strukturnya, kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang ada dalam teks sastra tersebut.
2. Tokoh
Tokoh adalah salah satu unsur intrinsik yang ada dalam karya sastra. Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya
sebagai jawab terhadap pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Ada berapa orang jumlah pelaku novel itu?”, atau “Siapakah tokoh
protagonis dan antagonis dalam novel itu?”, dan sebagainya Nurgiyantoro, 2010: 165. Menurut Sudjiman 1988: 16, tokoh adalah
individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.
Abrams via Nurgiyantoro, 2010: 165 mengemukakan bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam
ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Seorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dalam penerimaan pembaca.
Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya sastra dapat dibedakan menjadi beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan
itu dilakukan. Dilihat dari segi peranannya atau tingkat pentingnya tokoh, Nurgiyantoro 2010: 176-177 mengklasifikasi tokoh sebagai berikut:
a. Tokoh utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak
diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.
b. Tokoh tambahan
Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi
penceritaan yang relatif pendek. Menurut Sudjiman 1988: 18, kriterium yang digunakan untuk
menentukan tokoh utama bukan frekuensi kemunculan tokoh itu di dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa-peristiwa
yang membangun cerita. Sudjiman menambahkan, judul cerita seringkali juga mengungkapkan siapa yang dimaksudkan sebagai tokoh protagonis.
3. Penokohan
Karena tokoh-tokoh itu rekaan pengarang, hanya pengaranglah yang mengenal mereka. Maka tokoh-tokoh perlu digambarkan ciri-ciri
lahir dan sifat serta sikap batinnya agar wataknya juga dikenal oleh pembaca Sudjiman, 1988: 23. Menurut Sudjiman 1988: 23, yang
dimaksud dengan watak ialah kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanyayang membedakannya dengan tokoh lain. Penyajian watak tokoh
dan penciptaan citra tokoh ini yang disebut penokohan.
Watak, perwatakan , dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan pembaca Nurgiyantoro, 2010: 165.
Citra tokoh itu disusun dengan memperpadukan berbagai faktor, yakni apa yang difokalisasinya, bagaimana ia memfokalisasi, oleh siapa dan
bagaimana ia sendiri difokalisasi, kelakuannya sebagai pelaku dalam deretan peristiwa, ruang dan waktu suasana serta pertentangan tematis di
dalam karya itu yang secara tidak langsung merupakan bingkai acuan bagi tokoh Hartoko, 1986: 144. Hartoko menambahkan, tokoh yang
bersangkutan dapat “dihidupkan” berdasarkan sejumlah konvensi yang diketahui oleh pembaca.
Menurut Jones via Nurgiyantoro, 2010: 165, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang yang ditampilkan dalam suatu
cerita. Istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan
”perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya
dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca Nurgiyantoro, 2010: 166.
Dalam sebuah cerita, secara umum pelukisan tokoh dilakukan dengan cara deskriptif langsung teknik analitis, telling dan tidak
langsung teknik dramatik, showing yang kesemuanya itu mesti lewat kata-kata.