Kemampuan Berpikir Geometris Teori van Hiele

kemampuan berpikir geometris siswa akan dilihat dari hasil belajar pada ranah kognitif.

B. Kemampuan Berpikir Geometris

Menurut Suwarsono 1998: 26, kegiatan berpikir diartikan sebagai kegiatan memproses atau mencermati suatu bahan berupa informasi, pertanyaanmasalah atau hal lain, di dalam kepala, dalam rangka untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu. Tujuan tertentu yang dicapai dapat berupa pemahaman tentang informasi yang dihadapi, jawaban atau pemecahan atas pertanyaan atau masalah yang dihadapi, atau kesimpulan tentang apa yang dihadapi. Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI mendefinisikan geometri sebagai cabang matematika yang menerangkan sifat-sifat garis, sudut, bidang, dan ruang. Sedangkan menurut Van de Walle 2008: 150 pemahaman ruang meliputi kemampuan dalam penggambaran objek dalam pikiran dan hubungan keterkaitan ruang untuk memutar benda- benda di dalam pikiran. Berdasarkan penjabaran dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir geometris merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memproses atau mencermati sifat-sifat garis, sudut, bidang, dan ruang serta penggambaran dan keterkaitannya di dalam pikiran.

C. Teori van Hiele

Teori van Hiele dikemukakan oleh seorang peneliti dan pendidik berkebangsaan Belanda Pierre van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof. Mereka memiliki pengalaman pribadi tentang kesulitan yang dimiliki siswa dalam belajar geometris. Teori Van Hiele berasal dari tesis mereka di Universitas Utrecht pada tahun 1957 Van de Walle 2008: 151. Teori van Hiele merupakan teori yang menjelaskan tentang perkembangan proses berpikir siswa dalam geometris. Menurut teori van Hiele, ada lima tingkat pemikiran atau pemahaman dalam geometris yaitu: a. Level 0 Visualisasi Fuys 1988: 5 mendeskripsikan level 0 sebagai “ The student identifies, names, compares and operates on geometrisc figures e.g., triangles, angles, intersecting or parallel lines according to their appearance ” . Pada tahap awal ini, siswa mampu mengidentifikasi, memberi nama, dan membandingkan dalam bentuk geometri misalkan segitiga, sudut, berpotongan atau garis sejajar menurut yang kelihatan pada bentuk tersebut. Gambar geometri digambarkan sebagai sebuah penampilan fisik gambar geometri, bukan bagian atau sifat-sifat dari gambar geometri. Dideskripsikan pula oleh Fuys 1988: 58 bahwa kemampuan siswa pada tingkat ini masih pada tahap belajar kosakata geometri, dapat mengidentifikasi bentuk tertentu, membuat gambar, dan dapat mereproduksi bentuk itu. Contohnya, siswa dapat menggambar sebuah segitiga siku-siku, segitiga lancip, dan segitiga tumpul dan menamai segitiga tersebut menggunakan bahasa baku. b. Level 1 Analisis Fuys 1988: 5 mendeskripsikan level 1 sebagai “The student analyzes figures in terms of their components and relationships among components and discovers propertiesrules of a class of shapes empirically e.g., by folding, measuring , using a grid or diagram”. Pada level 1, siswa mampu menganalisis bentuk geometri dari komponen dan hubungan antara komponen dalam bentuk tersebut dan menemukan sifat sesuai kenyataan kelompok dari bentuk misalkan dengan melipat, mengukur, menggunakan diagram. Melalui observasi dan eksperimen siswa mulai membedakan karakteristik bangun. Siswa dapat menyebutkan sifat-sifat yang muncul seperti klasifikasi sudut siku-siku, tumpul, lancip, sejajar dan tegak lurus, dan konsep dari ruas garis dan sudut yang sama dan sebangun. Dengan demikian gambar dapat dikategorikan berdasarkan kesamaan sifat-sifat yang dimiliki. Meskipun demikian, siswa belum sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan antara sifat-sifat tersebut, belum dapat melihat hubungan antara beberapa bangun geometri dan definisi tidak dapat dipahami oleh siswa. Contohnya, siswa dapat menentukan proyeksi garis pada segitiga siku-siku, segitiga lancip dan segitiga tumpul. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI c. Level 2 Deduksi Informal Fuys 1988: 5 mendeskripsikan level 2 sebagai “The stu dent logically interrelates previously discovered properties rules by giving or following informal arguments”. Tahap ini juga dikenal dengan tahap abstrak, tahap teoritik, dan tahap keterkaitan. Pada tahap ini, siswa sudah dapat melihat hubungan sifat-sifat pada suatu bangun geometri. Sedangkan Van de Walle 2008: 153 mendefinisikan level ini sebagai kemampuan siswa dalam membuat definisi abstrak, menemukan sifat-sifat dari berbagai bangun dengan menggunakan deduksi informal, dan dapat mengklasifikasikan bangun-bangun secara hirarki. Contohnya, siswa mampu mengidentifikasi dan menyebutkan hal-hal yang menyebabkan dua segitiga dikatakan sebangun. d. Level 3 Deduksi Fuys 1988: 5 mendeskripsikan level 3 sebagai “The student proves theorems deductively and establishes interrelationships among networks of theorems”. Level ini juga dikenal dengan tahap deduksi formal. Pada level ini siswa dapat membuktikan teorema dan hubungan timbal-balik dari teorema yang telah terbukti, tidak hanya sekedar menerima bukti. Siswa dapat menyusun teorema berdasarkan aksioma dan definisi yang telah diketahui siswa. Pada level ini siswa berpeluang untuk mengembangkan bukti lebih dari satu cara. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Contohnya, siswa dapat menentukan panjang garis tinggi dengan menggunakan teorema Pythagoras. e. Level 4 Rigor Fuys 1988: 5 mendeskripsikan level 4 sebagai “The student establishes theorems in different postulational systems and analyzescompares these systems”. Pada tahap ini siswa bernalar secara formal dalam sistem matematika dan dapat menganalisis konsekuensi dari manipulasi aksioma dan definisi. Saling keterkaitan antara bentuk yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi, teorema, dan pembuktian formal dapat dipahami. Hasil pemikiran pada level ini berupa perbandingan dan perbedaan diantara berbagai sistem-sistem geometri dasar. Pada pendidikan sekolah menengah kemampuan siswa belum mencapai pada level rigor, hal ini dikemukakan oleh Van de Walle 2008: 154 bahwa level ini merupakan tingkatan bagi mahasiswa jurusan matematika yang mempelajari geometri sebagai cabang ilmu matematika.

D. Garis-garis pada Segitiga

Dokumen yang terkait

ANALISIS KETERAMPILAN GEOMETRI SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL GEOMETRI SEGIEMPAT BERDASARKAN TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE

8 90 470

Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Materi Pokok Menurut Tingkat Berpikir Geometri van Hiele

1 29 199

ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN SOAL PERSAMAAN GARIS LURUS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 WONOGIRI Analisis Kesalahan Menyelesaikan Soal Persamaan Garis Lurus pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Wonogiri.

0 4 18

ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN SOAL PERSAMAAN GARIS LURUS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 WONOGIRI Analisis Kesalahan Menyelesaikan Soal Persamaan Garis Lurus pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Wonogiri.

0 5 17

KESULITAN PADA SISWA KELAS XI DALAM MENYELESAIKAN SOAL GEOMETRI DITINJAU DARI LEVEL BERPIKIR Analisis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Pokok Bahasan Persamaan Garis Singgung Lingkaran Ditinjau Dari Level Berpikir Van Hiele Pada Siswa Kelas Xi Sma

0 3 18

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL POKOK BAHASAN PERSAMAAN GARIS SINGGUNG LINGKARAN Analisis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Pokok Bahasan Persamaan Garis Singgung Lingkaran Ditinjau Dari Level Berpikir Van Hiele Pada Siswa Kelas

0 4 16

Analisis kesalahan siswa kelas VIIC SMP Pangudi Luhur Sedayu dalam menyelesaikan soal materi segitiga tahun ajaran 2013/2014.

0 0 282

TINGKAT BERPIKIR SISWA MENYELESAIKAN SOAL GEOMETRI BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DI KELAS VIII SMP

0 0 10

PENGARUH TINGKAT BERPIKIR GEOMETRI (TEORI VAN HIELE) TERHADAP KEMAMPUAN SISWA DALAM MENGERJAKAN SOAL PADA MATERI GARIS DAN SUDUT (Studi Kasus Di Kelas VII SMP Negeri 1 Ciledug) - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 3 116

Profil kemampuan siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith kelas X dalam menyelesaikan soal-soal TIMSS grade 8 tipe penalaran - USD Repository

0 1 188