Degenerasi Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Kerusakan histologis hepar

menyebabkan berbagai efek toksik pada berbagai organel dalam sel hepar sehingga dapat mengakibatkan berbagai jenis kerusakan seperti berikut ini.

a. Degenerasi

Menurut Tambunan, 1994, degenerasi lemak atau perlemakan hepar merupakan degenerasi yang paling sering ditemukan. Sitoplasma membengak, berisi lemak dan inti terdesak ke pinggir. Pada degenerasi lemak dapat terjadi perubahan sekunder yaitu atrofi ataupun nekrosis hepatosit. Degenerasi hidropik yaitu satu atau kelompok hepatosit yang membengkak, siptoplasma jernih berbentuk balon dan kadang-kadang disebut degenerasi balon. Kelainan ini ada hubungannya dengan gangguan fungsi hepar dan kemungkinan sifatnya reversibel.

b. Nekrosis

Nekrosis hepar adalah kematian hepatosit. Pada umumnya nekrosis merupakan kerusakan akut. Beberapa zat kimia telah dilaporkan menyebabkan nekrosis hepar. Nekrosis hepar merupakan suatu manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak selalu kritis karena sel hepar mempunyai kapasitas pertumbuhan kembali yang luar biasa Lu, 1994.

2.5.5 Regenerasi Hepar

Meskipun merupakan organ yang sel-selnya diperbarui secara lambat, hepar memiliki kemampuan regenerasi yang luar biasa. Hilangnya jaringan hepar akibat tindakan bedah atau oleh kerja substansi toksik memicu mekanisme yang merangsang sel-sel hepar membelah, sampai masa jaringan aslinya pulih kembali. Pada tikus, hepar dapat memulihkan kehilangan sampai 75 beratnya dalam waktu 1 bulan. Pada manusia, kemampuan ini berkurang. Jaringan hepar yang diregenerasi umumnya serupa dengan jaringan yang hilang. Namun bila kerusakan itu terjadi terus menerus, maka terbentuk banyak jaringan ikat bersama regenerasi sel hepar Junquiera et al, 1997. Universitas Sumatera Utara BAB 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai Juni 2012 di Laboratorium Struktur Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang hewan percobaan, timbangan digital, jarum gavage, bak bedah, dissecting set, sample cup, hotplate, mikrotom, cover glass, object glass, chamber, oven, kamera digital, dan mikroskop video mikrometer. Bahan yang digunakan adalah mencit jantan Mus musculus L. strain DDW, MSG murni, vitamin C, dan vitamin E Sigma Chemical Co., minyak jarak PT. Bratako, pakan no.PB 551 PT. Charoen Pokphand, pewarna Hematoxylin dan Eosin Merck ,sekam, alkohol, larutan Bouin, akuades, larutan NaCl 0,9, canada balsam, xylol, dan parafin . 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Hewan Percobaan Penelitian ini menggunakan mencit jantan Mus musculus L. strain DDW dengan berat rata-rata 25 g umur 8-12 minggu sebanyak 30 ekor dan dibagi dalam 6 Universitas Sumatera Utara kelompok kontrol dan perlakuan. Mencit diberi makan dan minum secara ad libitum Smith Mangkoewidjojo, 1988. Kandang mencit dijaga kebersihan dan kenyamanannya. Penanganan terhadap hewan percobaan berpedoman pada prinsip- prinsip penelitian kesehatan yang menggunakan hewan secara etis, prosedur dan standar yang dibuktikan dengan Ethical Clearance dan Komite Etik Penelitian Hewan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara Lampiran E.

3.3.2 Rancangan Percobaan

Penelitian ini mengikuti desain Rancangan Acak Lengkap RAL. Sebanyak 30 ekor mencit jantan Mus Muculus L. dibagi atas 6 kelompok perlakuan dan setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Adapun penentuan jumlah ulangan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL untuk setiap kelompok ditentukan dengan menggunakan rumus Federer Chairul et al.,1992 yaitu: t - 1 n - 1 ≥ 15 dimana : t adalah jumlah perlakuan n adalah jumlah ulangan

3.3.3 Pembuatan Bahan Uji

Dosis MSG yang diberikan untuk setiap mencit yaitu 4 mgg BB Simanjuntak, 2010. Setiap mencit memiliki berat rata-rata 25 g. Dosis MSG yang diberikan untuk setiap mencit yaitu 4 mgg x 25 mg = 100 mg. Serbuk MSG ditimbang sebanyak 100 mg, setelah itu dilarutkan di dalam akuades sebanyak 0,2 ml dan diperoleh larutan MSG. Vitamin C diberikan dengan dosis 0,26 mgg BB untuk setiap mencit Simanjuntak, 2010. Maka dosis vitamin C yang diberikan untuk setiap mencit dengan berat rata-rata 25 g yaitu 0,26 mgg x 25 g = 6,5 mg. Serbuk vitamin C ditimbang sebanyak 6,5 mg setelah itu dilarutkan dalam akuades 0,2 ml dan diperoleh larutan vitamin C. Universitas Sumatera Utara Vitamin E diberikan dengan dosis 0,026 mgg BB untuk setiap mencit Anggraini, 2006. Maka untuk setiap mencit dengan berat rata-rata 25 g dosis vitamin E yang diberikan yaitu 0,026 mgg x 25 g = 0,52 mg. Larutan vitamin E murni ditimbang sebanyak 0,52 mg setelah itu dilarutkan ke dalam minyak jarak sebanyak 0,3 ml dan diperoleh larutan vitamin E.

3.3.4 Pemberian Perlakuan

Pemberian bahan uji dilakukan pada mencit jantan Mus musculus L. dengan menggunakan jarum gavage. Perlakuan diberikan selama 30 hari. Larutan MSG dan vitamin C diberikan dengan volume pemberian sebanyak 0,2 ml sedangkan untuk vitamin E dan minyak jarak masing-masing diberikan sebanyak 0,3 ml. Setelah pemberian perlakuan selesai kemudian mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher. Selanjutnya mencit dibedah, diambil organ hepar dan dicuci dalam larutan fisiologis NaCl 0,9 kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital, setelah itu dimasukkan ke dalam larutan Bouin.

3.3.5 Kelompok Perlakuan

Adapun kelompok perlakuan dibagi atas 6 kelompok. Setiap kelompok terdiri atas 5 ekor mencit jantan dan diberi perlakuan selama 30 hari. Pemberian perlakuan untuk setiap kelompok dapat dilihat pada Tabel 3.3.5. Tabel 3.3.5 Pemberian Perlakuan Terhadap Hewan Uji Perlakuan Minyak Jarak 0,3 ml MSG 4 mgg BB Vit C 0,26 mgg BB Vit E 0,026 mgg BB K - - - - - K+ √ - - - P1 - √ - - P2 - √ √ - P3 √ √ - √ P4 √ √ √ √ Keterangan : √ = diberi perlakuan - = tidak diberi perlakuan Universitas Sumatera Utara

3.3.6 Pembuatan Preparat Histologis Hepar Mencit dengan Metode Parafin

Suntoro, 1983. Setelah dilakukan pembedahan pada mencit, organ hepar diambil, dicuci dalam larutan NaCl 0,9 lalu difiltrasi di dalam larutan bouin selama 1 malam. Setelah filtrasi selesai, organ hepar dicuci washing di dalam alkohol 70 dan digoyangkan terus-menerus shaker sampai alkohol berwarna cukup jernih. Kemudian dilanjutkan ke tahap dehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat masing-masing selama 1 jam dan digoyangkan terus-menerus shaker. Setelah dehidrasi selesai dilanjutkan dengan penjernihan clearing menggunakan perbandingan alkohol : xylol 3:1, 1:1, 1:3 masing-masing selama 1 jam dan setelah itu organ hepar direndam dalam xylol murni selama 1 malam. Selanjutnya masuk ke tahap infiltrasi yang dilakukan di dalam oven dengan suhu 56°C, organ hepar direndam dalam larutan perbandingan xylol : parafin 3:1, 1:1, 1:3 dan berakhir di parafin murni masing-masing selama 1 jam. Setelah tahap infiltrasi selesai dilakukan maka dilanjutkan dengan menanam embedding organ hepar dalam parafin yang telah dituang ke dalam kotak-kotak kecil dan dibiarkan selama 2 hari hingga terbentuk blok-blok parafin. Selanjutnya blok parafin dikeluarkan dari kotak-kotak dan ditempelkan pada holder yang terbuat dari kayu berukuran 2x2 cm dan dibiarkan selama 1 malam agar menempel pada holder. Selanjutnya dilakukan pemotongan sectioning blok parafin menggunakan mikrotom dengan ketebalan 6µm dan diperoleh pita-pita parafin. Setelah itu pita-pita parafin ditempelkan affiksing pada object glass yang sebelumnya telah dicelupkan ke dalam air dingin biasa kemudian air panas. Pewarnaan staining dilakukan dengan menggunakan pewarna Hematoxilin- Eosin yang sebelumnya pita parafin telah dideparafinasi ke dalam xylol selama kira- kira 15 menit dan didealkoholisasi menggunakan alkohol konsentrasi menurun. Pita parafin dimasukkan ke dalam pewarna Hematoxilin erlich selama 3-7 menit lalu ke dalam alkohol 30, 50, dimasukkan ke dalam pewarna Eosin 0,5 dalam alkohol 70 selama 1-3 menit, selanjutnya preparat dimasukkan berturut-turut ke dalam alkohol dengan konsentrasi meningkat dan selanjutnya ke dalam xylol. Preparat histologis hepar dikeringkan dengan kertas penghisap. Preparat ditetesi dengan Universitas Sumatera Utara canada balsam setelah itu ditutup dengan cover glass lalu diberi label sesuai dengan perlakuan masing-masing mencit. 3.3.7 Parameter Pengamatan 3.3.7.1 Pengamatan Kuantitatif a. Berat hepar Setelah dilakukan pembedahan pada mencit, organ hepar diambil, dicuci dalam NaCl 0,9 kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital.

b. Kerusakan histologis hepar

Preparat histologis hepar diamati di bawah mikroskop video mikrometer dalam lima lapangan pandang yang berada di sekitar vena sentralis dengan perbesaran 40x10 kali. Setiap lapangan pandang dihitung 20 sel secara acak dan dinilai skor tiap sel hepatosit dengan model Scoring Histopathology Manja Roenigk. Dalam 1 preparat ditemukan 100 sel hepatosit Desprinita, 2010. Jenis kerusakan hepar yang diamati meliputi nekrosis, degenerasi parenkimatosa, dan degenerasi hidropik Keliat, 2011. Tabel 3.3.7.1 Kriteria Penilaian Derajat Histopatologi Sel Hepar Model Scoring Histopathology Manja Roenigk. Tingkat Perubahan Nilai Normal 1 Degenerasi parenkimatosa 2 Degenerasi hidropik 3 Nekrosis 4 Data yang diperoleh diolah dengan program komputer SPSS release 17. Pada setiap preparat dihitung nilai rerata skornya dengan cara mengalikan jumlah sel sesuai dengan kategorinya. Sehingga berdasarkan kriteria Tabel 3.3.7.1, maka skor minimal yang mungkin didapatkan adalah 100 jika semua sel hepatosit yang ditemukan dalam keadaan normal. Skor maksimal 400 jika semua sel hepatosit dalam keadaan nekrosis Widyarini 2010. Universitas Sumatera Utara

3.3.7.2 Pengamatan Kualitatif

a. Warna hepar

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 46 78

Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit(Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

6 49 63

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)

0 0 6

b. Pembuatan Vitamin C - Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit(Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 0 15

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS GINJAL MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG) SKRIPSI ZULFIANI 080805010

0 0 13

Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Monosodium Glutamat (MSG) - Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 0 11

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG) SKRIPSI

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Monosodium Glutamat (MSG) - Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 0 10

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG) SKRIPSI UMMI KALSUM 080805052

0 0 11