2.3 Kerangka Berpikir
Pengertian tentang anak berkesulitan belajar sangat diperlukan karena dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan adanya penggunaan istilah tersebut secara
keliru. Banyak orang, termasuk sebagian guru, tidak dapat membedakan antara kesulitan belajar, lambat belajar, dan tuna grahita. Ketika peneliti mencari potensi dan
masalah kebeberapa SD, sebagian besar kepala sekolah mengatakan banyak anak Diskalkulia di sekolah tersebut. Namun setelah peneliti memperjelas bahwa anak
Diskalkulia merupakan anak berkebutuhan khusus, kepala sekolah dengan sigap Bagan 2.1 Penelitian yang relevan
Yang akan diteliti: Pengembangan alat peraga
matematika untuk anak berkesulitan
belajar matematika diskalkulia.
Sony dan Dyah 2015 Merancang dan menghasilkan media
papan permainan pop up dengan nama Diary
of Dyscalculia
dengan mengembangkan prinsip PECS.
Penelitian Anak Berkesulitan Belajar
Matematika Diskalkulia
Charla 2015 Pengembangan alat peraga pembelajaran
matematika SD untuk materi perkalian dan
pembagian berbasis
metode Montessori.
Anastasia 2016 Implementasi alat peraga pembagian
berbasis metode
Montessori pada
pembelajaran matematika
materi pembagian
kelas II
SD Kanisius
Kenalan, Magelang. Penelitian Alat peraga
Matematika tentang Pembagian
menepis pernyataan yang telah diucapkan. Tanpa memahami pengertian kesulitan belajar, akan sulit pula menentukan jumlah anak berkesulitan belajar. Sehingga akan
sulit juga untuk membuat kebijakan pendidikan bagi mereka. Oleh karena itu, sebelum melakukan pembelajaran guru semestinya sudah menggolongkan anak-anak
berkesulitan belajar menurut jenisnya. Setelah itu guru juga harus memahami karakteristik dan cara penanggulangannya. Anak-anak berkesulitan belajar
Matematika memerlukan lebih banyak pengalaman dengan belajar prabilangan sebagai landasan belajar Matematika. Anak tidak dapat diharapkan melakukan
penalaran abstrak tanpa perkembangan dan pengalaman prasyarat. Oleh karena itu, guru harus menyadari taraf perkembangan anak. Anak Diskalkulia memerlukan
pendekatan belajar tuntas tentang berbagai konsep melalui pembelajaran langsung yang terstruktur dan terancang secara sistematis.
Friend Bursuck 2015: 53 menegaskan bahwa teknologi rendah berupa alat peraga dapat digunakan untuk membantu para siswa penyandang disabilitas baik
yang ringan maupun berat dalam banyak hal. Bagi anak berkesulitan belajar, khususnya Diskalkulia, alat peraga sangat diperlukan untuk menunjang proses
belajarnya. Alat peraga dapat membantu anak menangkap pesanmateri yang terkandung dalam suatu pembelajaran, khususnya Matematika. Prinsip-pripsip yang
terdapat dalam pendidikan Montessori sangat mendukung untuk diimplementasikan ke anak Diskalkulia. Aktivitas belajar dengan menggunakan metode Montessori
memegang prinsip bahwa anak mempunyai tugas unik dalam melengkapi formasi pengetahuannya hingga dewasa. Dalam proses perkembangannya, anak diberi
aktivitas yang bisa membangun pemikirannya itu dengan menciptakan lingkungan anak yang sesungguhnya. Anak diberi kebebasan dalam beraktivitas, namun juga
bertanggung jawab atas aktivitasnya. Alat peraga yang digunakan disesuaikan dengan anak, dari segi ukuran, warna, dan tekstur permukaan yang lembut. Alat peraga yang
digunakan ini mengandung prinsip menarik, bergradasi rangsangan indera, memiliki pendali kesalahan
auto correction
, memungkinkan anak belajar secara mandiri
auto education
, dan kontekstual. Peneliti memandang perlu melakukan penelitian dan pengembangan ini
karena hendak mengatasi minimnya alat peraga yang digunakan guru untuk anak Diskalkulia di Sekolah Dasar. Penelitian ini juga dirasa perlu karena alat peraga
Matematika ini mengadopsi ciri-ciri alat peraga yang terdapat pada pendidikan Montessori yang sangat cocok untuk digunakan ke anak Diskalkulia. Selain itu, alat
peraga yang dikembangkan akan mempunyai kualitas yang sangat baik.
2.4 Pertanyaan Penelitian