3.2. Layang-layang
Layang-layang, layangan, atau wau di sebagian wilayah Semenanjung Malaya merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan terhubungkan
dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang memanfaatkan kekuatan hembusan angin sebagai alat pengangkatnya. Dikenal luas di seluruh dunia sebagai alat
permainan, layang-layang diketahui juga memiliki fungsi ritual, alat bantu memancing atau menjerat, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif.
Terdapat berbagai tipe layang-layang permainan. Yang paling umum adalah layang- layang hias dalam bahasa Betawi disebut koang dan layang-layang aduan laga. Terdapat pula
layang-layang yang diberi sendaringan yang dapat mengeluarkan suara karena hembusan angin. Layang-layang laga biasa dimainkan oleh anak-anak pada masa pancaroba karena biasanya
kuatnya angin berhembus pada masa itu. Di beberapa daerah Nusantara layang-layang dimainkan sebagai bagian dari ritual
tertentu, biasanya terkait dengan proses budidaya pertanian. Layang-layang paling sederhana terbuat dari helai daun yang diberi kerangka dari bambu dan diikat dengan serat rotan. Layang-
layang semacam ini masih dapat dijumpai di Sulawesi. Diduga pula, beberapa bentuk layang- layang tradisional Bali berkembang dari layang-layang daun karena bentuk ovalnya yang
menyerupai daun. Di Jawa Barat, Lampung, dan beberapa tempat di Indonesia ditemukan layang-layang
yang dipakai sebagai alat bantu memancing. Layang-layang ini terbuat dari anyaman daun sejenis anggrek tertentu, dan dihubungkan dengan mata kail. Di Pangandaran dan beberapa
tempat lain, layang-layang dipasangi jerat untuk menangkap kalong atau kelelawar.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan layang-layang sebagai alat bantu penelitian cuaca telah dikenal sejak abad ke-18. Contoh yang paling terkenal adalah ketika Benjamin Franklin menggunakan layang-
layang yang terhubung dengan kunci untuk menunjukkan bahwa petir membawa muatan listrik. Layang-layang raksasa dari bahan sintetis sekarang telah dicoba menjadi alat untuk
menghemat penggunaan bahan bakar kapal pengangkut. Pada saat angin berhembus kencang, kapal akan membentangkan layar raksasa seperti layang-layang yang akan menarik kapal
sehingga menghemat penggunaan bahan bakar.
4
Berdasarkan hasil wawancara diatas tergambar kenangan Faisal akan kegembiraan dan keceriaan masa kecil saat bermain layangan. Namun menurut penuturannya layangan sudah
sangat jarang dimainkan. Saat ini sudah banyak kiat-kiat yang dilakukan untuk melestarikan permainan layang-layang, diantaranya mengadakan festival layang-layang seperti di Jepang,
lomba menerbangkan layang-layang, dan sebagainya. Seperti halnya kelereng, di Kelurahan Batang Terab layang-layang dimainkan hanya pada
saat sedang musim, biasanya saat angin berhembus kencang. Pada saat sedang musim, biasanya banyak orang yang mengambil kesempatan dan menjadi penjual layangan. Namun eksistensi
layang-layang di Kelurahan Batang Terab hampir terancam karena saat ini sudah sangat jarang dimainkan oleh anak-anak. Salah satu faktornya mungkin karena saat ini iklim dan cuaca sudah
tidak bisa diprediksi lagi. Karena isu pemanasan global global warming yang menyebabkan pergantian iklim dari musim panas ke musim hujan menjadi tidak teratur. Berikut adalah
penuturan dari salah satu Informan bernama Faisal 16 tahun. “Dulu aku suka main layangan bang, tapi sekarang uda jarang kali yang mainin
layangan. Kalopun ada paling waktu pas lagi musim lah bang. Soalnya layangan baru dijual kalo pas musiman aja. Waktu kecil dulu aku sering tanding main layangan, yang putus
layangannya kalah, terus kami ngejar-ngejar layangan yang lepas sampe dapat”.
4
http:id.wikipedia.orgwikiLayang-layang
Universitas Sumatera Utara
3.3. Alip Brondok Petak Umpet