dikonversi dari unit energi atau massa untuk unit setara dengan menggunakan koefisien emergy transformity. Keberlanjutan sistem ini kemudian dapat dievaluasi dengan menggunakan sejumlah indikator emergy (Voora dan Thrift 2010). Berikut adalah beberapa metode analisis sintesis emergy yang mengikuti format yang diberikan oleh Odum (1996) :

a) Batasan sistem spatial yang didefinisikan sebagai daerah yang digunakan untuk produksi secara keseluruhan dan untuk subsitem individu (bidang manajemen). Dimensi dari penelitian ini adalah satu tahun kalender.

b) Semua sumber utama energi utama dan sumber daya material yang mengalir dan yang tersimpan didalam diidentifikasi dan ditabelkan menggunakan


(54)

bahasa energi sistem dan kuantitas dicatat dan diubah menjadi unit energi (Joule), unit massa (gram) atau unit moneter.

c) Berbagai sumber daya yang mengalir entah itu diukur secara langsung atau diperkirakan dari catatan produksi, catatan keuangan dan data yang tersedia secara lokal. Untuk memperoleh nilai emergy dari arus sumber daya, jumlah ditabulasi dan dikalikan dengan transformasi yang sesuai dipilih dari literatur.

Tabel Evaluasi Emergy

Hasil analisis emergy disajikan dalam dua bentuk yaitu bentuk diagram dan tabel. Analisis menggunakan tabel merupakan data mentah aliran dan cadangan penyimpanan yang diubah menjadi unit emergy dan kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan aliran emergy total dalam sistem. Brown and Ulgiati (2004a) menjelaskan bahwa tabel evaluasi emergy adalah untuk evaluasi dari sebuah proses yang mewakili aliran energi per satuan waktu (biasanya per tahun). Keterangan dalam evaluasi menggunakan tabel mengikuti aturan format yang dikembangkan oleh Odum (2000) dan Brown dan Ulgiati (2004a) seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 4 terdiri dari:

 Kolom 1 merupakan item nomor baris yang menunjukkan catatan yang ditemukan atau merupakan data mentah perhitungan yang akan ditampilkan.

 Kolom 2 adalah nama dari input yang yang akan ditampilkan yang juga ditunjukkan pada diagram analisis.

 Kolom3 adalah data mentah dalam joule, gram, dolar atau unit lainnya.

 Kolom4 adalah tampilan satuan untuk setiap item (g, J, $, dll).

 Kolom 5 adalah emergy per unit yang digunakan untuk perhitungan, dinyatakan dalam joule emergy surya per unit. Kadang-kadang input dinyatakan dalam gram, jam, atau dolar, karena itu merupakan rasio konversi tepat digunakan (sej/jam;sej/g;sej/$)

 Kolom 6 adalah emergy surya dari aliran tertentu, dihitung sebagai masukan mentah kali transformity (kolom 3 kali kolom 5).

 Kolom 7 adalah nilai emdollar (emergy uang) dari barang yang diberikan untuk suatu tahun tertentu. Hal ini diperoleh dengan membagi emergy di Kolom 6 dengan rasio emergy untuk uang (EMR) untuk negara dan tahun


(55)

31

dipilih dalam evaluasi (unit sej/$). EMR dihitung secara independen. Nilai-nilai yang dihasilkan dalam kolom ini menyatakan jumlah aktivitas ekonomi yang dapat didukung oleh aliran emergy yang diberikan atau penyimpanan.

Tabel 4. Contoh tabel evaluasi emergy (Brown dan Ulgiati 2004a)

1 2 3 4 5 6 7

Catatan Item Data Unit

Emergy/ unit (sej/unit) Solar emergy (E+15 sej/year) em$ Value (1998 em$/year)

1. First

item

xx.x sej/year xxx.x xxx.x xxx.x

2. Second

item

xx.x g/year xxx.x xxx.x xxx.x

.. .. n.

O. Output xx.xx Sej or g/year

xxx.x

∑ xxx.x

Sumber : Brown dan Ulgiati (2004a)

Menghitung Nilai Emergy

Setelah tabel yang mengevaluasi semua masukan siap, nilai-nilai emergy unit produk dapat dihitung. Output atau produk (baris ''O'' dalam Tabel 4) dievaluasi pertama dalam unit energi, exergy, atau massa; kemudian masukan emergy dijumlahkan dan nilai unit emergy untuk produk dihitung dengan membagi emergy oleh unit output. Nilai-nilai satuan hasil yang berguna untuk evaluasi emergy lainnya. Jadi, adanya evaluasi emergy menghasilkan nilai emergy unit baru (Brown dan Ulgiati 2004a). Beberapa perbedaan yang dibuat untuk membedakan aliran energi sumber daya seperti yang dijelaskan oleh Ulgiati dan Brown (1998) (Lihat Gambar 8) diantaranya:

a) Aliran Terbarukan (R) adalah:

- aliran yang terbatas (tidak dapat meningkatkan tingkat dimana mereka mengalir melalui sistem)

- gratis (mereka yang tersedia tanpa biaya),

- tersedia secara lokal.


(56)

- stok terbatas (dapat ditingkatkan tingkat penarikan, tetapi jumlah yang tersedia adalah terbatas dalam skala waktu sistem tertentu)

- tidak selalu tersedia secara gratis terkadang ada biaya yang keluar ekploitasi aliran energi ini

- tersedia secara lokal

c) Aliran Umpan Balik (F) adalah: - stok terbatas (seperti diatas) - tidak pernah terbatas

- tidak pernah tersedia secara lokal selalu impor

Data aliran energi setelah ditabulasi dan disesuaikan selanjutnya ditransformasi. Sejumlah emergy berbasis rasio dan indeks dihitung. Hasil agregat dari indikator-indikator yang didapat akan sangat membantu dalam interpretasi dalam analisis. Indikator utama yang digunakan dalam analisis ini didefinisikan sebagai berikut (Ulgiati dan Brown 1998; Odum 1996) (Lihat Tabel 4 dan Gambar 8):

a) Perbandingan hasil emergy (EYR) adalah rasio dari emergy output (Y) dibagi dengan emergi input (F). Perbandingan hasil emergy dari setiap output yang dihasilkan adalah ukuran dari berapa banyak proses yang akan memberikan kontribusi terhadap perekonomian.

………... (1)

b) Rasio beban lingkungan (ELR) adalah rasio emergi tidak terbarukan (N) dan emergi impor (F) untuk emergy terbarukan (R). Ini merupakan indikator dari jumlah tekanan dari proses produksi pada lingkungan setempat.

………...… (2)

c) Indeks keberlanjutan emergy (ESI) merupakan ukuran hasil dan keberlanjutan yang mengasumsikan bahwa fungsi tujuan untuk keberlanjutan adalah untuk mendapatkan rasio hasil tertinggi pada beban lingkungan terendah.

………... (3)

3.3.2. Ecological Footprint (EF) Perikanan

Pendekatan EF perikanan secara statis dengan memperhitungkan kebutuhan produktivitas primer (primary production required/PPR) (Pauly and Christensen


(57)

33

1995). Secara teroritik Pauly dan Cristensen (1995) membagi sistem perairan menjadi 6 yaitu; 1) sistem perairan terbuka (open ocean system), 2) sistem pertukaran masa air (upwellings system), 3) paparan tropik (tropical shelves), 4) non paparan tropik (non tropical shelves), 5) pesisir/system terumbu (coastal/reef system), 6) sungai dan danau (freshwater system). Selanjutnya untuk produktifitas primer (primary production) dari masing-masing sistem perairan tersebut adalah 1) 103, 2) 973, 3) 310, 4) 310, 5) 890, 6) 290 gC/m2/th. Untuk menentukan kebutuhan produktifitas primer tiap jenis ikan dapat dihitung berdasarkan tabel referensi tiap kelompok ikan dannilai tengah trophic level (TL) serta dengan memperhatikan kode dari group spesies (species group) yang dikeluarkan oleh FAO. Pada perairan pesisir Kabupaten Bone Bolango secara umum ada dua sistem yaitu trophic system dan coastal system. Tropik level untuk kedua sistem tersebut dapa dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Tropik level berbagai kelompok spesies ikan di perairan pesisir Kabupaten Bone Bolango

Sistem Perairan Kode FAO Kelompok Spesies Trophic Level

Tropical shelves 24, 35 Small pelagics 2.8 31, 33, 39 Misc. Teleosteans 3.5

34, 37 Jacks, mackerels 3.3

36 Tunas, bonitos, billfishes 4.0

57 Squids, cuttlefishes, octopuses 3.2

45 Shrimps, prawns 2.7

42-44, 47, 77 Lobster, crabs and other invertebrates

2.6 38 Sharks, rays, chimaeras 3.6

Coastal and coral systems

52-56, 58 Bivalves and other molluscs 2.1 31, 39 Miscellaneous marine fishes 2.8

35 Herrings, sardines, anchovies 3.2

9 Seaweeds 1.0

34, 37 Jacks and mackerels 3.3

23-25 Diadromous fishes 2.8

43-45, 47 Shrimps, prawns 2.6 42, 74-77 Crustaceans and other invertebrates 2.4

72 Turtles 2.4


(1)

85

Lampiran 3. (Lanjutan)

Tahun 2010

Nama Lokal Nama Ilmiah TL Volume PPR Energi

(kJ/100 gr) PPRh PPR0 HANPP

Efisiensi Koloni (%)

Ambuasi Caranx sexfasciatus 2.8 198.0 1 388.25 414 819 802.80 5 747 339.97 4 927 537.17 16.64 Bubara Alepes vari 2.8 70.3 493.13 414 291 207.60 2 041 550.82 1 750 343.22 16.64 Cakalang Katsuwonus pelamis 4 159.4 17 711.11 444 707 736.00 78 637 333.33 77 929 597.33 0.91 Cumi-cumi Loligo spp 3.2 2 236.1 39 376.67 368 8 228 664.00 144 906 150.63 136 677 486.63 6.02 Deho Auxis thazard 4 312.5 34 716.67 444 1 387 278.00 154 142 000.00 152 754 722.00 0.91 Oci Restrelliger brachysoma 2.8 494.0 3 463.25 414 2 045 160.00 14 337 874.70 12 292 714.70 16.64 Layar Decapterus spp 2.8 110.0 771.17 414 455 400.00 3 192 644.16 2 737 244.16 16.64 Ladama Coryphaena hippurus 2.8 812.3 5 694.74 452 3 671 596.00 25 740 227.36 22 068 631.36 16.64 Marlugis Decapterus macrosoma 2.8 80.7 565.76 414 334 098.00 2 342 239.85 2 008 141.85 16.64 Sindaru Xiphias spp 4 302.4 33 600.00 791 2 391 984.00 265 776 000.00 263 384 016.00 0.91 Tenggiri Scomberomorus guttatus 4 82.4 9 155.56 791 651 784.00 72 420 444.44 71 768 660.44 0.91 Tuna Thunnus spp 4 2 149.3 238 815.56 444 9 543 069.60 1 060 341 066.67 1 050 797 997.07 0.91


(2)

Lampiran 3. (Lanjutan)

Kecamatan Kabila Bone (Regional)

Tahun 2007

Nama Lokal Nama Ilmiah TL Volume PPR

Energi (kJ/100 gr)

PPRh PPR0 HANPP

Efisiensi Koloni (%) Cakalang Katsuwonus pelamis 4 1 284.5 142 722.22 444 5 703 180.0 633 686 666.67 627 983 486.67 0.91 Suntung Loligo spp 3.2 1 434.0 25 252.98 368 5 277 193.6 92 930 980.13 87 653 786.53 6.02 Ikan Terbang Cypselurus spp 2.8 26.8 187.89 414 110 952.0 777 844.21 666 892.21 16.64 Ikan Batu Caranx sexfasciatus 2.8 997.7 6 994.51 414 4 130 478.0 28 957 282.56 24 826 804.56 16.64 Julung-julung Thylosurus spp and

Hemirhamphuss spp 2.8 20.2 141.61 414 83,628.0 586 285.56 502 657.56 16.64 Kembung Restrelliger brachysoma 2.8 1 016.9 7 129.12 414 4 209 966.0 29 514 544.09 25 304 578.09 16.64 Layang Decapterus spp 2.8 1 760.2 12 340.12 414 7 287 228.0 51 088 111.42 43 800 883.42 16.64 Madidihang Thunnus albacares 4 1 173.8 130 425.56 444 5 211 805.2 579 089 466.67 573 877 661.47 0.91 Selar Selaroides leptolepis 2.8 1 436.2 10 068.68 414 5 945 868.0 41 684 323.15 35 738 455.15 16.64 Tenggiri Scomberomorus guttatus 4 332.6 36 955.56 791 2 630 866.0 292 318 444.44 289 687 578.44 0.91 Tongkol Auxis thazard 4 2 569.7 285 522.22 477 12 257 469.0 1 361 941 000.00 1 349 683 531.00 0.91 Tuna Thunnus spp 4 2 138.7 237 633.33 444 9 495 828.0 1 055 092 000.00 1 045 596 172.00 0.91 JUMLAH 895 373.80 454 62 344 461,8 4 167 666 948.9 4 105 322 487.1 1.52


(3)

87

Lampiran 3. (Lanjutan)

Tahun 2008

Nama Lokal Nama Ilmiah TL Volume PPR

Energi (kJ/100 gr)

PPRh PPR0 HANPP

Efisiensi Koloni (%) Cakalang Katsuwonus pelamis 4 830.0 92 222.22 444 3 685 200.0 409 466 666.67 405 781 466.67 0.91 Cumi-cumi Loligo spp 3.2 1 240.2 21 840.36 368 4 564 046.4 80 372 511.88 75 808 465.48 6.02 Ikan Terbang Cypselurus spp 2.8 17.2 120.58 414 71 208.0 499 213.45 428 005.45 16.64 Ikan Kuwe Caranx sexfasciatus 2.8 925.0 6 484.84 414 3 829 500.0 26 847 235.01 23 017 735.01 16.64 Julung-julung Thylosurus spp and

Hemirhamphuss spp 2.8 12.9 90.44 414 53 406.0 374 410.09 321 004.09 16.64 Kembung Restrelliger brachysoma 2.8 981.3 6 879.82 414 4 062 747.6 28 482 449.30 24 419 701.70 16.64 Layang Decapterus spp 2.8 1 137.0 7 971.09 414 4 707 180.0 33 000 331.03 28 293 151.03 16.64 Madidihang Thunnus albacares 4 1 076.6 119 622.22 444 4 780 104.0 531 122 666.67 526 342 562.67 0.91 Selar Selaroides leptolepis 2.8 926.7 6 496.76 414 3 836 538.0 26 896 575.87 23 060 037.87 16.64 Tenggiri Scomberomorus guttatus 4 215.9 23 988.89 791 1 707 769.0 189 752 111.11 188 044 342.11 0.91 Tongkol Auxis thazard 4 830.0 92 222.22 477 3 959 100.0 439 900 000.00 435 940 900.00 0.91 Tuna Thunnus spp 4 2 127.0 236 333.33 444 9 443 880.0 1, 049 320 000.00 1 039 876 120.00 0.91


(4)

Lampiran 3. (Lanjutan)

Tahun 2009

Nama Lokal Nama Ilmiah TL Volume PPR

Energi (kJ/100 gr)

PPRh PPR0 HANPP

Efisiensi Koloni (%) Cakalang Katsuwonus pelamis 4 800.6 88 955.56 444 3 554 664 394 962 666.67 391 408 002.67 0.91

Cumi-cumi Loligo spp 3.2 1 515.1 26 680.80 368 5 575 568 98 185 330.75 92 609 762.75 6.02

Ikan Terbang Cypselurus spp 2.8 10.9 76.42 414 45 126 316 362.01 271 236.01 16.64

Ikan Kuwe Caranx sexfasciatus 2.8 625.0 4 381.86 414 2 587 624 18 140 894.37 15 553 270.17 16.64

Julung-julung Thylosurus spp and

Hemirhamphuss spp 2.8 11.3 79.22 414 46 782 327 971.63 281 189.63 16.64 Kembung Restrelliger brachysoma 2.8 1 224.0 8 581.02 414 5 067 360 35 525 422.32 30 458 062.32 16.64

Layang Decapterus spp 2.8 1 316.5 9 229.50 414 5 450 310 38 210 145.82 32 759 835.82 16.64

Madidihang Thunnus albacares 4 592.9 65 877.78 444 2 632 476 292 497 333.33 289 864 857.33 0.91

Selar Selaroides leptolepis 2.8 1 217.1 8 532.65 414 5 038 794 35 325 156.46 30 286 362.46 16.64

Tenggiri Scomberomorus guttatus 4 150.9 16 766.67 791 1 193 619 132 624 333.33 131 430 714.33 0.91

Tongkol Auxis thazard 4 1 020.7 113 411.11 477 4 868 739 540 971 000 536 102 261 0.91

Tuna Thunnus spp 4 2 113.0 234 780.00 444 9 381 808.8 1 042 423 200 1 033 041 391.20 0.91


(5)

89

Lampiran 3. (Lanjutan)

Tahun 2010

Nama Lokal Nama Ilmiah TL Volume PPR

Energi (kJ/100 gr)

PPRh PPR0 HANPP

Efisiensi Koloni (%) Cakalang Katsuwonus pelamis 4 1 552.2 172 466.67 444 6 891 768.0 765 752 000.00 758 860 232.00 0.91 Cumi-cumi Loligo spp 3.2 1 366.8 24 069.24 368 5 029 824.0 88 574 820.19 83 44 996.19 6.02 Ikan Terbang Cypselurus spp 2.8 11.3 79.22 414 46 782.0 327 971.63 281 189.63 16.64 Ikan Kuwe Caranx sexfasciatus 2.8 674.8 4 730.64 414 2 793 589.2 19 584 840.26 16 791 251.06 16.64 Julung-julung Thylosurus spp and

Hemirhamphuss spp 2.8 11.8 82.73 414 48 852.0 342 483.65 293 631.65 16.64 Kembung Restrelliger brachysoma 2.8 1 219.1 8 546.46 414 5 046 949.8 35 382 333.82 30 335 384.02 16.64 Layang Decapterus spp 2.8 1 293.0 9 064.75 414 5 353 020.0 37 528 080.93 32 175 060.93 16.64 Madidihang Thunnus albacares 4 561.1 62 344.44 444 2 491 284.0 276 809 333.33 274 318 049.33 0.91 Selar Selaroides leptolepis 2.8 1 322.0 9 268.06 414 5 473 080.0 38 369, 778.03 32 896 698.03 16.64 Tenggiri Scomberomorus guttatus 4 170.9 18 988.89 791 1 351 819.0 150 202 111.11 148 850 292.11 0.91 Tongkol Auxis thazard 4 1 052.6 116 955.56 477 5 020 902.0 557 878 000.00 552 857 098.00 0.91 Tuna Thunnus spp 4 1 987.5 220 827.78 444 8 824 278.0 980 475 333.33 971 651 055.33 0.91


(6)

Lampiran 4. Perhitungan evaluasi sintesis emergy produksi perikanan di KKLD

Olele.

Aliran Terbarukan ( R )

1 MATAHARI

Luas Area = 25 400 000 m2

Insolation = 1.77E+04 MJ/m2/yr

Albedo = 0.1

Energy (J) = (...m2 x MJ/m^2/yr x 4 yr x (1-albedo) x 1 000 000 J/MJ

1.62E+18 J/yr

Transformity = 1

2 ANGIN

Area = 25 400 000 m^2

Drag Coefficient = 1.00E-03

Kepadatan Udara = 1.32E+00 kg/m^3

Rata-rata Kecepatan angin per tahun = 1.75E+00 m/s

Energy (J) = (…m^2*0.001 x kg/m^3 x m/s x 3.14E7 s/yr)

Energy (J) = 1.84E+12 J/yr

Transformity = 2.45E+03 sej/J

Input yang dibeli (P)

3 PREMIUM

Konsumsi = 2.42E+05 liter

Energi (J) = (Liter/yr)*(energy/content)atau Net Calororific Value

(MJ/kg)

Energi (J) = (Liter/yr)*(44.80 MJ/kg= 3.32E+07 J/l)*rata-rata

konsumsi 4 tahun

= 8.02E+12 J

Transformity = 6.60E+04

4 MINYAK TANAH

Konsumsi = 6.05E+04

Energi (J) = (Liter/yr)*(energy/content)atau Net Calororific Value

(MJ/kg)

Energi (J) = (Liter/yr)*(43.75MJ/kg= 3.54E+07 J/l)*rata2 konsumsi

4 tahun

= 2.14E+12 J/yr

Transformity = 6.60E+04

5 ES

Pengunaan es batu = 7.29E+08 Gr

Energi (J) = (___gr*80 cal/gr*1000 cal/kcal*4186 J/kcal

Energi (J) = 2.44E+17 J

Waktu = 1000 hr

Energy Tenaga Kerja = 3.66E+13

Transformity = Energy tenaga kerja*1000/penggunaan es Batu

Transformity = 1.50E-01 sej/J

Tenaga Kerja (S)

6 TENAGA KERJA

Total jam per Orang Untuk Kegiatan

penangkapan = 2.50E+03 jam/th

Energi (J) = (___jam/th*3500kcal/hr)*(1000 hari(4 th)*(4186

J/kcal)

Energi (J) = 3.66E+13 J

Transformity = (__nilai penglran per orang)*PDRB rata-rata 4 tahun*5.35E+09 J/yr (metabolism)

Transformity = 9.31E+01

Produksi (J)

7 IKAN

Tangkapan ikan = 6.96E+03 kg

Energi (J) = (__ kg)*(1E+03 g/kg)*(5 kcal/g)*20 %*(4186 J/kcal)