Lingkungan Sekolah Solusi Bullying

commit to user 46 sehingga keluarga, terutama anak-anak, akan yakin akan kasih sayang yang didapatnya dari orang tua keluarga, sehingga kemudian dapat menjadi bekal awal yang baik yang kemudian menjadi kepribadiannya, serta diterapkan pada orang lain. b. Meluangkan waktu dan memberi perhatian untuk keluarga. c. Mengajarkan anak-anak untuk dapat terbuka berpendapat, menghargaimem- berimenerima usulkritiksaran, mengutarkan perasaan dalam keluarga. d. Ajarkan empati sosial sejak dini. e. Adanya teguran halus pada anak jika melakukan kekerasan. f. Jadilah orang tua tempat curhat yang menyenangkan. g. Ikut mendampingi anak, ketika menonton tayangan televisi. h. Orang tua harus menjadi contoh tauladan bagi anak. i. Buatlah aktivitas menyenangkan saat dirumah. j. Ajari anak mempertahankan dan melindungi diri. k. Cepat tanggap ketika anak terlibat kekerasan. l. Melaporkan pada instansi terkait ketika anak menjadi korban bullying. m. Mengedepankan penyelesaian kekeluargaan jika terjadi bullying.

2. Lingkungan Sekolah

a. Mengawasi perilaku siswa selama di sekolah. b. Civitas sekolah harus bersikap proaktif. c. Mengaktifkan guru BP atau menyediakan konselor yang memberi bimbingan. d. Guru harus bersikap sebagai pendengar yang baik bagi murid. e. Mengenali temperamen dan karakter masing - masing siswa. f. Mengadakan evaluasi kondisi sekolah setiap kurun waktu tertentu. g. Menciptakan kebersamaan sosial diantara civitas sekolah. commit to user 47 h. Guru menjadi social support i. Menyediakan pelatihan guru tentang cara mengintervensi bullying. j. Mempunyai mekanisme penyelesaian masalah kasus bullying. k. Menyelenggarakan seminar konferensi komunitas ortu, guru dan siswa l. Berikan sanksi mendidik jika anak melakukan kesalahan. http:www.artiku.com20080510stop-bullyingnews.indosiar.com m. Komite sekolah atau dewan pengawas harus berperan aktif memantau indikasi kasus-kasus bullying yang terjadi di sekolah. Organisasi-organisasi bentukan sekolah bukan hanya sekadar pelengkap atau perhiasan sekolah. Organisasi itu harus berperan aktif menciptakan demokrasi di sekolah. n. Demikian juga media televisi, dapat berperan dalam mengurangi aksi-aksi bullying, melalui tayangan yang menanamkan nilai-nilai keluhuran budi pekerti dan menonjolkan aspek pendidikan bangsa. Untuk itu Komisi Penyiaran Indonesia, Departemen Komunikasi dan Informatika, serta asosiasi televisi swasta harus mengawasi konten produk-produk hiburannya Media Indonesia, halaman 7, http:ypha.or.id. o. Kegiatan ekstrakurikuler, sebab kegiatan ekskul ini memiliki potensi yang cukup baik untuk menyalurkan emosi-emosi dan bakat siswa, efektif untuk menyalurkan energi siswa yang berlebihan, serta memiliki peran penting menghilangkan sikap kekerasan yang dilakukan siswa senior khususnya, pasalnya dalam ekskul, siswa senior difungsikan sebagai pembimbing atau mentor bagi siswa yang baru, serta menanamkan sikap tanggungjawab dan kerjasama dengan anggota ekskul lainnya riocool92 under, http:antonikeren. wordpress.com. commit to user 48 Menurut M. Fauzi, dewasa ini kita patut prihatin terhadap maraknya tindakan bullying karena sebagian orang menganggap hal itu sebagai sesuatu hal yang wajar. Padahal, kalau kita diam saja, seolah-olah telah melegalkan tradisi kekerasan, khususnya di sekolah-sekolah. Sebab itu pemerintah Depdiknas seharusnya memiliki kebijakan anti-bullying yang jelas. Misalnya, bagaimana sekolah-sekolah melakukan pendekatan solusi untuk mencegahmengatasi tindakan bullying, baik kepada setiap pelaku, para korban atau pihak-pihak yang mengetahuinya. Guru-guru perlu dibekali dengan keterampilan berkomunikasi untuk mencegah menyelesaikan kasus bullying. Mereka dapat menghadirkan semua pihak yang terkait dengan tindak an bullying. Hal ini memerlukan dua strategi : 1. Strategi umum dengan menciptakan kultur sekolah yang sehat. Kultur sekolah sebagai pola nilai-nilai, norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah dilaksanakan oleh warga sekolah secara bersama baik oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi maupun murid sebagai dasar dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menciptakan situasi yang saling menghargai, menyenangkan, menyejukkan, mengasyikan dan mencerdaskan. 2. Strategi khusus dengan mengidentifikasi faktor internal maupun eksternal yang menyebabkan terjadinya tindakan bullying di lingkungan sekolah, mengaktifkan semua komponen secara proporsional sesuai perannya dalam menanggulangi perilaku bullying. Tidak kurang pentingnya adalah menyusun program aksi penanggulangan bullying berdasarkan analisis secara menyeluruh, melakukan evaluasi, serta pemantauan secara periodik dan berkelanjutan. M. Fauzi, www.hupelita.com commit to user 49 Upaya mencegah bullying di sekolah, harus dimulai dengan membentuk budaya sekolah yang beratmosfer ”belajar tanpa rasa takut” melalui pendidikan karakter, menciptakan kebijakan pencegahan bullying di masing-masing sekolah dengan meli- batkan siswa, menciptakan sekolah model penerap sistem anti-bullying, serta membangun kesadaran tentang bullying dan pencegahannya kepada stakeholders sampai ke tingkat rumah tangga dan RTRW. ”Learning Without Fear” diharapkan menjadi cara efektif untuk meningkatkan kesadaran anak terhadap masalah yang dihadapi, sekaligus membantu mereka menganalisis dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mengekspresikan masalah tersebut Maria Hartiningsih, http:kesehatan.kompas.com. Sesungguhnya bullying dapat dieliminasi dengan keinginan yang besar dan kerjasama yang baik antara pemerhati dan LSM anak, pemerintah, orangtua, guru dan masyarakat luas. UU perlindungan anak sendiri, awal keluarnya bukan hanya karena perlu diratifikasi tetapi memang timbulnya berbagai masalah yang perlu diatur. Child Protection ini harus dimengerti oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga. Diperlukan kepekaan untuk melihat, misalkan jika kita merasa disekolah anak-anak kita tidak mencuat masalah bullying, bukan berarti seratus persen aman. Sekolah harus memastikannya dengan membuat buat pertanyaan tertutup kepada anak dan harus dibangun trust kepercayaan bahwa anak tersebut akan dilindungi jika berkata benar. Guru BP harus menjadi orang yang nyaman diajak bicara. Jangan cuma mengedepankan jaga image. Anak perlu direspon mentalnya. Sikap bersahabat perlu dibangun agar anak mau terbuka, harus menggunakan metode dan strategi agar anak punya ruang dalam mengekspresikan dirinya karena mereka umumnya energik Riri Wijaya, http:www.dradio1034fm.or.id. Menurut Hadi Supeno, Pemerhati dan praktisi pendidikan anak, dalam commit to user 50 Kompas, Rabu, 23 Juli 2008, solusi untuk mengatasi kasus bullying : 1. Kita harus menegakkan prinsip perlindungan anak sebagaimana diamanatkan Konvensi Hak Anak PBB dan UU No 232002 tentang prinsip perlindungan anak, yaitu the best interest for children kepentingan terbaik bagi anak. Implementasinya, semua perencanaan manajemen sekolah dan para pihak harus mempertimbangkan aspek-aspek perlindungan anak, dari bagaimana anak beradaptasi, anak berkomunikasi dengan sekolah, perlakuan senior terhadap yuniornya, perlakuan guru terhadap siswa, aneka peraturan yang menekan siswa, hingga kepastian ke mana dan dengan siapa seorang anak pergi pulang sekolah. 2. Orangtua tak lagi boleh menyerahkan anak-anaknya begitu saja kepada sekolah karena merasa sudah membayar berbagai pungutan dan menganggap segalanya beres. Sebagai pelindung utama, orangtua tetap merupakan pihak paling bertanggung jawab atas keselamatan anak hingga dewasa. Karena itu, pengawasan seperti apa anak-anak diperlakukan oleh sekolah harus tetap diketahui orangtuanya. 3. Birokrasi pendidikan harus lebih intens memantau budaya sekolah dan karakter para guru sehingga yakin anak-anak dijamin aman secara pisik dan psikis selama di lingkungan sekolah. Perekrutan guru di masa kini bukan hanya berdasarkan kualifikasi, tetapi lebih menyangkut aspek stabilitas mental, kapasitas intelektual, dan profesionalitas. Hadi Supeno, http:www.kpai. go.idSekolah Bukan Tempat Aman Bagi Anak Lagi menurut Hadi Supeno, dalam SOLO POS, 23 Juli 2007, dengan judul : “Menyelamatkan Anak: Refleksi Hari Anak Nasional 23 Juli”, dapat dilihat dalam web KPAI, sejumlah langkah konkret masih perlu segera dilakukan : 1. Pencerahan terhadap masyarakat akan pentingnya perlindungan anak melalui commit to user 51 sosialisasi berkelanjutan tentang ketentuan perundang-undangan yang berlaku, utamanya pengetahuan tentang hak-hak anak yang harus diperoleh. 2. Mendorong aparat hukum untuk melakukan langkah aktif intensif bahkan ofensif dalam pembasmian segala bentuk eksploitasi dan kejahatan terhadap anak-anak. Hukuman yang berat harus dijatuhkan kepada mereka yang mengeksploitasi dan merusak masa depan anak utamanya menyakut pelibatan anak dalam perdagangan narkoba, trafficking, pelacuran anak, serta tindakan sejenisnya. 3. Menciptakan model pendidikan alternatif bagi anak-anak bermasalah, serta penyadaran hak-hak anak melalui kurikulum terintegrasi dalam proses belajar mengajar pada lembaga-lembaga pendidikan. 4. Menjadikan perlindungan anak sebagai sebuah gerakan, yang melibatkan seluruh unsur dan potensi masyarakat baik lembaga pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, tokoh agama, dunia usaha, media massa, dan jaringan internasional. Hadi Supeno, http:www.kpai. go.idMenyelamatkan Anak: Refleksi Hari Anak Nasional 23 Juli Langkah-langkah tersebut dirangkum dalam sebuah rencana aksi, yang dipimpin langsung oleh pemerintah melalui instansi terkait maupun Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI yang berdasarkan UU No232002 ditugaskan untuk mengawal penyelenggaraan perlindungan anak Indonesia. Mengingat berat dan mendesaknya persoalan, kiranya rencana aksi itu sebuah keniscayaan yang tak bisa ditunda lagi pelaksanaannya dan tanpa diskusi. Sementara itu, guru adalah agen pelaksana semua kebijakan sekolah dan langsung berhadapan dengan siswa. Guru dapat menyediakan diri sebagai konselor yang memberi bimbingan, tidak hanya dilimpahkan kepada guru BP. Guru juga dapat menjadi social support. Sekolah sebagai lembaga harus menyediakan pelatihan commit to user 52 kepada para guru tentang cara intervensi bullying, menyediakan perangkat CCTV bila perlu; Closed Circuit Television CCTV : kamera video yang mampu untuk digunakan untuk memancarkan sinyal ke suatu tempat tertentu www.wikipedia.orgcctv; untuk memonitor semua sudut sekolah, termasuk kantin. Sekolah juga harus mempunyai mekanisme penyelesaian kasus bullying, seperti menyelenggarakan semacam konferensi komunitas, membuat bentuk penalti nonfisik atau sanksi seperti menarik hak-hak atau fasilitas istimewa yang diperoleh siswa umumnya atau skorsing dan pemecatan. Kurikulum sekolah harus lebih berorientasi prososial karena, menurut Rigby 2002, perilaku bullying umumnya kurangnya kerja sama dan kesetiakawanan di antara siswa. Apabila sekolah mempunyai website, harus menyediakan tempat pengaduan dan dialog antara siswa dan sekolah serta antarsekolah dan orangtua siswa, yang secara bebas dapat mengekspresikan apa yang mereka alami. Departemen Pendidikan Nasional sudah harus mempunyai kebijakan tentang bullying, di sekolah. AS dan Australia merupakan negara yang telah memerhatikan masalah ini secara serius. Mereka mempunyai Washington States PTA’s Guide to Implementation of the Anti-Bullying Bill 2002 dan Anti Bullying Guidelines for School and Educational Setting Policy. Mungkin Indonesia menganggap bullying belum menjadi masalah sosial. Penanganan kejahatan di sekolah menjadi subyek hukum kriminal biasa. Artinya, penanganannya disamakan dengan kriminal umumnya. Jika tindakan kriminal fisik sudah menjadi kenyataan kekerasan, aparat baru turun tangan. Kita harus memerhatikan apa yang dikatakan R Douglas Greer dalam The Education Crisis Mattaini, et al, Finding Solution to Social Problem, 2002, Kita harus kembali ke masalah sekolah bila mau mengatasi masalah masyarakat. Jika tidak dapat commit to user 53 mengatasi masalah di sekolah kita, apa yang diharapkan untuk komunitas lebih luas? Junifrius Gultom, www.kompas.comkompas-cetak071117opini 3988130.htm.

L. Kebijakan Sekolah