E. Kerangka Berpikir
1. Pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha.
Tingkat pend idikan orang tua adalah tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh oleh orang tua di lembaga pendidikan formal. Tingkat
pendidikan orang tua sangat berpengaruh terhadap jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha. Orang tua yang tingkat pendidikannya
tinggi akan mencurahkan perhatian yang lebih mendalam kepada pendidikan anaknya. Hal ini membuat kesempatan anak untuk
berwirausaha menjadi lebih tinggi, karena orang tua akan cenderung mendorong anak lebih berprestasi dalam banyak hal. Dampaknya dalam
diri anak akan tumbuh jiwa dan minat berwirausaha. Pada orang tua yang berpendidikan rendah, mereka cenderung menganggap pendidikan sebagai
tujuan yang kurang bernilai. Karenanya, orang tua akan mendidik anaknya seadanya dan kurang kreatif dalam menghadapi lingkungan kerja.
Hal ini akan mempengaruhi pola pikir anak sehingga kemungkinan besar anak akan berpikir seperti orang tuanya. Kondisi demikian tentu kurang
menumbuhan jiwa dan minat siswa untuk berwirausaha. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pendidikan orang tua
maka diduga akan semakin tinggi derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha, sebaliknya semakin
rendah pendidikan orang tua maka akan semakin rendah derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha.
2. Pengaruh tingkat pendapatan orang tua terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha.
Tingkat pendapatan orang tua adalah keseluruhan penerimaan orang tua dari pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan dan pekerjaan lain yang
diterima setiap bulan dalam bentuk uang. Tingkat pendapatan orang tua akan sangat berpengaruh terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan
dengan minat siswa berwirausaha. Orang tua yang mempunyai tingkat pendapatan tinggi maka
lingkungan material yang dihadapi anak di dalam keluarganya itu lebih memadai. Anak dengan demikian mendapatkan kesempatan yang luas
untuk mengembangkan bermacam- macam kecakapan termasuk kecakapan dalam berwirausaha. Sementara orang tua yang memiliki tingkat
pendapatan yang rendah akan mengakibatkan keluarga hidup dalam tekanan fundamental seperti dalam memperoleh nafkah hidup yang kurang
memadai. Anak mengalami keterbatasan alat yang dapat menghambat perkembangan termasuk perkembangan dalam berwirausaha, karena
keluarga disulitkan dengan kebutuhan-kebutuhan primer kehidupan keluarga. Hal ini tentu saja berdampak pada jiwa dan minat siswa untuk
berwirausaha. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pendapatan orang tua,
maka diduga derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah tingkat
pendapatan orangtua maka derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha maka semakin rendah.
3. Pengaruh jenis pekerjaan orang tua terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha.
Jenis pekerjaan orang tua adalah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan orang tua untuk memperoleh penghasilan. Jenis pekerjaan orang
tua sangat berpengaruh terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha. Dalam penelitian ini jenis pekerjaan
orang tua digolongkan menjadi dua yaitu pekerjaan wirausaha dan pekerjaan bukan wirausaha. Orang tua yang pekerjaannya wirausaha akan
membuat anak banyak belajar dari pekerjaan orang tuanya. Pengalaman belajar siswa tentu saja akan menumbuhkan jiwa dan minatnya untuk
berwirausaha. Sementara anak yang pekerjaan orang tuanya bukan wirausaha, anak tidak akan memiliki pengalaman belajar berwirausaha.
Hal tersebut tentu saja berdampak pada jiwa dan minatnya berwirausaha. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pada jenis
pekerjaan orang tua berwirausaha diduga derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha akan lebih tinggi
dibanding pada pada siswa dimana pekerjaan orang tua bukan wirausaha. 4. Pengaruh kultur keluarga terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan
dengan minat siswa berwirausaha. Keluarga memiliki latar belakang budaya atau kultur yang berbeda.
Kultur keluarga tersebut mencakup nilai- nilai yang berkaitan dengan jiwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kewirausahaan dan minat siswa berwirausaha. Pada tingkat keluarga, kultur dapat diidentifikasi dalam empat dimensi yaitu: power distance,
collectivism versus individualism, femininity versus masculinity , dan
uncertainty avoidance .
Dimensi power distance jarak kekuasaan menunjukkan tingkatan
atau sejauh mana tiap budaya mempertahankan perbedaan-perbedaan status kekuasaan diantara anggota-anggotanya. Keluarga dengan dimensi
jarak kekuasaan yang kecil, maka diduga derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha lebih tinggi
dibandingkan pada siswa yang berasal dari jarak kekuasaan besar. Hal ini disebabkan pada keluarga dengan jarak kekuasaan besar akan cenderung
mengembangkan aturan, mekanisme atau kebiasaan-kebiasaan dalam mempertahankan perbedaan status atau kekuasaan. Sementara masyarakat
yang memiliki orientasi budaya jarak kekuasaan kecil akan berusaha untuk meminimalkan perbedaan-perbedaan status atau mengutamakan
kesejajaran equality. Dimensi
individualism individualisme menunjukkan suatu
kelompok keluarga dimana pertalian individu cenderung menghilang. Keluarga dengan dimensi individualisme membuat anak lebih menyukai
tantangan, kerja keras dan insiatif. Sementara dimensi colectivism kolektivisme menunjukkan suatu kondisi kelompok keluarga dimana
individu- individu sejak lahir diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal terhadap kelompok tersebut. Pada dimensi ini anak
lebih menekankan kewajiban daripada hak- haknya, sehingga anak diharapkan mengorbankan kepentingan dan tujuan pribadinya untuk
berwirausaha demi kelompok. Jadi semakin individualis, maka diduga semakin tinggi derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat
siswa berwirausaha. Sedangkan semakin kolektif, maka semakin rendah derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa
berwirausaha. Dimensi masculinity maskulinitas menunjukkan tingkatan atau
sejauh mana suatu masyarakat berpegang teguh pada peran gender atau nilai- nilai seksual yang tradisional yang didasarkan pada perbedaan
biologis. Pada dimensi ini anak lebih menekankan pada profesi, kemajuan dan tantangan. Sementara dimensi femininity feminitas menunjukkan
masyarakat dimana peran sosial gender terdapat tumpang tindih overlap. Pada dimensi ini anak lebih menekankan pada hubungan personal dalam
keluarga. Jadi semakin maskulin, maka diduga semakin tinggi derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat berwirausaha.
Sedangkan semakin feminin, maka semakin rendah derajad hubungan antara jiwa dengan minat siswa berwirausaha.
Dimensi uncertainty avoidance menunjukkan tingkatan atau sejauh mana keluarga menghadapi situasi ketidakpastian. Keluarga yang
mempunyai dimensi budaya uncertainty avoidance kuat, merasa terancam dengan ketidakpastian sehingga berusaha menciptakan mekanisme untuk
mengurangi resiko. Sementara keluarga yang mempunyai budaya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
uncertainty avoidance yang lemah anak lebih berani menghadapi resiko.
Jadi semakin lemah dimensi budaya uncertainty avoidance, maka diduga derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa
berwirausaha rendah, sebaliknya semakin kuat dimensi budaya uncertainty avoidance
maka semakin tinggi derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha.
F. HIPOTESIS