Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
harus mampu membentuk kepribadian bangsa melalui anak didik yang religius, berakhlak mulia, cendekia, mandiri, dan demokratis.
Penyelenggaraan pendidikan karakter bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Pendidikan karakter telah menjadi program
pendidikan nasional terutama dalam Kementrian Pendidikan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu II dan kembali disuarakan oleh Menteri Pendidikan Anies
Baswedan dalam Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Kerja. Di sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada dan Inggris,
pendidikan karakter seseungguhnya telah menjadi program kurikuler yang telah dipraktikkan dalam setiap lembaga pendidikan mulai tingkat dasar sampai
perguruan tinggi. Program pendidikan karakter telah menjadi kepedulian yang tinggi bagi masyarakat Amerika Serikat. Implementasinya ditangani oleh
berbagai lembaga, beberapa diantaranya adalah Character Counts yang mewajibkan enam kebajikan yang harus diberikan kepada siswa, The School for
Ethical Education SEE, Character Education Partnership CEP, Institut for Global Ethics Samani Hariyanto, 2013: 25. Lembaga tersebut memberikan
pelatihan, lokakarya dan konferensi, serta penerbitan buku-buku dan jurnal- jurnal tentang pendidikan karakter.
Secara akademis, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan
akhlak yang tujuannya mengembangkan kemampuan siswa untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik , dan mewujudkan kebaikan
itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Karena itu, “muatan
pendidikan karakter secara psikologis mencakup dimensi moral knowing, moral feeling, dan moral acting
” Lickona, 1991: 21. Menurut Lickona, karakter mulia good character meliputi pengetahuan tentang kebaikan moral
knowing, lalu menimbulkan komitmen niat terhadap kebaikan moral feeling, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan moral acting. Dengan
kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan cognitives, sikap attitudes, dan motivasi motivations, serta perilaku behaviors dan
keterampilan skills. Secara praktis, pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai kebaikan kepada siswa di lingkungan sekolah dengan meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik dalam berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa YME, sesama manusia, lingkungan, maupun nusa dan bangsa.
Pendidikan karakter dapat menjadi salah satu obat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit sosial karena pendidikan karakter yang diterapkan
dalam sebuah lembaga pendidikan dapat dijadikan sebagai sarana pembudayaan dan pemanusiaan. Berdasarkan hal tersebut, maka pendidikan karakter perlu
diberlakukan untuk di negeri ini, salah satu caranya yaitu dengan mengoptimalkan peran sekolah. Pihak sekolah bekerja sama dengan keluarga,
masyarakat, dan elemen bangsa yang lain demi menyukseskan agenda besar menanamkan karakter kepada peserta didik sebagai calon penerus bangsa di
masa yang akan datang. Proses belajar yang tidak menyentuh karakter bukanlah disebut sebagai pendidikan. Maka tumbuhkan karakter baik pada anak-anak
dengan tiga strategi pengembangan karakter dan perilaku. Strategi itu adalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keteladanan, pembiasaan rutinitas, dan disiplin. Menurut Mendikbud, menumbuhkan karakter bukan melalui lisan melainkan perbuatan. Mendikbud
mencontohkan, jika orang tua ingin anaknya mematuhi rambu lalu lintas, maka orang tua juga harus melakukannya dalam kehidupan sehari-haru dengan tidak
melanggar peraturan selama di jalan raya. www.kemdikbud.go.id
, diakses tanggal 8122015.
Pendidikan karakter yang secara sistematis diterapkan dalam pendidikan dasar dan menengah merupakan sebuah daya tawar berharga bagi seluruh
komunitas. Para siswa mendapatkan keuntungan dengan memperoleh perilaku dan kebiasaan positif yang mampu meningkatkan rasa percaya dalam diri
mereka, membuat hidup mereka lebih bahagia dan lebih produktif. Tugas-tugas guru menjadi lebih ringan dan lebih memberikan kepuasan ketika para siswa
memiliki disiplin yang lebih besar di dalam kelas. Orang tua bergembira ketika anak-anak mereka belajar untuk menjadi lebih sopan, memiliki rasa hormat dan
produktif. Para pengelola sekolah akan menyaksikan berbagai macam perbaikan dalam hal disiplin, kehadiran, pengenalan nilai-nilai moral bagi siswa maupun
guru, demikian juga berkurangnya tindakan vandalisme di sekolah. Koesoema, 2010: 116
Untuk membentuk karakter siswa, tidak harus melalui satu mata pelajaran tersendiri, melainkan dapat diintegrasikan kedalam setiap mata pelajaran,
termasuk mata pelajaran matematika. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan oleh Akhmad Sudrajat 2010 bahwa pendidikan karakter dapat diintegrasikan
dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada tataran internalisasi dan pengamalan nyata
dalam kehidupan siswa sehari-hari di masyarakat. Agus Prabowo dan Pramono Sidi 2010 juga menekankan bahwa
pembelajaran matematika tidak sekedar mengajarkan materi matematika, tetapi juga mendidik untuk membangun dan memahat karakter. Pembelajaran
matematika dijadikan media dan wahana untuk pembentukan karakter, sehingga pembelajaran matematika tidak hanya untuk mendukung pengembangan ranah
kognitif saja tetapi juga untuk mengembangkan ranah afektif dan psikomotor. Matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya dapat digunakan
untuk mencerdaskan siswa saja, tetapi juga mempunyai potensi untuk membentuk karakter siswa. Oleh banyak kalangan, pelajaran matematika
diyakini memiliki nilai-nilai tertentu yang amat penting dalam membentuk dan mengembangkan karakter siswa. Namun sayang, dalam pelaksanaan
pembelajaran matematika sehari-hari, sekolah lebih sibuk dengan aspek kognitif saja, sehingga aspek yang lebih mendasar, yaitu pembentukan dan
pengembangan karakter siswa kurang tersentuh. Perlu upaya lebih serius untuk memberdayakan pembelajaran
matematika, sehingga potensi mata pelajaran matematika dalam pembentukan dan pengembangan karakter siswa dapat lebih tampak eksplisit, tidak hanya by
chance, tetapi by design. Dengan demikian kontribusi pendidikan matematika PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam pembentukan karakter siswa dapat benar-benar dirasakan dan diwujudkan.
Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika menyatakan bahwa pembelajaran matematika SMA bertujuan agar
para siswa SMA: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam memelajari matematika
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Karakteristik mata pelajaran matematika antara lain adalah menuntut
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan inovatif serta menekankan pada penguasaan konsep dan algoritma disamping pemecahan
masalah. Menurut Soedjadi “nilai-nilai yang terkandung dalam matematika meliputi kesepakatan, kebebasan, konsisten
dan kesemestaan” Suyitno, 2004:23. Karakteristik mata pelajaran matematika dan nilai-nilai yang
terkandung dalam matematika tersebut dapat ditumbuhkan pada proses pembelajaran den
gan pemilihan metode dan materi yang tepat. “Ciri umum matematika yaitu: 1 Objek matematika adalah abstrak; 2 Matematika
menggunakan simbol-simbol yang kosong dari arti; 3 Berpikir matematika dilandasi aksioma; dan 4 Cara menalarnya adalah deduktif
” Hudojo dalam Juhartutik, 2012: 18.
Atas dasar amanat pendidikan dan tujuan pendidikan nasional, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang studi kasus pendidikan
karakter melalui proses pembelajaran matematika khususnya di SMA Negeri 10 Yogyakarta. SMA tersebut merupakan salah satu sekolah negeri di Yogyakarta
yang sudah melaksanakan pendidikan karakter atau membangun karakter sekitar tiga tahun ini, seperti membangun budaya sekolah itu sendiri bahkan
dalam sebagian mata pelajaran. Sudah lama ini sekolah tersebut menerapkan pendidikan karakter bahkan bukan hanya pada pembelajarannya tetapi juga
budaya sekolah seperti menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum pelajaran dimulai dan lagu kebangsaan setelah selesai pelajaran.
Sehingga didasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik mengambil judul skripsi mengenai “PENDIDIKAN KARAKTER
PADA PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS X SMA NEGERI NEGERI 10 YOGYAKARTA.”