58 Perubahan senyawa kimia berkhasiat dan aktivitas enzim karena enzim tertentu
dalam sel masih dapat bekerja dalam menguraikan senyawa aktif setelah sel mati dan selama bahan simplisia masih mengandung jumlah air tertentu Depkes,
1999. Penetapan kadar sari larut air untuk mengetahui kadar senyawa kimia bersifat polar yang terkandung di dalam simplisia pucuk daun labu siam yang
hasilnya diperoleh 33,45, sedangkan kadar sari larut dalam etanol dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa larut dalam etanol, baik senyawa polar maupun
non polar hasilnya adalah 9,96. Hasil penetapan kadar sari larut air dan etanol tidak dapat dibandingkan dengan kadar yang tertera pada monografi, karena
belum terdapat monografi. Kandungan sari larut air lebih tinggi daripada kadar sari larut etanol, ini berarti senyawa kimia yang larut di dalam air lebih banyak
dibandingkan larut etanol. Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa anorganik dalam simplisia, misalnya logam K, Ca, Na, Pb, Hg,
silika, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam asam, misalnya silikat.
Perhitungan hasil penetapan kadar dapat dilihat pada Lampiran 17, halaman 72 sampai 76.
4.3 Hasil Skrining Fitokimia
Hasil skrining fitokimia terhadap pucuk labu siam dapat diketahui bahwa pucuk labu siam mengandung senyawa-senyawa kimia seperti yang terlihat pada
Tabel 4.2.
Universitas Sumatera Utara
59
Tabel 4.2. Hasil skrining fitokimia dari simplisia pucuk labu siam No
Nama Senyawa Hasil
1. Alkaloid
- 2.
Flavonoid +
3. SteroidTriterpenoid
+ 4.
Tanin +
5. Glikosida
+ 6.
Saponin +
7. Antrakinon glikosida
-
Penentuan golongan senyawa kimia terhadap simplisia pucuk labu siam dilakukan untuk mendapatkan informasi golongan senyawa metabolit sekunder
yang terdapat di dalamnya. Serbuk simplisia pucuk labu siam yang ditambah dengan pereaksi Dragendorff memberikan endapan warna jingga kecoklatan,
dengan pereaksi Bouchardat tidak memberikan endapan warna kuning kecoklatan, dan dengan pereaksi Mayer tidak terbentuk endapan putih dan kekeruhan, ini
menunjukkan simplisia tidak mengandung alkaloid. Alkaloid dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau tiga dari pereaksi yang ditambahkan
Depkes, 1995. Skrining fitokimia terhadap flavonoid yakni dengan penambahan serbuk Mg, HCl p dan amil alkohol memberikan warna kuning pada lapisan amil
alkohol. Ini dianggap bahwa flavonoid positif pada pucuk labu siam Farnsworth, 1966.
Penambahan Liebermann-Burchard pada simplisia memberikan warna merah ungu menunjukkan adanya senyawa steroidtriterpenoid Harbone, 1978,
Universitas Sumatera Utara
60 sedangkan skrining pada tanin dengan penambahan FeCl
3
memberikan warna biru kehitaman menunjukan adanya tanin Farnsworth, 1966.
Skrining glikosida ditunjukkan dengan penambahan pereaksi Molish dan asam sulfat pekat dimana terbentuk cincin berwarna ungu. Pereaksi Molish
merupakan pereaksi umum yang digunakan untuk identifikasi karbohidrat, dalam hal ini adalah gula Depkes, 1995.
Skrining saponin menghasilkan busa yang stabil dengan tinggi busa 3 cm dan tidak hilang dengan penambahan HCl 2 N, sifat busa saponin disebabkan
adanya struktur amfifilik saponin mengakibatkan sifat fisika saponin sebagai surfaktan yang sifat ini sama seperti sabun dan deterjen, penambahan HCl 2 N
mengakibatkan kestabilan busa semakin lama sesuai dengan sifat sabun Depkes, 1995.
4.4 Hasil Ekstraksi Dan Fraksinasi Cair-Cair Senyawa Aktif Dari Ekstrak Etanol Dan Isolasi Senyawa Aktif
Hasil maserasi 300 g serbuk simplisia dengan 3000 ml etanol diperoleh 40,53 g ekstrak etanol, kemudian 20 g diekstraksi cair-cair dengan n-heksan
diperoleh fraksi n-heksan 6 g. KLT dengan fase gerak n-heksan:etilasetat perbandingan 80:20 merupakan fase gerak yang terbaik yaitu fase gerak dengan
noda yang lebih banyak digunakan untuk menentukan fase gerak pada kromatografi kolom. Kandungan kimia fraksi n-heksan 6 g dipisahkan secara
kromatografi cair vakum dengan menggunakan fase gerak secara landaian yaitu n-heksan:etilasetat dengan perbandingan 100:0, 95:5, 90:10, 85:15, 80:20, 75:25,
70:30, 65:35, 60:40, 55:45, 50:50, dan 100:0, 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80, 10:90, 0:100, kemudian fraksi 80:20 dipisahkan dengan
Universitas Sumatera Utara
61 kromatografi kolom secara isokratik dengan fase gerak n-heksan:etilasetat 80:20
sehingga diperoleh 85 vial. Masing-masing fraksi dikromatografi lapis tipis dengan fase gerak n-heksan:etilasetat 80:20 dengan penampak bercak
Lieberman-Burchard. Kromatogram yang baik terdapat pada fraksi 10-14. Pada fraksi 10-14 dilakukan kromatografi lapis tipis preparatif, dengan fase
gerak n-heksan:etilasetat 80:20, fase diam silika gel GF
254
dan penampak bercak Liebermann-Burchard. Hasil kromatografi lapis tipis preparatif yang berwarna
merah ungu ada 2 pita, masing-masing dikerok dan direndam selama satu malam dalam metanol kemudian disaring dan diuapkan, selanjutnya dicuci dengan
metanol dingin sehingga diperoleh kristal yang berwarna putih yang berupa isolat murni. Terhadap isolat dilakukan KLT dua arah dengan fase gerak I
n-heksan:etilasetat 80:20 dan fase gerak II toluen:etilasetat 90:10. Isolat menunjukkan satu noda warna merah ungu harga Rf 0,35 dengan fase gerak II
bukti bahwa adanya triterpenoid. Kristal diidentifikasi dengan spektrofotometer sinar ultraviolet UV dan
spektrofotometri sinar infrared IR. Hasil spektrofotometer sinar UV memberikan panjang gelombang maksimum 207,5 nm menunjukkan adanya gugus kromofor.
. Hasil spektrofotometer sinar infrared IR pada bilangan gelombang 3414
cm
-1
menunjukkan adanya gugus -OH alkoholfenol, yang dikuatkan dengan serapan C-O pada bilangan gelombang 1060,85 cm
-1
, pada bilangan gelombang 2924,09 cm
-1
menunjukkan adanya gugus C-H alifatis karena berada disebelah kanan dari bilangan gelombang 3000 cm
-1
, yang diperkuat oleh puncak pada bilangan gelombang 1448,54 cm
-1
menunjukkan adanya gugus metilen CH
2
, dan puncak pada bilangan gelombang 1379,10 cm
-1
menunjukkan adanya gugus metil
Universitas Sumatera Utara
62 CH
3
. Adanya puncak tajam pada bilangan gelombang 1710,86 cm
-1
menunjukkan adanya gugus C=O yang diduga berasal dari senyawa ester karena diperkuat oleh puncak pada bilangan gelombang 1060,85 cm
-1
menunjukkan ikatan C-O, pada bilangan gelombang 1641,42 cm
-1
menunjukkan adanya gugus C=C, dicocokkan dengan melihat CH-alifatis pada bilangan gelombang 2924,09
cm
-1
yang berada di sebelah kanan dari bilangan gelombang 3000 cm
-1
, dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil spektrofotometer infrared No
Bilangan Gelombang cm
-1
Gugus Fungsi
1. 3414
-OH 2.
2924,09 C-H alifatis
3. 1060,85
C-O 4.
1710,86 C=O
5. 1641,42
C=C 6.
1448,54 -CH
2
7. 1379,10
-CH
3
Universitas Sumatera Utara
63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN