Alur HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bersamaan dengan itu, Karna juga belajar olah kanuragan dan memanah dari gurunya, Rama Bargawa. Berikut ini kutipannya:
8 Setelah itu, Rama Bargawa sering dijumpai para pengembara, dan
petani perambah hutan di daerah hutan jati di perbatasan utara Hastinapura. Dan, benar juga, di sanalah saat ini Karna bertemu
dengannya. Karna kemudian bisa mulai merasakan ketenangan dalam batinnya yang selama ini selalu memendam kekecewaan-kekecewaan
yang sulit diurai penyebabnya. Karna yang kemudian menimba ilmu olah kanuragan dan ilmu keutamaan dari sang Resi Bargawa. Pitoyo,
2010: 152-153
9 Dari Bargawalah rahasia ilmu memanah yang melegenda milik
Harjunasasra yang tak ada tandingannya pada zaman dulu, bisa dipelajari oleh Karna. Dari Bargawa pulalah, Karna bisa kembali
menumbuhkan rasa percaya dirinya. Perasaan yang kemudian memberi ketetapan hati, sehingga tanpa ragu kembali, pulang ke negeri
Hastinapura, menemui Duryudana yang dulu pernah dekat dengannya, dan kembali menjadi prajurit pengawal. Pitoyo, 2010: 153
3. Tegangan.
Terjadi ketika Karna diutus oleh Duryudana untuk menumpas Prabu Karnamandra, raja raksasa dari negeri Awangga. Di saat Karna
kewalahan menerima serangan dari pasukan Karnamandra, Arjuna datang dan menolongnya. Berikut ini kutipannya:
10 Sraaaapp Sekedipan mata kemudian, panah sakti bernama
Sarotama itu telah melesat menerjang dada sang raksasa. “Arrghh” adalah Karnamandra rupanya Dadanya tertembus panah sakti Arjuna.
Dia pun lena Sekejap kemudian, prasshh Tak ampun lagi Kesempatan itu tak disia-siakan Karna yang rupanya masih lolos dari
kematian. Raja Awangga yang terkejut dan kesakitan terkena panah Arjuna itu langsung tertebas kepalanya oleh pedang Karna. Pitoyo,
2010: 239
11 Keduanya sama-sama terkejut ketika mereka ternyata saling
mengenal “Hai Permadi Saya tak butuh bantuanmu,” teriak Karna lantang dengan nada tinggi, sambil mengacungkan pedang ke arah
Arjuna. Karna memanggil Arjuna dengan nama mudanya. Dan, Karna juga memanggil Arjuna tanpa panggilan raden dan sebagainya karena
merasa telah setara sejak diangkat saudara oleh Duryudana Sungguh sikap arogan Sekian lama tak bertemu, Karna memilih untuk tetap
menjaga wibawa di depan Arjuna Pitoyo, 2010: 239
12 Arjuna hanya diam. Sorot matanya memandang tajam ke arah
Karna. Sejenak tersenyum, lalu membalikkan kudanya dan menghela kuda, pergi begitu saja. “Haaa…” kepergian Arjuna diiringi oleh
teriakan menggema Karna. Melengking memenuhi udara bukit Awangga itu. Teriakan yang tak jelas betul maknanya. Akankah dia
marah,
kecewa, puas
atas kemenangannya,
menumpahkan kekesalannya? Entahlah Sorot mata Karna tajam memendang Arjuna
yang semakin menjauh. Napasnya terengah. Pitoyo, 2010: 239
4. Tikaian.
Terjadi saat Arjuna dan Karna kembali bertemu setelah sekian lama tidak berjumpa. Pertemuan ini terjadi di Hutan Bajubarat, tempat
Kresna berubah wujud menjadi Brahalasewu dan tertidur di sana. Arjuna dan Karna sama-sama mengemban tugas untuk membangunkan Kresna
dari tidurnya. Berikut ini kutipannya: 13
“Hai Permadi Ada apa kamu di sini? Mengapa kamu selalu ada di setiap tujuan perjalananku?” teriak Karna dengan nada suara tinggi.
Masih memanggil Arjuna dengan nama kecilnya. Pitoyo, 2010: 358 14
Karna hanya memandang tajam Arjuna sambil berdiri di sebuah dahan besar sebuah pohon raksasa. Sementara Arjuna juga berdiri di
dahan pohon yang be rbeda. Ia pun berteriak, “Sudahlah Permadi,
simpan dulu permusuhan kita. Mata batinku menangkap ratusan bangsa tak kasat mata kini bergerak sedang mengepung kita” Pitoyo,
2010: 358 15
“Salah Saya tak pernah merasa memusuhi panjenengan dan sedulur Kur
awa” “Setelah tiga belas warsa terusir?” tanya Karna. “Kami tetap tidak membenci. Kami hanya merasa panjenengan semua
adalah saudara-saudara semua yang belum mengerti arti menjadi seorang kesatria utama.” Karna tampak diam. Wajahnya terlihat
berpikir. Dia hanya memandang Arjuna, dan siaga ketika Arjuna melompat mendekat. Pitoyo, 2010: 358
16 “Syukurlah, Dimas…, syukurlah panjenengan yang lebih dulu
membangunkan saya, kata Kresna. Suaranya terdengar serak seperti kelelahan.” Arjuna hanya diam. Tampak masih terheran dan tak
percaya atas apa yang baru saja dialaminya. Pitoyo, 2010: 363 17
Kresna mendekati Arjuna dan menepuk pundak kesatria tampan itu. Kemudian, ia bergegas berjalan mendekati Karna. “Terima kasih,
panjenengan banyak membantu Dimas Arju na di sini,” kata Kresna
sambil mengulurkan tangan mengajak bersalaman. Karna hanya diam dtak mempedulikan uluran tangan Kresna. Sejenak memandang tajam
ke arah Kresna, kemudian berkata, “Saya tahu, Kangmas. Saya dipesan Paman Sengkuni agar berusaha menjadi yang pertama membangunkan
Kangmas Prabu.” Pitoyo, 2010: 364 18
“Lalu, mengapa Dimas Karna membiarkan Dimas Arjuna yang lebih dulu membangunkan Brahalasewu?” tanya Kresna. Terdengar
Karna menghela napas panjang, kemudian berkata, “Paman Sengkuni keliru, Kangmas. Bagi saya, tak ada gunanya sampean berada di pihak
Kurawa,” jawab Karna sambil membalikkan badan, kemudian melompat ringan menuju ke timur. Meninggalkan Kresna dan Arjuna.
Lenyap ditelan lebatnya hutan. Pitoyo, 2010: 364
5. Rumitan.
Terjadi saat akhirnya Arjuna dan Karna berhadapan langsung dalam perang Bharatayuda. Berikut ini kutipannya:
19 Menjelang siang, kedua kereta perang itu pun bertemu Ketika jarak
semakin dekat, di tengah kerumunan dua kubu prajurit berhadapan, tiba-tiba Kresna mengarahkan kuda kereta perang Madukara itu,
memacu kencang menuju ke timur. Tampak kemudian, Karna segera memerintahkan Salya yang membawa kereta Awangga untuk mengejar
kereta Madukara itu. Di atas kereta Madukara yang melaju kencang, Arjuna hanya tampak memandang tajam ke arah Karna yang mengejar
di belakangnya dengan kereta Awangga. Pitoyo, 2010: 418
20 Karna Slush Pada saat yang sama, masih dalam posisi berdiri di
atas kereta melaju kencang, Karna melepas belasan anak panah ke atas dan seketika hilang ditelan keremangan suasana yang nampak semakin
gelap oleh mendung yang semakin menebal saja. Bahkan, rintik hujan pun sudah terasa. Sekejap setelah itu, juga dalam posisi berdiri di atas
kereta melaju, Arjuna meraih beberapa anak panah dan juga diluncurkan ke arah atas. Trak Hampir bersamaan panah-panah milik
Arjuna , satu-satu merontokkan panah-panah milik Karna yang sudah bergerak turun menghujam tepat menuju kereta Madukara yang
melaju. Pitoyo, 2010: 419
6. Klimaks.
Terjadi saat Arjuna akhirnya berhasil membunuh Karna. Berikut ini kutipannya:
21 Rupanya, begitu cepat Pasopati menembus dada Karna. Begitu kuat
bahkan sampai tembus dan Pasopati tetap meluncur entah ke mana kini. Meninggalkan dada Karna yang tampak berlubang dengan darah
segar mengalir. Karna masih tampak berdiri diam dengan mata tajam memandang ke depan. Mungkin telah mati Pitoyo, 2010: 421
22 Tiba-tiba, anting-anting perak di kedua telinga Karna berubah
wujud Menjulur menjadi sepasang ular besar berkepala naga Bersamaan dengan itu, petir tiba-tiba menyambar di atas sana, dan
hujan tiba-tiba menjadi sangat deras. Pitoyo, 2010: 421
23 Sepasang ular berkepala naga ini melompat dan bermaksud
menyambar Arjuna. Namun, sigap Arjuna menghunus keris Pulanggeni dan membabat putus kedua kepala ular berbentuk naga itu
Bersamaan dengan kuda-kuda kereta Awangga yang terkejut akan adanya ular yang meloncat, seketika itu kereta Awangga tersentak,
membuat Salya sempat hampir terjerembab ke belakang. Dan
Karna…Sebenarnya, dia telah benar-benar mati sejak tadi. Kereta yang tersentak membuatnya jatuh terlempar ke belakang Tubuhnya
terjerembab ke tanah basah Petir menyambar di atas sana semakin menggila dan hujan semakin deras saja. Pitoyo, 2010: 422
7. Leraian
Terjadi saat jasad Karna telah selesai dibersihkan oleh Salya dan dibawa ke tenda Awangga. Berikut ini kutipannya:
24 Malam harinya, dalam keadaan masih basah kuyup, jasad Karna
dibersihkan oleh Salya, dan dibawa ke tenda Awangga. Surtikanti langsung meraung menangis keras ketika melihat suaminya yang
pulang tak bernyawa. Dia menghambur dan mencabut keris Kiai Jalak di lengan jasad Karna, sambil cepat menggoreskan ke pergelangan
tangannya. Surtikanti berusaha untuk bunuh diri Pitoyo, 2010: 422
8. Selesaian
Terjadi di malam hari setelah pertempuran antara Arjuna dan Karna. Berikut kutipannya:
25 Malam hari yang sama, Arjuna sempat demam tinggi akibat racun
panah Kiai Wijayacapa yang sempat menggores lehernya. Esok harinya yang merupakan hari gencatan senjata, Arjuna hanya duduk
termangu diam di dalam tendanya sendirian. Pagi sampai sore dia hanya duduk diam berusaha memulihkan tenaganya kembali. Wajah
tampan itu terlihat lelah”. Pitoyo, 2010: 423