Budaya Organisasi 1. Pengertian Budaya Organisasi

5. Tahap Evaluasi: Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keparawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses keperawatan berlangsung atau menilai dari respon klien di sebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil. 2.3. Budaya Organisasi 2.3.1. Pengertian Budaya Organisasi Robbins 2006, menyatakan bahwa budaya organisasi organization culture sebagai suatu sistem pemahaman bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain. Sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekalian menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai- nilai organisasi. Gibson,dkk 1997, merumuskan kultur organisasi mengandung bauran nilai- nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan dan pola perilaku. Kreitner dan Universitas Sumatera Utara Kinicki 2006, memberi batasan budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa identitas kepada anggota mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota. Tipologi yang digeneralisasi menjadi budaya organisasi secara umum adalah : a budaya yang dikembangkan dalam organisasi secara kekeluargaan clan culture, b organisasi dengan peraturan, kebijakan, prosedur kerja, serta pengambilan keputusan yang jelas bureaucratic culture, c organisasi dengan dinamika pegawai untuk berkreasi dan berinovasi entrepreneaurial culture, d organisasi dengan orientasi pengembangan pemasaran market culture Gibson,dkk, 1997.

2.3.2. Fungsi Budaya Organsisi

Fungsi budaya organisasi adalah untuk beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan mempertahankan keberlangsungan hidup organisasi, serta dalam melakukan integrasi internal. Menurut Robbin 2006 ada lima fungsi budaya organisasi: 1 Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lainnya. 2 Budaya memberikan rasa identitas keanggotaan organisasi. 3 Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih jelas dari pada kepentingan diri pribadi seseorang. Universitas Sumatera Utara Fisologi Organisasi Kriteria Seleksi Manajemen Puncak Budaya Organisasi Sosialisasi 4 Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial dengan memberikan standar- standar yang tepat mengenai seluruh tugas yang harus dilakukan individu dalam organisasi. 5 Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku individu dalam organisasi. Menurut Kreitner dan Kinicki 2006 membagi fungsi budaya organisasi menjadi empat 1 memberikan identititas kepada karyawannya, 2 memudahkan komitmen kolektif dan 3 mempromosikan stabilitas sistem sosial, membentuk perilaku dengan membantu manajer top management dalam menjalankan tugasnya.

2.3.3. Pembentukan Budaya Organisasi

Menurut Robbin 2006 budaya organisasi terbentuk pada dasarnya melalui beberapa tahap, seperti pada gambar 2.1 berikut ini. Gambar 2.1. Pembentukan Budaya Organisasi Sumber ; Robbin, 2006 Budaya organiasi terbentuk diawali dengan falsafah dasar pemilik organisasi yang merupakan budaya asli organisasi yang mempunyai pengaruh sangat kuat dalam kriteria yang tepat. Tahap selanjutnya falsafah dasar organisasi yang diturunkan manajer puncak yang bertugas menciptakan suatu iklim organisasi yang kondusif dan Universitas Sumatera Utara dapat diterima oleh seluruh anggota berupa nilai–nilai peraturan, kebiasaan agar dapat dimengerti. Tahap selanjutnya adalah tahap sosialisasi, dengan sosialisasi yang tepat, maka akan terbentuk budaya organisasi yang diharapkan Robbin, 2006.

2.3.4. Dimensi Budaya Organisasi

Hofstede dalam Sobirin 2007 mengelompokkan budaya organisasi ke dalam 6 dimensi: 1. Process Oriented vs. Result Oriented Pada process oriented culture, perhatian organisasi lebih ditujukan pada proses aktivitas yang berjalan dan sejauh mana orang-orang yang bekerja pada organisasi patuh terhadap ketentuan atau kebijakan yang telah digariskan organisasi. Sementara, pada result orientedculture perhatian organisasi lebih ditujukan pada hasil kegiatan ketimbang prosesnya sehingga sering organisasi tidak memperdulikan bagaimana proses dilakukan tetapi yang penting hasilnya cepat didapat. 2. Employee Oriented vs. Job Oriented Employee oriented culture menggambarkan lingkungan internal organisasi pekerja yang menginginkan agar organisasi terlebih dahulu memperhatikan kepentingan mereka sebelum berorientasi pada pekerjaan. Job oriented culture beranggapan bahwa para karyawan harus mendahulukan pekerjaan sebelum menuntut dipenuhinya kepentingan mereka. 3. Parochial vs. Profesional Parochial culture menjelaskan bahwa tingkat kebergantungan karyawan pada atasan dan pada organisasi cenderung sangat tinggi. Karyawan merasa bahwa dirinya Universitas Sumatera Utara adalah bagian integral dari organisasi. Professional culture karyawan merasa bahwa kehidupan pribadi adalah urusan mereka sendiri dan alasan organisasi merekrut mereka adalah karena kompetensi dalam melakukan pekerjaan bukan latar belakang keluarga atau alasan lain. 4. Open system vs. Close System Open system culture menjelaskan bahwa organisasi cenderung tidak menutup diri dari perubahan baik yang terjadi pada lingkungan internal maupun eksternal. Close systemculture sebaliknya, organisasi diperlakukan sebagai sebuah mesin machine organization yang bekerja mengikuti pola yang sudah ada tanpa banyak melakukan perubahan. 5. Loose Control vs. Tight Control Loose control culture, organisasi dengan tingkat pengendalian yang longgar, organisasi seolah tidak memiliki alat pengendali dan tata aturan formal yang memungkinkan organisasi bisa mengendalikan pekerjanya. Tight control culture, organisasi semacam ini cenderung menetapkan aturan yang ketat bahkan dalam batas yang cenderung kaku. Penyimpangan terhadap aturan sangat tidak ditolerir. 6. Normative vs. Pragmatic Normative culture menganggap bahwa tugas yang diemban organisasi terhadap dunia luar merupakan bentuk implementasi dari peraturan konvensi maupun tertulis, yang tidak boleh dilanggar. Pragmatic culture adalah organisasi yang berorientasi pada konsumen. Aturan dan prosedur kerja bisa saja dilanggar jika hal tersebut menghambat pencapaian hasil dan pemenuhan kebutuhan konsumen. Universitas Sumatera Utara Greenberg danBaron dalam Wibowo 2010 menyatakan budaya organisasi adalah kerangka kerja kognitif yang terdiri dari sikap, nilai-nilai, norma perilaku dan harapan yang diterima bersama oleh anggota organisasi. Akar setiap budaya organisasi adalah serangkaian karakteristik inti yang dihargai secara kolektif oleh anggota organisasi. 1. Inovasi dan pengambilan resiko merupakan tingkat daya pendorong karyawan untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. Karyawan didorong rela berkorban untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi dan dapat menciptakan sesuatu hal yang baru dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan. Organisasi berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan dan lebih menyukai karyawan yang agresif. Organisasi cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, organisasi juga menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi. 2. Perhatian terhadap detail yaitu tingkat tuntutan terhadap karyawan untuk mampu memperlihatkan ketepatan, analisis dan perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail. Dimana diperlukan karyawan yang handal dan memiliki kompetensi dalam memberikan perhatian kepada masalah-masalah yang perlu ditangani dengan lebih serius. Organisasi akan merekrut para lulusan muda universitas, memberi pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan lulusan muda ini dalam suatu Universitas Sumatera Utara fungsi yang khusus. Organisasi lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah. 3. Orientasi terhadap hasilyaitu tingkat tuntutan terhadap manajemen untuk lebih memusatkan perhatian terhadap hasil, dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut. Hasil yang didapat harus sesuai dengan yang diharapkan organisasi. 4. Orientasi terhadap individu yaitu tingkat keputusan manajemen dalam mempertimbangkan efek-efek hasil terhadap individu yang ada di dalam organisasi. 5. Orientasi terhadap tim yaitu tingkat aktifitas pekerjaan yang diatur dalam tim, bukan secara perorangan. Kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim yaitu diperlukan kerjasama dalam melaksanakan tugas bersama untuk mendapatkan hasil yang maksimal, bukan individu. Organisasi lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Organisasi juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi dan mengutamakan kerja sama tim. 6. Agresivitas yaitu tingkat tuntutan terhadap orang-orang agar berlaku agresiv dan bersaing dan tidak bersikap santai. Berkaitan dengan semangat dan spirit dalam melakukan suatu pekerjaan. 7. Stabilitas yaitu tingkat penekanan aktifitas organisasi dalam mempertahankan status quo berbanding pertumbuhan. Universitas Sumatera Utara Masing-masing karakteristik ini berada dalam suatu kesatuan, dari tingkat yang rendah menuju tingkat yang lebih tinggi. Penilaian organisasi berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi, bagaimana segala sesuatu dikerjakan berdasarkan pengertian bersama, dan cara para anggota berperilaku.

2.3.5 Manfaat Budaya Organisasi

Robbins 1993, mengemukakan beberapa manfaat budaya organisasi adalah sebagai berikut : a. Membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain. Setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada dalam organisasi. b. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi para anggota organisasi. Dengan budaya organisasi yang kuat, anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasi. c. Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu. d. Menjaga stabilitas organisasi. Kesatuan komponen-komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi organisasi relatif stabil. Universitas Sumatera Utara

2.3.6. Sumber-Sumber Budaya Organisasi

Isi dari suatu budaya organisasi terutama berasal dari tiga sumber Robbins, 2006,yaitu : a. Pendiri organisasi. Pendiri sering disebut berkepribadian dinamis, nilai yang kuat, dan visi yang jelas tentang bagaimana organisasi seharusnya. Pendiri mempunyai peranan kunci dalam menarik karyawan. Sikap dan nilai mereka siap diteruskan kepada karyawan baru. b. Pengalaman organisasi menghadapi lingkungan eksternal. Penghargaan organisasi terhadap tindakan tertentu dan kebijakannya mengarah pada pengembangan berbagai sikap dan nilai. c. Karyawan, hubungan kerja. Karyawan membawa harapan, nilai dan sikap mereka ke dalam organisasi. Hubungan kerja mencerminkan aktivitas utama organisasi yang membentuk sikap dan nilai.

2.3.7. Hubungan Budaya Organisasi dan Kinerja

Penelitian Kotter dan Heskett 1997 yang berjudul “Corporate Culture and Performance” bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara budaya organisasi dan kinerja ekonomi jangka panjang untuk mengklasifikasi sifat dan alasan-alasan bagi hubungan tersebut dan untuk mengetahui apakah dan bagaimana:hubungan tersebut dapat di eksploitasi untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi.Penelitian ini melakukan survey terhadap 207 perusahaan dalam dua puluh duaindustri di Amerika Serikat. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa; 1. Budaya kerja dapat mempunyai dampak terhadap kinerja jangka panjang Universitas Sumatera Utara 2. Budaya kerja mungkin akan menjadi suatu faktor bahkan lebih penting lagi dalam menentukan keberhasilan dan kegagalan organisasi di masa datang. 3. Budaya kerja yang menghambat kinerja keuangan jangka panjang cukup banyak, mudah berkembang, bahkan penuh dengan orang-orang yang pandai dan berakalsehat. 4. Meskipun sulit di rubah, budaya kerja dapat dibuat agar bersifat lebih meningkatkan kinerja.

2.4. Landasan Teori

Dokumen yang terkait

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang Dan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan

8 115 135

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012

12 126 157

Pengaruh Motivasi Intrinsik Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007

0 35 105

Gambaran Komunikasi Interpersonal Perawat Pelaksana Menurut Persepsi Perawat dan Klien di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan

1 42 140

HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DAN KARAKTERISTIK PERAWAT DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RSUD Dr. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI.

0 1 13

A. Karakteristik Perawat - Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap kelas III di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2013

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. Pengertian Kinerja - Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap kelas III di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2013

0 0 30

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap kelas III di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2013

0 0 7

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap kelas III di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2013

0 0 18

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang Dan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana Kontrak Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Kontrak Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 0 17