1
BAB I PENDAHULUAN
A. L:atar Belakang Masalah
Tujuan pendidikan nasional adalah untuk membentuk siswa agar menjadi manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila Uyoh Sadulloh,
2003:60. Sejalan dengan tujuan tersebut, SMK merupakan subsistem dari sistem pendidikan nasional yang mempunyai tujuan utama unt uk menyiapkan
lulusannya memasuki dunia kerja. Dengan demikian, lulusan SMK harus mempunyai kemampuan profesional kejuruan, termasuk kemampuan
berwirausaha. Persyaratan utama untuk menjadi seorang wirausaha yang berhasil adalah lulusan SMK harus mempunyai minat untuk berwirausaha.
Minat berwirausaha lahir dari motif berprestasi yaitu motif untuk mencapai hasil yang terbaik guna mencapai kepuasan secara pribadi.
Minat berwirausaha adalah gejala psikis dimana seseorang untuk memperhatikan pada sesuatu serta berusaha untuk mengetahui, mempunyai
perasaan senang, kemampuan dan pendirian kuat sehingga timbul keinginan untuk terlibat dalam berwirausaha. Minat berperan penting untuk mencapai
keberhasilan berwirausaha. Seseorang yang mempunyai minat yang tinggi dala m berwirausaha akan bersemangat atau bergairah untuk melakukan
kegiatan berwirausaha. Pengalaman siswa berkegiatan wirausaha akan jauh lebih menggembirakan sehingga yang bersangkutan akan berusaha lebih keras
dan kuat untuk meningkatkan prestasinya dalam berwirausaha. Jika siswa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mempunyai minat yang rendah dalam berwirausaha, maka siswa tidak memperoleh kegembiraan pada kegiatan tersebut. Ia hanya berusaha
menjalankan berwirausaha seperlunya saja. Akibatnya prestasi jauh lebih rendah dari kemampuan mereka.
Jiwa kewirausahaan adalah sesuatu yang abstrak yang menjadi penggerak dan penga tur atas kemampuan diri sendiri, dalam setiap tindakan
selalu berorientasi pada tugas dan hasil, selalu berani menghadapi dan mengambil resiko, mempunyai jiwa kepemimpinan dalam setiap aktivitas,
dalam setiap us aha selalu bersifat orisinil dan memiliki pandangan jauh ke depan. Jika jiwa kewirausahaan seorang siswa tinggi, maka diduga kuat minat
siswa untuk berwirausaha juga akan tinggi. Sebaliknya jika jiwa kewirausahaan rendah, maka minat siswa untuk berwirausaha juga rendah.
Derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian ini me mfokuskan
pada faktor status sosial ekonomi orang tua dan kultur keluarga. Status sosial ekonomi orang tua mencakup tingkat pendidikan orang tua, tingkat
pendapatan orang tua, dan jenis pekerjan orang tua. Sedangkan, kultur keluarga mencakup dimensi power distance, collectivism vs individualism,
masculinity vs femininity, dan uncertainty advoidance.
Pada orang tua siswa yang tingkat pendidikannya tinggi, maka derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha diduga
akan lebih tinggi dibandingkan pada siswa dimana orang tuanya berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan orang tua yang tingkat
pendidikannya tinggi akan mencurahkan perhatian yang lebih mendalam kepada pendidikan anaknya. Hal ini akan membuat kesempatan anak untuk
berwirausaha menjadi tinggi, karena orang tua akan cenderung mendorong anak untuk berprestasi dalam banyak hal. Semangat untuk berprestasi inilah
yang akan mendukung jiwa dan minat siswa untuk berwirausaha. Sebaliknya, pada siswa dimana orang tuanya berpendidikan rendah ada kecenderungan
siswa kurang termotivasi untuk berprestasi yang selanjutnya hal tersebut berdampak pada jiwa dan minat siswa yang rendah. Pada orang tua siswa yang
tingkat pendapatannya tinggi maka derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha diduga akan lebih tinggi
dibandingkan siswa ya ng orang tuanya berpendapatan rendah. Hal ini disebabkan siswa akan mendapatkan kesempatan untuk menge mbangkan
kecakapan berwirausaha karena ketersediaan sarana dan prasarana. Sebaliknya, siswa dimana orang tuanya berpendapatan rendah siswa akan mengalami
keterbatasan sarana dan prasarana yang akan menghambat perkembangan jiwa dan minat siswa dalam berwirausaha. Pada orang tua siswa yang memiliki
pekerjaan wirausaha, maka derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha diduga lebih tinggi dibandingkan pada
siswa yang orang tuanya memiliki pekerjaan bukan wirausaha. Hal ini disebabkan siswa akan lebih cepat belajar dari pekerjaan orang tua dalam
berwirausaha. Pengalaman siswa tersebut tentu saja akan menumbuhkan jiwa dan minat siswa berwirausaha. Sebaliknya, pada siswa dimana orang tuanya
memiliki pekerjaan bukan wirausaha, maka siswa tidak memiliki pengalaman belajar berwirausaha.
Sementara pada sisi kultur keluarga, pada kultur dengan dimensi jarak kekuasaan yang kecil, maka diduga derajad hubungan antara jiwa
kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha lebih tinggi dibandingkan pada siswa yang berasal dari jarak kekuasaan besar. Hal ini disebabkan pada
keluarga dengan jarak kekuasaan besar akan cenderung mengembangkan aturan, mekanisme atau kebiasaan-kebiasaan dalam mempertahankan
perbedaan status atau kekuasaan. Sementara pada kultur keluarga yang memiliki orientasi budaya power distance kecil akan berusaha untuk
meminimalkan perbedaan-perbedaan status atau mengutamakan kesejajaran equality. Pada keluarga dengan dimensi individualisme, maka derajad
hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat berwirausaha diduga akan lebih tinggi dibandingkan pada keluarga yang berdimensi kolektivisme. Hal
ini disebabkan pada dimensi kelua rga individualisme anak lebih suka tantangan, kerja keras dan inisiatif. Sebaliknya pada keluarga dengan dimensi
kolektivisme anak lebih menekankan kewajiban daripada hak-haknya. Dampaknya anak diharapkan untuk mengorbankan kepentingan dan tujuannya
untuk berwirausaha demi kelompok. Pada keluarga dengan dimensi maskulin, maka derajad hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat
berwirausaha diduga akan lebih tinggi dibandingkan pada keluarga dengan dimensi feminin. Hal ini disebabkan pada dimensi maskulin lebih menekankan
pada profesi, kemajuan, dan tantangan. Sebaliknya pada kultur keluarga yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bermensi feminin lebih menekankan pada hubungan personal. Pada keluarga dengan dimensi penghindaran akan ketidakpastian yang kuat, maka derajad
hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa berwirausaha diduga akan lebih rendah dibandingkan pada keluarga dengan dimensi penghindaran
akan ketidakpastian lemah. Hal ini disebabkan anak merasa terancam dengan ketidakpastian sehingga berusaha untuk mengurangi resiko. Sebaliknya pada
dimensi penghindaran ketidakpastian yang lemah, anak lebih berani untuk menghadapi resiko sehingga akan lebih menumbuhkan jiwa dan minat
berwirausaha. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti ingin
menyelidiki bagaimana pengaruh status sosial ekonomi orang tua dan kultur keluarga terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan minat siswa
berwirausaha. Selanjutnya penelitian ini akan mengambil judul “PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA, KULTUR KELUARGA
TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DENGAN MINAT SISWA BERWIRAUSAHA” dan merupakan survai pada
siswa-siswi SMK Negeri dan Swasta di Kabupaten Bantul.
B. Batasan Masalah