Ciri-ciri Bullying Penyebab Terjadinya Bullying

commit to user 12 “Bullying is aggressive behavior that is intentional and that involves an imbalance of power or strength” www.unicef.org. Artinya kurang lebih : bullying adalah perilaku agresif yang menyangkut ketidakseimbangan kekuatan. 7. Menurut Ken Rigby, seorang peneliti Bullying dari Australia: Bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang Rigby, K., 1996, op.cit. Ponny Retno Astuti, 2008:3. 8. Menurut Barbara Coloroso, seorang peneliti ahli mengenai bullying : Bullying penindasan adalah aktivitas sadar, disengaja, dan keji yang dimaksudkan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan menciptakan teror Coloroso Barbara, 2007:44-45.

B. Ciri-ciri Bullying

Berdasarkan definisi bullying di atas, maka dapat di simpulkan ciri-ciri bullying, antara lain : 1. Bullying dilakukan oleh seseorang bullysekelompok orang bullies yang mem- punyai posisi dominan, baik itu secara fisik atau pun mental bahkan keduanya, sehingga korbannya tidak mampu mempertahankan diri. 2. Bullying berupa tindakan agresif yang dilakukan berulang-ulang. 3. Bullying menyebabkan perasaan tidak nyamantidak senang bahkan sakit baik secara fisik atau pun mental bahkan keduanya bagi korbannya, bahkan dalam kasus tertentu dapat menyebabkan kematian. commit to user 13

C. Karakteristik Bullying

1. Karakteristik BullyBullies

Menurut Wikipedia, berdasarkan hasil penelitian, para pelaku bullying mempunyai kepribadian penggertak yang otoriter, digabungkan dengan kebutuhan yang kuat untuk me ngendalikan atau mendominasi….Lebih lanjut menunjukkan bahwa kecemburuan dan dendam termasuk dalam motif bullying, ada juga bukti yang menunjukkan bahwa bullies menderita dari defisit dalam harga diri karena hal ini akan sulit untuk penggertak. Namun, bullying juga dapat digunakan sebagai alat untuk menyembunyikan rasa malu atau kegelisahan atau untuk meningkatkan percaya diri: dengan merendahkan orang lain, bullies ini merasa mempunyai kuasa yang lebih…. Para peneliti telah mengidentifikasi faktor-faktor risiko lainnya, seperti kecepatan untuk marah dan menggunakan kekerasan, kecanduan berperilaku agresif, menyalahkan tindakan orang lain bermusuhan, menjaga image diri ja’im, dan keinginan untuk bertindak kakukeras terhadap orang lain www.wikipedia.org Menurut Andrew Mellor, Manajer Jaringan Kerja Anti-Bullying dari University of Edinburgh, Inggris, telah menengarai sebagian orang yang secara konsisten melakukan bullying. Orang-orang semacam itu biasanya agresif, impulsif dan kurang memiliki empati Mellor Andrew, op. cit. M. Fauzi, www.hupelita.com Menurut Ponny Retno Astuti, pelaku umumnya temperamental. Mereka melakukan bullying terhadap orang lain sebagai pelampiasan kekesalan dan kekecewaannya. Ada kalanya karena mereka merasa tidak punya teman, sehingga ia menciptakan situasi bullying supaya memiliki “pengikut” dan kelompok sendiri. Bisa jadi mereka takut menjadi korban bullying, sehingga lebih dulu mengambil commit to user 14 inisiatif sebagai pelaku bullying untuk keamanan dirinya. Pelaku bullying kemungkinan besar juga sekedar mengulangi apa yang pernah ia lihat dan alami sendiri. Ia menganiaya anak lain karena mungkin ia sendiri dianiaya orang tuanya di rumah. Ia juga mungkin pernah ditindas dan dianiaya anak lain yang lebih kuat darinya di masa lalu Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:15. Ciri perilaku bullying antara lain : a. Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di sekolah b. Menempatkan diri di tempat tertentu di sekolahsekitarnya c. Merupakan tokoh populer di sekolah d. Gerak-geriknya seringkali dapat ditandai : sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata kasar, menyepelekanmelecehkan. Itulah sebabnya bullying menjadi suatu siklus kekerasan yang terus berlanjut turun temurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya Ponny Retno Astuti, 2008:55.

2. Karakteristik korban bullying

Berdasarkan penelitian UNICEF, korban bullying mempunyai karakteristik sebagai berikut : a. Menghargai dirinya sendiri sebagai rata-rata atau bahkan rendah, b. Impulsif, berkepribadian kepala panas mudah panik, tidak tenang, c. Kurang berempati, d. Kesulitan menyesuaikan diri dengan peraturan, e. Mendukung tindak kekerasan www.unicef.org. Menurut penelitian Yayasan SEJIWA, dalam bukunya Bullying, beberapa ciri yang bisa dijadikan korban bullying antara lain : commit to user 15 - Berfisik kecil, lemah - Berpenampilan lain dari biasa - Sulit bergaul - Siswa yang rendah kepercayaan dirinya - Anak yang canggung sering salah bicarabertindak,berpakaian - Anak yang memiliki aksen berbeda - Anak yang dianggap menyebalkan dan menantang bully - Cantikganteng, tidak cantiktidak ganteng - Anak orang tak punyaanak orang kaya - Kurang pandai - Anak yang gagap - Anak yang dianggap sering argumentatif terhadap bully Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:17 Menurut Ponny Retno Astuti, ciri perilaku korban antara lain : - Pemalupendiampenyendiri - Bodohdungu - Mendadak menjadi penyendiripendiam - Sering tidak masuk sekolah oleh alasan yang tidak jelas - Berperilaku aneh atau tidak biasa takutmarah tanpa sebab, mencorat-coret Ponny Retno Astuti, 2008:21

3. Karakteristik Bullying di Sekolah

Seperti hasil penelitian para ahli, antara lain oleh Rigby, bullying yang banyak dilakukan di sekolah umumnya mempunyai tiga karakteristik yang terintegrasi, sebagai berikut : commit to user 16 a. Ada perilaku agresi yang menyenangkan pelaku untuk menyakiti korbannya. b. Tindakan itu dilakukan secara tidak seimbang sehingga menimbulkan perasaan tertekan korban. c. Perilaku itu dilakukan secara berulang atau terus-menerus. Rigby, K., 1996, op.cit., Ponny Retno Astuti, 2008:8

4. Karakteristik Sekolah yang mudah terdapat kasus bullying

Karakteristik Sekolah yang mudah terdapat kasus bullying pada umumnya berada dalam situasi sebagai berikut : a. Sekolah dengan ciri perilaku diskriminatif di kalangan guru dan siswa. b. Kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari para guru dan satpam. c. Sekolah dengan kesenjangan besar antara siswa kaya dan miskin. d. Adanya kedisiplinan yang sangat kaku atau yang terlalu lemah. e. Bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten. Ponny Retno Astuti, 2008:8

D. Bentuk Perilaku Bullying

1. Fisik

Adalah jenis bullying yang kasat mata. Siapa pun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contoh-contoh bullying fisik antara lain : - Menampar - Menimpuk - Menginjak kaki - Menjegal commit to user 17 - Meludahi - Memalak - Melempari dengan barang - Menghukum dengan berlari keliling lapangan - Menampar - Menggigit - Menghukum dengan cara push-up Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:8 - Menarik rambut - Memukul - Menendang - Mengunci - Memlintir - Menonjok - Mendorong - Mencakar - Meludahi - Mengancam - Merusak kepemilikan property korban - Penggunaan senjata - Mengintimidasi korban di ruangandengan mengitari - Perbuatan kriminal Ponny Retno Astuti, 2008:22

2. Non fisik

Bentuk perilaku bullying ini tidak melalui kontak fisik, tapi berupa : commit to user 18 a. Verbal Ini jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena tertangkap indra pendenga- ran kita. Contoh-contoh bullying verbal : - Memaki - Menghina - Menjuluki - Meneriaki - Mempermalukan di depan umum - Menuduh - Menyoraki - Menebar gosip - Memfitnah - Menolak Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:3-4 - Panggilan telepon yang meledek - Pemerasan - Mengancam - Menghasut - Berkata jorok pada korban - Berkata menekan - Menyebarluaskan kejelekan orang Ponny Retno Astuti, 2008:22 b. Non Verbal Terbagi menjadi 2, yaitu : 1 Tidak Langsung commit to user 19 - Memanipulasi pertemanan - Mengasingkan - Tidak mengikutsertakan - Mengirim pesan menghasut - Curang Ponny Retno Astuti, 2008:22 2 Langsung Mentalpsikologis Ini jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap mata atau telinga kita, jika kita tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik bullying ini terjadi diam-diam dan di luar radar pemantauan kita. Contoh-contohnya : - Gerakan tangan, kaki, atau anggota badan lain kasar mengancam - Menatap - Muka mengancam - Menggeram - Hentakan mengancam - Menakuti - Memandang sinis - Memandang penuh ancaman - Memandang yang merendahkan - Memelototi - Mencibir - Mempermalukan di depan umum - Mendiamkan - Mengucilkan - Meneror lewat SMS atau e-mail commit to user 20 Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:4-5

3. Pelecehan Seksual

Pelecehan seksual di sekolah bisa terjadi dalam bentuk fisik maupun non-fisik. a. Yang berupa fisik antara lain : Jamahan terhadap bagian tubuh tertentu, imbalan pemberian nilai pada murid perempuan manakala rela berbuat sesuatu, pemerkosaan, dan lain-lain. b. Sedangkan yang berupa non-fisik antara lain : Di lingkungan sekolah sangat berpotensi terjadi julukan terhadap bentuk tubuh seseorang, ejekan, tempat duduk murid perempuan dimana meja depannya tidak bertutup sering mengundang perbuatan negatif. http:pedulihakanak.wordpress.com

E. Penyebab Terjadinya Bullying

Menurut Pon ny Retno Astuti dalam bukunya : “Meredam Bullying”, terjadinya bullying disebabkan karena 2 hal, antara lain : 1. Sebagai tindakan reaktif, yakni aksi yang dilakukan oleh sekelompok anakorang secara mendadak sebagai reaksi atas perlakuan atau gangguan orang lain kepada anggota kelompoknya. 2. Sebagai tindakan proaktif, yakni tindakan yang sengaja dilakukan seseorang kelompok sebagai motivasi awal atau hukuman pada korbannya untuk mendapat kan balasan. Ponny Retno Astuti, 2008:21 Lagi menurut Ponny Retno Astuti, bullying juga disebabkan oleh faktor eksternal yaitu lingkungan sekitarnya serta faktor internal, antara lain : 1. Lingkungan sekolah yang kurang baik commit to user 21 2. Senioritas tidak pernah diselesaikan 3. Guru memberikan contoh kurang baik pada siswa 4. Ketidakharmonisan di rumah 5. Karakter anak faktor internal Ponny Retno Astuti, 2008:51 Terjadinya bullying atau aksi intimidasi fisik, verbal, maupun psikologis yang terjadi di sekolah akibat krisis pendidikan karakter dan budi pekerti. Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta Swasono kabinet yang lalu, 2004-2009, orang tua harus sadar dan paham bahwa bullying bukan sekadar permainan yang dilakukan anak-anak pada teman sebayanya. Bila dilihat lebih jauh, bullying telah berakar pada kebobrokan mental akibat kurangnya pendidikan karakter dan budi pekerti Meutia Hatta Swasono, 2007:7. Kemudian menurut Abu Huraerah, M.Si., seorang yang aktif dalam kegiatan LSM Lembaga Pengabdian pada Masyarakat, dalam bukunya Child Abuse kekerasan terhadap anak, kekerasan di sekolah bisa terjadi karena beberapa faktor : 1. Karena kebanyakan guru kita di Indonesia kurang menghayati pekerjaannya sebagai panggilan profesi, sehingga cenderung kurang memiliki kemampuan mendidik dengan benar serta tidak mampu menjalin ikatan emosional yang konstruktif dengan siswa Mulyadi, 2006. 2. Dengan dalih demi kedisiplinan siswa. Guru kerapkali kehilangan kesabaran hingga melakukan hukuman fisik, atau melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji dan melanggar batas etika dan moralitas, seperti memukul, meninju, dan menendang kekerasan fisik serta mengeluarkan kata-kata yang tidak mendidik, yang dapat menyinggung perasaan siswa kekerasan verbal kekerasan psikologis commit to user 22 kekerasan emosional, misalnya : sindiran, perkataan seperti “Kalian anak yang bodoh, anak bandel, susah diatur” dan sebagainya. 3. Kurikulum terlalu padat dan kurang berpihak kepada siswa, sehingga mengakibatkan guru cenderung menjalankan tugasnya sekedar mengejar target kurikulum. Ini tentu terkait dengan belum optimalnya upaya peningkatan kualitas dan kesejahteraan siswa Mulyadi, 2006. Abu Heraerah, 2007:107 Tak sedikit diantara para guru yang menilai bahwa tindak kekerasan yang mereka lakukan itu adalah demi membuat para murid berdisiplin. Mulai dari membentak, memukul hingga tindak kekerasan lainnya, ini tergolong ke dalam kasus bullying, yakni perilaku kekerasan terhadap orang lain yang dianggap lebih lemah M. Fauzi, www.hupelita.com. Namun, sebagian besar laporan media massa luput melihat benang merah persoalan berbagai kasus dalam fenomena kekerasan itu, yakni masalah bullying di sekolah. Sebagian masih berkutat dengan komentar pakar yang menyoroti masalah ekonomi, ketidakharmonisan keluarga, dan kerapuhan korban Maria Hartiningsih, http:kesehatan.kompas.com. Bullying sesungguhnya sebuah situasi yang tercipta ketika tiga karakter berte- mu di satu tempat. Tiga karakter tersebut adalah : pelaku bullying bully bullies, korban bullying, dan saksi peristiwa bullying, masing-masing punya alasanpenyebab mengapa mereka berada pada karakternya masing-masing : 1. Pelaku bullying bullybullies Inilah aktor utama pelaku bullying. dilah sang agresor, sang provokator, sekaligus inisiator situasi bullying. Si pelaku bullying umumnya seorang anak atau murid bahkan orang dewasa guru atau karyawan sekolah, yang berfisik besar dan kuat, commit to user 23 namun tidak jarang juga ia bertubuh kecil atau sedang, namun memiliki dominasi psikologis yang besar di kalangan teman-temannya. Yang jelas, ia mempunyai kekuatan dan kekuasaan di atas korbannya. Ditemukan begitu banyak alasan mengapa seseorang menjadi pelaku bullying. namun, alasan yang paling jelas adalah bahwa pelaku bullying merasakan kepuasan apabila ia “berkuasa” di kalangan teman sebayanya atau murid- muridnyaanak-anak. Dengan melakukan bullying, ia mendapat label betapa “besar”nya ia dan betapa “kecil”nya sang korban. Selain itu, tawa teman-teman sekelompoknya saat ia mempermainkan sang korban memberikan sanjungan karena ia merasa punya selera humor yang tinggi, keren, dan populer. Tidak semua pelaku bullying melakukannya sebagai kompensasi karena kepercayaan diri yang rendah. Banyak di antara mereka justru memiliki kepercayaan diri yang begitu tinggi dan sekaligus dorongan untuk selalu menindas dan menggencet anak yang lebih lemah. Ini disebabkan karena mereka tidak pernah dididik untuk memiliki empati terhadap orang lain, untuk merasakan perasaan orang lain yang mengalami siksaan dan aniaya Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:14. Atau sebagai pelaku bullying malahan seseorang seseorang berulangkali dengan sengaja menggunakan kekuasaannya untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik, emosi, maupun sosial. Kondisi ini juga terjadi karena ada ketidakseimbangan kekuatan antara fisik, kekuatan, emosional dan kekuasaan Riri Wijaya, http:www.dradio1034fm.or.id. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Riauskina dkk., korban bullying mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena : - Tradisi commit to user 24 - Balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama menurut korban laki-laki - Ingin menunjukkan kekuasaan - Marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan - Mendapatkan kepuasan menurut korban perempuan - Iri hati menurut korban perempuan Riauskina I. I., Djuwita R., dan Soesetio S. R., 2005:www.popsy.wordpress.com Menurut penelitian Yayasan SEJIWA, dalam bukunya Bullying, beberapa ciri yang bisa dijadikan pelaku bullying antara lain : - Karena mereka pernah menjadi korban bullying - ingin menujukkan eksistensi diri - ingin diakui - pengaruh tayangan TV yang negatif - senoiritas - iri hati - menutup kekurangan diri - mencari perhatian - balas dendam - iseng - sering mendapat perlakukan kasar di ramah tangga dan dari teman-teman - ingin terkenal - ikut-ikutan Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:16 2. Korban bullying Bullying tidak mungkin terjadi hanya dengan adanya pelaku bullying. harus ada korban yang menjadi sasaran penganiayaan dan penindasan. commit to user 25 Korban bullying bukanlah sekedar pelaku pasif dari situasi bullying. ia turut ber peran serta memelihara dan melestarikan situasi bullying dengan bersikap diam. Rata-rata korban bullying tidak pernah melaporkan kepada orang tua dan guru bahwa telah dianiaya atau ditindas anak lain di sekolahnya. Sikap diam sang korban ini tentunya beralasan. Alasan yang utama, mereka berpikir bila melaporkan kegiatan bullying yang menimpanya tidak akan menyelesaikan masalah. Jika korban melaporkan pada guru, guru akan memanggil dan menegur sang pelaku bullying, berikutnya pelaku bullying akan kembali menghadang sang korban dan memberi siksaan yang lebih keras. Pelaku bullying pun akan memberi ancaman jika korban berani melapor. Dari sisi korban, ancaman pelaku bullying lebih nyata dan lebih menakuitkan dibanding konsekuensi jika tidak melapor ke guru. Maka menurut para korban bullying, mendiamkan perilaku bullying adalah pilihan terbaik Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:118. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Riauskina dkk., korban bullying membentuk skema kognitif yang salah bahwa bullying bisa ’dibenarkan’ meskipun mereka merasakan dampak negatifnya. Adapun korban juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban bullying karena : - Penampilan menyolok - Tidak berperilaku dengan sesuai - Perilaku dianggap tidak sopan - Tradisi Riauskina I. I., Djuwita R., dan Soesetio S. R., 2005:www.popsy.wordpress.com Korban bullying tidak sadar bahwa ia justru merusak dirinya dengan menyimpan kepedihan tanpa berusaha mengobati atau membaginya dengan orang lain. Hal-hal commit to user 26 situasional seperti tidak eratnya hubungan antara orang tua dan anak juga dapat membuat anak terisolasi dan tidak akan berpikir meminta bantuan pada orang tuanya untuk mengatasi situasi bullying. Apalagi jika ia berhadapan dengan sistem nilai orang tua atau pendidik yang cenderung menganggap bullying sebagai peris- tiwa lazim dan sarana ujian mental Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:19. 3. Saksi bullying Berhubung situasi bullying terkadang menyerupai sebuah pertunjukan, ia tidak akan berlangsung tanpa adanya penonton. Di sinilah saksi bullying menjadi pemirsa sekaligus pemeran dalam sebuah situasi bullying. Para saksi bullying berperan serta dengan dua cara : a. Aktif : menyoraki dan mendukung pelaku bullying Tindakan ini merupakan naluri penyelamatan diri agar ia tidak menjadi korban berikutnya. Apa pun statusnya, saksi aktif ini berperan sebagai pemandu sorak, ia memberi validasi dan legitimasi bagi pelaku bullying untuk melancarkan aksinya sekaligus motivasi untuk semakin merajalela. b. Pasif : diam dan bersikap acuh tak acuh. Adapun saksi pasif yang juga berada di arena bullying lebih memilih diam karena alasan yang wajar yaitu yakut. Jika ia melakukan intervensi, ia akan turut menjadi korban, baik saat itu juga maupun nanti. Situasi seperti ini menumpulkan empati sang saksi : lebih baik ia diam demi keselamatannya sendiri Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:20. Menurut Barbara Coloroso, peneliti Bullying, Penindas Bullybullies , pihak yang tertindas korban, dan penontonnya adalah tiga karakter dalam sebuah drama commit to user 27 tragis yang dimainkan di rumah, sekolah, taman bermain, dan jalan- jalan…drama itu nyata, dan akibatnya bisa mematikan Coloroso Barbara, 2007:28. Selain karena adanya ketiga tokoh utama yang menyebabkan kasus bullying terjadi, tidak dapat dipungkiri, kalau lingkungan sekitar dan masyarakatnya yang turut ‘mensukseskan’ keberlangsungan kasus ini, karena tidak adanya kesadaran dan keinginan untuk melakukan intervensi, karena tidak ada pihak yang merasa paling bertanggung jawab untuk mengintervensi. Dapatkah ini disebut a tragedy of the common, di mana masyarakat dan pemerintah tak mempunyai sentuhan langsung dan terdampak bullying? David Thompson et al, dalam Bullying: Effective Strategies for Long-term Improvement 2002 menginventarisasi alasan ketidaksudian orang melakukan intervensi terhadap bullying. Alasan-alasan yang diutarakan antara lain : 1. Korban memang layak di-bully 2. Merasa bukan urusannya untuk melakukan intervensi 3. Sebaiknya orang lain saja yang melakukan 4. Kalau saya ikut campur tangan, bisa memperburuk situasi korban 5. Saya takut orang yang melakukan bullying dan teman-teman akan menyerang saya 6. Saya tidak mungkin dapat melakukan dengan sukses 7. Orang lain saja tidak ada yang peduli dan tidak melakukan tindakan apa pun untuk mengatasi 8. Jika saya mengintervensi, artinya saya konyol 9. Tidak tahu bagaimana melakukan intervensi dengan cara simpatik dan tidak agresif. Alasan-alasan ini mungkin masih bisa ditambah. David Thompson, 2002, et al. Junifrius Gultom, www.kompas.com commit to user 28

F. Tempat Terjadinya Bullying