40
BAB III METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pembuatan simplisia,
pemeriksaan karakterisasi simplisia, skrining fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak etanol, ekstraksi cair-cair, kromatografi lapis tipis, kromatografi cair
vakum, kromatografi kolom, KLT preparatif, KLT dua arah, uji kemurnian isolat dan karakterisasi isolat secara spektrofotometri UV dan spektrofotometri IR.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
5.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, cawan penguap, spatula, blender Panasonic, eksikator,
seperangkat alat destilasi, seperangkat alat kromatografi cair vakum, seperangkat alat kromatografi kolom, chamber, plat KLT dan plat kaca KLT preparatif, pipet
kapiler, spray kromatografi, oven listrik Stork, tanur, elektromantel EM 2000, hair dryer Maspion, neraca analitik Vibra AJ, neraca kasar Saherand,
penangas air Yenaco, rotary evaporator Boeci 461, lemari pengering, mikroskop, objek glass, deck glass, lampu spiritus, spektrofotometer UV-Vis
Shimadzu dan spektrofometer IR IR-Prestige 21.
Universitas Sumatera Utara
41
5.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pucuk labu siam Sechium edule Jacq. Sw. Semua bahan yang digunakan kecuali
dinyatakan lain adalah berkualitas proanalisa yaitu n-heksan proanalisis Merk, metanol Merk, benzen, etilasetat, etanol, toluen, asam asetat anhidrida, asam
sulfat pekat, asam klorida pekat, kalium bromida, plat pra lapis silika gel GF
254
, silika gel 60H, metanol, n-heksan hasil destilasi dan air suling.
3.3 Pembuatan Pereaksi 3.3.1 Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida P dilarutkan dalam air secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium P kemudian ditambahkan air hingga 100 ml Depkes,
1995. 3.3.2 Pereaksi Mayer
Larutan raksa II klorida P 2,266 bv sebanyak 60 ml dicampur dengan 10 ml larutan kalium iodida P 50 bv, kemudian ditambahkan air secukupnya
hingga 100 ml Depkes, 1995.
3.3.3 Pereaksi Dragendorff
Larutan bismut nitrat P 40 bv dalam asam nitrat P sebanyak 20 ml dicampur dengan 50 ml kalium iodida P 54,4 bv, didiamkan sampai memisah
sempurna. Lalu diambil lapisan jernih dan diencerkan dengan air secukupnya
hingga 100 ml Depkes, 1995.
Universitas Sumatera Utara
42
3.3.4 Pereaksi Molish
Sebanyak 3 g α-naftol P, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga
diperoleh larutan 100 ml Depkes, 1995. 3.3.5 Larutan Asam Klorida 2 N
Larutan asam klorida pekat sebanyak 17 ml ditambahkan air suling
sampai 100 ml Depkes, 1995. 3.3.6 Larutan Asam Sulfat 2 N
Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,8 ml ditambahkan air suling
sampai 100 ml Depkes, 1995. 3.3.7 Larutan Asam Nitrat 0,5 N
Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga
volume 100 ml Depkes, 1995. 3.3.8 Larutan Timbal II Asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal II asetat P dilarutkan dalam air bebas karbon
dioksida hingga 100 ml Depkes, 1995. 3.3.9 Larutan Besi III Klorida 1 bv
Sebanyak 1 g besi III klorida dilarutkan dalam air secukupnya hingga
100 ml Depkes, 1995. 3.3.10 Larutan Pereaksi Kloralhidrat
Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 71,43
ml air suling Depkes, 1995. 3.3.10.1 Larutan Pereaksi Liebermann-Burchard
Asam sulfat pekat sebanyak 5 ml dicampurkan dalam 50 ml etanol 96,
lalu ditambahkan 5 ml asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut.
Universitas Sumatera Utara
43
3.3.11 Larutan Floroglusin HCl
Larutan floroglusin P 1 bv dalam etanol 90, kemudian ditambahkan 3 ml HCl pekat Depkes, 1995.
3.4 Pengumpulan Bahan Tumbuhan, Identifikasi Tumbuhan dan Pembuatan Simplisia
3.4.1 Pengumpulan bahan tumbuhan
Metode pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan bahan tumbuhan yang sama dari daerah lain.
Bahan yang digunakan adalah pucuk labu siam segar yang diambil dari Pasar Sore Jalan Jamin Ginting, Medan, Provinsi Sumatera Utara.
3.4.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI
Bogor, Jl. Raya Jakarta-Bogor. Provinsi Jawa Barat. Identifikasi tumbuhan pucuk labu siam Sechium edule Jacq. Sw. dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 52.
3.4.3 Pembuatan simplisia
Pucuk labu siam dibersihkan dari kotoran dengan cara mencuci di bawah air mengalir hingga bersih dan ditiriskan, kemudian dirajang dengan pisau
stainlees dan dikeringkan dalam rak pengering selama 5 hari. Sampel dianggap kering apabila sudah rapuh, selanjutnya sampel diserbuk dengan menggunakan
blender.
Universitas Sumatera Utara
44
3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut
dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam Depkes, 1989.
3.5.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, bau, rasa dan warna dari herba serta serbuk simplisia pucuk labu siam Sechium edule
Jacq. Sw.. Pemeriksaan makroskopik pucuk labu siam Sechium edule Jacq. Sw. dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 54 sampai 55.
3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dan daun segar pucuk labu siam dilakukan dengan cara sampel diletakkan di atas kaca objek yang telah
diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati dibawah mikroskop. Batang segar dari pucuk labu siam dilakukan dengan
cara sampel diletakkan pada kaca objek kemudian ditetesi dengan larutan flurogusinol HCl dan diamati dibawah mikroskop. Pemeriksaan mikroskopik
pucuk labu siam Sechium edule Jacq. Sw. dapat dilihat pada Lampiran 4,
halaman 56 sampai 58. 3.5.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi destilasi toluen. Prosedur kerja:
Universitas Sumatera Utara
45 1.
Penjenuhan toluen Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas
bulat, didestilasi selama 2 jam, kemudiaan toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml WHO,
1992. 2.
Penetapan kadar air simplisia Sebanyak 5 g simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan
kedalam labu alas bulat berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes
perdetik sampai bagian air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung penerima dibiarkan
dingin sampai suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempurna volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa.
Kadar air yang dihitung dalam persen WHO, 1992. Perhitungan penetapan kadar air dari simplisia pucuk labu siam Sechii edulei herba dapat dilihat pada
Lampiran 17, halaman 72.
3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebanyak 5 g simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air- kloroform 2,5 ml kloroform dalam air sampai 1 L dalam labu bersumbat sambil
dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering, dalam cawan dangkal berdasar rata
yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105 ℃ sampai bobot tetap. Kadar
sari larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1989.
Universitas Sumatera Utara
46 Pehitungan hasil penetapan kadar sari yang larut dalam air dapat dilihat pada
Lampiran 17, halaman 72 sampai 73.
3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dalam labu tersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,
kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal
berdasar rata yang telah ditara dan dipanaskan pada suhu 105 ℃ sampai bobot
tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1989. Pehitungan hasil penetapan kadar sari yang larut
dalam etanol dapat dilihat pada Lampiran 17, halaman 74.
3.5.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan
dan dipijarkan pada suhu 600 ℃ sampai arang habis, kemudian didinginkan dan
ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan WHO, 1992. Perhitungan hasil penetapan kadar abu total
dapat dilihat pada Lampiran 17, halaman 75.
3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total, dididihkan dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam
asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, kemudian dicuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan pada suhu 600
℃ sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu tidak larut dalam
Universitas Sumatera Utara
47 asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan WHO, 1992. Pehitungan hasil
penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam dapat dilihat pada Lampiran 17, halaman 75 sampai 76.
3.6 Skrining Fitokimia 3.6.1 Pemeriksaan alkaloida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut : a.
Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer b.
Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat c.
Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendrof Alkaloida dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau
tiga dari percobaan di atas Depkes, 1995.
3.6.2 Pemeriksaan flavonoid
Sebanyak 10 g serbuk simplisia kemudian ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang
diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif
jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol Farnsworth, 1966.
3.6.3 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml
Universitas Sumatera Utara
48 larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi III klorida. Terjadi
warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin Farnsworth, 1966.
3.6.4 Pemeriksaan glikosida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 96 dan 3 bagian volume air suling 7:3,
direfluk selama 10 menit didinginkan dan disaring, pada 20 ml filtrat tambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M, dikocok, diamkan selama 5 menit
lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, setiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform P dan 2 bagian volume isopropanolol P, pada sari yang
dikumpukan tambahkan natrium sulfat anhidrida P, disaring dan uapkan pada suhu tidak lebih dari 50
℃. Larutkan sisa dengan 2 ml metanol P, dimasukkan 0,1 ml larutan dalam tabung reaksi, uapkan di atas penangas air, pada sisa tambahkan
2 ml air dan 5 tetes Molish, ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat P, bila terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan
gula reaksi Molish Depkes, 1995.
3.6.5 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik, terbentuk buih atau busa tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm, pada penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2 N apabila buih tidak hilang
menunjukkan adanya saponin Depkes, 1995.
3.6.6 Pemeriksaan steroidtriterpenoid
Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap, pada sisa ditambahkan 2 tetes
Universitas Sumatera Utara
49 asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat, apabila timbul warna ungu
atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya steroidtriterpenoid Harbone, 1987.
3.6.7 Pemeriksaan glikosida antrakuinon
Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia dicampur dengan 5 ml asam sulfat 2 N, didihkan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan
didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring. Lapisan benzen dikocok dengan 2 ml NaOH 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah menunjukan
adanya glikosida antrakuinon Depkes, 1979.
3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol dan Ekstraksi Cair-cair Ekstrak Etanol 3.7.1 Pembuatan ekstrak etanol
Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 96.
Cara kerja:
Sebanyak 300 g serbuk simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan 2250 ml etanol 96
ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari campuran tersebut diserkai, maka ampas diperas. Ampas
ditambah etanol 96 secukupnya diaduk dan diserkai, sehingga seluruh sari diperoleh 3000 ml. Bejana ditutup dan dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari
cahaya selama 2 hari, kemudian endapan dipisahkan. Maserat diuapkan dengan alat rotary evaporator pada suhu 40
℃ sampai diperoleh ekstrak kental kemudian ekstrak dikeringkan dengan freeze dryer pada suhu 40
℃ Depkes, 1986. Bagan pembuatan ekstrak etanol dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 60.
Universitas Sumatera Utara
50
3.7.2 Ekstraksi cair-cair ekstrak etanol
Ekstraksi cair-cair ekstak etanol dengan pelarut n-heksan. Cara kerja:
Ekstrak etanol ditambahkan 40 ml etanol, lalu dilarutkan dengan air panas sebanyak 100 ml, lalu dimasukkan ke dalam corong pisah, difraksinasi dengan
n-heksan sebanyak 100 ml, dilakukan tiga kali, diperoleh fraksi n-heksan dan fraksi air. Fraksi n-heksan dipekatkan. Bagan ekstraksi cair-cair ekstrak etanol
dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 61.
3.8 Analisis Fraksi n-Heksan Secara KLT
Analisis dengan kromatografi lapis tipis KLT berguna untuk mendapatkan fase gerak yang terbaik. Fase gerak yang terbaik adalah fase gerak
yang dapat menghasilkan bercak paling banyak yang digunakan untuk fase gerak pada kromatografi kolom.
Terhadap fraksi n-heksan dilakukan analisis secara KLT menggunakan fase diam silika gel GF
254
dan fase gerak campuran n-heksan:etilasetat dengan perbandingan 100:0, 90:10, 80:20, 70:30, dan 60:40, sebagai penampak
bercak digunakan pereaksi Liebermann-Burchard.
Cara kerja: Ekstrak dilarutkan dalam n-heksan, ditotolkan pada plat lapis tipis,
kemudian dimasukan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan uap fase gerak. Setelah pengembangan selesai plat dikeluarkan dan dikeringkan, plat disemprot
dengan penampak bercak Liebermann-Burchard dan dipanaskan di oven pada suhu 110
℃ selama 10 menit Gritter, 1991. Lalu diamati warna yang terbentuk
Universitas Sumatera Utara
51 dan dihitung harga Rf pada semua bercak. Fase gerak yang menghasilkan noda
bercak paling banyak adalah fase gerak yang terbaik. Kromatogram dan harga Rf dari fraksi n-heksan pucuk labu siam Sechium edule Jacq. Sw. dapat dilihat
pada Lampiran 9, halaman 64.
3.9 Pemisahan Ekstrak n-Heksan Dengan KCV