Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus telah mengalami perkembangan yang cukup bagus. Mulai dari penyelenggaraan pendidikan secara segregatif hingga integratif. Namun, apapun bentuk penyelenggaraan pendidikan yang diberlakukan hal utama yang harus diperhatikan adalah dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan secara khusus untuk mereka yang berkebutuhan khusus. Tujuan dari pelayanan pendidikan khusus adalah memaksimalkan keterampilan yang tersisa pada anak berkebutuhan khusus. Dalam mempelajari atau membelajarkan keterampilan kepada mereka, tidak terlepas dari kemampuan untuk menulis dan membaca dalam memperoleh informasi dari lingkungan sekitar. Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan untuk membaca maka ia akan banyak mengalami kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar Mulyono Abdurrahman, 1999: 200. Maka kemampuan membaca hendaklah diajarkan pada anak sejak usia dini agar anak tidak mengalami kesulitan dalam membaca yang berpengaruh pada kemampuan menulis. Kemampuan menulis dan membaca sangat penting untuk keperluan belajar pada individu. Karena pada dasarnya kemampuan membaca dan menulis sangat erat kaitannya dalam proses belajar. Kemampuan menulis dan membaca pada umumnya diajarkan pada kelas persiapan atau permulaan. Kemampuan tersebut diajarakan secara bersamaan atau secara bertahap sesuai dengan kebijakan institusi penyelenggara pendidikan. Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang sifatnya reseptif. Reseptif yang dimaksudkan adalah dengan membaca maka individu akan memperoleh informasi, ilmu dan pengetahuan serta pengalaman baru yang commit to user dituliskan orang lain. Semua yang diperoleh dengan membaca akan memungkinkan individu tersebut mampu mempertinggi daya pikir, mempertajam penalaran dan memperluas wawasannya. Pada awal anak belajar membaca, mereka menyadari pula, bahwa bahasa ujaran yang biasa digunakan dalam percakapan dapat dituangkan dalam bentuk lambang tulisan. Mulai saat itu, timbullah kesadaran pada anak tentang perlunya belajar menulis. Dengan demikian, proses belajar menulis terkait erat dengan proses belajar berbicara dan membaca Mulyono Abdurrahman, 1999: 224. Ketika dalam proses belajar menulis dan membaca, anak mengalami hambatan dan kesulitan dalam belajar menulis, maka hal ini akan berdampak pada kemampuan membaca. Mulyono Abdurrahman 1999: 228 menyatakan bahwa ”Disgrafia sering dikaitkan dengan kesulitan belajar membaca atau disleksia dyslexia karena kedua jenis kesulitan tersebut sesungguhnya saling terkait”. Hornsby 1984 : 9 dalam Mulyono Abdurrahman 1999: 204 mendefinisikan disleksia tidak hanya kesulitan belajar membaca tetapi juga menulis. Definisi Hornsby tersebut dapat dipahami karena ada kaitan yang erat antara membaca dengan menulis. Anak yang berkesulitan membaca umumnya juga kesulitan menulis. Anak berkebutuhan khusus—dalam hal ini anak tuna grahita ringan— memiliki kemampuan akademis yang rendah sehingga berdampak pada kemampuan untuk belajar dan memperoleh informasi melalui membaca dan menulis. Smith dkk 2002: 99 dalam Bandi Delphie 2006: 16 menyatakan bahwa ”Fungsi kognitif, meliputi pengetahuan akademik dasar seperti pengetahuan tentang warna, membaca, menulis, fungsi-fungsi pengenalan terhadap angka, waktu, uang, dan pengukuran”. Kebanyakan anak-anak yang memiliki masalah pembelajaran juga mengalami masalah disgrafia Jamila K. A. Muhammad, 2008: 137. Anak tuna grahita ringan adalah anak yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata, kemampuan berfikirnya rendah, perhatian dan daya ingatnya lemah, dan sukar berfikir abstrak Mulyono Abdurrahman dan Sudjadi, 1994 : 19. Fungsi kognitif atau kemampuan intelektual pada anak tuna grahita yang rendah menyebabkan anak kesulitan dalam menerima dan menguasai commit to user pelajaran yang diberikan oleh guru di sekolah. Kemampuan akademik dalam penguasaan pelajaran di sekolah tidak terlepas pada kemampuan membaca dan menulis. Oleh karena itu, dalam pembelajarannya, anak tuna grahita membutuhkan pelayanan dalam pendidikan yang dapat disesuaikan dengan kemampuannya. Sistem pendidikan dan pengajaran anak berkelainan khususnya anak tuna grahita ringan berbeda dengan pendidikan anak normal pada umumnya. Untuk anak tuna grahita ringan lebih bersifat individual, fleksibel, dengan cara informal, dan harus bersifat konkrit serta dapat menarik perhatian sehingga membantu mempermudah anak dalam menerima pelajaran Mohammad Amin, 1999: 155. Pelaksanaan membaca anak tuna grahita pada umumnya rendah, oleh sebab itu guru perlu mengupayakan berbagai cara agar anak memiliki ketertarikan belajar membaca. Tersedianya media pembelajaran penting sekali dalam upaya merangsang perhatian anak, membangkitkan motivasi belajar, membantu mempermudah pemahaman materi yang diberikan, sehingga meningkatkan prestasi belajar anak. Dengan demikian kehadiran guru untuk mengarahkan kegiatan belajar mengajar yang menggunakan media pendidikan sangat diperlukan. interaksi antara anak dan guru serta media pembelajaran inilah yang sebenarnya merupakan wujud nyata dari tindak belajar. Sehubungan dengan hal tersebut, maka guru dituntut untuk dapat memilih dan menggunakan media pembelajaran yang tepat dalam mengajar membaca permulaan khususnya bagi anak tuna grahita ringan karena penyesuaian kemampuan mereka terhadap media belajar atau metode dalam pembelajaran mereka. Mengingat banyaknya jenis media dan tidak semua media sama efektifnya untuk semua mata pelajaran. Oleh karena itu guru sebagai pengelola proses belajar mengajar perlu memperhatikan cocok tidaknya media yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar. Kemanfaatan dari media pendidikan yang digunakan secara tepat dalam proses belajar mengajar sudah tidak diragukan lagi. Di satu sisi hal itu terjadi karena tidak tersedianya media yang sesuai atau kesalahan guru dalam menggunakan media yang ada. Di sisi lain sudah menjadi kenyataan bahwa proses belajar mengajar yang terjadi pada saat ini cenderung memberikan kedudukan guru yang lebih dominan. Selain itu guru kurang menyadari bahwa media pendidikan commit to user seharusnya merupakan bagian internal dari proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Arif S. Sadiman 1996: 1 bahwa ”Proses belajar mengajar pada hakikatnya merupakan proses komunikasi yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui sarana atau media tertentu ke penerima pesan”. Media pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar sangat beragam baik bentuk dan variasinya, tetapi pada prinsipnya dibagi dalam tiga kategori yaitu audio, visual dan audio visual. Abjad 8 alphabet 8s merupakan media pembelajaran dalam pendidikan yang tergolong dalam media visual. Paul E. Dennison 2008: 253 mengemukakan bahwa ”8 Tidur mengajari orang untuk menggunakan kedua matanya dalam kedua bidang visual, dan karenanya penting sekali untuk meningkatkan keterampilan membaca”. Abjad 8 alphabet 8s melibatkan menulis huruf-huruf alfabet di dalam lingkaran yang dibuat oleh 8 Tidur—hanya huruf kecil yang digunakan dan sebuah 8 Tidur digambar setelah setiap huruf. Tujuannya adalah secara kinestetik merasakan bahwa huruf-huruf alfabet mula-mula bulat dan berakhir di garis tengah, atau dimulai dengan garis lurus ke bawah pada garis tengah dan bergerak ke kanan. 8 Tidur merupakan keseluruhan yang di dalamnya terdapat semua huruf yang menjadi bagiannya Paul E. Dennison, 2008: 253-254. Bentuk 8 telah digunakan selama bertahun-tahun dalam pelatihan di sekolah-sekolah khusus untuk membantu murid yang menderita ”disleksia” dan ”disgrafia” parah. Dr. Dennison diperkenalkan dengan bentuk 8 untuk menulis pada suatu program pelatihan intern di lembaganya di California tahun 1974, dan segera memasukkannya ke dalam programnya sendiri untuk mengembangkan koordinasi mata-tangan dan keterampilan visual yang lain. Pembaruan pola belajar repatterning pada murid untuk belajar huruf-huruf merupakan suatu modifikasi gerakan 8 yang khusus diadaptasi oleh Dr. Dennison Paul E. Dennison dan Gail E. Dennison, 2005: 14. Berdasarkan pengalaman peneliti sebagai guru sekolah luar biasa, dalam melaksanakan proses belajar mengajar khususnya dalam mengajar menulis dan membaca, belum menggunakan media pembelajaran yang menyesuaikan commit to user kebutuhan siswa untuk belajar dengan menggunakan kedua matanya dalam kedua bidang visual yang untuk meningkatkan keterampilan membaca. Atas dasar latar belakang masalah di atas, penulis akan meneliti lebih jauh pengaruh penggunaan media pembelajaran berupa abjad 8 alphabet 8s untuk membantu anak tuna grahita yang mengalami kesulitan dalam menulis dan membaca. Oleh karena itu judul dalam penelitian ini adalah ”Pengaruh Abjad 8 Alphabet 8s Dalam Mengatasi Kesulitan Menulis Dysgraphia Dan Membaca Dyslexia Anak Tuna Grahita Ringan”

B. Perumusan Masalah