sikap ”caring” yaitu menekankan pada keteguhan hati, kemurahan hati, janji tanggung jawab yang mempunyai kekuatan atau motivasi untuk melakukan upaya
memberi perlindungan dan meningkatkan martabat klien Kozier dalam Kusumapradja, 2006.
Budaya di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan sudah berlandaskan pada pelayanan prima dan usaha untuk mewujudkan pelayanan prima sudah pernah
dilakukan dengan membentuk nilai-nilai yang mengutamakan pelayanan. Namun hal ini masih menjadi suatu permasalahan terus menerus dan dari permasalahan inilah
menjadi dasar ketertarikan penulis melakukan penelitian tentang pengaruh budaya organisasi ditinjau dari aspek kinerja.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat pelaksana ruang Rawat Inap
kelas III di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2013. 1.3 Tujuan Penelitian
Pada penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat pelaksana ruang Rawat Inap
kelas III di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat pelaksana ruang Rawat Inap kelas III di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2013.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Memberikan kontribusi terhadap pengembangan penelitian selanjutnya dalam bidang administrasi rumah sakit khususnya telaah budaya organisasi yang dapat
meningkatkan kinerja perawat pelaksana di BLUD RSUD Dr. Pirngadi Medan.
2. Bagi Pihak Manajemen BLUD RSUD Dr. Pirngadi Medan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi pihak manajemen BLUD RSUD Dr. Pirngadi Medam cara membangun budaya organisasi
yang kuat, dimana dengan budaya organisasi yang kuat tersebut dapat meningkatkan kinerja perawat sehingga produktifitas kerja meningkat. Dengan demikian diharapkan
pelayanan prima dapat tercapai.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja
2.1.1. Pengertian Kinerja
Menurut Wibowo 2010, akhir-akhir ini perusahaan telah menaruh perhatian pada pengukuran kinerja orang. Semua akuntabilitas orang dituangkan dalam
evaluasi. Tetapi perusahaan jarang memahami bagaimana menerjemahkan kinerja orang kedalam kinerja organisasional, yang akhirnya mendorong kinerja karyawan
paling bawah. Mata rantai yang hilang adalah budaya. Perusahaan lebih baik memahami dan membangun performance-driven organization, dengan memahami
bagaimana budaya mareka mendorong kinerja mareka yang berada di baris depan. Kinerja menurut Sutrisno 2010, menjelaskan batasan kinerja sebagai
kesuksesan seseorang didalam melaksanakan suatu pekerjaan. Prawirosentono 1999, mengemukakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi
organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja
8
Universitas Sumatera Utara
dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan oleh organisasi. Oleh
karena itu jika tanpa tujuan dan target yang ditetapkan dalam pengukuran, maka kinerja pada seseorang atau kinerja organisasi tidak mungkin dapat diketahui bila
tidak ada tolak ukur keberhasilannya Moeheriono, 2009. Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang
bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari pekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya sedang dari sisi organisasi
dipengaruhi oleh seberapa hal baik kepemimpinan suatu organisasi dalam hal pemberdayaan pekerja, dan peningkatan kemampuan pekerja Wibowo, 2007.
Menurut teori Gibson,dkk, 1997 bahwa kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu; Faktor individu, psikologis dan organisasi. Secara teoritis variabel individu
terdiri dari; kemampuan, keterampilan, latar belakang pribadi, dan demografis, variabel psikologis yang terdiri dari; persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan
motivasi serta variabel organisasi terdiri dari; sumberdaya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan disain pekerjaan.
2.1.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja
Menurut Prawirosentono 1999, bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kinerja pegawai adalah sebagai berikut:
a. Efektivitas dan Efisiensi
Dalam hubungan dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Masalahnya adalah bagaimana proses
Universitas Sumatera Utara
terjadinya efisiensi dan efektivitas organisasi. Dikatakan efektif bila mencapai tujuan, dikatakan efisiensi bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai
tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak. Artinya, efektivitas dari kelompok organisasi bila tujuan kelompok tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan
yang direncanakan. Sedangkan efisiensi berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Agar tercapai tujuan
yang diinginkan organisasi, salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah hal yang berkaitan dengan wewenang dan tanggungjawab para peserta yang
mendukung organisasi tersebut. b.
Otoritas dan Tanggung jawab Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggungjawab telah didelegasikan
dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas. Masing-masing karyawan yang ada dalam organisasi mengetahui apa yang menjadi haknya dan
tanggungjawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kejelasan dan wewenang dan tanggungjawab setiap orang dalam suatu organisasi akan
mendukung kinerja karyawan tersebut. Kinerja karyawan akan dapat terwujud bila karyawan mempunyai komitmen dengan organisasinya dan ditunjang dengan
disiplin kerja yang tinggi. c.
Disiplin Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada
pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara perusahaan
Universitas Sumatera Utara
dan karyawan. Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam perusahaan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai
disiplin yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya disiplin yang baik.
Disiplin juga berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar. Dalam hal seorang karyawan melanggar peraturan yang berlaku
dalam organisasi, maka karyawan bersangkutan harus sanggup menerima hukuman yang telah disepakati. Masalah disiplin para karyawan yang ada di
dalam organisasi baik atasan maupun bawahan akan memberi corak terhadap kinerja organisasi. Kinerja organisasi akan tercapai, apabila kinerja individu
maupun kinerja kelompok ditingkatkan. Untuk itu diperlukan inisiatif dari para karyawan dalam melaksanakan tugas.
d. Inisiatif
Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Setiap inisiatif
sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan positif dari atasan, kalau memang dia atasan yang baik.
Atasan yang buruk akan selalu mencegah inisiatif bawahan, lebih-lebih bawahan yang kurang disenangi. Bila atasan selalu menghambat setiap inisiatif, tanpa
memberikan penghargaan berupa argumentasi yang jelas dan mendukung, menyebabkan organisasi akan kehilangan energi atau daya dorong untuk maju.
Universitas Sumatera Utara
Dengan perkataan lain, inisiatif karyawan yang ada didalam organisasi merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan memengaruhi kinerja.
Menurut Gibson, dkk 1997, ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi kinerja seseorang, yaitu:
1. Variabel Individual, terdiri dari:
a. Kemampuan dan ketrampilan.
Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau pekerjaan.
b. Latar belakang.
Kondisi dimasa lalu yang mempengaruhi karakteristik dan sikap mental seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman
dimasa lalu. c.
Demografis Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan, dimana
lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut berdasarkan adat atau norma social yang berlaku.
2. Variabel Organisasional, terdiri dari:
a. Sumber daya
Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan dinilai seperti sumber daya alam.
Universitas Sumatera Utara
b. Kepemimpinan
Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi.
c. Imbalan.
Balas jasa yang diterima oleh pegawai atau usaha yang telah dilakukan didalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara
instrinsik maupun ekstrinsik. d.
Struktur Hubungan wewenang dan tanggung ajawab antar individu didalam organisasi
dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi. e.
Desain Pekerjaan Job description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat
melakukan pekerjaan sesuai dengan job description. 3.
Variabel Psikologis, terdiri dari: a.
Persepsi Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan
memahami dunia sekitarnya. b.
Sikap Kesiapan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan
mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain.
Universitas Sumatera Utara
c. Kepribadian.
Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang. d.
Belajar Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan
memahami sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan pekerjaan.
e. Motivasi.
Merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusias dan persistensi
dalam melaksanakan kegiatan tertentu. Di sini tampak jelas bahwa pengertian kinerja itu lebih sempit sifatnya, yaitu
hanya berkenaan dengan apa yang dihasilkan seseorang dari tingkah laku kerjanya. Biasanya orang yang mempunyai tingkat prestasi tinggi disebut sebagai orang yang
produktif, dan sebaliknya orang yang tingkat prestasinya rendah, dikatakan sebagai tidak produktif atau dikatakan kinerjanya rendah.
2.1.3. Upaya Peningkatan Kinerja
Sutrisno 2010 mengemukakan empat aspek dari kinerja yang diukur dalam peningkatan kinerja, yaitu:
1. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu, dan
ketepatan dalam melaksanakan tugas. 2.
Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk jasa yang dapat dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara
3. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa
kerja yang telah dijalani individu pegawai tersebut. 4.
Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya.
2.1.4. Penilaian Kinerja
Idealnya performance appraisal
diterapkan berdasarkan prinsip keseimbangan, kesepakatan dan kejujuran atau keterbukaan. Performance appraisal
yang diterapkan berdasarkan prinsip keseimbangan, artinya cara-cara pengukuran dan standar yang ditetapkan haruslah sesuai dengan kepentingan karyawan dan
organisasi. Kejujuran dalam penilaian merupakan syarat utama dalam sistem penilaian. Konsekuensi dari prinsip ini adalah proses penilaian harus terbuka dan
hasil penilaian bisa didiskusikan antara bawahan dan atasan penilai Moeheriono, 2009
Penilaian prestasi kerja performance appraisal adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan
pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan
karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada
karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik dimasa mendatang dan sebagai dasar untuk menetukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau
penentuan imbalan Mangkunegara, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Moeheriono 2009, penilaian dalam 360º terhadap karyawan adalah menentukan siapa yang harus menilai. Ada beberapa pilihan untuk menentukan siapa
yang menilai yaitu seperti berikut: 1
Atasan langsung. Hampir sebagian besar perusahaan menggunakan hanya atasan langsung sebagai penilai kinerja seseorang. Artinya penilaian tidak hanya
dilakukan oleh atasan langsung, minimal dilakukan oleh dua atasan diatasnya. 2
Rekan sekerja. Alasan kenapa rekan sekerja dilibatkan dalam penilaian karena rekan sekerja sehari-hari berinteraksi dengan pegawai yang dinilai. Interaksi ini
memberikan pandangan menyeluruh terhadap kinerja seorang pegawai dalam pekerjaannya.
3 Diri sendiri. Evaluasi diri sendiri dimaksudkan untuk merangsang pembahasan
kinerja antara karyawan dan atasan. 4
Bawahan langsung. Evaluasi bawahan langsung dapat membedakan informasi yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang manajer karena penilai
mempunyai kontak langsung dengan yang dinilai. 5
Pelanggan. Baik pelanggan internal maupun eksternal. Pelanggan internal adalah orang-orang didalam perusahaan yang kadar interaksinya dalam pekerjaan
dengan pegawai yang dinilai sangat tinggi, sedangkan pelanggan eksternal adalah orang-orang diluar perusahaan yang membeli produk atau jasa.
Universitas Sumatera Utara
Setiap orang sebagai pelaku yang melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan fungsinya harus dinilai kinerjanya. Untuk mengetahui kinerja karyawan diperlukan
kegiatan-kegiatan khusus. Bernadin dan Russel 2000 mengajukan enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja yaitu:
a. Quality merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan
mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan. b.
Quantity merupakan jumlah yang dihasilkan misalnya jumlah rupiah, unit, dan siklus kegiatan yang dilakukan.
c. Timeliness merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang
dikehendaki dengan memerhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan orang lain.
d. Cost effectiveness merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya
organisasi manusia, keuangan, teknologi dan material dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan
sumber daya. e.
Need for supervision merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang
supervisor untuk mencegah tindakan yang diinginkan. f.
Interpersonal impact merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik dan kerjasama diantara rekan kerja dan bawahan. .
Menurut Robbins 2006, kinerja merupakan wujud hasil kerja yang dihasilkan oleh seseorang. Kinerja digunakan sebagai dasar penilaian atau evaluasi
Universitas Sumatera Utara
dan sistem yang merupakan kekuatan penting untuk memengaruhi perilaku karyawan. Penilaian kinerja mempunyai tujuan untuk memotivasi para karyawan dalam
mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.
Sutrisno 2010, mengatakan agar penilaian kinerja dapat dilaksanakan dengan baik diperlukan metode yang memenuhi persyaratan berikut :
1. Yang diukur adalah benar-benar prestasi dan bukan faktor-faktor lain seseorang
seperti yang menyangkut pribadi seseorang. 2.
Menggunakan tolak ukur yang jelas dan yang pasti menjamin bahwa pengukuran itu bersifat objektif.
3. Dimengerti, dipahami dan dilaksanakan sepenuhnya oleh semua anggota
organisasi yang terlibat. 4.
Dilaksanakan secara konsisten dan didukung sepenuhnya oleh pimpinan puncak organisasi.
2.1.5. Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Cantika Yuli 2005, apabila penilaian prestasi kerja dapat dilakukan secara baik dan objektif maka akan dapat diperoleh manfaat-manfaat yang dapat
dirasakan sebagai berikut: 1
Bagi manajer penilai Dengan melakukan penilaian secara objektif, penilai manajer akan mudah
mengindentifikasi beberapa hal mengenai karyawan yang dinilai, seperti kekuatan
Universitas Sumatera Utara
dan kelemahan karyawan, beberapa masalah yang ada, masalah potensial dan kebutuhan akan program pelatihan.
2 Bagi karyawan
Karena yang dinilai adalah karyawan maka karyawan akan memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan pandangannya, mengetahui kekuatannya dan
kelemahan dirinya, memiliki kesempatan untuk mendiskusikan tujuan organisasi dan mengindentifikasi peranan dirinya.
3 Bagi organisasi
Secara umum penilaian prestasi kerja karyawan akan mampu meningkatkan kinerja individu, meningkatkan kinerja departemen, adanya efisiensi
meningkatnya kualitas produksi. Organisasi juga akan dapat menggunakan penilaian prestasi sebagai alat pengambilan keputusan dalam rangka menetapkan
kompensasi dan proposi jabatan. Menurut Mangkunegara 2009 manfaat yang lain dari penilaian prestasi kerja
kinerja karyawan adalah : a.
Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa.
b. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan
perkerjaannya. c.
Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja,
metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan pengawasan.
e. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang
berada dalam organisasi. f.
Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai performance yang baik.
g. Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan
kemampuan karyawan selanjutnya. h.
Sebagai kriteria menentukan, seleksi dan penempatan karyawan. i.
Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan. f. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas job
description.
2.1.6. Kinerja Perawat dalam Keperawatan
Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI, 1999 sudah menetapkan standar praktek keperawatan yang dikembangkan berdasarkan standar praktik
keperawatan yang dikeluarkan oleh American Nursing Association sebagai berikut: Standar I
: Perawat mengumpulkan data tentang kesehatan pasien Standar II : Perawat menetapkan diagnosa keperawatan.
Standar III : Perawat mengindentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap pasien. Standar IV : Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang berisi
rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara
Standar V : Perawat melaksanakan tindakan yang sudah ditetapkan dalam rencana tindakan.
Standar VI : Perawat mengevaluai perkembangan klien dalam mencapai hasil akhir yang sudah ditetapkan.
2.2. Teori tentang Keperawatan