Bab 11 Reparasi atas Kejahatan Negara
Setelah suatu masa pelanggaran besar-besaran, para korban dan mereka yang selamat sering kali mengalami luka fisik dan psikologis. Mereka juga sering kali hidup dalam kondisi
ekonomi yang amat sulit sebagai akibat hilangnya pencari nafkah dalam keluarga, kerusakan hak milik, atau ketidakmampuan untuk bekerja. Banyak korban membutuhkan bantuan medis
mendasar sebagai akibat pelanggaran, seperti penyiksaan brutal yang menimbulkan cacat permanen, namun banyak yang tidak mampu untuk mendapatkan perawatan minimal
sekalipun.
Karena hampir semua pelanggaran ini dilakukan oleh kekuatan negara, dalam mayoritas kejadian, banyak korban akan mendapatkan reparasi atau pemulihan yang
substansial dari negara jika mereka bisa membawa kasusnya ke pengadilan dan membuktikan klaim mereka. Namun sebagian besar korban tidak memiliki bukti kuat yang diperlukan
maupun sumber daya hukum untuk memperkarakan kasus mereka. Dan di beberapa negara, amnesti luas tidak hanya menghalangi pengadilan kriminal namun juga klaim kerugian dari
masyarakat. Jadi, salah satu tuntutan yang terjelas terhadap pemerintah setelah masa pelanggaran adalah mendapatkan pemulihan dari negara untuk membantu kebutuhan dasar
para korban. Memang pemberian uang dalam jumlah berapa pun tidak akan mengganti kehilangan seorang anggota keluarga. Namun pemberian pemulihan, bahkan dalam jumlah
tidak begitu besar, dapat sangat membantu mereka yang hidup dalam kemiskinan. Pemulihan seperti itu juga bisa bermakna psikologis yaitu untuk mengakui kesalahan dan memberikan
permintaan maaf resmi secara simbolis.
Hukum internasional secara jelas menunjukkan kewajiban negara untuk memberikan pemulihan terhadap pelanggaran yang dilakukan kekuatan negara. Sebagaimana dicantumkan
dalam banyak dokumen hak asasi manusia mendasar, termasuk traktat hak asasi manusia regional dan internasional, dan diperkuat dalam keputusan pengadilan internasional, negara
harus memberikan upaya pemulihan atau ganti rugi kepada korban pelanggaran hak asasi manusia.
i
Ini bisa mengambil bentuk tidak hanya pembayaran uang kepada korban. Reparasi atau pemulihan bisa mengambil beberapa bentuk, termasuk restitusi, kompensasi, rehabilitasi,
satisfaksi dan jaminan bahwa hal tersebut tidak akan terjadi lagi. Restitusi bertujuan untuk
sejauh mungkin mengembalikan keadaan ke kondisi sebelum terjadinya kekerasan; kompensasi berkaitan dengan semua kerugian yang bisa dinilai secara ekonomi sebagai akibat
kekerasan; rehabilitasi mencakup perhatian legal, medis, psikologis dan lain-lain; sementara satisfaksi dan jaminan ketidakterulangan berusaha untuk mengakui keberadaan pelanggaran
dan mencegah terulangnya kembali di masa depan. Biasanya, gabungan dari jenis-jenis pemulihan tersebut bisa digunakan.
Banyak pemerintah tidak mampu memberikan kompensasi finansial langsung kepada masing-masing korban dan mereka yang selamat secara proporsional dengan kerugian yang
dialami, terutama bila anggota keluarga dibunuh atau dihilangkan. Di negara-negara yang amat miskin, atau bila ratusan ribu orang dibunuh atau dihilangkan, kompensasi moneter secara
substansial bagi tiap individu tidaklah dimungkinkan, bahkan meskipun para korban layak mendapatkannya dan klaim di pengadilan secara legal masuk akal. Beberapa negara
mempertimbangkan pajak untuk pemberian pemulihan, atau “pajak kekayaan”, menurut warga Afrika Selatan, namun sebagian besar kebijakan pemulihan hingga saat ini tidak menggunakan
pajak khusus untuk menutupi biaya. Hal ini memang tampak ironis yakni bahwa pemerintahan demokratis yang baru harus membayar pemulihan untuk praktik pelanggaran pemerintah
sebelumnya. Dan, beban finansial ditanggung oleh seluruh negara, sementara pelaku kejahatan secara individual tidak harus menanggung biaya tersebut, bahkan bila mereka memperkaya diri
dalam masa kekuasaannya kecuali sebagai jawaban terhadap tuntutan pengadilan terhadap pelaku individual, bila dimungkinkan karena tidak ada amnesti.
Sebagaimana dinyatakan beberapa korban, penemuan kebenaran mengenai pelanggaran hak asasi, penawaran permintaan maaf, dan pengenangan terhadap korban atau
bentuk pengakuan resmi lainnya merupakan salah satu aspek pemulihan, sehingga kerja komisi kebenaran bisa menjadi bagian penting dalam paket pemulihan lengkap. Lebih lanjut lagi,
saran-saran komisi untuk mereformasi institusi negara, dan usahanya untuk menciptakan suasana penyembuhan bagi para korban yang memberikan kesaksian, juga merupakan elemen
pemulihan yang penting. Namun banyak keperluan korban perlu dibantu dengan ganti rugi moneter, terutama bila diperlukan bantuan medis untuk penyembuhan.
Staf komisi kebenaran biasanya mendapatkan banyak permintaan untuk kompensasi sewaktu mencatat kesaksian, dan sering kali dapat melihat kondisi para korban yang gawat.
Bahkan, banyak korban dan mereka yang selamat mendatangi komisi dengan harapan bahwa komisi tersebut akan memberikan semacam kompensasi untuk penderitaan mereka. Terutama
bagi mereka yang sangat miskin, kemungkinan untuk mendapatkan bantuan finansial tampaknya menjadi alasan utama mereka datang dan memberikan kesaksian. Wawancara
dengan anggota staf komisi kebenaran dan dengan para korban yang memberikan kesaksian menunjukkan bahwa harapan tersebut sering kali sangat besar, bahkan meskipun komisi
menjelaskan bahwa ia tidak berkuasa untuk memberikan pemulihan terhadap kerugian yang ditimbulkan negara. Setelah mendengar permohonan para korban dan melihat kondisi mereka
yang amat memerlukan bantuan, hampir semua komisi kebenaran memberikan saran yang keras untuk menciptakan program pemulihan.
Karena komisi kebenaran biasanya menyusun sebuah daftar korban, catatannya merupakan sumber utama untuk mengawali program pemulihan, dan dalam beberapa kasus,
misalnya di Cili dan Argentina, program pemulihan yang signifikan secara langsung bergantung pada catatan komisi tersebut. Namun, sebuah komisi biasanya hanya mencatat
sebagian kecil dari jumlah total korban, dan jarang sekali memiliki sumber daya untuk mengecek ulang masing-masing pernyataan kesaksian yang ia terima. Jadi, dalam hampir
semua kasus, komisi kebenaran tidak berada dalam posisi yang baik untuk memberikan daftar akhir para calon penerima pemulihan, juga tidak bisa menggariskan spesifikasi program
pemulihan. Ia lebih bisa memberikan saran-saran umum dan tinjauan luas mengenai kebutuhan korban, yang bisa berfungsi sebagai titik awal untuk pengembangan program pemulihan yang
substansial. Pengalaman beberapa negara yang digambarkan di bawah ini menunjukkan luas dan ragam program pemulihan di seluruh dunia yang sebagian bergantung pada informasi yang
didapatkan dari kerja komisi kebenaran. Cili: Pemulihan Substansial untuk Jumlah Korban Terbatas
Hingga tahun 1997, 4.886 warga Cili tiap bulan menerima cek dari pemerintah, dan sebagian besar akan terus menerima cek bulanan seumur hidup, sebagai bagian “program pensiun”
pemerintah untuk anggota keluarga mereka yang dibunuh atau dihilangkan di masa kediktatoran militer. Ukuran cek tersebut bergantung pada berapa banyak anggota keluarga
dekat yang masih hidup: ahli waris tunggal menerima sekitar US 345 per bulan; jika ada pasangan, orang tua, anak atau orang tua dari anak-anak korban, jumlah total yang diberikan
bisa mencapai US 482 atau lebih. Selain itu, anggota keluarga mereka yang dibunuh atau
dihilangkan menerima bantuan pendidikan dan kesehatan yang cukup besar dan tidak diwajibkan ikut serta dalam wajib militer. Anak-anak korban mendapatkan beasiswa penuh
untuk universitas dan pendidikan profesional, hingga usia 35 tahun, dan tambahan bulanan untuk menutupi biaya hidup dan alat-alat sekolah. Jumlah keseluruhan biaya yang harus
dibayarkan negara untuk program pemulihan ini, pada tahun-tahun ketika jumlah mereka yang berhak mendapatkannya paling besar, mendekati US 16 juta per tahunnya.
ii
Lihat Tabel 6 untuk gambaran mendetail pemulihan ini.
Program pemulihan ini merupakan hasil langsung dari Komisi Nasional Kebenaran dan Rekonsiliasi di Cili, yang menyimpulkan laporannya dengan saran untuk pemberian pemulihan
simbolis dan finansial. Sebuah badan yang dibentuk kemudian, Badan Nasional untuk Pemulihan dan Rekonsiliasi, dibentuk untuk meneliti kasus-kasus yang belum terselesaikan
dan menerapkan saran komisi, termasuk pemulihan.
iii
Nama korban yang dimuat dalam laporan akhir komisi kebenaran diresmikan sebagai daftar sah penerima tunjangan, selain
orang-orang lain yang ditentukan sebagai korban sebagai hasil penyidikan Badan Nasional. Nilai pemulihan tersebut sedikit lebih tinggi daripada upah minimum bulanan di Cili,
dan beberapa warga jelas tergantung pada tunjangan tersebut untuk kehidupan sehari-hari. Bagi mereka yang lebih mampu, cek tersebut tidak menjadi tambahan yang signifikan, namun
masih tetap penting karena nilai simbolisnya. “Setiap kali cek tersebut datang merupakan pengakuan terhadap kejahatan itu,” menurut putri seorang korban. “Setelah bertahun-tahun
dibantah, bulan demi bulan, ini merupakan pengakuan bahwa kamilah yang benar.”
iv
Seorang lain yang ditinggalkan, Carla Pellegrin Friedman, kehilangan saudaranya karena kekerasan yang dilakukan angkatan bersenjata Cili. Ia mengangkat senjata melawan
rezim Augusto Pinochet, namun tak lama kemudian ia ditangkap, disiksa dan dibunuh. Bagi Carla, cek bulanan dari pemerintah merupakan “pengakuan kesalahan negara” karena
membunuh saudaranya. Seperti orang-orang lain, ia berusaha menemukan siapa yang bertanggung-jawab atas pembunuhan itu melalui pengadilan, namun undang-undang amnesti
diterapkan dan kasus tersebut ditutup sebelum ditentukan siapa yang bertanggung-jawab. “Keluarga kami hanya memiliki tiga hal,” ia memberitahu saya, yaitu “sebuah cek yang datang
tiap bulan, nama saudara saya dalam laporan komisi kebenaran Rettig, dan namanya yang terpampang pada tembok kenangan di pemakaman nasional.”
v
Program pemulihan di Cili terbatas, karena mereka yang selamat dari siksaan atau penahanan ilegal tidak termasuk di dalamnya. Program ini dibatasi oleh batasan definisional
yang sama dengan yang membatasi kerja komisi kebenaran; komisi kebenaran tidak bisa meneliti kasus penyiksaan individual atau memasukkan nama korban penyiksaan, sehingga
program pemulihan juga nyaris tidak membantu mereka. Hanya keluarga mereka yang dibunuh dan dihilangkan mendapatkan pensiun, bantuan pendidikan dan medis serta bebas
wajib militer. Bantuan yang diberikan kepada korban penyiksaan hanyalah akses bebas untuk program medis yang mencakup bantuan sosial, konseling psikologis dan bantuan psikologis,
dan bantuan ini tidak banyak diketahui, kurang banyak digunakan para korban penyiksaan dan kualitasnya diperdebatkan.
vi
Mereka yang menjabat dalam Badan Nasional yang menjalankan program pemulihan dapat melihat ketidakadilan terhadap korban penyiksaan. Pimpinan Badan Nasional, Andrés
Domínguez Vial, memberitahu saya bahwa “Seorang perempuan datang ke kantor saya dan mengatakan, ‘Tragedi keluarga saya adalah bahwa mereka tidak membunuh ayah saya. Ia
hancur, tapi masih hidup. Mungkin akan lebih baik kalau mereka membunuhnya.’ Ayahnya cacat total, tapi keluarganya tidak mendapatkan pemulihan.”
vii
Staf yang lain menggambarkan tamu-tamu ke kantor, yang anggota keluarganya mendapatkan luka serius atau cacat tubuh dan
memerlukan bantuan segera, seperti seseorang yang dibutakan dalam kekerasan politik di masa kediktatoran militer. Namun tidak ada jalan bagi mereka selain pergi ke klink medis
pemerintah yang terbatas, atau organisasi non-pemerintah yang mencoba membantu orang-orang seperti mereka.
Argentina: Program yang Lebih Inklusif Di sebuah ruang belakang di lantai dua bangunan tua tempat kantor Hak Asasi Manusia
pemerintah di pusat kota Buenos Aires, terdapat dua belas filing cabinet lemari arsip masing-masing dengan empat laci, di sepanjang tembok, sebuah meja kecil di tengah dan
beberapa rak yang dipenuhi laporan hak asasi manusia di sisi lain. Sebelas di antaranya memuat koleksi lengkap catatan Komisi Nasional Orang Hilang Argentina: satu map untuk
masing-masing dari 8.960 orang yang dilaporkan hilang pada masa rezim militer. Di hampir semua map, hanya ada dua atau tiga lembar kertas, yang merupakan pernyataan asli keluarga
korban. Sementara komisi Cili menyidik masing-masing kasus secara mendalam, dan beberapa map kasus bisa sampai 3-5 sentimeter tebalnya, komisi Argentina hanya mengambil kesaksian
dari anggota keluarga atau kawan-kawan korban, juga mereka yang selamat dari “penghilangan sementara” dan mereka yang menyaksikan orang-orang yang dipenjarakan.
Komisi tersebut kemudian menyusun daftar korban berdasarkan kesaksian ini saja. Pada umumnya ia tidak menyelidiki kasus individual, kecuali untuk mencoba menemukan orang
hilang yang mungkin masih hidup. Lebih lagi, banyak dari map tersebut, sekitar sepertiganya, hanya berisi informasi yang diberikan kepada komisi dari organisasi non-pemerintah –
informasi yang berdasar laporan pada organisasi tersebut pada saat penghilangan, namun tidak dilaporkan kembali ke komisi.
viii
Kumpulan catatan tersebut merupakan jantung informasi untuk program pemulihan yang dirancang untuk semua keluarga mereka yang dihilangkan. Keluarga siapa saja yang
didaftar sebagai orang hilang bisa dengan mudah mengklaim pemulihan, meskipun kasus-kasus tersebut tidak pernah secara formal diselidiki secara mendalam. Karena pada saat
kerja komisi tersebut tidak ada bayangan bahwa akan ada pemberian ganti rugi finansial, klaim palsu dianggap tidak akan terjadi. Alih-alih pensiun bulanan, seperti di Cili, keluarga korban
penghilangan mendapatkan uang senilai US 220.000 dalam bentuk bond pemerintah dan didistribusikan antara orang-orang yang ditinggalkan.
ix
Filing cabinet kedua-belas yang terletak di ruangan muka menyimpan catatan
kasus-kasus baru yang dikumpulkan Kantor Hak Asasi Manusia, yang tidak dimasukkan ke dalam laporan komisi kebenaran. Pada saat saya mengunjungi kantor tersebut, ada beberapa
orang tua di resepsionis, menunggu saat dipanggil untuk memberikan pernyataan untuk memulai proses mengklaim pemulihan. Sebuah eksemplar lampiran Nunca Más yang telah
berulang kali dibaca, yang berisi 9.960 kasus yang tercatat oleh komisi, tergeletak di meja penerimaan; pertanyaan pertama yang ditanyakan kepada tamu adalah apakah kasusnya berada
dalam daftar tersebut. Kasus yang baru harus dikonfirmasikan melalui pers atau laporan kepada badan hak asasi manusia nasional atau internasional pada waktu kejadian, atau bukti
petisi habeas corpus yang diberikan kepada pengadilan ketika orang tersebut dihilangkan, untuk mengetahui keberadaannya atau membebaskannya.
Undang-undang pemulihan untuk keluarga mereka yang dihilangkan baru berlaku di Argentina pada tahun 1994, sepuluh tahun setelah komisi kebenaran menyelesaikan
laporannya, dan diterapkan di bawah kekuasaan presiden Carlos Menem, yang telah mengampuni para perwira militer dan mencoba menghentikan pembicaraan lebih lanjut
mengenai kejahatan di masa lalu. Tidak terdapat tuntutan publik yang luas untuk pemulihan, karena prioritas mereka yang ditinggalkan adalah menemukan jenazah mereka yang hilang,
mendapatkan kebenaran sepenuhnya, dan mengadili mereka yang bersalah; selain itu, mendapatkan bayaran sebagai ganti kematian mereka yang dicintai merupakan pemikiran yang
memuakkan beberapa orang. Maka agak aneh bahwa kemudian setelah bertahun-tahun dibuatlah program pemulihan yang signifikan.
Program pemulihan ini tampaknya didorong oleh kasus-kasus yang dibawa ke Komisi Hak Asasi Manusia Inter-Amerika, sebuah organ dalam Organisasi Negara-Negara Amerika,
oleh sejumlah mantan tahanan politik yang menuntut kompensasi untuk waktu ketika mereka berada dalam penjara. Setelah tiga tahun proses hukum di depan komisi tersebut, pada tahun
1991 pemerintah Argentina mencapai kesepakatan damai dengan para mantan tahanan tersebut.
x
Untuk setiap hari dalam tahanan, masing-masing mendapatkan uang senilai gaji harian tertinggi pegawai negeri Argentina: US 74 per hari, US 2.200 per bulan, US 26.400
per tahun, hingga maksimum US 220.000 setara dengan 100 bulan dengan gaji ini. Para mantan tahanan ini mendapatkan kompensasi mereka melalui keputusan presiden, namun
Kongres Argentina segera mengumumkan undang-undang yang memberikan pemulihan yang sama kepada semua mantan tahanan politik.
xi
Yang unik bagi Argentina, program pemulihan ini kemudian diberikan pula kepada mereka yang dibuang paksa setelah ditahan – mereka, yang setelah berada dalam masa
tahanan, dibawa ke lapangan terbang, dimasukkan pesawat dan dilarang untuk kembali ke Argentina.
xii
Untuk setiap hari dalam pembuangan paksa, mereka menerima uang senilai sehari masa penahanan. Juan Méndes, profesor di Notre Dame School of Law, dan mantan direktur
eksekutif Institut Hak Asasi Manusia Inter-Amerika, merupakan salah satu yang mendapatkan kompensasi untuk pembuangan paksa, selain pemenjaraannya. Ia mencatat bahwa tidak semua
yang dibuang dapat mengklaim pemulihan, karena “Perlu dicatat bahwa pembuangan paksa merupakan kategori legal yang amat presisi: mereka yang berada di tahanan pada masa darurat
dan kemudian pada satu saat diizinkan untuk pergi ke pembuangan alih-alih tetap berada dalam tahanan. Dalam perkiraan saya, jumlahnya mencapai seribu orang. Banyak orang lain
dibebaskan di Argentina, dan bila mereka kemudian pergi keluar negeri untuk ‘pembuangan’, pemerintah tidak membayar untuk masa pembuangan tersebut, karena dalam teori mereka
boleh pulang. Suatu bentuk pembuangan lain, yang jauh lebih umum, juga tidak termasuk dalam skema pemberian pemulihan: keluar negeri sebelum ditangkap, dibunuh atau
dihilangkan.”
xiii
Tiga tahun kemudian, pada tahun 1994, sebagai pengakuan terhadap ketidakadilan memberikan ganti rugi moneter kepada mereka yang dipenjarakan, namun tidak diberikan
kepada keluarga mereka yang dihilangkan – dan dihadapkan keputusan pengadilan yang memberikan US 250 ribu hingga 3 juta untuk “kerugian moral” kepada keluarga mereka yang
hilang
xiv
– Kongres Argentina mengumumkan undang-undang yang memperluas pemberian pemulihan kepada mereka yang dihilangkan dan dibunuh.
xv
Pada tahun 1998, pemerintah Argentina berniat untuk menggunakan US 3 miliar untuk menutupi biaya program pemulihan
tersebut. Bagi banyak orang di Argentina, lebih penting daripada kompensasi moneter adalah
penciptaan status hukum baru “dihilangkan secara paksa”.
xvi
Kategori legal baru ini memenuhi sejumlah tuntutan utama mereka yang ditinggalkan. “Dihilangkan paksa” merupakan
ekuivalen legal kematian untuk kepentingan catatan sipil, memungkinkan keluarga untuk memproses surat wasiat, membagikan warisan, menutup rekening bank seseorang dan
lain-lain, tanpa menyatakan bahwa ia mati. Bahkan, secara resmi undang-undang menyatakan bahwa masih ada kemungkinan kembalinya seseorang yang memiliki status tersebut – suatu
hal yang diinginkan ada dalam aturan baru tersebut oleh mereka yang ditinggalkan. Sebelum tahun 1994, untuk memproses surat wasiat, menjual rumah, dan menutup rekening bank,
sebuah keluarga harus menyatakan bahwa ia “kemungkinan mati”, sebuah mekanisme legal dalam hukum Argentina untuk mereka yang keberadaannya tidak diketahui selewat jangka
waktu tertentu. Pernyataan tersebut, yang tidak memberikan pengakuan terhadap tanggung jawab negara atau keterlibatan militer, merupakan kompromi psikologis dan politis yang tidak
akan dilakukan banyak keluarga meskipun tekanan ekonomi akhirnya mendorong beberapa keluarga.
xvii
Undang-undang baru yang memungkinkan keluarga mendapatkan “sertifikat penghilangan paksa” menjadi dikenal sebagai “undang-undang kejujuran sejarah”. Argentina
merupakan negara pertama yang menciptakan status hukum ini; negara-negara lainnya kemudian mengikuti jejaknya.
Dalam proses penerapan undang-undang pemulihan di Argentina, kantor hak asasi manusia pemerintah berhasil mendokumentasikan lebih banyak kasus dan korban daripada
oleh komisi kebenaran. Komisi tersebut hanya ditugaskan untuk mendokumentasikan korban yang “hilang”, tidak mencakup mereka yang langsung dibunuh atau meninggal dalam tahanan,
dan jenazahnya ditemukan dan diidentifikasi. Komisi tersebut juga tidak mencatat mereka yang selamat dari penahanan dan penyiksaan. Sebanyak 8.960 orang yang didokumentasikan
komisi adalah mereka yang diculik militer atau polisi dan tidak pernah terlihat lagi, hidup atau mati. Dalam proses penerapan program pemulihan, Kantor Hak Asasi Manusia Departemen
dalam Negeri memulai penghitungan pertama terhadap semua non-kombatan yang dibunuh pada masa rezim militer selain mereka yang dihilangkan, yang diperkirakan mencapai
ribuan.
xviii
Pemulihan bagi keluarga jauh lebih kontroversial di Argentina daripada di Cili. Dalam pergulatan politik yang berlanjut di Argentina lebih dari 15 tahun setelah akhir masa kekuasaan
militer, sebuah kelompok yang mewakili keluarga korban mengutuk program pemulihan sebagai “uang darah”, dan anggotanya menolak menerima. “Kehidupan tidak ternilai
harganya. Pemulihan itu hanya membeli suara hati, dan menjual darah. Presiden mungkin akan berkata, ‘Kalian harus diam, kalian sudah dibayar,’” demikian menurut Mercedes Meroño, dari
organisasi Mothers of the Plaza de Mayo, ketika saya mengunjungi kantor organisasi tersebut di pusat kota Buenos Aires. “Kehidupan tidak bisa diberi harga. Beberapa hal tidak bisa
diperjualbelikan, terutama harga diri.”
xix
Namun, seiring perjalanan waktu, mayoritas keluarga mereka yang dihilangkan menerima pemulihan tersebut, demikian pula mantan tahanan politik.
Di Tempat-Tempat Lainnya: Program yang Lebih Terbatas Banyak komisi kebenaran lain menyarankan pemberian ganti rugi finansial untuk para korban,
dan beberapa berlanjut dalam program yang terbatas. Komisi kebenaran Afrika Selatan membeberkan saran mendetail untuk program pemulihan, mencakup finansial, simbolis dan
pengembangan komunitas. Selama masa kerjanya, komisi bertemu dengan wakil pemerintah untuk membuat kesepakatan sementara agar mendukung saran komisi tersebut, yang
memerlukan lebih dari US 600 juta untuk bantuan finansial langsung kepada lebih dari 25 ribu korban. Dengan komitmen verbal dari pemerintah, komisi kemudian mengumumkan
rencana kebijakan program pemulihannya, dan menjelaskan bahwa hanya korban yang terdaftar pada komisi itu yang akan berhak untuk ikut serta dalam program tersebut. Ini
meningkatkan jumlah kesaksian secara signifikan di beberapa daerah, terutama KwaZulu Natal. Rencana komisi ini adalah bahwa setiap korban, atau keluarga mereka yang dibunuh,
akan menerima sekitar US 3.500 per tahun selama enam tahun berturut-turut; suatu jumlah yang sedikit lebih besar akan diberikan kepada keluarga yang besar atau yang terletak di daerah
pedesaan, di mana biaya hidup lebih tinggi. Terdapat pula harapan bahwa biaya akan disediakan selama masa kerja komisi untuk pemberian pemulihan sementara bagi yang sangat
membutuhkan, untuk mereka yang datang ke komisi dengan kebutuhan medis atau lainnya yang mendesak. Namun alokasi pertama untuk pemulihan yang diberikan kepada Dana
Kepresidenan yang baru di Departemen Kehakiman baru dimulai pada tahun 1998, hanya beberapa bulan sebelum komisi menyelesaikan laporan akhirnya, dan jumlah yang diberikan
hanya US 16 juta 100 juta rand, jauh di bawah saran komisi. Pemerintah mengindikasikan
rencana untuk memberikan 200 juta Rand lagi pada tahun kedua, dan 300 juta Rand pada tahun ketiga program ini. Selain itu, pemerintah Denmark, Swiss dan Belanda masing-masing
memberikan sumbangan sebesar antara US 150 hingga 250 ribu ke Dana Kepresidenan untuk pemulihan.
Dana Kepresidenan yang baru ini hanya dijabat oleh tiga orang, dan sebagian terbesar dokumentasi administratif para korban dilakukan oleh komisi kebenaran itu sendiri. Bahkan
setelah laporan komisi diterbitkan pada tahun 1998, Komisi Pemulihan dan Rehabilitasi di dalam komisi kebenaran menambah jumlah stafnya untuk memproses klaim pemulihan
sebagaimana disebutkan di depan, seluruh komisi kebenaran tetap bekerja terutama untuk memproses klaim amnesti yang masih berjalan. Masing-masing korban yang sudah
memberikan pernyataan kepada komisi harus ditemui lagi untuk mengisi formulir aplikasi; karena banyak yang tidak memiliki alamat surat, komisi menyewa petugas lapangan untuk
menemukan masing-masing calon dan membantu mereka mengisi formulir yang diperlukan. Untuk memberikan pembayaran ganti rugi langsung ke rekening bank, komisi juga membantu
banyak penerima untuk membuka rekening bank. Setelah satu tahun, sekitar 2.500 pembayaran diberikan, sejumlah antara 2 sampai 6 ribu Rand US 330-1.000, dalam bentuk ganti rugi
sementara, dengan harapan bahwa pembayaran lebih lanjut akan menyusul. Diharapkan bahwa sekitar 100 juta Rand akan dihabiskan untuk pembayaran sementara saja.
xx
Namun, meskipun pemerintah telah memberikan komitmen, tampaknya penambahan dana untuk pemulihan
secara signifikan tidak mungkin. Ini merupakan titik frustrasi dan kekecewaan yang mendalam bagi para korban dan kelompok hak asasi manusia di Afrika Selatan. Dan mereka terus
berusaha menekan pemerintah agar memperhatikan isu ini selama tahun 2000.
Permasalahan pemulihan merupakan isu penting pula terhadap komisi Haiti, karena mayoritas korban yang datang ke komisi mengharapkan sebentuk bantuan, banyak di antara
mereka yang hidup dalam kemiskinan, beberapa cacat dan tidak bisa bekerja. Laporan komisi mencerminkan masalah ini, memberikan saran kuat untuk pembentukan “komisi pemulihan”
sebagai kelanjutan komisi kebenaran, untuk menentukan “kewajiban legal, moral dan material” terhadap para korban, dan menyarankan agar dana diambil dari negara, sumbangan
pribadi nasional dan internasional, dan sumbangan suka rela anggota PBB.
xxi
Saran ini tidak pernah secara serius dianggap oleh pemerintah Haiti, tidak juga diberi perhatian oleh
pemerintah asing atau badan bantuan pemerintah asing itu. Dengan kondisi kemiskinan yang parah di negara tersebut, pemerintah yang kesulitan sumber daya, dan kebutuhan mendasar
untuk reformasi dan stabilitas politis, tampaknya saran ini tidak akan mendapatkan perhatian lebih lanjut.
Laporan komisi kebenaran El Salvador juga menyatakan perlunya pembentukan dana khusus, yang dikelola oleh “badan otonom dengan kekuasaan legal dan administratif yang
diperlukan untuk memberikan kompensasi material yang sebanding kepada para korban kekerasan dalam waktu sesingkat-singkatnya”, dan menyarankan agar satu persen dari semua
bantuan internasional untuk El Salvador disisakan untuk dana tersebut.
xxii
Baik pemerintah El Salvador maupun komunitas internasional tidak antusias dengan rencana ini, dan dana tersebut
tidak pernah dibentuk. Tidak ada pembicaraan serius mengenai pemulihan bagi para korban kekerasan selama perang dua belas tahun ini berlanjut.
Tentu saja, komisi kebenaran tidak disyaratkan untuk keberadaan program pemulihan, juga untuk menyusun daftar sah para korban atau ahli waris. Terdapat contoh-contoh penting
program kompensasi yang dijalankan setelah pelanggaran luas negara yang dibentuk oleh perundang-undangan nasional dan dikelola secara independen, tanpa kaitan dengan komisi
kebenaran.
xxiii
Jerman sudah memberikan program pemulihan yang terluas dan terkomprehensif hingga kini, berupa paket perundang-undangan domestik dan kesepakatan
internasional dengan negara lain untuk memberikan kompensasi kepada para korban kejahatan Nazi. Selama lima puluh tahun terakhir, lebih dari US 60 miliar diberikan oleh negara Jerman
dalam bentuk tunai kepada para korban dan keluarga mereka yang terbunuh.
xxiv
Selama lima belas tahun setelah akhir kekuasaan militer di Brazil, pemerintah membentuk komisi
pemulihan untuk memberikan sekitar US 100 ribu bagi keluarga dari masing-masing 135 orang hilang.
xxv
Pemerintah Amerika Serikat juga memberikan pemulihan kepada warga Jepang-Amerika yang ditahan di kamp selama Perang Dunia Kedua, meskipun program ini
baru dijalankan setelah 40 tahun, dan hanya memberikan kepada mereka yang masih hidup.
xxvi
Program pemulihan lain yang lebih terbatas diterapkan pula di beberapa negara lain.
xxvii
Kesulitan Merancang dan Menerapkan Program Pemulihan Baik dirancang oleh komisi, pemerintah maupun wakil rakyat, mereka yang ingin membuat
program pemulihan yang adil mengalami batasan dan dilema sulit yang serupa. Tantangan pertama
adalah dalam merancang program yang adil dan inklusif. Apakah uang tunai atau seperangkat jasa diberikan kepada mereka yang menjadi korban, atau campuran keduanya?
Bagaimana cara mengkuantifikasi kehilangan orang yang dicintai, atau cedera fisik berat atau cacat tubuh, dengan kompensasi moneter? Apakah semua korban sebaiknya mendapatkan
kompensasi yang sama, bahkan bila beberapa mengalami penderitaan lebih berat? Jika tingkat bantuan yang berbeda tidak dibuat, bagaimana bisa adil bila seorang korban yang hanya disiksa
sehari mendapat kompensasi yang sama dengan seorang yang dipenjarakan dan disiksa selama bertahun-tahun, atau keluarga yang kehilangan seorang yang dicintainya? Namun bila ada
pembedaan antara korban, sukar pula untuk membedakan tingkat penderitaan atau kerugian. Lebih lagi, dapatkah diterima untuk mengabaikan beberapa korban – seperti di Cili yang
mengabaikan korban penyiksaan dari bantuan moneter?
Banyak orang yang telah merancang kebijakan pemulihan menyimpulkan bahwa tidak mungkin membedakan tingkatan penderitaan, meskipun beberapa program memberikan
kompensasi yang berbeda tergantung pada jumlah masa tahanan atau apakah terjadi cedera berat. Di Afrika Selatan, negara mengikuti saran komisi kebenaran, yang lebih murah, yaitu
memberikan bantuan langsung bagi para korban untuk mereka gunakan sesuai kebutuhannya – medis, pendidikan atau kebutuhan dasar lain, nisan bagi saudara yang dibunuh, atau biaya
hidup sehari-hari – alih-alih menentukan dan membagikan layanan publik. Penyesuaian yang dilakukan di Afrika Selatan, sebagaimana disebutkan pada awal uraian dalam bab ini, adalah
pembayaran yang lebih tinggi bagi mereka yang keluarganya lebih besar atau di daerah pedalaman.
Kesulitan yang kedua adalah penerapan dan pengelolaan program pemulihan. Sebuah pendekatan yang amat individual memerlukan kontak langsung dengan ribuan korban atau ahli
warisnya, dan suatu sistem untuk membuktikan klaim. Di mana komisi kebenaran diberi tanggung jawab untuk menentukan daftar ahli waris, seperti di Afrika Selatan dan Cili, mereka
harus mengkonfirmasi masing-masing pernyataan korban satu persatu, yang sangat menyita waktu, dan dalam kasus Afrika Selatan, mengalihkan perhatian komisi dari penyelidikan lebih
luas terhadap pola kejahatan dan tanggung jawab dan penyelidikan khusus terhadap peristiwa-peristiwa penting. Ketika komisi Afrika Selatan menjalankan proses administratif
terhadap klaim, diperlukan kerja yang semakin intens dan spesifik-kasus. Prosedur yang intensif ini dimungkinkan karena komisi ini diperpanjang masa kerjanya hingga dua tahun
setelah penyampaian laporannya. Di Argentina, Kantor Hak Asasi Manusia Departemen Dalam Negeri menjalankan pengelolaan ini, sementara di Cili komisi lanjutan dari komisi
kebenaran melaksanakan tugas tersebut. Pada akhirnya, sebuah badan pemerintah harus memberikan waktu dan sumber daya yang besar untuk pengelolaan program pemulihan yang
diindividualkan. Berkaitan dengan waktu dan staf yang diperlukan untuk memeriksa dan menindaklanjuti klaim, dan karena program pemulihan harus terbuka bagi mereka yang tidak
memberikan kesaksian di depan komisi kebenaran, penerapan program pemulihan sebaiknya tidak dijalankan oleh komisi kebenaran itu sendiri.
Lebih lagi, tugas penemuan kebenaran oleh komisi dapat terbelokkan bila mandat komisi mencakup memberikan atau menyarankan pemulihan kepada mereka yang datang
untuk memberikan kesaksian, atau jika ada hubungan langsung antara daftar korban di komisi dan penerima pemulihan. Kemungkinan mendapatkan uang dari kesaksian dapat memberikan
insentif untuk bersaksi palsu, dan memberikan beban tambahan bagi komisi untuk memverifikasi tiap-tiap pernyataan sebelum informasi tersebut digunakan untuk membuat
kesimpulan luas mengenai apa yang sudah terjadi. Jalan yang terbaik adalah bagi komisi kebenaran untuk memberikan saran umum untuk program pemulihan, namun meninggalkan
detail dan penerapan program tersebut kepada badan lain yang menyusulnya, sehingga memungkinkan komisi untuk berkonsentrasi pada penyelidikan dan kesimpulan yang lebih
luas.
Pada akhirnya, pembentukan program pemulihan yang luas akan tergantung pada kepentingan politis untuk secara resmi mengakui dan meminta maaf atas kejahatan negara di
masa lalu, dan komitmen negara untuk memperbaiki kesalahannya. Tentu saja tidak semua bentuk pemulihan adalah ganti rugi dalam bentuk uang. Bila sumber daya amat terbatas, atau
jumlah korban amat besar, pemulihan simbolis atau berorientasi komunitas bisa diterapkan, seperti pembangunan monumen, hari besar nasional, atau sekolah atau pusat komunitas baru
yang dinamai sesuai para korban atau sebagai peringatan terhadap pembantaian massal. Pemulihan demikian bisa berperan penting dalam membantu penyembuhan psikologis para
korban. Namun, bagi mereka yang ditinggalkan oleh pencari nafkah dalam keluarga atau mengalami masalah emosional atau fisik, ganti rugi finansial, bantuan medis atau dukungan
lainnya akan diperlukan untuk bisa memperbaiki kerusakan.
i ii
iii iv
v vi
vii viii
ix x
xi xii
xiii xiv
xv xvi
xvii xviii
xix xx
xxi xxii
xxiii xxiv
xxv xxvi
xxvii
Bab 12 Membiarkan Masa Lalu