Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Pasal 1 Ayat 1, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang dalam kandungan. Sedangkan menurut WHO batasan usia anak ialah antara 0-19 tahun. Dunia anak merupakan dunia yang penuh warna, dimana pertama kali anak belajar untuk bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya bersama teman-teman sebaya. Salah satu media anak dalam melakukan sosialisasi ialah dengan cara bermain. Bermain adalah kegiatan rekreatif yang sekaligus merupakan bagian dari metode untuk mengembangkan potensi anak, baik fisik maupun kreativitas. Bermain bagi anak memiliki nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari, karena melalui bermain anak-anak mampu mengembangkan fantasi, daya imajinasi dan kreativitasnya. Bermain dapat menumbuhkan kesenangan dan kepuasan, selain itu banyak nilai-nilai penting yang dihasilkan dari bermain, antara lain sosialisasi, sarana belajar, penyaluran energi emosional, perkembangan moral, fisik dan kepribadian. Secara formal dan universal kegiatan bermain dan bersenang-senang itu merupakan hak setiap anak. Hal ini telah diakui oleh masyarakat internasional dengan diratifikasinya Convention on The Rights of The Child atau Konvensi tentang Hak-hak Anak KHA oleh banyak negara di dunia. Secara historis konsepsi KHA itu sendiri baru diterima dalam Sidang Umum PBB pada tanggal 20 November 1989. Kemudian pada tanggal 26 Februari 1990 pemerintah Indonesia Universitas Sumatera Utara bersama-sama dengan beberapa negara yang lainnya ikut menandatangani konvensi tersebut di New York, Amerika Serikat AS. Moment penandatanganan KHA ini menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintah Indonesia dan beberapa negara lain menaruh kepedulian yang tinggi terhadap masa depan anak-anak. Untuk menindaklanjuti penandatanganan tersebut maka tepat pada tanggal 25 Agustus 1990 Presiden RI mengeluarkan Keputusan Presiden Keppres Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan KHA di Indonesia. Sejak saat itu secara formal dan moral Indonesia telah terikat berbagai ketentuan dalam KHA dalam upaya mengembangkan potensi dan kreativitas anak. Salah satu dari banyak hak-hak anak yang disebutkan secara eksplisit dalam KHA tersebut ialah hak anak untuk beristirahat dan bersenang-senang, untuk terlibat dalam kegiatan bermain, berekreasi dan seni budaya. Pada tahun 1993 Forum Komunikasi Pembinaan dan Pengembangan Anak Indonesia FK-PPAI berhasil merumuskan Asta Citra Anak Indonesia ACAI sebagai berikut: 1 Rajin beribadah; 2 Hormat dan berbakti kepada orang tua dan guru; 3 Jujur dan cakap dalam membawakan diri serta peka seni; 4 Pandai membaca dan menulis serta rajin bekerja; 5 Terampil, penuh prakarsa, rajin berkarya, mengejar prestasi dan berjiwa gotong royong; 6 Mandiri, penuh semangat, berdisiplin, dan bertanggung jawab; 7 Sehat, berhati riang, penuh keyakinan, dan usaha menghadapi masa depan; 8 Cinta tanah air. 1 Diantara banyaknya jenis permainan anak di Indonesia, maka kita mengenal jenis permainan tradisional dan permainan modern. Namun dalam perkembangannya, permainan tradisional saat ini semakin terpinggirkan dan popularitasnya telah digeser oleh kehadiran permainan modern. Permainan tradisional merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun 1 http:p3m.amikom.ac.idpics201010144130-1611-1999-07-23-PIKRAK-Anak-Industri-vs-Anak-Agraris.pdf Universitas Sumatera Utara temurun dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan dibaliknya. Permainan tradisional merupakan hasil budaya yang besar nilainya bagi anak-anak dalam rangka berfantasi, berekreasi, berkreasi, berolah raga yang sekaligus sebagai sarana berlatih untuk hidup bermasyarakat, keterampilan, kesopanan serta ketangkasan. Aspek-aspek permainan tradisional diantaranya: a aspek jasmani yang terdiri dari kekuatan dan daya tahan tubuh serta kelenturan; b aspek psikis, yang meliputi unsur berfikir, unsur berhitung, kecerdasan, kemampuan membuat siasat, kemampuan mengatasi hambatan, daya ingat, dan kreativitas; c aspek sosial meliputi unsur kerjasama, suka akan keteraturan, hormat menghormati, balas budi dan sifat malu. Salah satu gejala mencolok yang muncul dalam tiga dasawarsa terakhir di Indonesia adalah maraknya berbagai macam bentuk mainan toys dan permainan game yang berasal dari luar negeri yang tentu saja menggeser popularitas permainan tradisional di kalangan anak-anak. Modernisasi yang bergerak lambat namun pasti telah membuat permainan modern berkembang pesat dengan jenis-jenisnya yang makin variatif, permainan tradisional kini kian tersisih, tertinggal bahkan terlupakan. Mulai dari anak-anak sampai mereka yang telah dewasa pun kini asyik di depan layar TV, komputer, dan handphone untuk bermain game. Hal tersebut tidak mengherankan karena permainan ini tidak memerlukan tempat khusus dan luas serta bisa dimainkan sendiri. Gelombang masuknya unsur mainan asing ini terasa semakin sejalan dengan dibukanya tempat-tempat permainan elektronik dibanyak pusat perbelanjaan dan gedung-gedung bioskop. Mainan tradisional pada dasarnya lebih membentuk anak dalam kemampuan motoriknya. Mainan tradisional juga dapat melatih kemampuan sosial anak, karena pada umumnya permainan tradisional adalah permainan yang membutuhkan lebih dari satu pemain. Kemampuan sosial Universitas Sumatera Utara anak dengan teman-temannya sangat diasah, bagaimana emosi anak, bagaimana kemampuan anak untuk berempati dengan teman, kejujuran, kesabaran sangat dituntut dalam mainan tradisional. Jenis-jenis permainan tradisional tersebut antara lain congklak, engklek, petak umpet, kasti, engrang, lompat tali, tebak-tebakan, wayang, kelereng, membuat mobil-mobilan dari kayu, layangan, dan sebagainya. Mainan modern lebih mengasah anak dalam hal mengatur strategi, bagaimana anak menyusun suatu siasat agar tujuangoal dari mainan tersebut tercapai sehingga sang anak menjadi juara. Kelebihan dari mainan ini selain kemampuan mengatur strategi, kemampuan koordinasi alat gerak dengan alat indra anak menjadi terasah. Selain itu beberapa orang percaya bahwa mainan ini mampu meningkatkan rentang perhatian dan konsentrasi anak. Namun kemampuan sosial anak tidak terlalu dipentingkan dalam mainan modern ini, malah cenderung diabaikan karena pada umumnya mainan modern berbentuk mainan individual dimana anak dapat bermain sendiri tanpa kehadiran teman-temannya, kalaupun main berdua kemampuan interaksi anak dengan temannya tidak terlalu terlihat. Pada dasarnya sang anak terfokus pada permainan yang ada di hadapannya. Mainan modern cenderung bersifat agresif, sehingga tidak mustahil anak bersifat agresif karena pengaruh dari mainan ini. Fenomena bergesernya permainan tradisional dengan masuknya permainan modern ini dapat kita temui di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Sumatera Utara. Mulai dari daerah perkotaan maupun dipelosok pedesaan, anak-anak sudah mengenal permainan modern seperti Timezone, Video Game, Playstation1, Playstation 2, Playstation 3, Nitendo, Spica, mainan yang menggunakan Remote Control, Robot-robotan, dan sebagainya. Ditambah lagi dengan dukungan jaringan internet yang kini telah merambah daerah pedesaan, sehingga anak-anak dari berbagai usia mampu untuk mengakses Game Online seperti Point Blank, Ayodance, Cityville, Poker, dan Universitas Sumatera Utara lain-lain. Hal serupa juga terjadi di Kelurahan Batang Terab Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi turut pula merambah pedesaan- pedesaan di seluruh Indonesia, termasuk di Kelurahan Batang Terab. Tidak mengherankan apabila kita jumpai warung internet warnet tersebar dimana-mana sampai ke pelosok kelurahan 6 warnet dan 3 rental Playstation. Demikian pula halnya dengan tempat-tempat yang menyediakan jasa menyewakan Playstation. Permainan modern ini lebih menarik minat dan perhatian anak-anak di Kelurahan Batang Terab, sehingga saat ini sangat jarang ditemukan anak- anak yang masih memainkan permainan tradisional bersama teman-temannya. Fenomena ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan permainan anak-anak, yakni dari tradisional ke modern. Berangkat dari latar belakang diatas, maka penulis merasa perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana perubahan permainan anak dari tradisional ke modern yang terjadi di Kelurahan Batang Terab Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai dan faktor apa yang membuat anak lebih memilih permainan modern.

1.2. Perumusan Masalah