commit to user 12
“Bullying  is  aggressive  behavior  that  is  intentional  and  that  involves  an imbalance of power or strength” www.unicef.org.
Artinya  kurang  lebih  :  bullying  adalah  perilaku  agresif  yang  menyangkut ketidakseimbangan kekuatan.
7.  Menurut Ken Rigby, seorang peneliti Bullying dari Australia: Bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam
aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang  atau  kelompok  yang  lebih  kuat,  tidak  bertanggung  jawab,  biasanya
berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang Rigby, K., 1996,  op.cit. Ponny Retno Astuti, 2008:3.
8.  Menurut Barbara Coloroso, seorang peneliti ahli mengenai bullying : Bullying    penindasan  adalah  aktivitas  sadar,  disengaja,  dan  keji  yang
dimaksudkan  untuk  melukai,  menanamkan  ketakutan  melalui  ancaman  agresi lebih lanjut, dan menciptakan teror Coloroso Barbara, 2007:44-45.
B. Ciri-ciri Bullying
Berdasarkan  definisi  bullying  di  atas,  maka  dapat  di  simpulkan  ciri-ciri bullying, antara lain :
1.  Bullying dilakukan oleh seseorang bullysekelompok orang bullies yang mem- punyai  posisi  dominan,  baik  itu  secara  fisik  atau  pun  mental  bahkan  keduanya,
sehingga korbannya tidak mampu mempertahankan diri. 2.  Bullying berupa tindakan agresif yang dilakukan berulang-ulang.
3.  Bullying  menyebabkan  perasaan  tidak  nyamantidak  senang  bahkan  sakit  baik secara  fisik  atau  pun  mental  bahkan  keduanya  bagi  korbannya,  bahkan  dalam
kasus tertentu dapat menyebabkan kematian.
commit to user 13
C. Karakteristik Bullying
1. Karakteristik BullyBullies
Menurut  Wikipedia,  berdasarkan  hasil  penelitian,  para  pelaku  bullying mempunyai kepribadian penggertak yang otoriter, digabungkan dengan kebutuhan
yang  kuat  untuk  me ngendalikan  atau  mendominasi….Lebih  lanjut  menunjukkan
bahwa  kecemburuan  dan  dendam  termasuk  dalam  motif  bullying,  ada  juga  bukti yang menunjukkan bahwa  bullies menderita dari defisit dalam harga diri karena
hal  ini  akan  sulit  untuk  penggertak.  Namun,  bullying  juga  dapat  digunakan sebagai  alat  untuk  menyembunyikan  rasa  malu  atau  kegelisahan  atau  untuk
meningkatkan  percaya  diri:  dengan  merendahkan  orang  lain,  bullies  ini  merasa mempunyai kuasa yang lebih…. Para peneliti telah mengidentifikasi faktor-faktor
risiko  lainnya,  seperti  kecepatan  untuk  marah  dan  menggunakan  kekerasan, kecanduan  berperilaku  agresif,  menyalahkan  tindakan  orang  lain  bermusuhan,
menjaga  image  diri ja’im,  dan  keinginan  untuk  bertindak  kakukeras  terhadap
orang lain www.wikipedia.org Menurut Andrew Mellor, Manajer Jaringan Kerja Anti-Bullying dari University of
Edinburgh,  Inggris,  telah  menengarai  sebagian  orang  yang  secara  konsisten melakukan  bullying.  Orang-orang  semacam  itu  biasanya  agresif,  impulsif  dan
kurang memiliki empati Mellor Andrew, op. cit. M. Fauzi, www.hupelita.com Menurut  Ponny  Retno  Astuti,  pelaku  umumnya  temperamental.  Mereka
melakukan  bullying  terhadap  orang  lain  sebagai  pelampiasan  kekesalan  dan kekecewaannya. Ada kalanya karena mereka merasa tidak punya teman, sehingga
ia menciptakan situasi bullying supaya memiliki “pengikut” dan kelompok sendiri.
Bisa  jadi  mereka  takut  menjadi  korban  bullying,  sehingga  lebih  dulu  mengambil
commit to user 14
inisiatif  sebagai  pelaku  bullying  untuk  keamanan  dirinya.  Pelaku  bullying kemungkinan  besar  juga  sekedar  mengulangi  apa  yang  pernah  ia  lihat  dan  alami
sendiri. Ia menganiaya anak lain karena mungkin ia sendiri dianiaya orang tuanya di rumah. Ia juga mungkin pernah ditindas dan dianiaya anak lain yang lebih kuat
darinya di masa lalu Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:15. Ciri perilaku bullying antara lain :
a.  Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di sekolah b.  Menempatkan diri di tempat tertentu di sekolahsekitarnya
c.  Merupakan tokoh populer di sekolah d.  Gerak-geriknya  seringkali  dapat  ditandai  :  sering  berjalan  di  depan,  sengaja
menabrak, berkata kasar, menyepelekanmelecehkan. Itulah sebabnya bullying menjadi suatu siklus kekerasan yang terus berlanjut turun
temurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya Ponny Retno Astuti, 2008:55.
2. Karakteristik korban bullying
Berdasarkan  penelitian  UNICEF,  korban  bullying  mempunyai  karakteristik sebagai berikut :
a.  Menghargai dirinya sendiri sebagai rata-rata atau bahkan rendah, b.  Impulsif, berkepribadian kepala panas mudah panik, tidak tenang,
c.  Kurang berempati, d.  Kesulitan menyesuaikan diri dengan peraturan,
e.  Mendukung tindak kekerasan www.unicef.org.
Menurut  penelitian  Yayasan  SEJIWA,  dalam  bukunya  Bullying,  beberapa  ciri yang bisa dijadikan korban bullying antara lain :
commit to user 15
- Berfisik kecil, lemah
- Berpenampilan lain dari biasa
- Sulit bergaul
- Siswa yang rendah kepercayaan dirinya
- Anak yang canggung sering salah bicarabertindak,berpakaian
- Anak yang memiliki aksen berbeda
- Anak yang dianggap menyebalkan dan menantang bully
- Cantikganteng, tidak cantiktidak ganteng
- Anak orang tak punyaanak orang kaya
- Kurang pandai
- Anak yang gagap
- Anak yang dianggap sering argumentatif terhadap bully
Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:17 Menurut Ponny Retno Astuti, ciri perilaku korban antara lain :
- Pemalupendiampenyendiri
- Bodohdungu
- Mendadak menjadi penyendiripendiam
- Sering tidak masuk sekolah oleh alasan yang tidak jelas
- Berperilaku aneh atau tidak biasa takutmarah tanpa sebab, mencorat-coret
Ponny Retno Astuti, 2008:21
3. Karakteristik Bullying di Sekolah
Seperti  hasil  penelitian  para  ahli,  antara  lain  oleh  Rigby,  bullying  yang  banyak dilakukan  di  sekolah  umumnya  mempunyai  tiga  karakteristik  yang  terintegrasi,
sebagai berikut :
commit to user 16
a.  Ada perilaku agresi yang menyenangkan pelaku untuk menyakiti korbannya. b.  Tindakan  itu  dilakukan  secara  tidak  seimbang  sehingga  menimbulkan
perasaan tertekan korban. c.  Perilaku itu dilakukan secara berulang atau terus-menerus.
Rigby, K., 1996, op.cit., Ponny Retno Astuti, 2008:8
4. Karakteristik Sekolah yang mudah terdapat kasus bullying
Karakteristik Sekolah yang mudah terdapat kasus bullying pada umumnya berada dalam situasi sebagai berikut :
a.  Sekolah dengan ciri perilaku diskriminatif di kalangan guru dan siswa. b.  Kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari para guru dan satpam.
c.  Sekolah dengan kesenjangan besar antara siswa kaya dan miskin. d.  Adanya kedisiplinan yang sangat kaku atau yang terlalu lemah.
e.  Bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten. Ponny Retno Astuti, 2008:8
D. Bentuk Perilaku Bullying
1. Fisik
Adalah  jenis  bullying  yang  kasat  mata.  Siapa  pun  bisa  melihatnya  karena  terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contoh-contoh bullying fisik
antara lain :
-  Menampar
-  Menimpuk
-  Menginjak kaki -  Menjegal
commit to user 17
-  Meludahi -  Memalak
-  Melempari dengan barang -  Menghukum dengan berlari keliling lapangan
-  Menampar
-  Menggigit -  Menghukum dengan cara push-up
Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:8 -  Menarik rambut
-  Memukul -  Menendang
-  Mengunci -  Memlintir
-  Menonjok -  Mendorong
-  Mencakar -  Meludahi
-  Mengancam -  Merusak kepemilikan property korban
-  Penggunaan senjata
-  Mengintimidasi korban di ruangandengan mengitari -  Perbuatan kriminal
Ponny Retno Astuti, 2008:22
2. Non fisik
Bentuk perilaku bullying ini tidak melalui kontak fisik, tapi berupa :
commit to user 18
a.  Verbal Ini jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena tertangkap indra pendenga-
ran kita. Contoh-contoh bullying verbal : -  Memaki
-  Menghina -  Menjuluki
-  Meneriaki -  Mempermalukan di depan umum
-  Menuduh -  Menyoraki
-  Menebar gosip -  Memfitnah
-  Menolak Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:3-4
-  Panggilan telepon yang meledek -  Pemerasan
-  Mengancam -  Menghasut
-  Berkata jorok pada korban -  Berkata menekan
-  Menyebarluaskan kejelekan orang Ponny Retno Astuti, 2008:22
b.  Non Verbal Terbagi menjadi 2, yaitu :
1  Tidak Langsung
commit to user 19
-  Memanipulasi pertemanan -  Mengasingkan
-  Tidak mengikutsertakan -  Mengirim pesan menghasut
-  Curang Ponny Retno Astuti, 2008:22
2  Langsung Mentalpsikologis Ini jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap mata atau
telinga kita, jika kita tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik bullying ini terjadi diam-diam dan di luar radar pemantauan kita. Contoh-contohnya :
-  Gerakan tangan, kaki, atau anggota badan lain kasar  mengancam -  Menatap
-  Muka mengancam -  Menggeram
-  Hentakan mengancam -  Menakuti
-  Memandang sinis
-
Memandang penuh ancaman -  Memandang yang merendahkan
-  Memelototi -  Mencibir
-  Mempermalukan di depan umum -  Mendiamkan
-  Mengucilkan -  Meneror lewat SMS atau e-mail
commit to user 20
Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:4-5
3. Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual di sekolah bisa terjadi dalam bentuk fisik maupun non-fisik. a.  Yang berupa fisik antara lain :
Jamahan terhadap bagian tubuh tertentu, imbalan pemberian nilai pada murid perempuan manakala rela berbuat sesuatu, pemerkosaan, dan lain-lain.
b.  Sedangkan yang berupa non-fisik antara lain : Di lingkungan sekolah sangat berpotensi terjadi julukan terhadap bentuk tubuh
seseorang,  ejekan,  tempat  duduk  murid  perempuan  dimana  meja  depannya tidak bertutup sering mengundang perbuatan negatif.
http:pedulihakanak.wordpress.com
E. Penyebab Terjadinya Bullying
Menurut Pon ny Retno Astuti dalam bukunya : “Meredam Bullying”, terjadinya
bullying disebabkan karena 2 hal, antara lain : 1.  Sebagai tindakan reaktif, yakni aksi yang dilakukan oleh sekelompok anakorang
secara  mendadak  sebagai  reaksi  atas  perlakuan  atau  gangguan  orang  lain  kepada anggota kelompoknya.
2.  Sebagai  tindakan  proaktif,  yakni  tindakan  yang  sengaja  dilakukan  seseorang kelompok  sebagai  motivasi  awal  atau  hukuman  pada  korbannya  untuk  mendapat
kan balasan. Ponny Retno Astuti, 2008:21
Lagi  menurut  Ponny  Retno  Astuti,  bullying  juga  disebabkan  oleh  faktor eksternal yaitu lingkungan sekitarnya serta faktor internal, antara lain :
1.  Lingkungan sekolah yang kurang baik
commit to user 21
2.  Senioritas tidak pernah diselesaikan 3.  Guru memberikan contoh kurang baik pada siswa
4.  Ketidakharmonisan di rumah 5.  Karakter anak faktor internal
Ponny Retno Astuti, 2008:51 Terjadinya bullying atau aksi intimidasi fisik, verbal, maupun psikologis yang
terjadi di sekolah akibat krisis pendidikan karakter dan budi pekerti. Menurut Menteri Pemberdayaan  Perempuan  Meutia  Hatta  Swasono  kabinet  yang  lalu,  2004-2009,
orang  tua  harus  sadar  dan  paham  bahwa  bullying  bukan  sekadar  permainan  yang dilakukan  anak-anak  pada  teman  sebayanya.  Bila  dilihat  lebih  jauh,  bullying  telah
berakar  pada  kebobrokan  mental  akibat  kurangnya  pendidikan  karakter  dan  budi pekerti Meutia Hatta Swasono, 2007:7.
Kemudian  menurut  Abu  Huraerah,  M.Si.,  seorang  yang  aktif  dalam  kegiatan  LSM Lembaga  Pengabdian  pada  Masyarakat,  dalam  bukunya  Child  Abuse  kekerasan
terhadap anak, kekerasan di sekolah bisa terjadi karena beberapa faktor : 1.  Karena  kebanyakan  guru  kita  di  Indonesia  kurang  menghayati  pekerjaannya
sebagai  panggilan  profesi,  sehingga  cenderung  kurang  memiliki  kemampuan mendidik  dengan  benar  serta  tidak  mampu  menjalin  ikatan  emosional  yang
konstruktif dengan siswa Mulyadi, 2006. 2.  Dengan  dalih  demi  kedisiplinan  siswa.  Guru  kerapkali  kehilangan  kesabaran
hingga  melakukan  hukuman  fisik,  atau  melakukan  tindakan-tindakan  yang  tidak terpuji  dan  melanggar  batas  etika  dan  moralitas,  seperti  memukul,  meninju,  dan
menendang  kekerasan  fisik  serta  mengeluarkan  kata-kata  yang  tidak  mendidik, yang dapat menyinggung perasaan siswa kekerasan verbal kekerasan psikologis
commit to user 22
kekerasan  emosional,  misalnya  :  sindiran,  perkataan  seperti  “Kalian  anak  yang bodoh, anak bandel, susah diatur” dan sebagainya.
3.  Kurikulum  terlalu  padat  dan  kurang  berpihak  kepada  siswa,  sehingga mengakibatkan  guru  cenderung  menjalankan  tugasnya  sekedar  mengejar  target
kurikulum. Ini tentu terkait dengan belum optimalnya upaya peningkatan kualitas dan kesejahteraan siswa Mulyadi, 2006.
Abu Heraerah, 2007:107 Tak  sedikit  diantara  para  guru  yang  menilai  bahwa  tindak  kekerasan  yang
mereka  lakukan  itu  adalah  demi  membuat  para  murid  berdisiplin.  Mulai  dari membentak, memukul hingga tindak kekerasan lainnya, ini tergolong ke dalam kasus
bullying, yakni perilaku kekerasan terhadap orang lain yang dianggap lebih lemah M.
Fauzi, www.hupelita.com.
Namun,  sebagian  besar  laporan  media  massa  luput  melihat  benang  merah persoalan  berbagai  kasus  dalam  fenomena  kekerasan  itu,  yakni  masalah  bullying  di
sekolah.  Sebagian  masih  berkutat  dengan  komentar  pakar  yang  menyoroti  masalah ekonomi,  ketidakharmonisan  keluarga,  dan  kerapuhan  korban  Maria  Hartiningsih,
http:kesehatan.kompas.com. Bullying sesungguhnya sebuah situasi yang tercipta ketika tiga karakter berte-
mu di satu tempat. Tiga karakter tersebut adalah : pelaku bullying bully bullies,  korban  bullying,  dan  saksi  peristiwa  bullying,  masing-masing  punya
alasanpenyebab mengapa mereka berada pada karakternya masing-masing : 1.  Pelaku bullying bullybullies
Inilah aktor utama pelaku bullying. dilah sang agresor, sang provokator, sekaligus inisiator  situasi  bullying.  Si  pelaku  bullying  umumnya  seorang  anak  atau  murid
bahkan orang dewasa guru atau karyawan sekolah, yang berfisik besar dan kuat,
commit to user 23
namun tidak jarang juga ia bertubuh kecil atau sedang, namun memiliki dominasi psikologis  yang  besar  di  kalangan  teman-temannya.  Yang  jelas,  ia  mempunyai
kekuatan dan kekuasaan di atas korbannya. Ditemukan  begitu  banyak  alasan  mengapa  seseorang  menjadi  pelaku  bullying.
namun,  alasan  yang  paling  jelas  adalah  bahwa  pelaku  bullying  merasakan kepuasan  apabila  ia  “berkuasa”  di  kalangan  teman  sebayanya  atau  murid-
muridnyaanak-anak.  Dengan  melakukan  bullying,  ia  mendapat  label  betapa “besar”nya  ia  dan  betapa  “kecil”nya  sang  korban.  Selain  itu,  tawa  teman-teman
sekelompoknya  saat  ia  mempermainkan  sang  korban  memberikan  sanjungan karena ia merasa punya selera humor yang tinggi, keren, dan populer.
Tidak  semua  pelaku  bullying  melakukannya  sebagai  kompensasi  karena kepercayaan  diri  yang  rendah.  Banyak  di  antara  mereka  justru  memiliki
kepercayaan diri yang begitu tinggi dan sekaligus dorongan untuk selalu menindas dan  menggencet  anak  yang  lebih  lemah.  Ini  disebabkan  karena  mereka  tidak
pernah  dididik  untuk  memiliki  empati  terhadap  orang  lain,  untuk  merasakan perasaan  orang  lain  yang  mengalami  siksaan  dan  aniaya  Yayasan  Semai  Jiwa
Amini SEJIWA, 2008:14. Atau  sebagai  pelaku  bullying  malahan  seseorang  seseorang  berulangkali  dengan
sengaja menggunakan kekuasaannya untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik, emosi,  maupun  sosial.  Kondisi  ini  juga  terjadi  karena  ada  ketidakseimbangan
kekuatan  antara  fisik,  kekuatan,  emosional  dan  kekuasaan  Riri  Wijaya, http:www.dradio1034fm.or.id.
Menurut  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Riauskina  dkk.,  korban  bullying mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena :
- Tradisi
commit to user 24
- Balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama menurut korban laki-laki
- Ingin menunjukkan kekuasaan
- Marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan
- Mendapatkan kepuasan menurut korban perempuan
- Iri hati menurut korban perempuan
Riauskina I. I., Djuwita R., dan Soesetio S. R., 2005:www.popsy.wordpress.com Menurut  penelitian  Yayasan  SEJIWA,  dalam  bukunya  Bullying,  beberapa  ciri
yang bisa dijadikan pelaku bullying antara lain : -  Karena mereka pernah menjadi korban bullying
-  ingin menujukkan eksistensi diri -  ingin diakui
-  pengaruh tayangan TV yang negatif -  senoiritas
-  iri hati -  menutup kekurangan diri
-  mencari perhatian -  balas dendam
-  iseng -  sering mendapat perlakukan kasar di ramah tangga dan dari teman-teman
-  ingin terkenal -  ikut-ikutan
Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:16 2.  Korban bullying
Bullying  tidak  mungkin  terjadi  hanya  dengan  adanya  pelaku  bullying.  harus  ada korban yang menjadi sasaran penganiayaan dan penindasan.
commit to user 25
Korban  bullying  bukanlah  sekedar  pelaku  pasif  dari  situasi  bullying.  ia  turut  ber peran  serta  memelihara  dan  melestarikan  situasi  bullying  dengan  bersikap  diam.
Rata-rata  korban  bullying  tidak  pernah  melaporkan  kepada  orang  tua  dan  guru bahwa telah dianiaya atau ditindas anak lain di sekolahnya.
Sikap    diam  sang  korban  ini  tentunya  beralasan.  Alasan  yang  utama,  mereka berpikir  bila  melaporkan  kegiatan  bullying  yang  menimpanya  tidak  akan
menyelesaikan masalah. Jika korban melaporkan pada guru, guru akan memanggil dan  menegur  sang  pelaku  bullying,  berikutnya  pelaku  bullying  akan  kembali
menghadang sang korban dan memberi siksaan yang lebih keras. Pelaku bullying pun  akan  memberi  ancaman  jika  korban  berani  melapor.  Dari  sisi  korban,
ancaman  pelaku  bullying  lebih  nyata  dan  lebih  menakuitkan  dibanding konsekuensi  jika  tidak  melapor  ke  guru.  Maka  menurut  para  korban  bullying,
mendiamkan perilaku bullying adalah pilihan terbaik Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:118.
Menurut  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Riauskina  dkk.,  korban  bullying membentuk  skema  kognitif  yang  salah  bahwa  bullying
bisa  ’dibenarkan’ meskipun  mereka  merasakan  dampak  negatifnya.  Adapun  korban  juga
mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban bullying karena : -
Penampilan menyolok -
Tidak berperilaku dengan sesuai -
Perilaku dianggap tidak sopan -
Tradisi Riauskina I. I., Djuwita R., dan Soesetio S. R., 2005:www.popsy.wordpress.com
Korban bullying tidak sadar bahwa ia justru merusak dirinya dengan menyimpan kepedihan tanpa berusaha mengobati atau membaginya dengan orang lain. Hal-hal
commit to user 26
situasional  seperti  tidak  eratnya  hubungan  antara  orang  tua  dan  anak  juga  dapat membuat  anak  terisolasi  dan  tidak  akan  berpikir  meminta  bantuan  pada  orang
tuanya untuk mengatasi situasi bullying. Apalagi jika ia berhadapan dengan sistem nilai orang tua atau pendidik yang cenderung menganggap bullying sebagai peris-
tiwa  lazim  dan  sarana  ujian  mental  Yayasan  Semai  Jiwa  Amini  SEJIWA, 2008:19.
3.  Saksi bullying Berhubung  situasi  bullying  terkadang  menyerupai  sebuah  pertunjukan,  ia  tidak
akan  berlangsung  tanpa  adanya  penonton.  Di  sinilah  saksi  bullying  menjadi pemirsa  sekaligus  pemeran  dalam  sebuah  situasi  bullying.  Para  saksi  bullying
berperan serta dengan dua cara : a.  Aktif : menyoraki dan mendukung pelaku bullying
Tindakan ini merupakan naluri penyelamatan diri agar ia tidak menjadi korban berikutnya.  Apa  pun  statusnya,  saksi  aktif  ini  berperan  sebagai  pemandu
sorak,  ia  memberi  validasi  dan  legitimasi  bagi  pelaku  bullying  untuk melancarkan aksinya sekaligus motivasi untuk semakin merajalela.
b.  Pasif : diam dan bersikap acuh tak acuh. Adapun  saksi  pasif  yang  juga  berada  di  arena  bullying  lebih  memilih  diam
karena  alasan  yang  wajar  yaitu  yakut.  Jika  ia  melakukan  intervensi,  ia  akan turut  menjadi  korban,  baik  saat  itu  juga  maupun  nanti.  Situasi  seperti  ini
menumpulkan  empati  sang  saksi  :  lebih  baik  ia  diam  demi  keselamatannya sendiri Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:20.
Menurut Barbara Coloroso, peneliti Bullying, Penindas Bullybullies , pihak yang  tertindas  korban,  dan  penontonnya  adalah  tiga  karakter  dalam  sebuah  drama
commit to user 27
tragis  yang dimainkan di rumah, sekolah, taman bermain, dan jalan- jalan…drama itu
nyata, dan akibatnya bisa mematikan Coloroso Barbara, 2007:28. Selain  karena  adanya  ketiga  tokoh  utama  yang  menyebabkan  kasus  bullying
terjadi, tidak dapat dipungkiri, kalau lingkungan sekitar dan masyarakatnya yang turut ‘mensukseskan’  keberlangsungan  kasus  ini,  karena  tidak  adanya  kesadaran  dan
keinginan  untuk  melakukan  intervensi,  karena  tidak  ada  pihak  yang  merasa  paling bertanggung  jawab  untuk  mengintervensi.  Dapatkah  ini  disebut  a  tragedy  of  the
common, di mana masyarakat dan pemerintah tak mempunyai sentuhan langsung dan terdampak bullying? David  Thompson  et  al,  dalam  Bullying: Effective Strategies for
Long-term  Improvement  2002  menginventarisasi  alasan  ketidaksudian  orang melakukan intervensi terhadap bullying. Alasan-alasan yang diutarakan antara lain :
1.  Korban memang layak di-bully 2.  Merasa bukan urusannya untuk melakukan intervensi
3.  Sebaiknya orang lain saja yang melakukan 4.  Kalau saya ikut campur tangan, bisa memperburuk situasi korban
5.  Saya takut orang yang melakukan bullying dan teman-teman akan menyerang saya 6.  Saya tidak mungkin dapat melakukan dengan sukses
7.  Orang lain saja tidak ada yang peduli dan tidak melakukan tindakan apa pun untuk mengatasi
8.  Jika saya mengintervensi, artinya saya konyol 9.  Tidak  tahu  bagaimana  melakukan  intervensi  dengan  cara  simpatik  dan  tidak
agresif. Alasan-alasan ini mungkin masih bisa ditambah. David Thompson, 2002, et al. Junifrius Gultom, www.kompas.com
commit to user 28
F. Tempat Terjadinya Bullying