Nisab dan Perhitungan Zakat Badan Usaha

b. Piutang Piutang adalah klaim tehadap pihak lain atas penyerahan barang atau jasa dalam rangka kegiatan usaha perusahaan. Piutang di sini adalah piutang netto setelah dikurangi provisi untuk piutang ragu – ragu. c. Aktiva yang diperoleh untuk diperdagangkan seperti persediaan, surat berharga, real estate dan lain - lain. Aktiva yang diperoleh untuk diperdagangkan harus diukur pada nilai ekivalen tunainya pada saat zakat sampai haul dan nisab-nya. d. Aktiva Pembiayaan seperti mudharabah, musyarakah, salam, istishna’ dan lain - lain. Aktiva Pembiayaan haruslah merupakan aktiva bersih netto dari semua provisi untuk semua nilai atau non-collectibility-nya. Dana – dana yang digunakan untuk mendapatkan aktiva tetap yang berhubungan dengan aktiva pembiayaan harus dikurangkan. Mengenai masalah pengklarifikasian aktiva tersebut, Gambling dan Karim dalam Buku Muhammad 2005 : 164 menyatakan bahwa “ Pengklarifikasian aktiva menjadi aktiva lancar current asset dan aktiva tetap non-current asset mempunyai arti yang berbeda dalam pandangan syariah Islam. Dari kacamata syariah tentunya pengklarifikasian aktiva tersebut digunakan untuk mengidentifikasi aktiva yang terkena zakat zakatable assets”.

3. Nisab dan Perhitungan Zakat Badan Usaha

Dalam menentukan kapan sebuah perusahaan dapat dikenakan zakat dari hasil usahanya harus memenuhi syarat – syarat yang telah diatur dalam fikih. Sementara itu para ahli fikih menyatakan perhitungan zakat perusahaan masih menemui kesulitan karena adanya perbedaan format perhitungan serta elemen laporan keuangan yang berbeda dengan format baku saat ini dengan menurut fikih. Perbedaan itu misalnya dalam menghitung laba, menghitung biaya, aktiva tetap, dan sebagainya. Oleh sebab itu, maka Muhammad 2005 : 164 mencoba untuk memberikan penjelasan dalam hal pengukuran zakat ini yaitu “ Untuk kepentingan zakat, pengukuran yang lebih relevan digunakan adalah net cost accounting atau net realizable value atau Continuously Contemporary Accounting CoCoA dan tidak menggunakan historical cost accounting”. Dalam perbankan syariah, telah diatur suatu standar untuk pembuatan laporan keuangannya yang berbeda dengan perbankan konvensional pada umumnya. Dengan dikeluarkannya PSAK No. 59 yang walaupun diakui belum sepenuhnya murni bersifat syariah karena merupakan penggabungan dari PSAK yang ada. Prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum serta standar lain yang diadopsi dari luar negeri, maka ada beberapa jenis laporan keuangan harus disajikan oleh sebuah lembaga keuangan syariah yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK No. 59 tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah 2009 : Paragraf 68: a. komponen laporan keuangan mencerminkan kegiatan komersial: 1 laporan posisi keuangan 2 laporan laba rugi 3 laporan arus kas 4 laporan perubahan ekuitas, b. komponen laporan keuangan mencerminkan kegiatan sosial : 1 laporan sumber dan penggunaan dana zakat ; dan 2 laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan c. komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut Lebih jauh lagi Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK No. 59 tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah Ibid : Paragraf 41 menyebutkan bahwa: Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas, tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas yang diterima di masa depan. Oleh karena itu, laporan keuangan menyediakan jenis informasi transaksi masa lalu dan peristiwa lainnya yang paling berguna dalam pengambilan keputusan. Kemudian Ikatan Akuntan Indonesia masih dalam buku yang sama PSAK No. 59 tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah Ibid : Paragraf 42 menyatakan ”penghitungan pendapatan untuk tujuan bagi hasil usaha menggunakan dasar kas”. Walaupun sebenarnya untuk paragraf 42 dalam PSAK 59 masih dalam proses perdebatan yang panjang, karena sebagian dari praktisi bank syariah menilai tidak sesuai diterapkan dalam lembaga perbankan yang berbasis syariah. Hamidi 2003 : 224 berpendapat bahwa “ Bank syariah akan mengalami kerugian apabila ia dipaksa untuk mengikuti PSAK 59, khususnya harus mencatat pengakuan pendapatan laporan keuangan dengan dasar accrual, dikarenakan akan sulit dilakukan pencatatan untuk pembiayaan mudharabah dan musyarakah mengingat pendapatan yang diperoleh tidak dapat dipastikan besarnya”. Konsekuensi dari keadaan ini adalah bank syariah akan menanggung pajak yang sudah harus dibayarkan, sementara sebenarnya penerimaan tersebut belum pasti menjadi milik bank. Pengaruh yang paling besar kepada pembayaran zakat adalah bahwa apabila zakat telah dikeluarkan, tetapi ternyata di akhir periode pendapatan yang belum nyata itu tidak dapat diperoleh sehingga berakibat tidak sesuainya pengeluaran zakat dengan laba yang diperoleh. Walaupun demikian, PSAK No. 59 ini tetap diberlakukan dengan tetap mempertimbangkan keadaan. Dari beberapa penjelasan dan teori – teori yang ada di atas, baik itu tentang konsep zakat badan usaha maupun tata cara perhitungan zakat perusahaan, maka penulis mencoba untuk memberikan sebuah contoh laporan keuangan sebuah perusahaan sebagai dasar dalam perhitungan zakat perusahaan. Tabel 2.1 Contoh Neraca Badan Usaha Syariah PT. BANK ABC Neraca Per 31 Desember 2006 Sumber : diolah oleh penulis Informasi tambahan: a. penyertaan modal termasuk penyertaan modal dari pemerintah, penyertaan lembaga atau organisasi non-profit dan sumbangan sebesar Rp. 6.000.000,-, b. nilai setara kas untuk asset yang diperdagangkan adalah: Aktiva Passiva Kas dan setara kas Rp 409.108.784,00 Utang lancar Rp 42.261.454,00 Piutang bersih 856.468.432,00 Wesel bayar 99.122.188,00 Pembiayaan mudha- Utang lain-lain 106.370.108,00 rabah 40.000.000,00 Pembiayaan musya- Cadangan untuk resiko rakah 60.000.000,00 investasi 18.888.596,00 Istishna 40.000.000,00 Utang jangka panjang 200.000.000,00 Real estate yang di- perdagangkan 22.661.318,00 Surat berharga yang Modal investasi terbatas 1.369.009.432,00 diperdagangkan 329.084.458,00 Persediaan 21.628.260,00 Penyertaan minoritas 40.000.000,00 Investasi yang diper- Penyertaan Modal: dagangkan 81.000.000,00 Investasi yang tidak Kenaikan modal 208.000.000,00 diperdagangkan 68.865.984,00 Total Aktiva Lancar 1.928.817.236,00 Cadangan 6.668.680,00 AktivaBangunan yang Laba ditahan 20.000.000,00 disewakan 165.984.062,00 Aktiva tetap yang dipa- Laba bersih tahun ber- kai 21.519.160,00 jalan 6.000.000,00 Total Aktiva tetap 187.503.222,00 Total modal Rp 240.668.680,00 Total Aktiva Rp 2.116.320.458,00 Total Passiva Rp 2.116.320.458,00 Jumlah Jumlah Total utang 466.642.346,00 Tabel 2.2 Nilai Setara Kas untuk Asset yang Diperdagangkan Sumber : diolah oleh penulis Dari contoh laporan keuangan di atas, Harahap 2001 : 307 menyebutkan beberapa metode dalam menghitung zakat perniagaan khususnya untuk perusahaan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh seperti T.E. Gambling dan R.A Karim, Yusuf Qardhawi, Bazis DKI, Syarikat Takaful Malaysia Sdn. Berhad dan Bank Muamalat Indonesia.

a. Menurut T.E. Gambling dan R.A. Karim

Zakat perdagangan dikenakan pada nilai bersih kekayaan, yaitu: modal + laba bersih x 2,5 atau atas modal kerja atau laba bersih.

b. Menurut Yusuf Qardhawi

Seseorang yang memiliki kekayaan perdagangan yang sudah satu tahun dan se-nisab pada akhir tahun itu, maka wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 dihitung dari modal dan keuntungan zakat dikenakan dari pangkal dan pertumbuhannya, bukan dari keuntungannya saja. Sedangkan untuk aktiva tetap maka tidak diwajibkan atas zakat kecuali jika aktiva tetap itu menghasilkan keuntungan atau pendapatan, maka zakat atas aktiva tetap besarnya 10 dari hasil bersih setelah dikurangi biaya – biaya yang dikeluarkan. Tetapi hasil bersih tidak mungkin untuk diketahui, maka zakat dikenakan atas seluruh hasil sebesar 5.

c. Bazis DKI

Bazis DKI menghitung zakat dari aktiva lancar sesuai dengan neraca tahunan, yaitu uang yang ada di Kas dan Bank, surat – surat berharga, persediaan, dikurangi dengan kewajiban yang harus dibayar dengan ketentuan nisab 98 gram emas murni dan tarif zakat 2,5. Dalam perhitungan ini aktiva tetap dan utang jangka panjang tidak diperhitungkan.

d. Menurut Syarikat Takaful Malaysia Sdn. Berhad

Zakat dihitung sebesar 2,5 dari keuntungan sebelum pajak. e. Menurut Bank Muamalat Indonesia Surat berharga Rp 329.084.458,00 Rp 361.084.458,00 Rp 32.000.000,00 Persediaan 21.628.260,00 31.628.260,00 10.000.000,00 BangunanProperti 22.661.318,00 32.661.318,00 10.000.000,00 Investasi lainnya 81.000.000,00 90.000.000,00 9.000.000,00 Total Rp 454.374.036,00 Rp 515.374.036,00 Rp 61.000.000,00 Nilai Kas dan Setara Kas Selisih Akun Penilaian berdasarkan pada laporan keuangan Zakat perusahaan dihitung 2,5 dari laba perseroan sebelum pajak. laba dihitung menurut prinsip akuntansi yang berlaku PSAK.

f. Menurut BPRS Al-Washliyah

Zakat perusahaan dihitung 2,5 dari keuntungan bagi hasil nasabah setiap bulannya, Jadi tidak dapat diperhitungkan satu persatu. Dan tidak dapat ditentukan besarnya zakat yang diperoleh dari laba usahanya, dikarenakan zakat dihitung dari keuntungan bagi hasil dari setiap nasabah yang bersipat sukarela. Dari beberapa konsep perhitungan yang dikemukakan di atas, maka penulis mencoba melakukan perhitungan zakat berdasarkan contoh yang ada. a. Menurut T.E. Gambling dan R.A. Karim Berdasarkan contoh di atas maka kewajiban zakat adalah sebagai berikut: modal + cadangan – aktiva tetap + Laba Bersih x 2,5 = Rp 234.668.680 - Rp 21.519.160 + Rp. 6.000.000 x 2,5 = Rp. 213.149.520 + Rp. 6.000.000 x 2,5 = Rp. 219.149.520 x 2,5 = Rp. 5.478.738 maka zakat yang dikeluarkan sebesar Rp. 5.478.738. Keterangan : modal = total modal – laba bersih tahun berjalan. b. Menurut Yusuf Qardhawi Berdasarkan contoh diatas maka perhitungan zakat perusahaan adalah sebagai berikut: 1 modal + laba bersih x 2,5 Rp. 234.668.680 +Rp. 6.000.000 x 2,5 = Rp. 6.016.717 2 Keuntungan dari aktiva tetap yang disewakan yaitu sebesar Rp. 165.984.062 dan keuntungan bersih diasumsikan sebesar Rp. 14.500.000 tarif zakat 10, maka zakat yang wajib dibayar adalah Rp. 14.500.000 x 10 = Rp 1.450.000,-. c. Bazis DKI Berdasarkan contoh diatas maka zakat dapat dihitung sebagai berikut: aktiva lancar - utang lancar x 2,5 = Rp. 1.859.951.252 - Rp 266.642.346 x 2,5 = Rp. 1.593.308.906 x 2,5 = Rp 39.832.722,65 Keterangan : aktiva lancar = total aktiva lancar – investasi yang tidak diperdagangkan utang lancar = total utang – utang jangka panjang.

d. Menurut Syarikat Takaful Malaysia Sdn. Berhad

Laba bersih tahun berjalan dalam laporan keuangan di atas adalah Rp. 6,000,000,- maka diasumsikan bahwa laba perusahaan sebelum dikurangi pajak adalah sebesar Rp. 9.671.000 .perhitungan zakatnya adalah sebagai berikut: Rp. 9.671.000 x 2,5 = Rp. 241.775. e. Menurut Bank Muamalat Indonesia Berdasarkan contoh di atas maka zakat dihitung sebagai berikut: Rp. 9.671.000 x 2,5 = Rp. 241.775. f. Menurut BPRS Al-Washliyah Tidak berdasarkan contoh dikarenakan perhitungan zakatnya dihitung berdasarkan keuntungan bagi hasil nasabah dikalikan 2,5 yang bersipat sukarela. Misalnya : Rp 150.000 x 2.5 = 3.750 Penilaian dan pengukuran akun – akun laporan keuangan syariah sangat berkaitan erat dengan metode pengukuran zakat. Adapun metode pengukuran zakat Harahap 2001 : 315 ada 2 yaitu metode aktiva bersih dan metode dana yang diinvestasikan bersih. a. Metode Aktiva Bersih Net Asset 1 subjek zakat terdiri dari kas dan setara kas, piutang bersih total piutang dikurangi piutang ragu - ragu, aktiva yang diperdagangkan seperti persediaan, surat berharga, real estate dan lain – lain dan pembiayaan mudharabah, musyarakah, salam, dan istishna’, aktiva tetap bukan merupakan subjek zakat, 2 aktiva yang dimaksudkan untuk diperdagangkan kembali diukur pada nilai kas ekivalen dari aktiva tersebut pada saat kewajiban zakat dibayarkan. b. Metode Dana yang Diinvestasikan Bersih Net Invested Funds Metode Net Invested Funds sebagai dasar dalam menghitung zakat perusahaan telah diterapkan oleh sistem perhitungan zakat di Arab Saudi. Pos – pos yang terdapat dalam dasar perhitungan zakat perusahaan dengan metode Net Invested Funds adalah sebagai berikut: 1 Modal disetor paid up capital atau tambahan modal yaitu modal pemilik dan setiap tambahankenaikan modal selama satu tahun, 2 Cadangan yang tidak dikurangkan dari aktiva, 3 Laba ditahan termasuk laba ditahan yang digunakan sebagai cadangan, 4 Laba bersih yang belum dibagikan. Dikurangi : 1 Aktiva tetap bersih, 2 Investasi yang tidak digunakan dalam perdagangan, misalnya gedung yang disewakan, 3 Kerugian yang terjadi selama satu tahun. Mufraini 2006 : 128 Formula perhitungan zakat dengan metode net asset adalah: Dasar penilaian dalam menghitung zakat: Tabel 2.3 Tabel 2.3 Metode Aktiva Bersih Metode Aktiva Bersih Dasar Penilaian Aktiva : Kas dan Setara Kas Nilai Kas atau setara kas Piutang Bersih Nilai Kas atau setara kas Pembiayaan Mudharabah Nilai Kas atau setara kas Pembiayaan Musyarakah Nilai Kas atau setara kas Salam Istishna’ Nilai Kas atau setara kas Aktiva yang diperdagangkan : Nilai Kas atau setara kas Persediaan Nilai Kas atau setara kas Surat Berharga Nilai Kas atau setara kas Real Estate Nilai Kas atau setara kas Utang : Utang lancer Nilai Buku Wesel Bayar Nilai Buku Utang Lain – lain Nilai Buku Modal Investasi Tak Terbatas Nilai Buku Penyertaan dari pemerintah, penyertaan lembaga Nilai Buku Penyertaan Minoritas Nilai Buku Sumber : Sofyan Syafri Harahap, 2001 Formula perhitungan zakat dengan menggunakan metode net invested funds adalah sebagai berikut: Dasar penilaian dalam menghitung zakat : Tabel 2.4 zakat = [ kas dan setara kas + piutang bersih + pembiayaan + aktiva yang diperdagangkan - utang lancar + modal investasi tak terbatas + penyertaan minoritas + penyertaan dari pemerintah + endowment + lembaga social + organisasi non provit penyertaan lembaga sosial, enwoodment dan lembaga non profit ] x 2,5 zakat = [ tambahan modal + cadangan + cadangan yang tidak dikurangkan dari aktiva + laba ditahan + laba bersih + utang jangka panjang - aktiva tetap + investasi yang tidak diperdagangkan + kerugian] x 2,5 Aktiva Subjek Zakat Rp Rp Kas dan setara kas 409.108.784,00 Piutang bersih 856.468.432,00 Pembiayaan Mudharabah 40.000.000,00 Pembiayaan Musyarak ah 60.000.000,00 Istishna 40.000.000,00 Persediaan 31.628.260,00 Surat berharga 361.084.458,00 Real estate yang diperdagangkan 32.661.318,00 Investasi lainnya yang diperdagangkan 90.000.000,00 Total 1.920.951.252,00 Dikurangi: Utang Utang lancar 42.261.454,00 Wesel bayar 99.122.188,00 Utang lainnya 106.370.108,00 Penyertaan pemerintah dan organisasi non profitsosial, dll 6.000.000,00 Penyertaan minoritas 40.000.000,00 Modal investasi tak terbatas 1.369.009.432,00 Total 1.662.763.182,00 Dasar perhitungan zakat 258.188.070,00 Zakat periode berjalan = 258.188.070X2,5 6.454.701,75 Sumber : diolah oleh penulis Tabel 2.4 Metode Dana yang Diinvestasikan Bersih Metode Net Invested Funds Dasar Penilaian Aktiva yang diperdagangkan : Gedung yang disewakan Nilai Buku Lain – lain Nilai Buku Aktiva tetap Bersih Nilai Buku Cadangan yang tidak dikurangkan dari aktiva Utang Lancar dan Wesel Bayar Nilai Buku Modal pemilik : Tambahan Modal Nilai Buku Cadangan Nilai Buku Laba Ditahan Nilai Buku Laba Bersih Nilai Buku Sumber : Sofyan Syafri Harahap, 2001 Dari contoh sebelumnya maka perhitungan zakat menurut kedua metode tersebut di atas adalah: Tabel 2.5 Perhitungan Zakat dengan Metode Aktiva Bersih Net Asset Tabel 2.6 Perhitungan Zakat dengan Metode Dana yang Diinvestasikan Bersih Net InvestedFunds Sumber : diolah oleh penulis Baik dengan metode aktiva bersih maupun dengan metode dana yang diinvestasikan bersih, menghasilkan jumlah akhir zakat periode berjalan yang sama yaitu sebesar Rp. 6.454.701,75.

D. Konsep Pajak Penghasilan

Dokumen yang terkait

Peranan Badan Amil Zakat Berdasarkan Undang - Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Sumatera Utara (Studi Pada Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara)

0 37 186

Pengelolaan Zakat Berdasarkan Undang-undang No 38 Tahun 1999 dan Pengaruhnya Terhadap Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (Studi Kasus pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Al-Washliyah Medan

1 60 84

Analisis Penerapan Transaksi Murabahah pada PT.Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Al-Washliyah Medan

0 31 125

Analisa Laporan Keuangan pada Bank Syariah Al-Washliyah (BPRS) Medan

0 22 62

Pengawasan Internal Penerimaan dan Pengeluaran Kas pada Bank Syariah Al-Washliyah (BPRS) Medan

0 16 68

Analisis Penerapan Zakat sebagai Pengurang Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak Badan (Studi Kasus pada BPR Syariah Kota Mojokerto)

4 34 16

Pengaruh Undang-Undang No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Dan Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 Terhadap Pelaksanaan Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak : Studi kasus pada wajib pajak di KPP Pratama Jakarta Cilandak

0 18 160

Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan (Studi Kasus pada Kpp Kantor Wilayah Jawa Barat I 2010-2015)

13 117 42

Pengaruh Penambahan Wajib Pajak Badan dan Surat Pemberitahuan Masa Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees 2012-2015)

0 3 1

Pengaruh Jumlah Wajib Pajak dan Pencairan Tunggakan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cimahi 2013-2015)

1 8 30