Hubungan Zakat Badan Usaha Syari’ah dengan Pajak Penghasilan

4 begitu juga halnya dengan metode yang dikemukakan oleh Yusuf Qardhawi, disamping tidak dapat diterapkan di Indonesia juga metode ini harus dilakukan dua kali perhitungan yaitu perhitungan pertama berdasarkan pada laporan laba rugi dan perhitungan kedua berdasarkan pada neraca sehingga terkesan tidak efektif dan efisien, 5 jika dengan metode yang diterapkan oleh Syarikat Takaful Malaysia Sdn. Berhad dan Bank Muamalat Indonesia maka dapat dengan jelas dan mudah untuk mendapatkan hasil akhir dari penghasilan kena zakatnya, perhitungan ini juga sudah sesuai dengan standar akuntansi keuangan dan Undang-undang yang berlaku di Indonesia baik itu Undang-undang Perpajakan maupun Undang-undang No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, 6 untuk metode aktiva bersih net asset dan metode dana yang diinvestasikan bersih net invested funds tidak dapat dilakukan perhitungan zakat maupun pajaknya dikarenakan tidak sesuai dengan sistem yang berlaku di Indonesia, 7 sedangkan metode yang digunakan PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah BPRS Al-Washliyah tidak dapat dihitung dari laba sebelum pajak dikarenakan zakat dihitung 2,5 dari keuntungan bagi hasil setiap bulannya dari setiap nasabah yang sifatnya sukarela.

2. Hubungan Zakat Badan Usaha Syari’ah dengan Pajak Penghasilan

Hubungan zakat badan usaha syari’ah dengan pajak penghasilan pada Bab II telah dijelaskan secara singkat kaitan antara Undang-undang No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan Undang-undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yaitu dengan adanya Undang-undang tersebut umat Islam baik sebagai pribadi maupun sebagai pemilik badan usaha, dapat memperhitungkan zakat yang telah dibayarkan untuk dikurangkan atas penghasilannya dalam menentukan besarnya pajak penghasilan. Kaitan ini jelas tertuang dalam pasal 14 ayat 3 Undang-undang No 38 Tahun 1999 dan UU No 36 Tahun 2008 pada pasal 9 ayat 1 huruf g. Lebih jauh, pelaksanaan dari Undang-undang No 38 Tahun 1999 dituangkan ketentuannya dalam pasal-pasal dari kedua Undang- undang tersebut serta peraturan pelaksanaannya menetapkan bahwa pembayaran zakat dapat mengurangi besarnya penghasilan bruto, bukan secara langsung mengurangi besarnya pajak dengan pengertian bahwa zakat dianggap sebagai deductable expenses. Sebagai Bahan perbandingan juga apabila diterapkan berdasarkan Undang- undang Nomor 36 Tahun 2008 dalam hal mekanisme perhitungan pajak penghasilan badan usaha, maka zakat yang dikeluarkan oleh pihak PT. BPRS Al- Washliyah Medan seharusnya dapat menjadi salah satu faktor pengurang penghasilan kena pajak dengan persyaratan yang telah diatur oleh pemerintah dan instansi yang terkait dengannya yaitu: a. mengisi formulir permohonan Nomor Pokok Wajib Zakat NPWZ yang dapat diperoleh di BAZNAS, b. melakukan pembayaran zakat ke BAZNAS secara tunai di kantor BAZNAS atau melalui rekening BAZNAS, c. apabila pembayaran dilakukan di kantor BAZNAS, BAZNAS akan memberikan Bukti Setoran Zakat BSZ, d. untuk pembayaran melalui transfer, kirimkan bukti transfer ke BAZNAS melalui Fax No. 3522316, e. BAZNAS akan mengirimkan bukti setoran zakat kepada muzakki. Dengan adanya mekanisme di atas maka dalam pengisian SPT yang juga harus memuat tentang zakat yang dikeluarkan oleh muzakki harus dicantumkan dan dianggap sah sebagai pengurang penghasilan kena pajak dengan melampirkan bukti setor zakat pada SPT. a. Dari penjelasan kaitan antara kedua Undang-undang tersebut, maka dengan demikian dapat dihitung penghasilan kena pajak jika penerapannya berdasarkan Undang-undang tentang pengelolaan zakat dan Undang-undang pajak penghasilan yaitu: Laba bersih sebelum pajak dan zakat = Rp 407,562,469 Zakat yang dikeluarkan = Rp 10,189,061.73 Penghasilan kena pajak = Rp 397,373,407.3 PPh harus dibayar : Rp 397,373,407.3 x 25 = Rp 99,343,351.83 Total = Rp 99,343,351.83 Dengan beberapa analisis perhitungan zakat serta kaitannya dengan penghasilan kena pajak badan usaha di atas, dapat dengan jelas terlihat bahwa apabila dengan dikeluarkannya zakat dapat mengurangi jumlah penghasilan kena pajak yang dibebankan sehingga pajak panghasilan yang dikeluarkan juga tidak besar. Pengurangan zakat atas penghasilan kena pajak juga didasarkan atas mekanisme yang telah diatur dan dianggap sah dengan menyertakan bukti setor zakat ketika akan membayar pajaknya. Artinya bahwa dengan pembayaran zakat perusahaan dari laba tahun berjalan yang mempengaruhi terhadap penghasilan kena pajak, maka kekhawatiran akan adanya pungutan ganda akan hilang. Di sini penulis juga mencoba memberikan sebuah alternatif perlakuan perhitungan zakat dan pajak dengan menjadikan zakat sebagai pengurang pajak penghasilan terhutang. Jika zakat diperlakukan sebagai pengurang pajak penghasilan, maka pembayaran zakat dianggap sebagai pajak dibayar di muka prepaid tax yang dapat diperhitungkan dengan jumlah pajak penghasilan terhutang wajib pajak dalam tahun berjalan. Untuk lebih jelas, maka penulis menyajikan perhitungannya dalam sebuah tabel dengan melakukan perbandingan dari perhitungan zakat oleh BPRS Al-Washliyah. Tabel 4.3 Alternatif dan Perbandingan Perhitungan Zakat Perlakuan I Perlakuan II Laba Bersih PKP Rp 407,562,469 Rp 407,562,469 Zakat 2,5 x laba bersih Rp 10,189,061.73 PKP setelah zakat Rp 397,373,407.3 PPh Terhutang : 25 x Rp 397,373,407.3,- Rp 99,343,351.83 Rp 101,890,617.3 25 x Rp 407,562,469 Total Rp 99,343,351.83 Rp 101,890,617.3 Zakat 2,5 x laba bersih Rp 10,189,061.73 PPh Terhutang setelah Rp 91,701,555.57 Selisih perlakuan I dan II Rp 7,641,796.26 Dari tabel di samping dapat diketahui bahwa perlakuan zakat badan usaha menurut Undang-undang No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan menurut Undang-undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan akan menghasilkan jumlah pajak penghasilan terhutang sebesar Rp 99,343,351.83 dan total uang yang harus dikeluarkan Wajib Pajak adalah Rp 109,532,413.6 untuk zakat dan pajak, sedangkan jika zakat badan usaha diperlakukan sebagai pengurang pajak penghasilan maka dengan membayar zakat Rp 10,189,061.73 jumlah pajak penghasilan terhutang yang harus dikeluarkan Wajib Pajak untuk membayar zakat dan pajak hanya sebesar Rp 101,890,617.3. Jika perlakuan perhitungan kedua ini dapat diterima dan dibenarkan, maka wajib pajak akan mendapatkan penghematan sebesar selisih dari jumlah PPh terhutang sebelum dikurangi zakat dan jumlah PPh terhutang setelah dikurangi zakat yaitu sebesar Rp 7,641,796.26. Namun setelah dianalisis ternyata PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah BPRS Al-Washliyah Medan menghitung zakatnya tidak berdasarkan laba usahanya melainkan diperoleh dari 2,5 dari keuntungan bagi hasil yang diperoleh nasabah setiap bulannya yang sifatnya sukarela. Sehingga dalam hal ini, PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah BPRS Al-Washliyah Medan tidak mengurangkan zakatnya dari laba usahanya, dan tidak menempatkan posisi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajaknya. Sebagaimana yang telah diatur oleh Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan beberapa teori tentang perhitungan zakat badan usaha dan pajak penghasilan badan dan kebijakan yang diterapkan oleh pihak PT. BPRS Al- Washliyah medan sendiri dalam menghitung zakat badan usahanya yang dikemukakan pada Bab II, metode penelitian yang digunakan pada Bab III serta perbandingan antara teori dan praktik serta perbandingan pada Bab IV dalam suatu analisis, maka penulis mencoba untuk menarik beberapa kesimpulan serta mengajukan saran-saran yang berkaitan dengan analisis perhitungan zakat badan usaha syariah pada PT. BPRS Al-Washliyah medan.

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari data yang telah diuraikan di antaranya : 1. zakat merupakan sebuah kewajiban bagi setiap pribadi muslim bagi yang mampu dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Al- Qur’an dan Al-Hadits sebagai salah satu bentuk kepedulian sosial antara si kaya dengan si miskin, 2. kewajiban mengeluarkan zakat badan usaha merupakan peng-qiyas-an perumpamaan dari kewajiban mengeluarkan zakat perniagaan, karena dalam hal ini perusahaan juga dianggap sebagai sebuah lembaga yang menjual produk baik jasa maupun barang,

Dokumen yang terkait

Peranan Badan Amil Zakat Berdasarkan Undang - Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Sumatera Utara (Studi Pada Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara)

0 37 186

Pengelolaan Zakat Berdasarkan Undang-undang No 38 Tahun 1999 dan Pengaruhnya Terhadap Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (Studi Kasus pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Al-Washliyah Medan

1 60 84

Analisis Penerapan Transaksi Murabahah pada PT.Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Al-Washliyah Medan

0 31 125

Analisa Laporan Keuangan pada Bank Syariah Al-Washliyah (BPRS) Medan

0 22 62

Pengawasan Internal Penerimaan dan Pengeluaran Kas pada Bank Syariah Al-Washliyah (BPRS) Medan

0 16 68

Analisis Penerapan Zakat sebagai Pengurang Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak Badan (Studi Kasus pada BPR Syariah Kota Mojokerto)

4 34 16

Pengaruh Undang-Undang No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Dan Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 Terhadap Pelaksanaan Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak : Studi kasus pada wajib pajak di KPP Pratama Jakarta Cilandak

0 18 160

Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan (Studi Kasus pada Kpp Kantor Wilayah Jawa Barat I 2010-2015)

13 117 42

Pengaruh Penambahan Wajib Pajak Badan dan Surat Pemberitahuan Masa Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees 2012-2015)

0 3 1

Pengaruh Jumlah Wajib Pajak dan Pencairan Tunggakan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cimahi 2013-2015)

1 8 30