commit to user 30
24.  Mudah cemas 25.  Cengeng untuk yang masih kecil
26.  Mimpi buruk 27.  Mudah tersinggung
Yayasan Semai Jiwa Amini SEJIWA, 2008:12
H. Dampak Bullying
Berdasarkan  hasil  suatu  Seminar  Bullying  :  bullying  berdampak  menurunkan  tes kecerdasan  dan  kemampuan  analisis  siswa  yang  menjadi  korban,  bahkan  sampai
berusaha  bunuh  diri.  Bullying  juga  berhubungan  dengan  meningkatnya  tingkat depresi,  agresi,  penurunan  nilai  -  nilai  akademik  dan  tindakan  bunuh  diri.  Pelaku
bullying berpotensi tumbuh sebagai pelaku kriminal dibanding yang tidak melakukan bullying. Tindakan ini juga masih menjadi masalah tersembunyi yang ti dak disadari
oleh para pendidik dan orang tua murid http:www.indosiar.com. Menurut  Neni  Utami  Adiningsih,  seorang  pemerhati  pendidikanKepala
Madrasah  Diniyah  Awaliyah  Raudlatul  Jannah  BandungGuru  Tamu  di  SMPN  1 Jatinangor.
Kondisi ini tidak bisa dibiarkan, terlebih bila melihat dampak yang dialami oleh  siswa  korban.  Secara  fisik,  korban  bisa  mengalami  memar,  luka,  patah  tulang
bahkan  bukan  tidak  mungkin  berujung  pada  kematian.  Secara  psikis,  korban  akan merasa  dipermalukan,  menjadi  pemurung,  tidak  bisa  berkonsentrasi,  penakut,  tidak
bersemangat.  Bukan  tak  mungkin  bila  korban  menjadi  trauma.  Saat  tidur,  ia  sering mengigau.  Bahkan  bisa  jadi  anak  menjadi  takut  sekolah,  dan  minta  pindah  sekolah
Neni Utami, http:www.pelita.or.id. Menurut  Mona  OMoore  Ph.  D  dari  Anti-Bullying  Centre,  Trinity  College,
Dublin,  badan  penelitian  yang  menyatakan  bahwa  individu-individu,  baik  anak  atau
commit to user 31
orang dewasa  yang memiliki perilaku kekerasan hati yang kasar beresiko stres, serta terkait  penyakit  yang  kadang-kadang  dapat  mengakibatkan  bun
uh  diri….  Korban bullying dapat menderita jangka panjang masalah emosi dan perilaku. Bullying dapat
menyebabkan  perilaku  menyendiri,  depresi,  gelisah,  mengakibatkan  rendah  diri  dan meningkatkan kerentanan untuk penyakit www.wikipedia.org.
Bullying  ternyata  tidak  hanya  memberi  dampak  negatif  pada  korban, melainkan  juga  pada  para  pelaku.  Bullying,  dari  berbagai  penelitian,  ternyata
berhubungan dengan meningkatnya tingkat depresi, agresi, penurunan nilai akademik, dan  tindakan  bunuh  diri.  Bullying  juga  menurunkan  skor  tes  kecerdasan  dan
kemampuan  analisis  para  siswa.  Para  pelaku  bullying  berpotensi  tumbuh  sebagai pelaku kriminal, jika dibandingkan dengan anak-anak yang tidak melakukan bullying.
Karena  itu,  tindakan  ini  akan  merusak  generasi  penerus  di  Indonesia  Nurvita Indarini, http:www.detiknews.com.
Kekerasan  lepas  kendali  dengan  dalih  penegakan  disiplin  di  sekolah,  selain tidak  mendidik,  juga  berpotensi  bagi  timbulnya  rasa  dendam  korban  dan  rantai
kekerasan dari
generasi ke
generasi. Tidak
mustahil bahwa
tawuran pelajarmahasiswa  selama  ini  pun  termasuk  bagian  dari  dampak  psikologis  kasus
penganiayaan  oknum  guru  terhadap  murid.  Padahal,  tidak  ada  kaitan  antara kedisiplinan  dan  kekerasan.  Sekolah  memang  harus  menerapkan  disiplin  bagi  guru-
guru  maupun  para  murid.  Tetapi  kedisiplinan  tidak  identik  dengan  kekerasan.  Guna menerapkan  disiplin  bisa  berkomunikasi  dengan  nalar  sehat,  dialog,  dan  lain
sebagainya.  Tidak  dengan  cara  menyakiti.  Sebab  itu,  para  pendidik  harus  pandai- pandai  mengendalikan  emosi  untuk  bisa  berpikir  positif,  agar  otomatis  tampak
berwibawa serta disegani, sehingga pelanggaran disiplin para murid di sekolah dapat ditekan  sekecil  mungkin.  Aksi  penganiayaan  oknum  guru  terhadap  murid  untuk
commit to user 32
pendisiplinan  atau  sebagai  hukuman  mustahil  bisa  mencapai  tujuan  pendidikan  kita. Murid yang terkena tindak bullying justru jiwanya tertekan, depresi, kerdil dan mudah
emosional. Hukuman semacam itu tidak pernah memberikan efek jera, tetapi bahkan bisa  menumbuhkan  rasa  benci  dan  hilang  rasa  hormat  murid  kepada  guru  yang
bersangkutan M. Fauzi, www.hupelita.com. Bila  guru  dan  orang  tua  tidak  dapat  membina  hubungan  saling  percaya  dengan  para
siswa  disekolah  maka  bullying  akan  terus  terjadi.  Dampaknya  beragam  mulai  dari anak  yang  mogok  sekolah,  prestasinya  menurun,  menjadi  pemurung  dan  lain
sebagainya.  Perlu  ditanamkan  budaya  empati  dan  rasa  kasih  sayang  di  sekolah, perhatian langsung ditujukan pada hubungan antara iklim sekolah dan tingkat prestasi
siswa,  serta  kebijakan  anti-bullying  dijalankan  dengan  semestinya  dan  penerapan peraturan serta konsekuensi Riri Wijaya, http:www.dradio1034fm.or.id.
I. Data-data Bullying
Jika  kita  menyelidiki  dan  berusaha  mendapatkan  data-data  asli  langsung  dari berbagai  instansi  atau pun pihak sekolah  yang terkait secara langsung, kemungkinan
sangat sulit, karena jika kasus bullying yang terjadi tersebar luas bagaikan membong kar borok rahasia keburukan ke khalayak, yang ditakutkan menyebabkan timbulnya
sikap  anti  merendahkan  menjelekkanketidakpercayaan  masyarakat  terhadap instansipihak  sekolah  yang  terkait  anjloknya  nama  baik.  Berikut  ini  adalah  data-
data  mengenai  bullying  yang  dapat  kita  lihat  dari  berbagai  media  massa,  berbagai situs, dan blog.
Tindakan  kekerasan  pada  anak  menurut  data  Badan  Pusat  Statistik  BPS tahun  2006,  ada  sebanyak  1.840  kasus  penganiayaan  yang  dilakukan  orang  dewasa
terhadap  anak  di  Indonesia.  Hal  ini  menunjukkan  masih  banyak  orang  yang  belum
commit to user 33
memahami  hak  anak  secara  keseluruhan.  Anak  masih  dianggap  sebagai  objek  dari kekerasan itu sendiri Nurhamidah, http:.waspada.co.id.
Berdasarkan  pernyataan  A.M.  Fatwa,  Wakil  Ketua  Majelis  Permusyawaratan Rakyat RI periode 2005-2009, bahwa menurut  data Komisi  Nasional Perlindungan
anak,  terdapat  kecenderungan  kenaikan  jumlah  kasus  bullying  pada  anak  di  sekolah. Pada  2006  sebanyak  15,10  persen  dari  seluruh  kasus  kekerasan  berupa  kekerasan
fisik,  34,9  persen  kekerasan  seksual,  dan  50  persen  kekerasan  psikis.  Angka kekerasan  itu  cenderung  naik  pada  kuartal  pertama  2007,  ketika  kekerasan  psikis
meningkat  80  persen.  Fakta  ini  sangat  memprihatinkan  justru  terjadi  di  lembaga pendidikan A.M. Fatwa, http:www.reformasihukum.org.
Data  dari  Media  Indonesia  menuliskan  penuturan  kak  Seto,  Ketua  Umum  Komisi Nasional  Komnas  Perlindungan  Anak  Seto  Mulyadi  mengatakan  selama  Januari-
April 2007 terdapat 417 kasus kekerasan terhadap anak. Rinciannya, kekeras an fisik 89 kasus, kekerasan seksual 118 kasus, dan kekerasan psikis 210 kasus. Dari jumlah
itu 226 kasus terjadi di sekolah http:mfahmia2705.blogspot.com. Artikel berisi data hasil survei bullying yang dapat dilihat pada web Kompas,
dengan judul “Bullying Normalkah?
”
: ”Ada  sekitar  30  kasus  bunuh  diri  dan  percobaan  bunuh  diri  di
kalangan anak dan remaja berusia 6 sampai 15 tahun yang dilaporkan media  massa  tahun  2002-
2005,”  ujar  Diena  Haryana  dari  Yayasan Semai  Jiwa  Amini  Sejiwa.  Hasil  penelitian  Lembaga  Pratista
Indonesia  menunjukkan,  bullying  secara  verbal-emosional  banyak dilakukan oleh guru. Hukuman terhadap pelaku oleh guru sering kali
juga berupa bullying. Data Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia KPAI melalui
hotline service dan pengaduan ke KPAI memperlihatkan, pada tahun 2007 dilaporkan 555 kasus kekerasan terhadap anak, 11,8 persennya
dilakukan oleh guru.
”Pada  tahun  2008,  dari  86  kasus  kekerasan  yang  dilaporkan,  39 sennya  dilakukan  oleh  guru,”  ujar  Wakil  Ketua  KPAI  Magdalena
Sitorus.”Bullying  di  sekolah  merupakan  embrio  kekerasan  di masyarakat,” ujar     Diena, ”Namun, demi ’nama baik’, tak lebih dari
0,1  persen  sekolah  di  Jakarta  mengakui  terjadinya  bullying  di
commit to user 34
lingkungan sekolahnya,”
katanya Maria
Hartiningsih, http:kesehatan.kompas.com.
Artikel  berisi  data  hasil  survei  yang  dilakukan  Yayasan  Sejiwa  Semai  Jiwa Amini dan Plan Indonesia 2008 di tiga kota besar-Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta
menunjukkan baru 1 persen sekolah yang memiliki program anti-bullying, yang dapat dilihat pada web Suara Karya, Kamis, 29 Januari 2009
: Menurut  Diena  Haryana,  Ketua  Yayasan  Sejiwa,  dari  hasil  survei
terhadap  1.500  pelajar  di  tiga  kota,  yaitu  Jakarta,  Surabaya,  dan Yogyakarta,  67  persen  responden  mengaku  pernah  mengalami
bullying di sekolahnya. Pelakunya mulai dari teman, kakak kelas, adik kelas,  guru  hingga  preman  yang  ada  di  sekitar  sekolah.  Akibatnya,
sekolah tidak lagi tempat  yang menyenangkan, tetapi menjadi tempat yang menakutkan bagi anak.
Bentuk-bentuk  bullying  yang  ditemukan  di  sekolah  mulai  dari  cium paksa, alat kelamin diraba, dipukul, ditonjok, ditampar, dihina hingga
julukan  negatif.  Lokasi  kejadian  mulai  dari  ruang  kelas,  kantin, halaman bahkan hingga di luar lokasi sekolah.
Paulan Aji Brata, Manajer Komunikasi Plan Indonesia, menambahkan meski bullying ditemukan hampir di semua sekolah, hingga kini baru
500 sekolah di seluruh Indonesia yang memiliki program nyata untuk menghilangkan bullying
… Hal  senada  dikemukakan  Magdalena  Sitorus,  Wakil  Ketua  Komisi
Perlindungan  Anak  Indonesia  KPAI.  Hasil  rekapitulasi  pengaduan masyarakat  yang  masuk  KPAI  tentang  kekerasan  terhadap  anak  di
sekolah  sepanjang  2007  menunjukkan,  ada  555  kasus  kekerasan terhadap  anak,  yang  11,8  persen  di  antaranya  dilakukan  oleh  guru.
Pada  2008  ada  86  kasus  kekerasan  terhadap  anak  dan  39  persen dilakukan oleh guru.
Oleh  karena  itu,  pemerintah  atau  Depdiknas  harus  segera mengeluarkan  suatu  kebijakan  nasional,  agar  sekolah  ikut
meminimalisasi  kasus  bullying  untuk  melindungi  anak-anak  dan mereka
bisa belajar
tanpa rasa
takut, ujar
Magdalena http:www.suarakarya-online.com.
Artikel  Kompas,  Sabtu,  17  November  2007,  dengan  judul  “Kekerasan  di  Sekolah, Wajarkah?” berisi opini dari Junifrius Gultom, pernah meneliti Intervensi Bullying,
serta mencantumkan data-data bullying bisa dilihat pada web Kompas :
commit to user 35
Meski belum ada data yang memuat kasus bullying di tiap negara, ada gambaran  dari  tulisan  Smith,  yang  dilansir  The  Scottish  Council  for
Research  in  Education  1992  dan  oleh  Ken  Rigby  dalam  buku  New Perspectives  on  Bullying  1988  dapat  dilihat  sedikit  data  kasus
bullying  di  sekolah  di  beberapa  negara,  yaitu  Selandia  Baru  15 persen-SMA,  di  Inggris  27  persen-SMP  dan  10  persen-SMA,
Australia 25-30 persen bahkan tiap hari, dan secara internasional 23 persen-SMP dan 10 persen-SMA.
Di Indonesia belum terpantau berapa persen kasus bullying di sekolah. Namun,  kita  tentu  masih  ingat  kasus  Cliff  Muntu  di  STPDN.  Kasus
terbaru  di  SMA  34  Pondok  Labu.  Kedua  peristiwa  ini  hanya  puncak gunung es.
Hal  ini  seharusnya  membuat  kita  khawatir  karena  dampak  bullying begitu  serius  ke  hampir  semua  masalah  kesehatan.  Gambary  Namie
tahun  2003  mensurvei  1.000  responden  sukarela  yang  hasilnya dipublikasikan  pada  bullyinginstitute.com.  Disimpulkan  ada  33  jenis
gejala  gangguan  kesehatan  yang  dialami  orang-orang  yang  pernah  di bully.  Hasilnya,  1  ketakutan,  stres,  kecemasan  berlebihan  76
persen;  2  kehilangan  konsentrasi  71  persen;  3  gangguan  tidur 71 persen; 4 Merasa tidak tenang, gampang terkejut, dan paranoia
60 persen; 5 Sakit kepala 55 persen; 6 Obsesi atas kejelimetan pekerjaan  52  persen;  7  selalu  teringat  pengalaman  buruk,  mimpi
buruk  49  persen;  8  detak  jantung  lebih  kencang  48  persen;  9 Kebutuhan  untuk  menghindarkan  perasan,  pikiran,  dan  situasi  yang
mengingatkan orang itu terhadap trauma 47 persen; 10 Sakit tubuh 45  persen;  11  Kelelahan  41  persen;  12  perilaku  yang  terpaksa
40  persen;  13  depresi  yang  terdeteksi  39  persen;  14  rasa  malu 35  persen;  15  perubahan  signifikan  pada  berat  badan  berkurang
atau  bertambah  35  persen;  16  sindrom  kelelahan  kronis  35 persen; 17 serangan kepanikan 32 persen; 18 pengetatan rahang
masalah  gigi  29  persen;  19  perubahan  kulit  28  persen;  20 menggunakan  bahan  adiktif  untuk  menenangkan  pikiran  28  persen;
21  asma  atau  alergi  27  persen;  22  berpikir  kekerasan  kepada orang  lain  25  persen;  23  Pikiran  bunuh  diri  25  persen;  24
migran  23  persen;  25  sindrom  sakit  perut  yang  mengganggu  23 persen;  26  sakit  pada  bagian  dada  23  persen;  dan  lain-lain
Junifrius Gultom, www.kompas.com.
Artikel  Solo  Pos  pada  tanggal  23  Juli  2007 ,  dengan  judul  “Menyelamatkan
Anak: Refleksi Hari Anak Nasional 23 Juli ” yang berisi opini dari Hadi Supeno, yang
juga seorang  Pemerhati dan praktisi  pendidikan anak,  serta mencantumkan data-data bullying, bisa dilihat pada web KPAI
: Dalam  sektor  pendidikan;  a.angka  partisipasi  sekolah,  tahun  2004
untuk  anak  usia  13-15  tahun  sebesar  83,4    sedangkan  untuk  anak usia  16-18  tahun  sebesar  53,4  ;  b.  angka  mengulang  kelas,  data
tahun  20042005  menunjukkan  persentase  sebesar  5,4    untuk  anak
commit to user 36
usia SD dan 0,44  untuk SMPMts; c. angka putus sekolah, tahun 20052006  menunjukkan  sebesar  2,96    untuk  SDMI  dan  1,6
untuk  SMPMTs;  d.  angka  melanjutkan  sekolah,  tahun  20052006 mencatat hanya 72,5  anak yang melanjutkan pendidikan ke tingkat
SMPMTs. Aspek perlindungan  anak lebih memprihatinkan; a. anak tanpa  akte
kelahiran,  berdasarkan  hasil  Susenas  2001  angkanya  mencapai  60 atau  anak  yang  sudah  memiliki  akte  kelahiran  baru  mencapai  40;
b.  anak  korban  kekerasan  dan  perlakuan  salah,  menurut  laporan kepolisian  pada  tahun  2002  tercatat  239  kasus  dan  pada  tahun  2003
meningkat  menjadi  326  kasus;  c.  anak  jalanan,  diperkirakan  secara nasional mencapai 60.000-75.000 dan menurut Departemen Sosial 60
di  antaranya  putus  sekolah;  d  anak  yang  berkonflik  dengan hukum,  setiap  tahun  terdapat  lebih  dari  4.000  perkara  pelanggaran
hukum yang dilakukan oleh anak di bawah usia 16 tahun. Data lainnya menyebutkan  hingga  tahun  2002  terdapat  3.722  anak  yang  menjadi
penghuni lembaga pemasyarakatan. Lebih  mengerikan,  data  di  Badan  Narkotika  Nasional  menyebutkan
anak  korban  penyalahgunaan  narkoba,  70    dari  4  juta  pengguna narkoba adalah anak berusia 4-20 tahun atau sekitar 4  dari seluruh
pelajar yang ada. Sedangkan kasus AIDSHIV, hingga Desember 2005 terdapat  4.243  kasus  HIV,  dan  5.320  kasus  AIDS.  Dari  jumlah
tersebut  438  kasus  terjadi  pada  anak  usia  0-19  tahun.  Sementara korban  kerja  paksa,  trafficking,  pelacuran  anak,  dan  anak-anak  di
pengungsian  belum  tersedia  data  yang  memadai.  Tetapi  diyakini, jumlahnya
mencapai ribuan
anak Hadi
Supeno, http:www.kpai.go.id.
Lagi  menurut  Hadi  Supeno,  yang  juga  menjabat  Sekretaris  Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI, dalam artikel Kompas pada hari Rabu, 23 Juli
2008 , dengan judul “Sekolah Bukan Tempat Aman Bagi Anak” yang berisi opini serta
mencantumkan data-data bullying, yang juga bisa dilihat pada web KPAI
:
Data  di  Komisi  Perlindungan  Anak  Indonesia  KPAI  menunjukkan, dari  analisis  19  surat  kabar  nasional  yang  terbit  di  Jakarta  selama
tahun  2007,  terdapat  455  kasus  kekerasan  terhadap  anak.  Dari Kejaksaan  Agung  diperoleh  data,  selama  tahun  2006  ada  600  kasus
kekerasan  terhadap  anak  KTA  yang  telah  diputus  kejaksaan. Sebanyak  41  persen  di  antaranya  terkait  pencabulan  dan  pelecehan
seksual, sedangkan 41 persen lainnya terkait pemerkosaan. Sisanya, 7 persen, terkait tindak perdagangan anak, 3 persen kasus pembunuhan,
7 persen tindak penganiayaan, sisanya tidak diketahui. Sementara  itu,  Komnas  Perlindungan  Anak  mencatat,  selama  tahun
2007  praktik  KTA  mengalami  peningkatan  sampai  300  persen,  dari tahun  sebelumnya.  Dari  4.398.625  kasus  menjadi  sebanyak
13.447.921 kasus pada tahun 2008 Media Indonesia, 1272008. Berbagai  jenis  dan  bentuk  kekerasan  dengan  beragam  variannya
commit to user 37
diterima  anak-anak  Indonesia,  seperti  pembunuhan,  pemerkosaan, pencabulan, penganiayaan, trafficking, aborsi, paedofilia, dan berbagai
eksploitasi  anak  di  bidang  pekerjaan  penelantaran,  penculikan, pelarian anak, penyanderaan, dan sebagainya.
Data  di  KPAI  menunjukkan,  dari  seluruh  tindakan  KTA,  11,3  persen dilakukan oleh guru atau nomor dua setelah kekerasan yang dilakukan
oleh orang di sekitar anak, dan jumlahnya mencapai 18 persen. Fakta ini  didukung  analisis  data  pemberitaan  kekerasan  terhadap  anak  oleh
semua  surat  kabar.  Sepanjang  paruh  pertama  2008,  kekerasan  guru terhadap  anak  mengalami  peningkatan  tajam,  39,6  persen,  dari  95
kasus KTA, atau paling tinggi dibandingkan pelaku-pelaku kekerasan pada anak lainnya.
Jenis  kekerasan  yang  dilakukan  guru  terhadap  anak  belum  termasuk perlakuan  menekan  dan  mengancam  anak  yang  dilakukan  guru
menjelang  pelaksanaan  ujian  nasional  atau  ujian  akhir  sekolah berstandar nasional. Jika kekerasan psikis itu dimasukkan, persentase
akan  kian  tinggi,  berdasarkan  pengaduan  anak  dan  orangtuawali murid kepada KPAI Hadi Supeno, http:www.kpai.go.id.
Artikel  Berita  Jakarta,  pada  hari  Selasa,  22  Juli  2008,  dengan  judul “Kekerasan  terhadap  Anak  Cenderung  Meningkat”    yang  ditulis  Rahmi,  serta
mencantumkan data-data bullying : Tekanan  ekonomi  dan  beban  hidup  yang  terus  meningkat,  memiliki
kecenderungan merubah tingkah laku dalam keluarga. Faktor tersebut, juga  bisa  memicu  peningkatan  kekerasan  terhadap  anak.  Sepanjang
2008  saja,  sudah  900  kasus  kekerasan  terhadap  anak  yang  ditangani Komisi  Nasional  Perlindungan Anak  Komnas  PA,  sedangkan  tahun
lalu mencapai 1.926 kasus. Komnas  PA  mencatat,  kekerasan  yang  terjadi  tidak  hanya  kekerasan
fisik  belaka,  tapi  juga  kekerasan  psikis.  Tidak  hanya  itu,  kekerasan seksual,  perdagangan  anak,  penculikan  hingga  korban  narkoba,  dan
AIDS mewarnai perjalanan generasi penerus bangsa ini. Data Komnas PA menyebutkan, saat ini terdapat 101 balita di Jakarta yang mengidap
HIVAIDS  turunan.  Sedangkan  15.800  anak  lainnya  menjadi  korban peredaran narkoba di Jakarta.
Arist  Merdeka  Sirait,  Sekjen  Komnas  PA  menuturkan,  Jakarta  selalu dijadikan  barometer  dari  berbagai  hal  namun  pada  kenyataannya
bahwa  angka  tindak  kekerasan  terhadap  anak  ternyata  juga  cukup tinggi  di  hampir  di  12  kota  besar  lainnya  di  Indonesia.  Lihat  saja,
dalam  laporan   yang  diterima  Komnas  PA,  dari  33  Lembaga Perlindungan  Anak  tingkat  provinsi  dan  kabupaten,  sekitar  21.872
anak  Indonesia  menjadi  korban  kekerasan  fisik  dan  psikis  baik  di rumah, sekolah, maupun lingkungan sosial.
Kemudian,  sekitar  12.726  anak  menjadi  korban  kekerasan  seksual yang  dilakukan  oleh  orang  dekat  mereka.  Tak  hanya  itu,  sekitar  70
ribu-95  ribu  anak  dijual  dan  diperdagangkan  untuk  tujuan  komersil. Komnas  PA  juga  mencatat,  ada  sekitar  136  anak  menjadi  korban
commit to user 38
penculikan,  18  diantaranya  ditemukan  dalam  keadaan  meninggal  dan enam diantaranya menjadi korban mutilasi.
Banyak  faktor  yang  memicu  kekerasan  terhadap  anak,  salah  satunya masalah ekonomi. Mengenai  kekerasan terhadap  anak  yang terjadi  di
Jakarta, Arist  mengkhawatirkan,  terjadi  peningkatan  yang  signifikan. Karena pada tahun ini saja sudah terdapat 900 kasus sedangkan tahun
lalu  mencapai  1.926  kasus.  Sekarang  beban  hidup  semakin  berat, kecenderungan  peningkatan  kekerasan  terhadap  anak  juga  tinggi.  Ini
yang perlu diantisipasi semua pihak, ujarnya, Senin 2107. Terkait  hal  tersebut,  Seto  Mulyadi  Ketua  Komnas  PA  mengatakan,
dari  fenomena  itu  maka  sudah  waktunya  pemerintah  mencanangkan gerakan  nasional  hentikan  kekerasan  terhadap  anak.  Pembentukan
kantor  Kementrian  Anak  juga  sangat  penting   agar  pemerintah lebihfokus dalam mengurusi permasalahan anak.
Menurutnya,  kekerasan  terhadap  anak  bukan  lagi  muncul  sebagai urusan domestik yang tidak boleh disentuh pemerintah. Pasalnya, aksi
kekerasan itu juga disebabkan oleh lemahnya regulasi kebijakan untuk melindungi  anak.  Masalah  kemiskinan  struktural,  korupsi  di  segala
sektor dan pembangunan nasional  yang tidak berperspektif anak juga turut
andil terjadinya
kekerasan terhadap
anak Rahmi,
http:www.halohalo.co.id.
J. HukumUndang-Undang Mengenai Kasus  Bullying