Alip Brondok Petak Umpet

3.3. Alip Brondok Petak Umpet

Petak umpet adalah permainan rakyat tradisional umum di Seluruh pelosok Indonesia dari Sabang sampai Merauke sejak dahulu kala. Di Kelurahan Batang Terab permainan petak umpet lebih dikenal dengan sebutan alip brondok brondok = sembunyi. Siapa saja boleh ikut, tetapi biasanya peserta permainan berkisar antara lima sampai sepuluh orang, karena bersifat mencari teman yang bersembunyi, maka tidak terlalu banyak yang menjadi bagian dari permainan ini. Dari seluruh pemain akan bermain hompipa sampai habis dan tinggal dua orang saja. Setelah tinggal dua orang, maka masing-masing melakukan suit dan yang kalah akan berjaga dan menjadi si pencari teman-teman yang bersembunyi. Si pencari menutup mata atau menempel pada salah satu media tembok,pohon,tiang,dll sebagai sarana bentengnya. Di hitung satu sampai sepuluh, maka semua anggota harus berlari mencari persembunyiannya, setelah hitungan ke sepuluh maka si pencari teman mulai mencari teman yang bersembunyi sampai menemukan total anggota yang bersembunyi. Yang seru dari permainan alip brondok ini adalah, kalau si anak jaga pencari teman menemukan tempat persembunyian temannya, ia akan menyebut nama teman tersebut dan kemudian mereka akan adu cepat berlari ke dinding tempat ia berjaga. Siapa yang paling cepat menyentuh dinding itu dan bilang “CINDONG” maka dia yang menang. Jika teman yang belum ditemukan berhasil menyentuh dinding benteng saat anak jaga bergerilya mencari teman lain yang sembunyi, maka dia akan terbebas untuk menjadi penjaga berikutnya dan bisa tetap bersembunyi di permainan berikutnya. Permainan berakhir ketika seluruh teman yang bersembunyi ditemukan, atau si anak jaga menyerah. Untuk menentukan anak jaga berikutnya, anak jaga terdahulu akan berdiri menghadap dinding, dan anak-anak lain yang kalah berbaris di belakangnya. Anak jaga terdahulu akan menyebutkan satu angka, misalnya 3, maka anak yang Universitas Sumatera Utara baris di urutan ketiga di belakang anak jaga terdahululah yang menyandang gelar anak jaga. Karena keharusan berlari ke dinding ini, muncul istilah “jaga-jaga telur”. Istilah ini digunakan untuk menyebut anak jaga yang tidak mau beranjak dari dinding jaga untuk mencari teman- temannya, tetapi malah dudukberdiri di dekat dinding jaga, jadi begitu ada temannya yang kelihatan bisa langsung di cindong. Manfaat dari permainan ini adalah melatih keaktifan motorik anak, karena anak akan dituntut untuk berlari agar bisa menang. Permainan ini juga bagus bagi kesehatan anak karena saat berlari anak mendapatkan manfaat seperti saat berolahraga. Selain itu sosialisasi anak dengan teman sebaya menjadi intensif karena permainan ini biasanya dimainkan oleh banyak anak sekaligus. Di kelurahan batang Terab, permainan ini masih ditemukan namun sangat jarang dimainkan. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya anak yang bisa diajak bermain bersama, karena saat ini orang tua menuntut anak untuk belajar dan mengikuti berbagai les sehingga anak tidak memiliki waktu untuk bermain dengan temannya. Akibatnya, tentu saja anak akan memilih untuk memainkan permainan yang hanya bisa dimainkan sendirian dan tidak membutuhkan teman seperti Playstation, video game, dan sebagainya seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan yang bernama Fahry 14 tahun. “Permainan yang paling seru itu alip brondok bang, tapi sekarang uda gak pernah main itu lagi. Susah bang, gak ada kawan yang bisa diajakin main. Semua pada les ini-itu, gak ada waktu untuk main lah. Bagus aku main game online aja kan bang. Bisa tetep main walaupun gak ada kawan. Kadang-kadang aku juga main PS bang kalo lagi suntuk atau lagi malas ke warnet buat main game online” Dari penuturan Fahry diatas, terlihat bahwa sikap orang tua yang ingin membuat anaknya lebih pintar dengan memberikan berbagai macam leskursus ternyata secara tidak sadar telah membatasi waktu bermain bagi anak-anak mereka. Maksud dari orang tua memang baik, karena Universitas Sumatera Utara ingin melihat anaknya lebih maju dan dapat bersaing secara intelektual dengan teman-temannya disekolah. Namun dampak laten yang tidak disadari ialah anak menjadi tersisih dari lingkungan dan akan menjadi individualistis karena tidak memiliki teman. Mereka akan lebih memilih untuk bermain sendiri tanpa harus repot mencari teman. Akan tetapi berdasarkan pemantauan penulis dilapangan, masih ada anak-anak kecil berkisar antara usia 10-13 tahun yang memainkan permainan alip brondok ini. Salah satu informan yang masih cukup sering bermain Alip Brondok adalah Fitri 10 tahun. Berikut adalah penuturannya kepada penulis. “ Kalo dirumah biasanya aku sering main alip brondok, masak-masakan, atau lompat tali bang. Aku mainnya sama anak-anak tetangga, kadang kalo lagi rame bisa sampe 6 orang. Seru bang, bisa sembunyi dan lomba lari sama yang jaga kalo ketauan tempat sembunyi nya. Kalo gak dikasi keluar rumah, aku mainnya didalam rumah sama adik atau temenku. Biasanya aku sembunyi di lemari, dikolong tempat tidur, di balik kursi, hehehe....”

3.4. Pecah Piring