PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL KAMPANYE SOSIAL STOP BULLYING ! UNTUK ANAK ANAK USIA SEKOLAH DASAR (SD) DI WILAYAH SRAGEN

(1)

commit to user

i

PENGANTAR KARYA TUGAS AKHIR

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL KAMPANYE SOSIAL

STOP BULLYING ! UNTUK ANAK-ANAK USIA

SEKOLAH DASAR (SD) DI WILAYAH SRAGEN

VITRIA NARWASTU C0705037

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Seni Rupa

Jurusan Desain Komunikasi Visual

DESAIN KOMUNIKASI VISUAL FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Pengantar Tugas Akhir dengan Judul :

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL KAMPANYE SOSIAL

STOP BULLYING ! UNTUK ANAK-ANAK USIA SEKOLAH DASAR (SD) DI WILAYAH SRAGEN

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji dalam Sidang Tugas Akhir

Disetujui Oleh :

Pembimbing 1

Jazuli Abdin Munib, S.Sn. NIP. 19750516 200212 1 001

Pembimbing 2

Esty Wulandari, S.Sos., M.Si. NIP. 119791109 200801 2 015 Mengetahui,

Koordinator Tugas Akhir

Arief Iman Santosa, S.Sn NIP. 19790327 200501 1002


(3)

commit to user

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Disahkan dan dipertanggungjawabkan pada Sidang Tugas Akhir Jurusan Desain Komunikasi Visual Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta 2011

Pada tanggal :

Ketua Sidang Tugas Akhir

1. Drs. Edi Wahyono Hardjanto, M.Sn

NIP. 19510713 198203 1 001 ……….. Sekretaris Sidang Tugas Akhir

2. Arief Iman Santosa, S.Sn.

NIP. 19790327 200501 1002 ………..

Pembimbing Tugas Akhir I

3. Jazuli Abdin Munib, S.Sn.

NIP. 19750516 200212 1 001 ………..

Pembimbing Tugas Akhir II

4. Esty Wulandari, S.Sos., M.Si.

NIP. 119791109 200801 2 015 ………..

Mengetahui, Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Drs. Sudarno, MA NIP. 19530314 198506 1 001

Ketua Jurusan Studi Desain Komunikasi Visual

Drs. Edi Wahyono Hardjanto, M.Sn. NIP. 19510713 198203 1 001


(4)

commit to user

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk semua orang. Siapa pun, dimana pun. Jangan putus asa!

Jika kita semua berusaha bersama-sama, bukan hal yang tidak mungkin untuk

memberantas bullying.

Mulailah dari diri sendiri.


(5)

commit to user

v

HALAMAN MOTTO

Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.


(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih-Nya yang luar biasa, serta semua tuntunan dan kekuatan yang selalu dianugerahkan-kasih-Nya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan mata kuliah Tugas Akhir setelah melalui proses panjang demi tersusunnya pengantar karya Tugas Akhir ini.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Keluargaku. Orang tuaku : Ibu dan Bapak yang sangat kusayangi, untuk seluruh kasih

sayang, pengertian, dorongan semangat, nasihat, dan kesabaran yang berlimpah.

Saudara-saudaraku : mbak Mita, mas Inu, dik Andhit, untuk hari-hari senang, sedih,

atau pun menyebalkan bersama-sama. Aku tak akan bisa melewati ini semua tanpa kalian.I love ya’ll.

2. Drs. Sudarno, MA., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa.

3. Drs. Edi Wahyono Hardjanto, M.Sn., Ketua Jurusan Studi DKV FSSR UNS, untuk

nasihat, bimbingan, perhatian, dan dorongan semangat untuk segera lulus.

4. Jazuli Abdin Munib, S.Sn, dosen dan Pembimbing I Tugas Akhirku, untuk waktu,

tenaga, pikiran, bimbingan, konsultasian, dan ketelitiannya.

5. Esty Wulandari, S.Sos., M.Si., dosen dan Pembimbing II Tugas Akhirku, untuk

waktu, tenaga, pikiran, bimbingan, konsultasian, dan kesabarannya.

6. Dosen-dosen DKV S1 FSSR UNS, untuk bimbingannya, transfer ilmu pengetahuan,

pengalaman, teladan, semangat, dan konsultasiannya selama ini.

7. SD Negeri Nglorog 1 Sragen. Kepala Sekolah Hj. Sri Ngatini, S.Pd., Guru-Guru, dan


(7)

commit to user

vii

8. Teman-teman seangkatan DKV S1 ’05, khususnya Girls Power, untuk persahabatan,

pengalaman, kerja sama, dan semua kekompakaan. I’m so gratefull to have you all, I

will never forget you all. Thank you for so much friendship.

9. Teman-teman di GKJ Sidomulyo Sragen, terima kasih untuk dorongan semangat dan

pengertiannya, maaf kalau akhir-akhir ini jadi sering nggak bisa ikutan kegiatan dan

dolan-dolan. Ayo sama-sama kerja buat Tuhan, sami-sami ndherek Gusti Yesus!

10.Untuk semua orang dan lingkungan di sekitarku, yang selalu membawa pengalaman

baru setiap hari, melalui kebahagiaan, kesedihan, kesulitan, kerja keras, dan segala macam situasi.yang mempengaruhi setiap saat dalam hidupku, yang baik atau pun buruk, tanpa melalui semua itu, tidak mungkin aku sampai di sini.

11.Banyak pihak lain yang kemungkinan besar tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Maturnuwun sanget kagem sedaya, mugi Gusti tansah mberkahi.

Saya sangat menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan Tugas Akhir ini, sehingga sangat terbuka akan adanya kritik dan saran. Harapan saya, penyusunan

Tugas Akhir ini -- dengan segala kekurangannya -- akan dapat berguna.

Sragen, 1 Februari 2011

Penulis Vitria Narwastu


(8)

commit to user

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ……….……….…… i

HALAMAN PERSETUJUAN ………. ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. iv

HALAMAN MOTTO ………. v

KATA PENGANTAR ……… vi

DAFTAR ISI ……….. viii

DAFTAR TABEL ……….……… xi

DAFTAR LAMPIRAN ………. xii

ABSTRAK ……….………. xiii

ABSTRACT ……….………. xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Perumusan Masalah ……… 4

C. Tujuan ………. 5

D. Target Visual ………. 5

E. Target Audience ……….. 6

1. Target audience primer ……… 7

2. Target audience sekunder ………. 8

F. Metode Pengumpulan Data ………... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Definisi Bullying ………... 10


(9)

commit to user

ix

B. Ciri-ciri Bullying ……….. 12

C. Karakteristik Bullying ………. 13

1. Karakteristik Bully/Bullies ………... 13

2. Karakteristik korban bullying ……… 14

3. Karakteristik Bullying di Sekolah ……….. 15

4. Karakteristik Sekolah yang mudah terdapat kasus bullying 16 D. Bentuk Perilaku Bullying ………... 16

1. Fisik ………... 16

2. Non fisik ……….. 17

3. Pelecehan seksual ……….. 19

E. Penyebab Terjadinya Bullying ……….. 19

F. Tempat Terjadinya Bullying ………. 27

G. Tanda-tanda Telah Terjadinya Bullying ………... 27

H. Dampak Bullying ………... 29

I. Data-data Bullying ……… 31

J. Hukum/Undang-Undang Mengenai Kasus Bullying …………. 37

K. Solusi Bullying ……….. 43

L. Kebijakan Sekolah ……… 52

M. Pengertian Kampanye Sosial ………. 56

BAB III IDENTIFIKASI DATA A. Identifikasi Data Objek ………..……… 61

1. Kabupaten Sragen ……….. 61

2. Kecamatan Sragen ………... 68

3. Bullying di SD Kecamatan Sragen ………... 70


(10)

commit to user

x

Kabupaten Sragen ……….. 74

B. Kompetitor / Pembanding ………. 79

1. Sejarah Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS PA) ………... 79

2. Visi dan Misi KOMNAS PA ……… 81

3. Asas dan Landasan KOMNAS PA ………... 81

4. Tugas dan Fungsi KOMNAS PA ……….. 81

5. Struktur Organisasi KOMNAS PA ………... 82

C. Analisis SWOT ……….. 86

D. Positioning ……… 92

E. USP (Uniqe, Selling, Prepositioning) ……….. 92

BAB IV KONSEP PEMIKIRAN DESAIN A. Metode Perancangan ………. 94

B. Konsep Kreatif ……….. 95

C. Standar Visual ……….. 97

D. Pemilihan Media ……… 110

E. Prediksi Biaya ……….. 113

F. Analisis Data ...……….. 114

BAB V VISUALISASI KARYA ……… 117

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ……… 135

B. Saran ………. 135

DAFTAR PUSTAKA ……… 137


(11)

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

1. SWOT ………. 86


(12)

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Konsultasi Dosen Pembimbing 1

2. Lembar Konsultasi Dosen Pembimbing 2

3. Lembar Konsultasi Revisi

4. Tabel Data


(13)

commit to user

xiii

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL KAMPANYE SOSIAL STOP BULLYING ! UNTUK ANAK-ANAK USIA SEKOLAH DASAR (SD) DI

WILAYAH SRAGEN

Vitria Narwastu 1

Jazuli Abdin Munib, S.Sn. 2 Esty Wulandari, S.Sos., M.Si. 3

ABSTRAK

2011. Tugas Akhir ini berjudul Perancangan Komunikasi Visual Kampanye Sosial STOP

BULLYING ! di Sekolah Dasar (SD). Adapun masalah yang dikaji adalah bagaimana menerapkan strategi komunikasi yang tepat untuk memberi informasi yang benar kepada

masyarakat, menyadarkan masyarakat dari ke-salahkaprahan-nya selama ini, sehingga

timbul motivasi untuk introspeksi dan memperbaiki diri, kemudian memberi contoh dan mengajarkan/mendidik yang baik kepada anak-anaknya, membentuk karakter yang baik sedini mungkin, untuk bisa menghargai, bertoleransi, dan mengasihi sesama, dan menularkannya kepada semua orang, atau paling tidak orang-orang di sekitarnya, karena

kasus bullyingbanyak terjadi di sekitar kita tapi ‘tidak terasakan’ semakin menggerogoti

dan merusak moral, kejiwaan, dan masa depan generasi selanjutnya. Bullying adalah

suatu masalah sosial yang berbahaya yang dampak langsungnya dapat dilihat dari luka secara fisik, tapi yang lebih berbahaya adalah luka psikologis yang sulit bahkan tidak tersembuhkan, yang mengganggu karakter anak bahkan mungkin hingga seumur hidupnya. Masalah ini berhubungan erat dengan kehidupan sosial masyarakat (banyak orang), untuk itu maka kesadaran harus timbul dari diri masing-masing pribadi. Kabupaten Sragen pun ingin agar masyarakat dan generasi penerusnya menjadi masyarakat yang berkualitas, berkepribadian yang baik, sehingga kehidupannya pun damai dan sejahtera. menyadari bahwa untuk mengubah dunia itu tidak mudah, tetapi tetap harus diusahakan dari lingkup kecil hingga kemudian diharapkan meluas kepada semua orang. Memang tidak mudah membuat semua orang sadar sehingga kemudian mampu memperbaiki diri dan lingkungannya, karena hal ini sama saja dengan usaha untuk mencipatkan dunia baru dengan manusia yang baru dengan karakter yang baik, seperti penciptaan kehidupan dunia yang baru. Bahkan agama mana pun juga sulit untuk mencapi hal ini. Tapi apakah dengan mengetahui kenyataan dan betapa mustahilnya hal ini dicapai akan membuat kita pasrah saja, dan sama sekali tidak berusaha ? atau justru

membuat kita semua semakin menyadari pentingnya dan keharusan kita STOP

BULLYING dan termotivasi untuk mewujudkannya ?

Jawabannya ada pada diri masing-masing….

Tapi yang jelas usaha sekecil apa pun itu lebih baik daripada diam dan membiarkan masalah ini semakin parah dari hari ke hari. Apa jadinya dunia ini nantinya ? mungkin hukum rimba yang akan berlaku, yang kuat semakin kuat dan menekan yang lemah, dan yang terlemah akan selalu menjadi pihak paling menderita tanpa mampu membela diri sedikit pun, dan tidak seorang pun yang bisa / mau menolong, karena tidak adanya kepedulian.

1

Mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV), Fakultas Sastra dan seni Rupa

.. UNS dengan NIM. C0705037

2

Dosen Pembimbing I

3


(14)

commit to user

xiv

VISUAL COMMUNICATION DESIGN OF STOP BULLYING ! SOCIAL CAMPAIGN FOR ELEMENTARY SCHOOL AGE AT SRAGEN

Vitria Narwastu 1

Jazuli Abdin Munib, S.Sn. 2 Esty Wulandari, S.Sos., M.Si. 3

ABSTRACT

2011. This Final Assignment entitled Visual Communication Design of STOP

BULLYING ! Social Campaign for Elementary School Age at Sragen. Issue analizing how to applied properly communication strategic to informed the right things to society, to awake society from commonly commited error accepted by custom this long, so motivate introspection and to make better-self, then give examples and teach good things to their children, build a good character as young as can be, to be able to apreciate, tolerance, and to love each other, and then spread to everybody else, or at least people around, because bullying issue is happening a lot around us, before we realized, it getting undermined and damaged moral, psychological, and the future of next generation. Bullying is a dangerous social issue which direct impact physicly injury, but the most dangerous is pschycologic

injury which is the most difficult even unhealed, which disturbing children’s character

even as long as their life. This issue connected with society life (a lot of people), so the conciousness must appear from each person. Sragen Region also have a desire for the society and the next generation become a qualify society, with good personality, to have peace and prosperity life. Realized that to change the world is not that easy, but still must to work out from the smallest scoupe so then hoped that can be larging to everyone else. Indeed is not easy to make everyone to be concious, then be able to fix themselves and their neighbourhood, because it would be the same as to create new world with new

human who have great personality, it’s like recreate a new world, even any religion also

difficult to reached. But, after knowing how impossible it is to reach, would make us surrender and stop to try ? or it would exactly make us more realize how important and a

must to STOP BULLYING and motivated to reach it ?

The answer is in each of ourselves ….

But clearly, small action is better than just stuck and do nothing, and then it would make this issue worst, day by day. What is gonna happen to this world later ? maybe, jungle law will prevail, the strong one getting stronger, then press the weak, and the weak one getting weaker and always be the most suffering side and unable to defend, and nobody able/want to help, because there is nobody care.

1

the student of Visual Communication Design Department, Letters and Art Faculty, Sebelas Maret University, NIM. C0705037

2

1st Lecture Counselor

3


(15)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan zaman, manusia pun berkembang. Pola pikir manusia zaman dahulu sangat jauh berbeda dengan sekarang. Kalau dahulu manusia hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan (sandang, pangan, papan), sekarang beorientasi untuk mencari keuntungan sendiri, bahkan mengejar kekuasaan. Moral manusia juga semakin jahat. Hal ini dapat diperhatikan dari berita-berita yang diliput di media massa, kasus kejahatan terus meningkat, dan bervariasi caranya. Semua ini menyebabkan pergaulan pada zaman sekarang ini semakin mengkhawatirkan. Anak zaman sekarang semakin cepat berpikir dewasa, ini semua tentu saja sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dan juga media informasi/massa, terutama televisi, seseorang bisa mendapat banyak masukan, yang baik atau pun buruk, itu sebabnya sangat penting untuk memiliki kontrol diri dan iman (spiritualitas sangat penting), dan terutama bagi anak-anak, perhatian orang tua sangatlah penting.

Di lembaga pendidikan tingkat dasar juga terjadi bullying. Edo Rinaldo, yang

masih berumur sekitar delapan tahun dan duduk di kelas II di salah satu SD di Jakarta Timur, mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh tiga kawan perempuannya yang sekelas, dibantu seorang murid lelaki kelas IV. Sementara itu, di sebuah SD di Jatinangor, Jawa Barat, juga diduga terjadi tindak kekerasan, dan akhirnya murid yang menjadi korban penganiayaan tersebut pindah sekolah (A.M. Fatwa, 2007:4).

Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian kecil kejadian nyata (yang diketahui

umum) akan adanya bullying di masyarakat, dan kebetulan terjadi di pergaulan anak.


(16)

commit to user

pergaulan anak-anaknya. Ditambah lagi dengan maraknya Narkoba, tidak hanya di kota-kota besar saja, tapi juga sampai ke pelosok daerah.

Bullying secara umum adalah tindakan sengaja menyebabkan kerugian kepada

orang lain, secara lisan, pelecehan fisik, penyerangan, atau lebih halus, seperti

manipulasi. Bullying biasanya dilakukan untuk memaksa orang lain dengan

memberikan rasa takut atau ancaman. Dampak bullying tidak hanya secara fisik

(memar, luka, dsb) tapi juga psikis (trauma, mendendam, dsb), dan pada keadaan yang paling parah dapat menyebabkan kematian (www.wikipedia.org/bullying).

Bullying terjadi di berbagai bidang kehidupan masyarakat, tidak terbatas dalam kehidupan orang dewasa saja, tapi hal ini pun terjadi dalam kehidupan/kegiatan

pergaulan anak-anak, bahkan yang sangat disayangkan, bullying pun terjadi dalam

lingkungan pendidikan, tempat dimana seharusnya seseorang (apalagi seorang anak) belajar untuk menjadi ‘benar’, malah mendapat pengetahuan/pengalaman yang ‘salah’ yang seharusnya tidak menjadi ‘bekal’ kehidupannya selanjutnya. Lebih parahnya

lagi, bullying juga dapat terjadi dalam lingkungan keluarga, yaitu tempat dimana

hubungan yang paling erat dan penuh kasih sayang, yang seharusnya paling minim

terjadinya tindakan bullying.

Sekolah sebagai salah satu tempat dimana seorang anak banyak menghabiskan waktunya untuk bertumbuh, berkembang, belajar, dan berinteraksi sosial serta membentuk karakter dan pola pikirnya adalah tempat yang justru banyak terjadi kasus anak hingga dewasa sekalipun, yang mampu menyebabkan timbulnya karakter keras,

bullying menjadi pengalaman menyakitkan yang akan terkenang terus dalam ingatan, mendendam, haus kekuasaan, bukan hal yang tidak mungkin akan diterapkan kepada orang lain, atau bahkan sebaliknya berkarakter pendiam, tidak mampu membela diri,


(17)

commit to user

apapun dampaknya, berakibat tidak baik. Parahnya lagi, bullying di lingkungan

sekolah tidak hanya terjadi di antara para siswanya saja, tapi juga antara pengajar/guru kepada siswanya, padahal guru sebagai yang didewasakan dalam lingkungan sekolah, sekaligus sebagai orang tua kedua bagi siswanya, seharusnya dapat memberikan contoh yang baik, mengarahkan di jalan yang benar, tapi kenapa malah menjadi pengaruh buruk ? Berdalih siswa yang terlalu bandel dan tak bisa diatur lagi, dengan cara yang halus sudah tidak mempan, bukan alasan yang dapat dibenarkan.

Banyak yang terjadi di masyarakat, bullying ini begitu ‘halus’, hingga terasa

sebagai kejadian ‘biasa/normal’ terjadi di kehidupan sehari-hari, bukan sesuatu yang

penting apalagi harus diberantas, ini salah kaprah, tidak seharusnya penindasan

dianggap normal, karena dampaknya sangat merugikan, tidak hanya bagi korbannya, tapi juga orang-orang di sekitarnya, dan bahkan bagi pelakunya. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya secara fisik saja, tapi juga dapat berupa gangguan psikologi.

Karena respon masyarakat yang masih sangat minim terhadap kasus bullying

ini, maka perhatian dan usaha pemberantasan dari masyarakat pun masih sangat

kurang. Tetapi karena masalah bullying ini adalah masalah serius, dan perlu segera

adanya perhatian, maka pada tahun 2007, Majalah Bobo, sebagai pelopor majalah anak-anak Indonesia yang dekat dan memperhatikan dunia anak Indonesia, mengangkatnya menjadi topik dalam Konferensi Anak Bobo Ke-7, yang diadakan dari mulai tanggal 25-27 November 2007 yang lalu, di Jakarta, dihadiri oleh para pembicara yang berkompeten di bidangnya, serta yang penting adalah terkumpulnya para delegasi anak dari berbagai daerah di seluruh Indonesia yang berjumlah 36 anak, yang terdiri dari siswa-siswi kelas 4, 5, dan 6 SD dari berbagai daerah di Indonesia


(18)

commit to user

Acara ini memberi pengetahuan, pengalaman, melatih keberanian, dan kemandirian, serta memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mampu melakukan studi kasus, mengemukakan pendapatnya, dan kemudian mencari solusi yang baik yang sesuai dengan karakter anak-anak. Diharapkan anak-anak akan memiliki perhatian akan hal-hal yang terjadi di sekitarnya, dan mampu untuk menempatkan diri, sehingga kemudian dapat menjaga diri serta mampu membela kebenaran dan keadilan sesuai

dengan sifatnya (http://www.konferensianak.com).

Kasus bullying menjadi siklus yang terus berkelanjutan, antara korban menjadi

pelaku, selama ada pelaku maka ada korban, tidak ada habisnya, selama tidak ada kesadaran dari semua pihak.

B. Perumusan Masalah

Dengan pembatasan masalah untuk anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) di wilayah Sragen. Usia SD merupakan masa pembentukan karakter anak, masa anak-anak belajar berinteraksi sosial, mengenal karakter orang lain selain keluarga dan tetangganya di sekitar rumahnya, yang semua itu mampu mempengaruhi dan membentuk karakter anak. Diharapkan pada usia ini semua pihak -- khususnya orang dewasa di sekeliling anak-anak tersebut -- dapat lebih meningkatkan pengawasan dan kewaspadaan, serta mengajarkan dan memberi contoh yang baik kepada anak-anak, demi terbentuknya karakter generasi penerus yang lebih baik.

Dengan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah konsep desain yang dapat diterima dan dipahami oleh audience

sehingga kemudian timbul motivasi mendukung kampanye sosial Stop Bullying ?


(19)

commit to user C. Tujuan

1. Konsep desain bergaya anak-anak, dengan ilustrasi gaya gambar anak-anak,

menggambarkan kehidupan anak-anak dengan kegiatan-kegiatannya, ekspresinya, dan hal-hal yang dekat dengan anak-anak (mainan, makanan kesukaan, teman-teman bermain, guru-guru, dan orang tua), memakai font yang seperti gaya tulisan

anak-anak, memakai warna yang collorfull, sehingga diharapkan mampu menarik

perhatian anak-anak. Sekaligus dapat membuat audience orang dewasa

memahami dan selalu ingat bahwa tujuan utama kampanye sosial ini adalah untuk kebaikan anak-anak.

2. Kampanye yang mampu menginformasi masyarakat tentang bullying. Yang

kemudian diharapkan mampu mempersuasi masyarakat untuk ikut serta

meminimalisir/ memberantas bullying. Memberi perhatian pada keadaan sosial di

sekelilingnya, lebih mengawasi pergaulan anak-anaknya, mewaspadai pengaruh buruk yang mungkin mencemari kepribadian anak-anaknya, mengajarkan dan memberi contoh tingkah laku yang baik.

D. Target Visual

Media kampanye yang digunakan antara lain :

1. Lini atas (above the line) , yakni jenis iklan yang mengharuskan pembayaran

komisi kepada biro iklan ; media promosi yang memakan ruang dan waktu.

a. Iklan cetak (majalah lokal)

b. Website

2. Lini bawah (below the line) , yakni jenis-jenis iklan yang tidak mengharuskan

adanya komisi ; media promosi yang tidak memakan ruang dan waktu, tapi tetap memerlukan biaya.


(20)

commit to user

a. Poster

b. Booklet

c. Banner add

d. Kaos

e. Topi

f. Kartu pos

g. Sticker

h. Pin

i. Gantungan kunci

j. Kalender

k. Bolpoint

l. Pensil

m. Penghapus (bungkus)

n. Pembatas buku

o. Paper bag

3. Ambient media , yakni promosi/kampanye/komunikasi yang diletakkan secara unik di media-media yang tidak biasa, yang sebisa mungkin memaksimalkan

hal-hal yang ada di sekitar audience.

a. Taplak meja (kantin)

b. Tatakan gelas

c. Door sign

E. Target Audience

Kampanye sosial atau bisa juga sebagai “iklan layanan masyarakat (ILM),


(21)

commit to user

mendidik khalayak dimana tujuan akhir bukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, melainkan keuntungan sosial” (Rendra Widyatama, 2007:104), maka tidak memerlukan target market, karena karena memang tidak berguna untuk memasarkan sesuatu, dan tidak mengharapkan proses jual beli, tapi bermanfaat untuk menginformasi dan mempersuasi masyarakat untuk hal yang bersifat sosial. Walau pun tanpa target maket, tapi tentu saja tetap ada target audience yang menjadi sasaran.

“In marketing and advertising, a target audience, or target group is the primary

group of people that something, usually advertising campaign, is aimed at appealing

to” (www.wikipedia.org/target audience). Artinya antara lain : dalam dunia

pemasaran (marketing) dan periklanan (advertising), target audience adalah

kelompok orang atau sesuatu, biasanya menjadi tujuan/sasaran utama iklan kampanye. Juga dapat disebut khalayak target, yaitu sasaran potensial yang menjadi sasaran bidik iklan/ kampanye, yaitu sebagai sasaran yang mengambil keputusan untuk merespon aktif atau pun pasif, yang berhubungan langsung dengan topik, yang akan membawa dampak secara langsung, serta yang akan mempengaruhi berhasil atau tidaknya tujuan yang diharapkan.

1. Target Audience Primer

Target Audience primer adalah sasaran utama yang diharapkan menjadi pemirsa (audience) yang memperhatikan, memahami pesan yang disampaikan, sehingga

kemudian merespon kampanye sosial “Stop Bullying !” ini.

a. Segmentasi Geografis : pengelompokkan berdasarkan keadaan tempat tinggal.

1) Wilayah : Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen

b. Segmentasi Demografis : pengelompokkan berdasarkan usianya.

1) Tingkat umur : 21 tahun ke atas


(22)

commit to user

c. Segmentasi Sosiografis : pengelompokkan berdasarkan status sosialnya.

1) Pendidikan : semua jenjang pendidikan

2) Pekerjaan : segala pekerjaan

3) Agama : semua agama

4) Status : sudah menikah (terutama orang tua dari anak SD dan

………..karyawan sekolah/ pekerja di dunia pendidikan)

2. Target Audience Sekunder

Target Audience sekunder adalah sasaran utama kedua setelah target audience

primer, yang juga berhubungan langsung dengan kasus yang diangkat, serta apapun responnya dapat mempengaruhi berhasil tidaknya kampanye sosial ini.

Apalagi dalam konteks ini, walau pun orang dewasa sebagai target audience

primer, tapi dampak kepada anak-anaklah yang menjadi tujuan sebenarnya.

a. Segmentasi Geografis : pengelompokkan berdasarkan keadaan tempat tinggal.

1) Wilayah : Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen

b. Segmentasi Demografis : pengelompokkan berdasarkan usianya.

1) Tingkat umur : 6-12 tahun

2) Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan

c. Segmentasi Sosiografis : pengelompokkan berdasarkan status sosialnya.

1) Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)

2) Pekerjaan : pelajar

3) Agama : semua agama

F. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data-data pendukung yang berguna untuk memahami topik yang diangkat melalui :


(23)

commit to user

Melengkapi data-data dan informasi dari buku-buku yang mengulas mengenai

bullying dari berbagai sudut pandang, baik itu hukum mau pun psikologi, dari para penulis dan peneliti yang telah berpengalaman di bidangnya.

2. Wawancara

Wawancara dengan narasumber, antara lain dari :

a. Dewan Perlindungan Perempuan dan Anak (DPPA) Kabupaten Sragen

b. 2 orang Guru SD dari 2 sekolah yang berbeda, di Kecamatan Sragen,

Kabupaten Sragen

3. Riset Referensi

Untuk melengkapi data yang diperlukan dapat melalui riset referensi dari internet,

dengan catatan seleksi yang selektif dari web yang tingkat keakuratannya dapat

dipertanggungjawabkan.

4. Observasi

Pengamatan tentang karakteristik masyarakat, karakteristik anak-anak, kehidupan


(24)

commit to user

BAB II

KAJIAN TEORI

Kasus bullying telah ada entah sejak kapan, yang jelas kasus ini ada dan terjadi

di tengah-tengah masyarakat, yang ‘tanpa disadari’ menjadi suatu fenomena yang

dianggap normal, yang menyebabkan masyarakat membiarkan hal itu terjadi, bahkan menganggap bahwa itu adalah termasuk proses ‘pembelajaran yang mendidik’ agar lebih kuat dan tegar sehingga kelak lebih mampu menghadapi tantangan hidup yang

berat. Sungguh suatu kesalahkaprahan yang mengenaskan, yang mengakibatkan terus

menurunnya kualitas moral dan psikologi masyarakat.

A. Definisi Bullying

Kata bullying sulit dicari padanannya dalam bahasa Indonesia, karena

pengertian yang terkandung di dalamnya sangat luas dan rumit, sehingga tidak dapat

diwakili dalam satu kata. Ada banyak definisi bullying menurut berbagai sumber,

antara lain :

1. Menurut Wikipedia :

Bullying adalah tindakan sengaja menyebabkan kerugian kepada orang lain, melalui lisan pelecehan, fisik penyerangan, atau lebih halus metode kekerasan

seperti manipulasi…. Bullying biasanya dilakukan untuk memaksa orang lain oleh

rasa takut atau ancaman…. Bullying merupakan tindakan agresif yang diulang

untuk sengaja menyakiti orang lain, secara fisik maupun mental

(www.wikipedia.org/bullying).

2. Menurut Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA) , sebuah lembaga yang bergerak


(25)

commit to user

pendidikan :

Bullying adalah sebuah situasi di mana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/

kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok….Istilah bullying diilhami

dari kata bull(bahasa Inggris) yang berarti “banteng” yang suka menanduk. Pihak

pelaku bullying biasa disebut bully (Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA),

2008:2).

3. Menurut Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, peneliti, mendefinisikan school

bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh

seorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain

yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut (Riauskina, I. I., Djuwita, R., dan Soesetio, S. R., 2005:http://popsy.wordpress.com).

4. Menurut Agnes Indar Etikawati, S.Psi, P.Si., M.Si. , dosen Fakultas Psikologi,

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta :

Kekerasan antar sebaya atau bullying merupakan suatu tindak kekerasan fisik dan

psikologis yang dilakukan seseorang atau kelompok, yang dimaksudkan untuk melukai, membuat takut atau membuat tertekan seseorang (anak atau siswa) lain yang dianggap lemah, yang biasanya secara fisik lebih lemah, minder dan kurang mempunyai teman, sehingga tidak mampu mempertahankan diri (Agnes Indar Etikawati, http://www.kompas.com).

5. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak :

kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma / depresi dan tidak berdaya (www.news.indosiar.com).


(26)

commit to user

“Bullying is aggressive behavior that is intentional and that involves an

imbalance of power or strength”( www.unicef.org).

Artinya kurang lebih : bullying adalah perilaku agresif yang menyangkut

ketidakseimbangan kekuatan.

7. Menurut Ken Rigby, seorang peneliti Bullying dari Australia:

Bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya

berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang (Rigby, K., 1996, op.cit. Ponny

Retno Astuti, 2008:3).

8. Menurut Barbara Coloroso, seorang peneliti ahli mengenai bullying :

Bullying / penindasan adalah aktivitas sadar, disengaja, dan keji yang dimaksudkan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan menciptakan teror (Coloroso Barbara, 2007:44-45).

B. Ciri-ciri Bullying

Berdasarkan definisi bullying di atas, maka dapat di simpulkan ciri-ciri

bullying, antara lain :

1. Bullying dilakukan oleh seseorang (bully)/sekelompok orang (bullies) yang mem- punyai posisi dominan, baik itu secara fisik atau pun mental bahkan keduanya, sehingga korbannya tidak mampu mempertahankan diri.

2. Bullying berupa tindakan agresif yang dilakukan berulang-ulang.

3. Bullying menyebabkan perasaan tidak nyaman/tidak senang bahkan sakit baik

secara fisik atau pun mental bahkan keduanya bagi korbannya, bahkan dalam kasus tertentu dapat menyebabkan kematian.


(27)

commit to user

C. Karakteristik Bullying 1. Karakteristik Bully/Bullies

Menurut Wikipedia, berdasarkan hasil penelitian, para pelaku bullying

mempunyai kepribadian penggertak yang otoriter, digabungkan dengan kebutuhan

yang kuat untuk mengendalikan atau mendominasi….Lebih lanjut menunjukkan

bahwa kecemburuan dan dendam termasuk dalam motif bullying, ada juga bukti

yang menunjukkan bahwa bullies menderita dari defisit dalam harga diri (karena

hal ini akan sulit untuk penggertak). Namun, bullying juga dapat digunakan

sebagai alat untuk menyembunyikan rasa malu atau kegelisahan atau untuk

meningkatkan percaya diri: dengan merendahkan orang lain, bullies ini merasa

mempunyai kuasa yang lebih…. Para peneliti telah mengidentifikasi faktor-faktor

risiko lainnya, seperti kecepatan untuk marah dan menggunakan kekerasan, kecanduan berperilaku agresif, menyalahkan tindakan orang lain (bermusuhan),

menjaga image diri (ja’im), dan keinginan untuk bertindak kaku/keras terhadap

orang lain (www.wikipedia.org)

Menurut Andrew Mellor, Manajer Jaringan Kerja Anti-Bullying dari University of

Edinburgh, Inggris, telah menengarai sebagian orang yang secara konsisten

melakukan bullying. Orang-orang semacam itu biasanya agresif, impulsif dan

kurang memiliki empati (Mellor Andrew, op. cit. M. Fauzi, www.hupelita.com)

Menurut Ponny Retno Astuti, pelaku umumnya temperamental. Mereka

melakukan bullying terhadap orang lain sebagai pelampiasan kekesalan dan

kekecewaannya. Ada kalanya karena mereka merasa tidak punya teman, sehingga

ia menciptakan situasi bullyingsupaya memiliki “pengikut” dan kelompok sendiri.


(28)

commit to user

inisiatif sebagai pelaku bullying untuk keamanan dirinya. Pelaku bullying

kemungkinan besar juga sekedar mengulangi apa yang pernah ia lihat dan alami sendiri. Ia menganiaya anak lain karena mungkin ia sendiri dianiaya orang tuanya di rumah. Ia juga mungkin pernah ditindas dan dianiaya anak lain yang lebih kuat darinya di masa lalu (Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), 2008:15).

Ciri perilaku bullying antara lain :

a. Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di sekolah

b. Menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah/sekitarnya

c. Merupakan tokoh populer di sekolah

d. Gerak-geriknya seringkali dapat ditandai : sering berjalan di depan, sengaja

menabrak, berkata kasar, menyepelekan/melecehkan.

Itulah sebabnya bullying menjadi suatu siklus kekerasan yang terus berlanjut turun

temurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya (Ponny Retno Astuti, 2008:55).

2. Karakteristik korban bullying

Berdasarkan penelitian UNICEF, korban bullying mempunyai karakteristik

sebagai berikut :

a. Menghargai dirinya sendiri sebagai rata-rata atau bahkan rendah,

b. Impulsif, berkepribadian kepala panas (mudah panik, tidak tenang),

c. Kurang berempati,

d. Kesulitan menyesuaikan diri dengan peraturan,

e. Mendukung tindak kekerasan (www.unicef.org).

Menurut penelitian Yayasan SEJIWA, dalam bukunya Bullying!, beberapa ciri


(29)

commit to user

- Berfisik kecil, lemah

- Berpenampilan lain dari biasa

- Sulit bergaul

- Siswa yang rendah kepercayaan dirinya

- Anak yang canggung (sering salah bicara/bertindak,berpakaian)

- Anak yang memiliki aksen berbeda

- Anak yang dianggap menyebalkan dan menantang bully

- Cantik/ganteng, tidak cantik/tidak ganteng

- Anak orang tak punya/anak orang kaya

- Kurang pandai

- Anak yang gagap

- Anak yang dianggap sering argumentatif terhadap bully

(Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), 2008:17)

Menurut Ponny Retno Astuti, ciri perilaku korban antara lain :

- Pemalu/pendiam/penyendiri

- Bodoh/dungu

- Mendadak menjadi penyendiri/pendiam

- Sering tidak masuk sekolah oleh alasan yang tidak jelas

- Berperilaku aneh atau tidak biasa (takut/marah tanpa sebab, mencorat-coret)

(Ponny Retno Astuti, 2008:21)

3. Karakteristik Bullying di Sekolah

Seperti hasil penelitian para ahli, antara lain oleh Rigby, bullying yang banyak

dilakukan di sekolah umumnya mempunyai tiga karakteristik yang terintegrasi, sebagai berikut :


(30)

commit to user

a. Ada perilaku agresi yang menyenangkan pelaku untuk menyakiti korbannya.

b. Tindakan itu dilakukan secara tidak seimbang sehingga menimbulkan

perasaan tertekan korban.

c. Perilaku itu dilakukan secara berulang atau terus-menerus.

(Rigby, K., 1996, op.cit., Ponny Retno Astuti, 2008:8)

4. Karakteristik Sekolah yang mudah terdapat kasus bullying

Karakteristik Sekolah yang mudah terdapat kasus bullying pada umumnya berada

dalam situasi sebagai berikut :

a. Sekolah dengan ciri perilaku diskriminatif di kalangan guru dan siswa.

b. Kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari para guru dan satpam.

c. Sekolah dengan kesenjangan besar antara siswa kaya dan miskin.

d. Adanya kedisiplinan yang sangat kaku atau yang terlalu lemah.

e. Bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.

(Ponny Retno Astuti, 2008:8)

D. Bentuk Perilaku Bullying 1. Fisik

Adalah jenis bullying yang kasat mata. Siapa pun bisa melihatnya karena terjadi

sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contoh-contoh bullying fisik

antara lain :

- Menampar

- Menimpuk

- Menginjak kaki


(31)

commit to user

- Meludahi

- Memalak

- Melempari dengan barang

- Menghukum dengan berlari keliling lapangan

- Menampar

- Menggigit

- Menghukum dengan cara push-up

(Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), 2008:8)

- Menarik rambut

- Memukul

- Menendang

- Mengunci

- Memlintir

- Menonjok

- Mendorong

- Mencakar

- Meludahi

- Mengancam

- Merusak kepemilikan (property) korban

- Penggunaan senjata

- Mengintimidasi korban di ruangan/dengan mengitari

- Perbuatan kriminal

(Ponny Retno Astuti, 2008:22)

2. Non fisik


(32)

commit to user

a. Verbal

Ini jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena tertangkap indra

pendenga-ran kita. Contoh-contoh bullying verbal :

- Memaki

- Menghina

- Menjuluki

- Meneriaki

- Mempermalukan di depan umum

- Menuduh

- Menyoraki

- Menebar gosip

- Memfitnah

- Menolak

(Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), 2008:3-4)

- Panggilan telepon yang meledek

- Pemerasan

- Mengancam

- Menghasut

- Berkata jorok pada korban

- Berkata menekan

- Menyebarluaskan kejelekan orang

(Ponny Retno Astuti, 2008:22)

b. Non Verbal

Terbagi menjadi 2, yaitu :


(33)

commit to user

- Memanipulasi pertemanan

- Mengasingkan

- Tidak mengikutsertakan

- Mengirim pesan menghasut

- Curang

(Ponny Retno Astuti, 2008:22)

2) Langsung (Mental/psikologis)

Ini jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap mata atau

telinga kita, jika kita tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik bullying ini

terjadi diam-diam dan di luar radar pemantauan kita. Contoh-contohnya :

- Gerakan (tangan, kaki, atau anggota badan lain) kasar / mengancam

- Menatap

- Muka mengancam

- Menggeram

- Hentakan mengancam

- Menakuti

- Memandang sinis

-Memandang penuh ancaman

- Memandang yang merendahkan

- Memelototi

- Mencibir

- Mempermalukan di depan umum

- Mendiamkan

- Mengucilkan


(34)

commit to user

(Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), 2008:4-5)

3. Pelecehan Seksual

Pelecehan seksual di sekolah bisa terjadi dalam bentuk fisik maupun non-fisik.

a. Yang berupa fisik antara lain :

Jamahan terhadap bagian tubuh tertentu, imbalan pemberian nilai pada murid perempuan manakala rela berbuat sesuatu, pemerkosaan, dan lain-lain.

b. Sedangkan yang berupa non-fisik antara lain :

Di lingkungan sekolah sangat berpotensi terjadi julukan terhadap bentuk tubuh seseorang, ejekan, tempat duduk murid (perempuan) dimana meja depannya tidak bertutup sering mengundang perbuatan negatif.

(http://pedulihakanak.wordpress.com)

E. Penyebab Terjadinya Bullying

Menurut Ponny Retno Astuti dalam bukunya : “Meredam Bullying”, terjadinya

bullying disebabkan karena 2 hal, antara lain :

1. Sebagai tindakan reaktif, yakni aksi yang dilakukan oleh sekelompok anak/orang

secara mendadak sebagai reaksi atas perlakuan atau gangguan orang lain kepada anggota kelompoknya.

2. Sebagai tindakan proaktif, yakni tindakan yang sengaja dilakukan seseorang/

kelompok sebagai motivasi awal atau hukuman pada korbannya untuk mendapat kan balasan.

(Ponny Retno Astuti, 2008:21)

Lagi menurut Ponny Retno Astuti, bullying juga disebabkan oleh faktor

eksternal yaitu lingkungan sekitarnya serta faktor internal, antara lain :


(35)

commit to user

2. Senioritas tidak pernah diselesaikan

3. Guru memberikan contoh kurang baik pada siswa

4. Ketidakharmonisan di rumah

5. Karakter anak (faktor internal)

(Ponny Retno Astuti, 2008:51)

Terjadinya bullying atau aksi intimidasi fisik, verbal, maupun psikologis yang

terjadi di sekolah akibat krisis pendidikan karakter dan budi pekerti. Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta Swasono (kabinet yang lalu, 2004-2009),

orang tua harus sadar dan paham bahwa bullying bukan sekadar permainan yang

dilakukan anak-anak pada teman sebayanya. Bila dilihat lebih jauh, bullying telah

berakar pada kebobrokan mental akibat kurangnya pendidikan karakter dan budi pekerti (Meutia Hatta Swasono, 2007:7).

Kemudian menurut Abu Huraerah, M.Si., seorang yang aktif dalam kegiatan LSM

(Lembaga Pengabdian pada Masyarakat), dalam bukunya Child Abuse (kekerasan

terhadap anak), kekerasan di sekolah bisa terjadi karena beberapa faktor :

1. Karena kebanyakan guru kita (di Indonesia) kurang menghayati pekerjaannya

sebagai panggilan profesi, sehingga cenderung kurang memiliki kemampuan mendidik dengan benar serta tidak mampu menjalin ikatan emosional yang konstruktif dengan siswa (Mulyadi, 2006).

2. Dengan dalih demi kedisiplinan siswa. Guru kerapkali kehilangan kesabaran

hingga melakukan hukuman fisik, atau melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji dan melanggar batas etika dan moralitas, seperti memukul, meninju, dan menendang (kekerasan fisik) serta mengeluarkan kata-kata yang tidak mendidik, yang dapat menyinggung perasaan siswa (kekerasan verbal/ kekerasan psikologis/


(36)

commit to user

kekerasan emosional), misalnya : sindiran, perkataan seperti “Kalian anak yang bodoh, anak bandel, susah diatur” dan sebagainya.

3. Kurikulum terlalu padat dan kurang berpihak kepada siswa, sehingga

mengakibatkan guru cenderung menjalankan tugasnya sekedar mengejar target kurikulum. Ini tentu terkait dengan belum optimalnya upaya peningkatan kualitas dan kesejahteraan siswa (Mulyadi, 2006).

(Abu Heraerah, 2007:107)

Tak sedikit diantara para guru yang menilai bahwa tindak kekerasan yang mereka lakukan itu adalah demi membuat para murid berdisiplin. Mulai dari membentak, memukul hingga tindak kekerasan lainnya, ini tergolong ke dalam kasus

bullying, yakni perilaku kekerasan terhadap orang lain yang dianggap lebih lemah (M.

Fauzi, www.hupelita.com).

Namun, sebagian besar laporan media massa luput melihat benang merah

persoalan berbagai kasus dalam fenomena kekerasan itu, yakni masalah bullying di

sekolah. Sebagian masih berkutat dengan komentar pakar yang menyoroti masalah ekonomi, ketidakharmonisan keluarga, dan kerapuhan korban (Maria Hartiningsih, http://kesehatan.kompas.com).

Bullying sesungguhnya sebuah situasi yang tercipta ketika tiga karakter berte-

mu di satu tempat. Tiga karakter tersebut adalah : pelaku bullying (bully/

bullies), korban bullying, dan saksi peristiwa bullying, masing-masing punya alasan/penyebab mengapa mereka berada pada karakternya masing-masing :

1. Pelaku bullying (bully/bullies)

Inilah aktor utama pelaku bullying. dilah sang agresor, sang provokator, sekaligus

inisiator situasi bullying. Si pelaku bullying umumnya seorang anak atau murid


(37)

commit to user

namun tidak jarang juga ia bertubuh kecil atau sedang, namun memiliki dominasi psikologis yang besar di kalangan teman-temannya. Yang jelas, ia mempunyai kekuatan dan kekuasaan di atas korbannya.

Ditemukan begitu banyak alasan mengapa seseorang menjadi pelaku bullying.

namun, alasan yang paling jelas adalah bahwa pelaku bullying merasakan

kepuasan apabila ia “berkuasa” di kalangan teman sebayanya (atau murid

-muridnya/anak-anak). Dengan melakukan bullying, ia mendapat label betapa

“besar”nya ia dan betapa “kecil”nya sang korban. Selain itu, tawa teman-teman

sekelompoknya saat ia mempermainkan sang korban memberikan sanjungan karena ia merasa punya selera humor yang tinggi, keren, dan populer.

Tidak semua pelaku bullying melakukannya sebagai kompensasi karena

kepercayaan diri yang rendah. Banyak di antara mereka justru memiliki kepercayaan diri yang begitu tinggi dan sekaligus dorongan untuk selalu menindas dan menggencet anak yang lebih lemah. Ini disebabkan karena mereka tidak pernah dididik untuk memiliki empati terhadap orang lain, untuk merasakan perasaan orang lain yang mengalami siksaan dan aniaya (Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), 2008:14).

Atau sebagai pelaku bullying malahan seseorang seseorang berulangkali dengan

sengaja menggunakan kekuasaannya untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik, emosi, maupun sosial. Kondisi ini juga terjadi karena ada ketidakseimbangan kekuatan antara fisik, kekuatan, emosional dan kekuasaan (Riri Wijaya, http://www.dradio1034fm.or.id).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Riauskina dkk., korban bullying

mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena :


(38)

commit to user

- Balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama (menurut korban laki-laki)

- Ingin menunjukkan kekuasaan

- Marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan

- Mendapatkan kepuasan (menurut korban perempuan)

- Iri hati (menurut korban perempuan)

(Riauskina I. I., Djuwita R., dan Soesetio S. R., 2005:www.popsy.wordpress.com)

Menurut penelitian Yayasan SEJIWA, dalam bukunya Bullying!, beberapa ciri

yang bisa dijadikan pelaku bullying antara lain :

- Karena mereka pernah menjadi korban bullying

- ingin menujukkan eksistensi diri

- ingin diakui

- pengaruh tayangan TV yang negatif

- senoiritas

- iri hati

- menutup kekurangan diri

- mencari perhatian

- balas dendam

- iseng

- sering mendapat perlakukan kasar di ramah tangga dan dari teman-teman

- ingin terkenal

- ikut-ikutan

(Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), 2008:16)

2. Korban bullying

Bullying tidak mungkin terjadi hanya dengan adanya pelaku bullying. harus ada korban yang menjadi sasaran penganiayaan dan penindasan.


(39)

commit to user

Korban bullying bukanlah sekedar pelaku pasif dari situasi bullying. ia turut ber

peran serta memelihara dan melestarikan situasi bullying dengan bersikap diam.

Rata-rata korban bullying tidak pernah melaporkan kepada orang tua dan guru

bahwa telah dianiaya atau ditindas anak lain di sekolahnya.

Sikap diam sang korban ini tentunya beralasan. Alasan yang utama, mereka

berpikir bila melaporkan kegiatan bullying yang menimpanya tidak akan

menyelesaikan masalah. Jika korban melaporkan pada guru, guru akan memanggil

dan menegur sang pelaku bullying, berikutnya pelaku bullying akan kembali

menghadang sang korban dan memberi siksaan yang lebih keras. Pelaku bullying

pun akan memberi ancaman jika korban berani melapor. Dari sisi korban,

ancaman pelaku bullying lebih nyata dan lebih menakuitkan dibanding

konsekuensi jika tidak melapor ke guru. Maka menurut para korban bullying,

mendiamkan perilaku bullying adalah pilihan terbaik (Yayasan Semai Jiwa Amini

(SEJIWA), 2008:118).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Riauskina dkk., korban bullying

membentuk skema kognitif yang salah bahwa bullying bisa ’dibenarkan’

meskipun mereka merasakan dampak negatifnya. Adapun korban juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban bullying karena :

- Penampilan menyolok

- Tidak berperilaku dengan sesuai

- Perilaku dianggap tidak sopan

- Tradisi

(Riauskina I. I., Djuwita R., dan Soesetio S. R., 2005:www.popsy.wordpress.com)

Korban bullying tidak sadar bahwa ia justru merusak dirinya dengan menyimpan


(40)

commit to user

situasional seperti tidak eratnya hubungan antara orang tua dan anak juga dapat membuat anak terisolasi dan tidak akan berpikir meminta bantuan pada orang

tuanya untuk mengatasi situasi bullying. Apalagi jika ia berhadapan dengan sistem

nilai orang tua atau pendidik yang cenderung menganggap bullying sebagai peris-

tiwa lazim dan sarana ujian mental (Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), 2008:19).

3. Saksi bullying

Berhubung situasi bullying terkadang menyerupai sebuah pertunjukan, ia tidak

akan berlangsung tanpa adanya penonton. Di sinilah saksi bullying menjadi

pemirsa sekaligus pemeran dalam sebuah situasi bullying. Para saksi bullying

berperan serta dengan dua cara :

a. Aktif : menyoraki dan mendukung pelaku bullying

Tindakan ini merupakan naluri penyelamatan diri agar ia tidak menjadi korban berikutnya. Apa pun statusnya, saksi aktif ini berperan sebagai pemandu

sorak, ia memberi validasi dan legitimasi bagi pelaku bullying untuk

melancarkan aksinya sekaligus motivasi untuk semakin merajalela.

b. Pasif : diam dan bersikap acuh tak acuh.

Adapun saksi pasif yang juga berada di arena bullying lebih memilih diam

karena alasan yang wajar yaitu yakut. Jika ia melakukan intervensi, ia akan turut menjadi korban, baik saat itu juga maupun nanti. Situasi seperti ini menumpulkan empati sang saksi : lebih baik ia diam demi keselamatannya sendiri (Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), 2008:20).

Menurut Barbara Coloroso, peneliti Bullying, Penindas (Bully/bullies) , pihak


(41)

commit to user

tragis yang dimainkan di rumah, sekolah, taman bermain, dan jalan-jalan…drama itu

nyata, dan akibatnya bisa mematikan (Coloroso Barbara, 2007:28).

Selain karena adanya ketiga tokoh utama yang menyebabkan kasus bullying

terjadi, tidak dapat dipungkiri, kalau lingkungan sekitar dan masyarakatnya yang turut

‘mensukseskan’ keberlangsungan kasus ini, karena tidak adanya kesadaran dan

keinginan untuk melakukan intervensi, karena tidak ada pihak yang merasa paling

bertanggung jawab untuk mengintervensi. Dapatkah ini disebut a tragedy of the

common, di mana masyarakat dan pemerintah tak mempunyai sentuhan langsung dan

terdampak bullying? David Thompson et al, dalam Bullying: Effective Strategies for

Long-term Improvement (2002) menginventarisasi alasan ketidaksudian orang

melakukan intervensi terhadap bullying. Alasan-alasan yang diutarakan antara lain :

1. Korban memang layak di-bully

2. Merasa bukan urusannya untuk melakukan intervensi

3. Sebaiknya orang lain saja yang melakukan

4. Kalau saya ikut campur tangan, bisa memperburuk situasi korban

5. Saya takut orang yang melakukan bullying dan teman-teman akan menyerang saya

6. Saya tidak mungkin dapat melakukan dengan sukses

7. Orang lain saja tidak ada yang peduli dan tidak melakukan tindakan apa pun untuk

mengatasi

8. Jika saya mengintervensi, artinya saya konyol

9. Tidak tahu bagaimana melakukan intervensi dengan cara simpatik dan tidak

agresif. Alasan-alasan ini mungkin masih bisa ditambah.


(42)

commit to user

F. Tempat Terjadinya Bullying

Bullying terjadi di lingkungan sekolah, terutama di tempat-tempat yang bebas

dari pengawasan guru maupun orang tua. Guru yang sadar akan potensi bullying harus

lebih sering memeriksa tempat-tempat seperti :

1. ruang kelas

2. lorong sekolah

3. kantin

4. pekarangan

5. lapangan

6. toilet

pada saat yang tidak diperkirakan oleh siswa akan ada pemeriksaan (sebaiknya lakukan pemantauan rutin tetapi pada jam yang tidak menentu). Dengan pengawasan

menyeluruh dan pemantauan yang intensif, guru dapat mencegah terjadinya bullying.

Bullying juga terjadi di kawasan yang lebih luas, seperti jalan yang menuju sekolah dan sebaliknya. Bahkan juga bisa terjadi di rumah atau di tempat umum karena

kemajuan tehnologi sekarang memungkinkan pelaku bullying menjajah korbannya

melalui pesan pendek telepon genggam (Short Massage Service (SMS)) atau cyber

bullying melalui e-mail. Orang tua sebaiknya lebih aktif memonitor komputer atau telepon genggam putra-putrinya untuk memastikan mereka bebas dari ancaman

bullying (Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), 2008:13).

G. Tanda-tanda Telah Terjadi Bullying

Kita (terutama orang tua dan guru) harus mewaspadai gejala/tanda-tanda yang mencurigakan dan kemudian harus segera mengambil langkah memastikan apakah si


(43)

commit to user

anak telah menjadi korban bullying. Di bawah ini adalah gejala-gejala dampak

bullying :

1. Mengurung diri (school phobia)

2. Menangis

3. Minta pindah sekolah

4. Konsentrasi anak berkurang

5. Prestasi belajar menurun

6. Tidak mau bermain/bersosialisasi

7. Suka membawa barang-barang tertentu (sesuai yang diminta bully)

8. Anak jadi penakut

9. Marah-marah/uring-uringan

10. Gelisah

11. Menangis

12. Berbohong

13. Melakukan perilaku bullying terhadap orang lain

14. Memar/lebam

15. Tidak bersemangat

16. Menjadi pendiam

17. Mudah sensitif

18. Menjadi rendah diri

19. Menyendiri

20. Menjadi kasar dan dendam

21. Mengompol

22. Berkeringat dingin


(44)

commit to user

24. Mudah cemas

25. Cengeng (untuk yang masih kecil)

26. Mimpi buruk

27. Mudah tersinggung

(Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), 2008:12)

H. Dampak Bullying

Berdasarkan hasil suatu Seminar Bullying : bullying berdampak menurunkan tes

kecerdasan dan kemampuan analisis siswa yang menjadi korban, bahkan sampai

berusaha bunuh diri. Bullying juga berhubungan dengan meningkatnya tingkat

depresi, agresi, penurunan nilai - nilai akademik dan tindakan bunuh diri. Pelaku

bullying berpotensi tumbuh sebagai pelaku kriminal dibanding yang tidak melakukan

bullying. Tindakan ini juga masih menjadi masalah tersembunyi yang ti dak disadari oleh para pendidik dan orang tua murid (http://www.indosiar.com).

Menurut Neni Utami Adiningsih, seorang pemerhati pendidikan/Kepala Madrasah Diniyah Awaliyah Raudlatul Jannah Bandung/Guru Tamu di SMPN 1

Jatinangor.Kondisi ini tidak bisa dibiarkan, terlebih bila melihat dampak yang dialami

oleh siswa korban. Secara fisik, korban bisa mengalami memar, luka, patah tulang bahkan bukan tidak mungkin berujung pada kematian. Secara psikis, korban akan merasa dipermalukan, menjadi pemurung, tidak bisa berkonsentrasi, penakut, tidak bersemangat. Bukan tak mungkin bila korban menjadi trauma. Saat tidur, ia sering mengigau. Bahkan bisa jadi anak menjadi takut sekolah, dan minta pindah sekolah (Neni Utami, http://www.pelita.or.id).

Menurut Mona O'Moore Ph. D dari Anti-Bullying Centre, Trinity College,


(45)

commit to user

orang dewasa yang memiliki perilaku kekerasan hati yang kasar beresiko stres, serta

terkait penyakit yang kadang-kadang dapat mengakibatkan bunuh diri…. Korban

bullying dapat menderita jangka panjang masalah emosi dan perilaku. Bullying dapat menyebabkan perilaku menyendiri, depresi, gelisah, mengakibatkan rendah diri dan meningkatkan kerentanan untuk penyakit (www.wikipedia.org).

Bullying ternyata tidak hanya memberi dampak negatif pada korban,

melainkan juga pada para pelaku. Bullying, dari berbagai penelitian, ternyata

berhubungan dengan meningkatnya tingkat depresi, agresi, penurunan nilai akademik,

dan tindakan bunuh diri. Bullying juga menurunkan skor tes kecerdasan dan

kemampuan analisis para siswa. Para pelaku bullying berpotensi tumbuh sebagai

pelaku kriminal, jika dibandingkan dengan anak-anak yang tidak melakukan bullying.

Karena itu, tindakan ini akan merusak generasi penerus di Indonesia (Nurvita Indarini, http://www.detiknews.com).

Kekerasan lepas kendali dengan dalih penegakan disiplin di sekolah, selain tidak mendidik, juga berpotensi bagi timbulnya rasa dendam korban dan rantai

kekerasan dari generasi ke generasi. Tidak mustahil bahwa tawuran

pelajar/mahasiswa selama ini pun termasuk bagian dari dampak psikologis kasus penganiayaan oknum guru terhadap murid. Padahal, tidak ada kaitan antara kedisiplinan dan kekerasan. Sekolah memang harus menerapkan disiplin bagi guru-guru maupun para murid. Tetapi kedisiplinan tidak identik dengan kekerasan. Guna menerapkan disiplin bisa berkomunikasi dengan nalar sehat, dialog, dan lain sebagainya. Tidak dengan cara menyakiti. Sebab itu, para pendidik harus pandai-pandai mengendalikan emosi untuk bisa berpikir positif, agar otomatis tampak berwibawa serta disegani, sehingga pelanggaran disiplin para murid di sekolah dapat ditekan sekecil mungkin. Aksi penganiayaan oknum guru terhadap murid untuk


(46)

commit to user

pendisiplinan atau sebagai hukuman mustahil bisa mencapai tujuan pendidikan kita.

Murid yang terkena tindak bullying justru jiwanya tertekan, depresi, kerdil dan mudah

emosional. Hukuman semacam itu tidak pernah memberikan efek jera, tetapi bahkan bisa menumbuhkan rasa benci dan hilang rasa hormat murid kepada guru yang bersangkutan (M. Fauzi, www.hupelita.com).

Bila guru dan orang tua tidak dapat membina hubungan saling percaya dengan para siswa disekolah maka bullying akan terus terjadi. Dampaknya beragam mulai dari anak yang mogok sekolah, prestasinya menurun, menjadi pemurung dan lain sebagainya. Perlu ditanamkan budaya empati dan rasa kasih sayang di sekolah, perhatian langsung ditujukan pada hubungan antara iklim sekolah dan tingkat prestasi

siswa, serta kebijakan anti-bullying dijalankan dengan semestinya dan penerapan

peraturan serta konsekuensi (Riri Wijaya, http://www.dradio1034fm.or.id).

I. Data-data Bullying

Jika kita menyelidiki dan berusaha mendapatkan data-data asli langsung dari berbagai instansi atau pun pihak sekolah yang terkait secara langsung, kemungkinan

sangat sulit, karena jika kasus bullying yang terjadi tersebar luas bagaikan membong

kar borok (rahasia keburukan) ke khalayak, yang ditakutkan menyebabkan timbulnya sikap anti (merendahkan/ menjelekkan/ketidakpercayaan) masyarakat terhadap instansi/pihak sekolah yang terkait (anjloknya nama baik). Berikut ini adalah

data-data mengenai bullying yang dapat kita lihat dari berbagai media massa, berbagai

situs, dan blog.

Tindakan kekerasan pada anak menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, ada sebanyak 1.840 kasus penganiayaan yang dilakukan orang dewasa terhadap anak di Indonesia. Hal ini menunjukkan masih banyak orang yang belum


(47)

commit to user

memahami hak anak secara keseluruhan. Anak masih dianggap sebagai objek dari kekerasan itu sendiri (Nurhamidah, http://.waspada.co.id).

Berdasarkan pernyataan A.M. Fatwa, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI (periode 2005-2009), bahwa menurut data Komisi Nasional Perlindungan

anak, terdapat kecenderungan kenaikan jumlah kasus bullying pada anak di sekolah.

Pada 2006 sebanyak 15,10 persen dari seluruh kasus kekerasan berupa kekerasan fisik, 34,9 persen kekerasan seksual, dan 50 persen kekerasan psikis. Angka kekerasan itu cenderung naik pada kuartal pertama 2007, ketika kekerasan psikis meningkat 80 persen. Fakta ini sangat memprihatinkan justru terjadi di lembaga pendidikan (A.M. Fatwa, http://www.reformasihukum.org).

Data dari Media Indonesia menuliskan penuturan kak Seto, Ketua Umum Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengatakan selama Januari-April 2007 terdapat 417 kasus kekerasan terhadap anak. Rinciannya, kekeras an fisik 89 kasus, kekerasan seksual 118 kasus, dan kekerasan psikis 210 kasus. Dari jumlah itu 226 kasus terjadi di sekolah (http://mfahmia2705.blogspot.com).

Artikel berisi data hasil survei bullying yang dapat dilihat pada web Kompas,

dengan judul “Bullying Normalkah?” :

”Ada sekitar 30 kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri di kalangan anak dan remaja berusia 6 sampai 15 tahun yang dilaporkan

media massa tahun 2002-2005,” ujar Diena Haryana dari Yayasan

Semai Jiwa Amini (Sejiwa). Hasil penelitian Lembaga Pratista

Indonesia menunjukkan, bullying secara verbal-emosional banyak

dilakukan oleh guru. Hukuman terhadap pelaku oleh guru sering kali

juga berupa bullying.

Data Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melalui

hotline service dan pengaduan ke KPAI memperlihatkan, pada tahun 2007 dilaporkan 555 kasus kekerasan terhadap anak, 11,8 persennya dilakukan oleh guru.

”Pada tahun 2008, dari 86 kasus kekerasan yang dilaporkan, 39

sennya dilakukan oleh guru,” ujar Wakil Ketua KPAI Magdalena

Sitorus.”Bullying di sekolah merupakan embrio kekerasan di

masyarakat,” ujar Diena, ”Namun, demi ’nama baik’, tak lebih dari


(48)

commit to user

lingkungan sekolahnya,” katanya (Maria Hartiningsih,

http://kesehatan.kompas.com).

Artikel berisi data hasil survei yang dilakukan Yayasan Sejiwa (Semai Jiwa Amini) dan Plan Indonesia 2008 di tiga kota besar-Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta

menunjukkan baru 1 persen sekolah yang memiliki program anti-bullying, yang dapat

dilihat pada web Suara Karya, Kamis, 29 Januari 2009:

Menurut Diena Haryana, Ketua Yayasan Sejiwa, dari hasil survei

terhadap 1.500 pelajar di tiga kota, yaitu Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta, 67 persen responden mengaku pernah mengalami

bullying di sekolahnya. Pelakunya mulai dari teman, kakak kelas, adik kelas, guru hingga preman yang ada di sekitar sekolah. Akibatnya, sekolah tidak lagi tempat yang menyenangkan, tetapi menjadi tempat yang menakutkan bagi anak.

Bentuk-bentuk bullying yang ditemukan di sekolah mulai dari cium

paksa, alat kelamin diraba, dipukul, ditonjok, ditampar, dihina hingga julukan negatif. Lokasi kejadian mulai dari ruang kelas, kantin, halaman bahkan hingga di luar lokasi sekolah.

Paulan Aji Brata, Manajer Komunikasi Plan Indonesia, menambahkan

meski bullying ditemukan hampir di semua sekolah, hingga kini baru

500 sekolah di seluruh Indonesia yang memiliki program nyata untuk

menghilangkan bullying

Hal senada dikemukakan Magdalena Sitorus, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Hasil rekapitulasi pengaduan masyarakat yang masuk KPAI tentang kekerasan terhadap anak di sekolah sepanjang 2007 menunjukkan, ada 555 kasus kekerasan terhadap anak, yang 11,8 persen di antaranya dilakukan oleh guru. Pada 2008 ada 86 kasus kekerasan terhadap anak dan 39 persen dilakukan oleh guru.

"Oleh karena itu, pemerintah atau Depdiknas harus segera mengeluarkan suatu kebijakan nasional, agar sekolah ikut

meminimalisasi kasus bullying untuk melindungi anak-anak dan

mereka bisa belajar tanpa rasa takut," ujar Magdalena

(http://www.suarakarya-online.com).

Artikel Kompas, Sabtu, 17 November 2007, dengan judul “Kekerasan di Sekolah,

Wajarkah?” berisi opini dari Junifrius Gultom, pernah meneliti "Intervensi Bullying",


(49)

commit to user

Meski belum ada data yang memuat kasus bullying di tiap negara, ada

gambaran dari tulisan Smith, yang dilansir The Scottish Council for

Research in Education (1992) dan oleh Ken Rigby dalam buku New Perspectives on Bullying (1988) dapat dilihat sedikit data kasus

bullying di sekolah di beberapa negara, yaitu Selandia Baru (15 persen-SMA), di Inggris (27 persen-SMP dan 10 persen-SMA), Australia (25-30 persen bahkan tiap hari), dan secara internasional (23 persen-SMP dan 10 persen-SMA).

Di Indonesia belum terpantau berapa persen kasus bullying di sekolah.

Namun, kita tentu masih ingat kasus Cliff Muntu di STPDN. Kasus terbaru di SMA 34 Pondok Labu. Kedua peristiwa ini hanya puncak gunung es.

Hal ini seharusnya membuat kita khawatir karena dampak bullying

begitu serius ke hampir semua masalah kesehatan. Gambary Namie tahun 2003 mensurvei 1.000 responden sukarela yang hasilnya

dipublikasikan pada bullyinginstitute.com. Disimpulkan ada 33 jenis

gejala gangguan kesehatan yang dialami orang-orang yang pernah di

bully. Hasilnya, (1) ketakutan, stres, kecemasan berlebihan (76 persen); (2) kehilangan konsentrasi (71 persen); (3) gangguan tidur (71 persen); (4) Merasa tidak tenang, gampang terkejut, dan paranoia (60 persen); (5) Sakit kepala (55 persen); (6) Obsesi atas kejelimetan pekerjaan (52 persen); (7) selalu teringat pengalaman buruk, mimpi buruk (49 persen); (8) detak jantung lebih kencang (48 persen); (9) Kebutuhan untuk menghindarkan perasan, pikiran, dan situasi yang mengingatkan orang itu terhadap trauma (47 persen); (10) Sakit tubuh (45 persen); (11) Kelelahan (41 persen); (12) perilaku yang terpaksa (40 persen); (13) depresi yang terdeteksi (39 persen); (14) rasa malu (35 persen); (15) perubahan signifikan pada berat badan (berkurang atau bertambah) (35 persen); (16) sindrom kelelahan kronis (35 persen); (17) serangan kepanikan (32 persen); (18) pengetatan rahang (masalah gigi) (29 persen); (19) perubahan kulit (28 persen); (20) menggunakan bahan adiktif untuk menenangkan pikiran (28 persen); (21) asma atau alergi (27 persen); (22) berpikir kekerasan kepada orang lain (25 persen); (23) Pikiran bunuh diri (25 persen); (24) migran (23 persen); (25) sindrom sakit perut yang mengganggu (23 persen); (26) sakit pada bagian dada (23 persen); dan lain-lain

(Junifrius Gultom,www.kompas.com).

Artikel Solo Pos pada tanggal 23 Juli 2007, dengan judul “Menyelamatkan

Anak: Refleksi Hari Anak Nasional 23 Juli” yang berisi opini dari Hadi Supeno, yang

juga seorang Pemerhati dan praktisi pendidikan anak, serta mencantumkan data-data

bullying, bisa dilihat pada web KPAI:

Dalam sektor pendidikan; (a).angka partisipasi sekolah, tahun 2004 untuk anak usia 13-15 tahun sebesar 83,4 % sedangkan untuk anak usia 16-18 tahun sebesar 53,4 %; (b). angka mengulang kelas, data tahun 2004/2005 menunjukkan persentase sebesar 5,4 % untuk anak


(50)

commit to user

usia SD dan 0,44 % untuk SMP/Mts; (c). angka putus sekolah, tahun 2005/2006 menunjukkan sebesar 2,96 % untuk SD/MI dan 1,6 % untuk SMP/MTs; (d). angka melanjutkan sekolah, tahun 2005/2006 mencatat hanya 72,5 % anak yang melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP/MTs.

Aspek perlindungan anak lebih memprihatinkan; (a). anak tanpa akte kelahiran, berdasarkan hasil Susenas 2001 angkanya mencapai 60 % atau anak yang sudah memiliki akte kelahiran baru mencapai 40%; (b). anak korban kekerasan dan perlakuan salah, menurut laporan kepolisian pada tahun 2002 tercatat 239 kasus dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 326 kasus; (c). anak jalanan, diperkirakan secara nasional mencapai 60.000-75.000 dan menurut Departemen Sosial 60 % di antaranya putus sekolah; (d) anak yang berkonflik dengan hukum, setiap tahun terdapat lebih dari 4.000 perkara pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak di bawah usia 16 tahun. Data lainnya menyebutkan hingga tahun 2002 terdapat 3.722 anak yang menjadi penghuni lembaga pemasyarakatan.

Lebih mengerikan, data di Badan Narkotika Nasional menyebutkan anak korban penyalahgunaan narkoba, 70 % dari 4 juta pengguna narkoba adalah anak berusia 4-20 tahun atau sekitar 4 % dari seluruh pelajar yang ada. Sedangkan kasus AIDS/HIV, hingga Desember 2005 terdapat 4.243 kasus HIV, dan 5.320 kasus AIDS. Dari jumlah tersebut 438 kasus terjadi pada anak usia 0-19 tahun. Sementara

korban kerja paksa, trafficking, pelacuran anak, dan anak-anak di

pengungsian belum tersedia data yang memadai. Tetapi diyakini,

jumlahnya mencapai ribuan anak (Hadi Supeno,

http://www.kpai.go.id).

Lagi menurut Hadi Supeno, yang juga menjabat Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dalam artikel Kompas pada hari Rabu, 23 Juli

2008, dengan judul “Sekolah Bukan Tempat Aman Bagi Anak” yang berisi opini serta

mencantumkan data-data bullying, yang juga bisa dilihat pada web KPAI :

Data di Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan, dari analisis 19 surat kabar nasional yang terbit di Jakarta selama tahun 2007, terdapat 455 kasus kekerasan terhadap anak. Dari Kejaksaan Agung diperoleh data, selama tahun 2006 ada 600 kasus kekerasan terhadap anak (KTA) yang telah diputus kejaksaan. Sebanyak 41 persen di antaranya terkait pencabulan dan pelecehan seksual, sedangkan 41 persen lainnya terkait pemerkosaan. Sisanya, 7 persen, terkait tindak perdagangan anak, 3 persen kasus pembunuhan, 7 persen tindak penganiayaan, sisanya tidak diketahui.

Sementara itu, Komnas Perlindungan Anak mencatat, selama tahun 2007 praktik KTA mengalami peningkatan sampai 300 persen, dari tahun sebelumnya. Dari 4.398.625 kasus menjadi sebanyak 13.447.921 kasus pada tahun 2008 (Media Indonesia, 12/7/2008). Berbagai jenis dan bentuk kekerasan dengan beragam variannya


(51)

commit to user

diterima anak-anak Indonesia, seperti pembunuhan, pemerkosaan,

pencabulan, penganiayaan, trafficking, aborsi, paedofilia, dan berbagai

eksploitasi anak di bidang pekerjaan penelantaran, penculikan, pelarian anak, penyanderaan, dan sebagainya.

Data di KPAI menunjukkan, dari seluruh tindakan KTA, 11,3 persen dilakukan oleh guru atau nomor dua setelah kekerasan yang dilakukan oleh orang di sekitar anak, dan jumlahnya mencapai 18 persen. Fakta ini didukung analisis data pemberitaan kekerasan terhadap anak oleh semua surat kabar. Sepanjang paruh pertama 2008, kekerasan guru terhadap anak mengalami peningkatan tajam, 39,6 persen, dari 95 kasus KTA, atau paling tinggi dibandingkan pelaku-pelaku kekerasan pada anak lainnya.

Jenis kekerasan yang dilakukan guru terhadap anak belum termasuk perlakuan menekan dan mengancam anak yang dilakukan guru menjelang pelaksanaan ujian nasional atau ujian akhir sekolah berstandar nasional. Jika kekerasan psikis itu dimasukkan, persentase akan kian tinggi, berdasarkan pengaduan anak dan orangtua/wali murid kepada KPAI (Hadi Supeno, http://www.kpai.go.id).

Artikel Berita Jakarta, pada hari Selasa, 22 Juli 2008, dengan judul

“Kekerasan terhadap Anak Cenderung Meningkat” yang ditulis Rahmi, serta

mencantumkan data-data bullying :

Tekanan ekonomi dan beban hidup yang terus meningkat, memiliki kecenderungan merubah tingkah laku dalam keluarga. Faktor tersebut, juga bisa memicu peningkatan kekerasan terhadap anak. Sepanjang 2008 saja, sudah 900 kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), sedangkan tahun lalu mencapai 1.926 kasus.

Komnas PA mencatat, kekerasan yang terjadi tidak hanya kekerasan fisik belaka, tapi juga kekerasan psikis. Tidak hanya itu, kekerasan seksual, perdagangan anak, penculikan hingga korban narkoba, dan AIDS mewarnai perjalanan generasi penerus bangsa ini. Data Komnas PA menyebutkan, saat ini terdapat 101 balita di Jakarta yang mengidap HIV/AIDS turunan. Sedangkan 15.800 anak lainnya menjadi korban peredaran narkoba di Jakarta.

Arist Merdeka Sirait, Sekjen Komnas PA menuturkan, Jakarta selalu dijadikan barometer dari berbagai hal namun pada kenyataannya bahwa angka tindak kekerasan terhadap anak ternyata juga cukup tinggi di hampir di 12 kota besar lainnya di Indonesia. Lihat saja, dalam laporan yang diterima Komnas PA, dari 33 Lembaga Perlindungan Anak tingkat provinsi dan kabupaten, sekitar 21.872 anak Indonesia menjadi korban kekerasan fisik dan psikis baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan sosial.

Kemudian, sekitar 12.726 anak menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dekat mereka. Tak hanya itu, sekitar 70 ribu-95 ribu anak dijual dan diperdagangkan untuk tujuan komersil. Komnas PA juga mencatat, ada sekitar 136 anak menjadi korban


(52)

commit to user

penculikan, 18 diantaranya ditemukan dalam keadaan meninggal dan enam diantaranya menjadi korban mutilasi.

Banyak faktor yang memicu kekerasan terhadap anak, salah satunya masalah ekonomi. Mengenai kekerasan terhadap anak yang terjadi di Jakarta, Arist mengkhawatirkan, terjadi peningkatan yang signifikan. Karena pada tahun ini saja sudah terdapat 900 kasus sedangkan tahun lalu mencapai 1.926 kasus. "Sekarang beban hidup semakin berat, kecenderungan peningkatan kekerasan terhadap anak juga tinggi. Ini yang perlu diantisipasi semua pihak," ujarnya, Senin (21/07).

Terkait hal tersebut, Seto Mulyadi Ketua Komnas PA mengatakan, dari fenomena itu maka sudah waktunya pemerintah mencanangkan gerakan nasional hentikan kekerasan terhadap anak. Pembentukan kantor Kementrian Anak juga sangat penting agar pemerintah lebihfokus dalam mengurusi permasalahan anak.

Menurutnya, kekerasan terhadap anak bukan lagi muncul sebagai urusan domestik yang tidak boleh disentuh pemerintah. Pasalnya, aksi kekerasan itu juga disebabkan oleh lemahnya regulasi kebijakan untuk melindungi anak. Masalah kemiskinan struktural, korupsi di segala sektor dan pembangunan nasional yang tidak berperspektif anak juga

turut andil terjadinya kekerasan terhadap anak (Rahmi,

http://www.halohalo.co.id).

J. Hukum/Undang-Undang Mengenai Kasus Bullying

Ada beberapa perundang-undangan yang perlu disosialisasi untuk dipahami, dihayati, dan dilaksanakan oleh semua komunitas pendidikan, antara lain Undang-Undang Dasar 1945 khususnya menyangkut pendidikan dan hak-hak asasi manusia, Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional khususnya menyangkut arah dan tujuan pendidikan, agar para pendidik dapat mengarahkan aktivitasnya dalam mendidik untuk mencapai tujuan tersebut (A.M. Fatwa, http://www.reformasihukum).

Banyak perundangan yang bisa dijadikan sandaran hukum, baik pasal-pasal yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UUPA. Menurut pasal 77 UUPA misalnya, hukumannya bisa selama lima tahun penjara dan atau denda paling besar seratus juta rupiah. Bahkan menurut pasal 81 dan pasal 82, yang terkait dengan


(1)

commit to user Tipografi : Anja Eliane, Catchup,

Ilustrasi : logo, body text, headline, gambar Visualisasi : Corel Draw 11

Realisasi : digital printing Distribusi : meja kantin

17.Tatakan gelas

Variasi I Variasi 2

Media / bahan : yellowboard ber-sticker Ukuran : diameter 10 cm

Skala : 68 %

Format desain : full collour Bentuk desain : horisontal

Tipografi : Anja Eliane, Catchup, OzHandicraft BT

Ilustrasi : logo, body text, headline, subheadline dan grafisnya Visualisasi : Corel Draw 11

Realisasi : yellow board ditempel sticker


(2)

commit to user

18.Door sign

Variasi 1 Variasi 2 Variasi 3 Media / bahan : karton 230 gr

Ukuran : 25 x 13 cm

Skala : 93 %

Format desain : full collour Bentuk desain : vertikal

Tipografi : Anja Eliane, Catchup, OzHandicraft BT

Ilustrasi : logo, body text, headline, subheadline dan grafisnya, gambar Visualisasi : Corel Draw 11

Realisasi : digital printing


(3)

commit to user

19.Pembatas buku

Variasi 1 Variasi 2 Variasi 3 Variasi 4 Media / bahan : karton 230 gr

Ukuran : 3 x 15 cm (variasi 1) ; 3 x 14 cm (Variasi 2) ; 2,5 x 14 cm

……… (variasi 3) ; 3 x 10 cm (variasi 4)

Skala : 100 %

Format desain : full collour

Bentuk desain : vertikal (variasi 1,2,4) dan horisontal (variasi 3) Tipografi : Anja Eliane, Catchup, Arial Narrow


(4)

commit to user

Ilustrasi : logo, body text, headline, gambar Visualisasi : Corel Draw 11

Realisasi : digital printing

Distribusi : untuk anak-anak, merchandise

20.Paper bag

Media / bahan : karton 230 gr Ukuran : 20 x 25 x 8 cm

Skala : 45 %

Format desain : full collour Bentuk desain : vertikal

Tipografi : Anja Eliane, Catchup, OzHandicraft BT Ilustrasi : logo, headline,subheadline dan grafisnya Visualisasi : Corel Draw 11

Realisasi : digital printing Distribusi : tempat merchandise


(5)

commit to user

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Bullying merupakan suatu siklus yang turun temurun, sehingga untuk memutuskan siklus tersebut harus diawali dari kesadaran pribadi lepas pribadi, yang diharapkan mampu untuk tidak meneruskan siklus tapi merubah pola pikirnya sehingga kemudian mampu menerapkan karakter dan sikap moral yang baik kepada anaknya atau pun orang lain, demi masa depan yang lebih baik.

2. Bully/bullies tidak bisa dijadikan sebagai tumpuan kesalahan, karena bisa jadi karakter bully/bullies disebabkan karena pengaruh didikan yang kurang benar dari orang tua, interaksi sosial dengan lingkungan sekitar yang mungkin banyak memberi contoh tidak baik, serta pengaruh media massa (elektronik maupun cetak) yang ditiru karena kurangnya pengawasan dari orang dewasa, atau bahkan gabungan dari itu semua memperlakukan/memberi contoh bullying.

3. Orang tua/keluarga sebagai lingkungan awal dan inti dalam pembentukkan karakter dan kepribadian seseorang bisa jadi penyebab/pemicu karakter keras dan buruk bully/bullies, ataupun karakter tidak mampu membela diri dari korban bullying, atau juga karakter pasif atau pun pengikut dari para saksi bullying. dari lingkungan keluarga pula mungkin seorang anak ‘belajar’ untuk melihat atau pun merasakan bullying, yang kemudian diteruskannya dalam siklus.

B. Saran

1. Orang tua/keluarga harus memberikan perhatian dan kasih sayang, serta harus dari sedini mungkin mendidik, memberi contoh yang baik, membentuk karakter dan


(6)

commit to user

moral yang baik kepada anak-anaknya, dan kemudian mengawasi tanpa membatasi terlalu ketat kepada anak-anaknya, agar jangan sampai merasa tertekan sehingga berusaha melampiaskannya di dalam pergaulannya, serta harus peka terhadap pengaduan anak atau pun tanda-tanda bullying yang mungkin dialami anak, sehingga kemudian bisa mengambil tindak lanjut yang baik,tepat, dan tidak terburu-buru terpancing emosi.

2. Orang dewasa (orang tua, keluarga, karyawan sekolah) harus lebih meningkatkan perhatian terhadap tanda bullying sekecil apapun, agar kasus bullying yang terjadi tidak berkelanjutan.

3. Pihak Sekolah harus menetapkan Kebijakan Sekolah yang jelas dan tegas, dengan disertai peningkatan pengawasan, penyelidikan yang teliti, dan tentu saja dengan fasilitas rehabilitasi (perbaikan) yang dilakukan dengan tekun dan disertai kasih sayang demi mencapai perbaikan moral dan karakter yang lebih baik, agar kemudian hari tidak terjadi lagi

4. Harus diawali dengan menimbulkan kesadaran dari masing-masing pribadi, baru kemudian mampu muncul komitmen bersama untuk bertingkah laku, berkarakter, berkepribadian, bertutur kata yang baik, dan menularkannya pada semua orang, mengajarkannya pada anak-anak, saling mengingatkan untuk berlaku yang baik, meningkatkan pengawasan dan kewaspadaan sosial, serta menumbuhkan dan membudayakan kasih sayang dan empati kepada semua orang. Tanpa peran serta seluruh masyarakat, adalah mustahil bullying ini dapat diminimalisir apalagi teratasi. Demi keselamatan dan kesejahteraan anak, serta menuju dunia pendidikan yang aman dan benar-benar menjadi tempat menuntut ilmu yang aman dan berkualitas, demi generasi penerus bangsa yang berkepribadian baik dan berjiwa ksatria.