Hubungan ADL Activity of Daily Living dengan Gejala Depresi pada

bahwa pemenuhan kebutuhan hidup tidak harus dengan pemberian materi. Masih banyak dukungan yang dapat membuat lansia menjadi senang selain materi seperti perhatian, nasehat, empati, dan simpati.

5.3 Hubungan ADL Activity of Daily Living dengan Gejala Depresi pada

Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Status Activity Daily of Living ADL adalah kegiatan dasar dalam kehidupan seperti makanminum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur dan buang air. Diperoleh distribusi responden berdasarkan kegiatan dasar kehidupan sehari-hari pada lansia yaitu yang Activity Daily of Living ADL dengan bantuan 54,4 dan 45,6 yang Activity Daily of Living ADL mandiri. ADL pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Binjai Medan banyak lansia yang memakan makanan yang telah disiapkan 89,4, sedangkan lansia yang tergantung adalah melakukan aktivitas di waktu luang kegiatan keagamaan, sosial, rekreasi, olah raga dan hobi 65,6, melakukan pekerjaan rumah seperti merapihkan tempat tidur, mencuci pakaian, dan membersihkan ruangan 63,1. Lansia yang tidak depresi lebih banyak Activity Daily of Living ADL mandiri sebesar 67,1 dibandingkan dengan Activity Daily of Living ADL dengan bantuan sebesar 32,2, sedangkan yang depresi lebih banyak pada ADL dengan bantuan sebesar 67,8 dibanding yang Activity Daily of Living ADL mandiri sebesar 32,9. Hasil statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara Activity Daily of Living ADL dengan gejala depresi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Keluarga Wilayah Binjai Medan dengan nilai p= Universitas Sumatera Utara 0,001. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suardana 2011 yang menyatakan ada hubungan yang sangat signifikan antara status Activity Daily of Living ADL dan kejadan depresi. Activity Daily of Living ADL berpengaruh terhadap gejala depresi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan dengan nilai p=0,001 p0,05. Hasil analisis menunjukkan bahwa Activity Daily of Living ADL memiliki nilai OR = 4,416 artinya bahwa lansia yang memiliki Activity Daily of Living ADL dengan bantuan berpeluang untuk depresi sebesar 4 kali lebih besar dibanding dengan lansia yang Activity Daily of Living ADL mandiri. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang ditemukan oleh Robert 2000 yang mengatakan ada hubungan antara Activity Daily of Living ADL yang kurang dengan depresi, dimana lansia yang Activity Daily of Living ADL bermasalah berisiko menderita depresi 3,09 kali. Penelitian yang dilakukan Strawbridge 2002 menemukan bahwa lansia yang Activity Daily of Living ADL kurang berpeluang mengalami depresi 4,94 kali dibanding yang Activity Daily of Living ADL baik. Keterbatasan Activity Daily of Living ADL merupakan stresor fisik yang berdampak pada terjadinya masalah psikologis. Lansia yang Activity Daily of Living ADL terganggu senantiasa akan ketergantungan dengan orang disekitarnya kondisi ini merupakan faktor yang sangat kuat memengaruhi terjadinya depresi. Gangguan Activity Daily of Living ADL yang ditemukan pada lansia di UPT Pelayanan Sosial, sebagian besar dalam bentuk keterbatasan dalam berpindah sehingga membutuhkan bantuan seperti tongkat dan alat bantu lainnya, sebagai Universitas Sumatera Utara dampak memiliki penyakit kronis, baik pada sendi, tulang, penglihatan, pernafasan maupun kardiovaskuler. Gangguan berpindah menyebabkan lansia sangat tergantung dalam melakukan Activity Daily of Living ADL lainnya. Kondisi ini merupakan stresor kronis yang merupakan risiko terjadinya depresi. Menurut Zaskia 2012 bahwa berdasarkan hubungan jenis kelamin dengan kemandirian dalam Activity Daily of Living ADL. Lansia laki-laki memiliki tingkat ketergantungan lebih besar dibandingkan wanita, dan ini akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kehidupan dalam susunan keluarga family living arrangement dapat dilihat bahwa wanita lebih banyak yang mandiri. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa lebih banyak perempuan yaitu sebanyak 90 orang yang tinggal di UPT. Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan kebanyakan responden laki-laki yang tidak mandiri terjadi karena responden laki-laki yang tidak terbiasa dengan pekerjaan rumah. Hal ini dipengaruhi oleh tradisi daerah setempat, dimana laki-laki hanya bertugas mencari uang sedangkan untuk pekerjaan yang menyangkut mengurus rumah dan keluarga adalah tanggung jawab istri sebagai ibu rumah tangga. Penelitian menurut Prihastuti 2001, tentang Sebaran Penduduk Lansia di Indonesia bahwa pertumbuhan penduduk lansia perempuan pada tahun 2015-2020 lebih rendah dibandingkan dengan lainnya karena dipengaruhi oleh migrasi dan kematian. Responden perempuan lebih mudah bermigrasi dari pada responden laki- laki. Stanley 2007 mengemukakan bahwa apabila lansia melakukan aktivitas fisik yang dilakukan di luar rumah, dapat meningkatkan sikap, mengurangi stres dan Universitas Sumatera Utara kesepian, menjadikan tidur lebih baik dan mencegah perasaan depresi. Namun pendapat tersebut tidak ditemukan pada penelitian lain, lansia lebih memilih untuk berdiam di dalam UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan dibandingkan untuk melakukan aktivitas diluar rumah. Oleh karena itu sebiknya lansia melakukan beberapa aktivitas untuk mengurangi stress, kesepian dan mencegah perasaan depresi dengan melakukan hal-hal yang telah diprogramkan oleh UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan seperti berkebun, kerajinan tangan, beternak, dan lain-lain. Dalam mengisi waktu luang lansia ini pihak petugas kesehatan di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan sebaiknya melakukan pendekatan dengan lansia agar dapat terlaksana dengan baik. Pada masa lansia dalam melakukan kegiatan sehari-hari mengalami keterbatasan dikarenakan kemampuan fisik dan psikologis oleh karena itu untuk meningkatkan solidaritas sesama lansia dalam panti maka petugas UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan melakukan program-program seperti melakuakan permainan khusus pada lansia. 5.4 Hubungan Status Mental Emosional dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh distribusi status mental emosional pada lansia yaitu 59,4 yang mengalami status mental emosional dan 40,6 yang tidak ada status mental emosional. Hal ini diduku ng karena status mental emosional pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Binjai Medan banyak lansia yang mengalami sukar tidur 53,1, kemudian lansia juga tidak cenderung mengurung diri di dalam kamar 83,1. Universitas Sumatera Utara Hasil uji analisis menunjukkan ada hubungan antara status mental emosional dengan gejala depresi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Keluarga Wilayah Binjai Medan dengan nilai p= 0,030. Kemunduran psikologis pada lanjut usia juga terjadi yaitu ketidakmampuan untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya, antara lain : sindroma lepas jabatan, sedih yang berkepanjangan Depkes RI, 2001. Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal ini dikenal apa yang disebut disengagement theory, yaitu berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama lain. Dulu hal ini diduga dapat mensukseskan proses menua. Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat sekarang, yang justru menganjurkan masih tetap ada social involvement keterlibatan sosial yang dianggap lebih penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri menyambut hal ini secara positif. Contoh yang dapat dikemukakan umpama dalam bidang pendidikan, yang masih tetap ditingkatkan pada usia lanjut ini untuk menaikkan intelegensi dan memperluas wawasannya. Aktivitas mental juga sama pentingnya dengan aktivitas fisik dalam mencapai penuaan yang sukses. Banyak aktivitas yang dapat dilakukan oleh lansia akan menolong pikiran mereka untuk tetap aktif dan membantu mereka mengembangkan intelektualnya lebih jauh lagi. Bahkan bukti menunjukkan bahwa lansia yang Universitas Sumatera Utara mendapatkan lebih banyak edukasi dan stimulasi mental memiliki kemungkinan lebih kecil untuk menderita demensia. Salah satu komponen yang sangat menguntungkan dari program kesehatan mental adalah olahraga. Dengan melakukan beberapa bentuk aktivitas olahraga selama 20 menit, tiga atau empat kali per minggu, dengan periode pemanasan dan pendinginan lansia dapat mengharapkan kemungkinan yang lebih besar untuk menjalani tahun-tahun selanjutnya dengan kondisi kesehatan yang baik. 5.5 Hubungan Masalah Kesehatan Kronik dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi masalah kesehatan kronik pada lansia yang menderita sakit 53,8 dan 46,3 yang tidak menderita sakit. Masalah kesehatan kronik pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Binjai Medan tidak pernah dialami adalah nyeri pegal pada daerah tengkuk 66,9, yang jarang adalah mata berair 61,9, yang sering adalah perubahan kebiasaan BAB mencret atau sembelit 60,0, dan lansia yang selalu mengalami masalah adalah nyeri kaki saat berjalan 35,0. Terdapat hubungan antara masalah kesehatan kronik dengan gejala depresi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Keluarga Wilayah Binjai Medan dengan nilai p=0,001. Lansia yang tidak depresi lebih banyak yang tidak menderita sakit sebesar 63,5 dan 34,9 yang menderita sakit, sedangkan lansia yang depresi lebih banyak yang menderita sakit sebesar 65,1 dan 36,5 yang tidak menderita sakit. Hasil Universitas Sumatera Utara penelitian ini sejalan dengan penelitian Suardana 2011 yang menyatakan ada hubungan yang sangat signifikan antara menderita sakit kronis dan terjadinya depresi. Berbagai penyakit fisik yang sering terjadi pada lansia dapat menyebabkan gejala-gejala depresi. Hal tersebut mencakup gangguan metabolik, gangguan endokrin, penyakit neurologis, kanker, infeksi virus dan bakteri, gangguan kardiovaskular, masalah paru, gangguan muskuloskletal, gangguan gastrointestinal, gangguan genitourinaria, penyakit vaskular kolagen dan anemia. Penyakit fisik juga dapat memicu depresi karena dapat menyebabkan nyeri kronis, disabilitas dan kehilangan fungsi, penurunan harga diri, peningkatan ketergantungan atau menyebabkan ketakutan terhadap nyeri atau kematian Stanley, 2007. Proses penuaan merupakan proses fisiologi yang pasti dialami individu dan proses ini akan diikuti oleh penurunan fungsi fisik, psikologi dan spiritual. Perubahan dari segi biologis pada wanita lansia identik dengan gejala menopause, antara lain ketidaknyamanan seperti rasa kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher dan dada bagian atas. Kadang-kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin, pening, kelelahan dan berdebar- debar Hurlock, 2004. Selain itu terdapat perubahan yang umum dialami lansia. Misalnya perubahan sistem imun yang cenderung menurun, perubahan sistem integumen yang menyebabkan kulit mudah rusak, perubahan elastisitas arteri pada sistem kardiovaskular yang dapat memperberat kerja jantung, penurunan kemampuan metabolisme oleh hati dan ginjal serta penurunan kemampuan penglihatan dan pendengaran Setyoadi, 2010. Penurunan fungsi fisik tersebut ditandai dengan Universitas Sumatera Utara ketidakmampuan lansia untuk beraktivitas atau melakukan kegiatan yang tergolong berat. Perubahan fisik yang cenderung mengalami penurunan tersebut akan menyebabkan bebagai gangguan secara fisik sehingga mempengaruhi kesehatan, serta akan berdampak pada kualitas hidup lansia. Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Gallo 1998 mengatakan untuk menkaji fisik pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban. Kesehatan fisik orang lanjut usia sangat berpengaruh terhadap aktivitas sehari- hari karena tingkat kesehatan mengalami perubahan yang bersifat sangat umum seperti waktu respon yang lambat yang menyebabkan lanjut usia kurang percaya diri sehingga mereka tergantung pada orang lain. Hal ini disebabkan kemampuan motorik, termasuk perubahan kekuatan fisik dan kecepatan dalam bergerak, bertambahnya waktu yang diperlukan untuk belajar ketrampilan, konsep dan prinsip baru dan ada kecenderungan sikapnya menjadi canggung dan kikuk Hurlock, 2004. Penurunan kondisi fisik lanjut usia berpengaruh pada kondisi psikis Dengan berubahnya penampilan, menurunnya fungsi panca indra menyebabkan lanjut usia Universitas Sumatera Utara merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi. Kondisi kesehatan mental lanjut usia menunjukkan bahwa pada umumnya lanjut usia di daerah tersebut tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Lansia merasa tidak senang dan bahagia dalam masa tuanya, karena berbagai kebutuhan hidup dasar tidak terpenuhi, dan merasa sangat sedih, sangat khawatir terhadap keadaan lingkungannya. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Gambaran Spiritual Lansia Yang Menderita Penyakit Kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

5 63 86

Hubungan Interaksi Sosial Lansia Dengan Kesepian Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita di Wilayah Binjai dan Medan

30 172 95

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN TINGKAT DEPRESI PENDERITA KUSTA PADA LANSIA

0 3 86

Gambaran Spiritual Lansia Yang Menderita Penyakit Kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 12

Gambaran Spiritual Lansia Yang Menderita Penyakit Kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 2

JURNAL ILMIAH HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANSIA PASURUAN DI LAMONGAN

0 0 9

Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Status Kesehatan dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lanjut Usia 2.1.1 Pengertian Lanjut Usia - Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Status Kesehatan dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013

0 0 34

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Status Kesehatan dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013

0 0 12

HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL LANSIA DENGAN KESEPIAN LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DAN BALITA WILAYAH BINJAI DAN MEDAN

0 1 10