Melihat Komisi dari Dalam:

Bab 14 Melihat Komisi dari Dalam:

Masalah dan Penyelesaian Komisi kebenaran nyaris tidak pernah berjalan dengan demikian lancar, mudah, mendapat cukup dana, dikelola dengan baik atau tidak memiliki komplikasi politik. Sebaliknya, hampir semua komisi kebenaran mengalami sejumlah besar permasalahan metodologis, operasional dan politis, dan bekerja di bawah tekanan waktu yang luar biasa, dengan beban moral dan emosional yang berat dan risiko mendapatkan kesimpulan yang keliru. Sering kali komisi menjadi sasaran ancaman kekerasan secara terbuka oleh mereka yang merasa terancam akibat penyelidikannya. Mereka menghadapi ratusan pertanyaan operasional penting yang akan menentukan jenis dan kualitas kebenaran yang akan ditemukan, pertanyaan-pertanyaan yang sukar ditemukan jawabannya. Bahkan dalam kondisi yang paling mendukung, dengan pengelola yang terbaik dan sumber daya yang cukup, masih tetap ada banyak masalah dan tekanan yang berat. Mungkin agak mengejutkan bahwa sebagian besar pertanyaan metodologi mendasar dan definisional yang menentukan jangkauan dan efektivitas komisi kebenaran sering kali diserahkan untuk dijawab komisi kebenaran itu sendiri, meskipun memiliki signifikansi politik yang besar. Bahkan pertanyaan yang paling mendasar pun sering kali menjadi sumber kontroversi dan ketidaksepakatan di dalam dan luar komisi yang sedang bekerja. Namun, banyak dari masalah dan pertanyaan tersebut serupa dari komisi ke komisi. Sementara itu, masing-masing pertanyaan dan masalah harus dijawab dengan hati-hati dan sesuai dengan kondisi yang berbeda, bergantung pada kebutuhan dan kemungkinan yang ada; namun bagaimanapun, banyak yang bisa dipelajari dari kesulitan-kesulitan yang dialami komisi kebenaran yang sudah ada. Pensponsoran: Siapa yang Membentuk dan Memberi Kekuasaan kepada Komisi Kebenaran? Sebagian terbesar komisi kebenaran hingga saat ini dibentuk melalui keputusan presiden; presiden menunjuk komisioner dan memberikan mandat kepada komisi tanpa harus membicarakannya lebih dahulu dengan pihak lain legislatif, selain dengan sekelompok kecil penasihat. Komisi yang dibentuk atas keputusan presiden dapat ditetapkan dengan segera dan menghindari pertikaian politik dalam badan legislatif yang lemah atau terbelah. Di Argentina dan Cili, misalnya, presiden sipil yang baru diangkat memutuskan bahwa proses pengesahan RUU melalui parlemen akan membutuhkan terlalu banyak waktu atau kompromi politik. Sehingga salah satu langkah resmi pertama mereka adalah membentuk komisi secara independen, dengan memanfaatkan dukungan yang mereka dapatkan dari masyarakat terhadap pemerintahan sipil yang baru itu, dan dalam kasus Argentina, berkurangnya kekuasaan militer. Komisi-komisi di Haiti, Sri Lanka, Chad dan Uganda juga dibentuk melalui keputusan presiden tanpa banyak perdebatan publik mengenai mandatnya. Komisi-komisi kebenaran lainnya dibentuk melalui keputusan badan legislatif nasional, sering kali dengan kemungkinan pemberian kekuasaan yang lebih besar daripada komisi yang dibentuk melalui keputusan presiden, seperti kekuasaan untuk memanggil tersangka, menggeledah dan menyita. Komisi Afrika Selatan merupakan contoh terbaik betapa banyak kekuasaan penting yang bisa diberikan kepada komisi yang dibentuk melalui keputusan parlemen. Dalam sebuah sistem demokrasi yang berfungsi, dengan masyarakat sipil yang kuat, proses penyusunan undang-undang pembentukan komisi kebenaran bisa memberikan substansi kepada komisi dan legitimasi bagi komisi tersebut secara politik di hadapan publik. Pada saat ini ada dua contoh komisi kebenaran yang dibentuk melalui kesepakatan damai. Di El Salvador, dalam perundingan perdamaian ditentukanlah mandat dan dukungan serta tanda tangan dari pihak-pihak yang berdamai, bahkan sebelum dunia luar tahu bahwa ada pembicaraan tentang komisi kebenaran. Sebaliknya, di Guatemala, terdapat tekanan kuat dari kelompok korban dan hak asasi manusia, yang sudah sejak dini diorganisir, untuk membentuk komisi kebenaran yang kuat. Komisi kebenaran El Salvador dan Guatemala keduanya ditangani oleh PBB dan anggotanya ditunjuk oleh PBB, namun bekerja secara independen dan bukanlah badan PBB itu sendiri. i Komisi Guatemala, utamanya, memiliki identitas legal khusus yang “menempatkannya pada zona tak bertuan antara hukum domestik dan internasional,” menurut ketua komisi itu, Christian Tomuschat, seorang pengajar hukum internasional di Jerman. ii Komisi kebenaran di Sierra Leone juga disepakati secara umum melalui kesepakatan damai, namun mandatnya diberikan melalui badan legislatif. Penyusunan undang-undang ini dibantu oleh masukan dari kantor UN High Commissioner for Human Rights UNHCHR, yang membantu menyarankan redaksi spesifik untuk mandat komisi tersebut. Akhirnya, kedua komisi yang dibentuk Kongres Nasional Afrika merupakan contoh komisi yang dibentuk kelompok perlawanan bersenjata untuk menyelidiki dan secara terbuka melaporkan pelanggaran yang ia lakukan di masa lalu. Bahkan dalam keempat model tersebut – komisi yang dibentuk melalui keputusan presiden, parlemen, kesepakatan damai atau kelompok oposisi bersenjata – terdapat berbagai variasi menarik. Sebagai contoh, Institut Perdamaian Amerika Serikat, sebuah institusi penelitian dan kebijakan di Washington yang didanai Kongres, diminta oleh pemerintah Bosnia pada tahun 1997 untuk merancang mandat komisi kebenaran untuk Bosnia. Jika komisi tersebut dibentuk, institut tersebut bisa membantu menunjuk komisi pemilihan untuk memilih para komisioner. Setelah diangkat, komisi tersebut akan bekerja secara independen. iii Pertimbangan tentang Pengelolaan dan Staf Mungkin faktor terpenting yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan sebuah komisi kebenaran adalah orang-orang yang dipilih untuk menjalankannya. Beberapa komisi mengalami masalah serius yang jelas ditimbulkan oleh penanganan yang lemah, yang menimbulkan konflik antar-staf, penyelidikan yang lambat untuk dimulai atau salah arah, dan pendanaan yang kurang. Kekuatan direktur eksekutif sebuah komisi kebenaran terutama sangat penting bila komisioner tidak bekerja secara penuh waktu dan tidak memberikan manajemen serta pengarahan hari demi hari, misalnya bila komisioner berasal dari negara lain dan tidak selalu berada di negara yang bersangkutan. Kepemimpinan sebuah komisi kebenaran berbeda dengan jabatan pemerintahan atau non-pemerintah lainnya, karena adanya tekanan publik dan politik yang besar terhadap pekerjaan tersebut, batasan waktu yang ketat yang memerlukan kepemimpinan administratif yang kuat dan kemampuan organisasional yang kreatif, dan banyaknya kegiatan yang perlu dikerjakan oleh komisi, dari penggalian kembali kuburan massal untuk penyelidikan forensik, hingga menjalankan kampanye publik, serta membangun kantor-kantor di lapangan. Seorang kepala komisi harus memiliki kepemimpinan yang kuat dalam mengawasi penyelidikan, logistik, rekruitmen dan manajemen staf yang besar dan beragam, dan mendapatkan serta mengelola dana. Sementara para komisioner pada umumnya tidak terlalu terlibat dalam pengelolaan sehari-hari, mereka biasanya mengarahkan penyelidikan, menyusun kebijakan komisi dan memiliki keputusan akhir untuk menentukan apa yang akan dicantumkan dalam laporan akhir komisi. Sebagai wajah publik sebuah komisi, otoritas personal dan politik komisioner bisa berperan penting dalam menyikapi para penguasa yang berkepala batu. Para anggota komisi El Salvador, misalnya, menyatakan bahwa kualitas terpenting para komisionernya adalah kemampuan personal untuk menelpon siapa saja dan pada saat kapan saja. Anggota komisi tersebut, yang mencakup mantan presiden Kolombia, Belisario Betancur, dan mantan presiden Mahkamah Inter-Amerika, Thomas Buergenthal, menemukan bahwa koneksi personal mereka amat penting dalam menjalankan tugas mereka. iv Pemilihan Komisioner Para anggota hampir semua komisi kebenaran dipilih melalui prosedur yang berdasarkan pada apa yang dianggap baik oleh otoritas yang menunjuk, biasanya presiden sebuah negara, namun tanpa konsultasi dengan masyarakat sipil atau masyarakat luas. Namun belakangan ini, beberapa komisioner ditunjuk melalui proses yang lebih kreatif dan dengan melibatkan konsultasi. Di Ekuador, beberapa komisioner ditunjuk langsung oleh organisasi non-pemerintah, sehingga aktivis hak asasi manusia menjabat dalam komisi bersama-sama dengan wakil dari militer. Di Guatemala, satu dari tiga komisioner dipilih dari daftar yang diajukan rektor-rektor universitas di Guatemala. Undang-undang pembentukan komisi Afrika Selatan disusun melalui proses konsultatif yang lebih mendalam. Undang-undang tersebut hanya menyatakan bahwa komisioner haruslah “orang yang tepat, yang tidak memihak dan tidak memiliki profil politik yang tinggi”. Sebuah komisi pemilihan dibentuk, dengan wakil dari organisasi hak asasi manusia, yang kemudian meminta pengajuan nama dari masyarakat. Komisi pemilihan tersebut mendapatkan sekitar 300 nama, yang kemudian disempitkan menjadi 50 orang melalui wawancara, yang dilakukan secara terbuka dan diliput oleh pers. Komisi tersebut menentukan 25 finalis dan memberikannya kepada Presiden Nelson Mandela, yang kemudian memilih 17 komisioner. Untuk mencapai perimbangan geografi dan politik, Mandela kemudian menambahkan dua komisioner tanpa melalui proses tersebut. Di Sierra Leone, akta pembentukan komisi kebenaran memberikan cara lain lagi untuk memilih komisioner. Wakil khusus sekretaris jenderal PBB di Freetown ditunjuk melalui akta tersebut sebagai koordinator seleksi dan ditugaskan untuk meminta nominasi dari masyarakat. Sementara itu, sebuah dewan seleksi dibentuk dengan wakil yang ditunjuk dari pihak mantan oposisi bersenjata, presiden, komisi hak asasi manusia resmi, dewan antar-umat beragama pemerintah dan koalisi kelompok hak asasi manusia; dewan ini akan mewawancara para finalis, memberikan penilaian dan komentar dan memberikan hasil penilaian tersebut kepada koordinator seleksi yang kemudian akan memilih empat kandidat final. Tiga anggota internasional komisi tersebut dipilih komisioner tinggi PBB untuk hak asasi manusia, Mary Robinson. Daftar calon anggota komisi, baik nasional maupun internasional, yang terpilih akan diberikan kepada presiden Sierra Leone untuk pengesahannya Proses ini baru dimulai ketika buku ini naik cetak dalam versi aslinya. v Sebagaimana perancangan mandat komisi, sebuah komisi akan mendapatkan dukungan publik yang lebih besar bila anggotanya dipilih melalui proses konsultatif. Mereka yang menentukan pilihan akhir juga harus mempertimbangkan keahlian spesifik yang bisa berguna, dan harus menjamin bahwa ada keterwakilan yang adil antara pandangan politik, kelompok etnik atau regional dan gender. Siapa yang Menjadi Staf Komisi Kebenaran? Komisi kebenaran Argentina mulai bekerja dengan staf yang dialihtugaskan dari Departemen Dalam Negeri, namun para pegawai negeri tersebut tidak bertahan lama. Mereka tidak memiliki pengalaman bekerja dengan masalah hak asasi manusia, dan sebelumnya tidak pernah mendengar kisah-kisah keji yang ditemukan komisi tersebut. Ketika mereka mulai mendengarkan kesaksian, banyak yang mengalami gangguan mental. vi Untuk mendapatkan orang-orang dengan pengalaman, pengetahuan dan ketahanan emosional untuk menghadapi masalah tersebut, komisi akhirnya mengambil stafnya dari organisasi hak asasi manusia nasional, sebuah keputusan yang dikatakan menentukan keberhasilan komisi tersebut. Namun pengalaman mendasar hak asasi manusia pun tetap tidak memadai untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan komisi kebenaran. Luasnya cakupan kerja dan tanggung jawab komisi kebenaran membutuhkan sejumlah besar keahlian. Selain ahli hukum hak asasi manusia dan penyelidik, sebuah komisi juga akan membutuhkan ilmuwan sosial atau psikolog, spesialis komputer dan sistem informasi, staf koding dan entri data, koordinator logistik, penerjemah dan petugas keamanan. Beberapa keahlian spesifik yang membutuhkan banyak sumber daya dan dipergunakan secara sementara biasanya didapatkan melalui konsultasi dengan para pakar di luar komisi tersebut. Komisi-komisi kebenaran menggunakan jasa tim forensik non-pemerintahan, seperti Tim Antropologi Forensik Argenina, yang membantu komisi-komisi di El Salvador, Haiti dan Afrika Selatan, dan Yayasan Antropologi Forensik Guatemala, yang membantuk komisi Guatemala untuk menggali dan menyelidiki kuburan massal atas nama mereka. Banyak komisi juga mengkontrakkan manajemen informasi dan pusat data kepada para pakarnya. Sementara beberapa komisi kebenaran bekerja dengan jumlah staf yang minim, dan memberikan sebagian terbesar kerja kepada para komisioner, terdapat gejala bahwa di masa depan komisi akan memiliki staf profesional dalam jumlah besar. Komisi kebenaran di Cili dan Argentina memiliki sekitar 60 staf penuh waktu, jauh lebih besar daripada komisi-komisi lainnya sebelum tahun 1995. Namun dengan semakin tingginya pengakuan terhadap kompleksitas dan kesulitan proses-proses dalam komisi, ukuran, sumber daya dan kecanggihan komisi juga semakin besar. Afrika Selatan memegang rekor jumlah staf komisi kebenaran, dengan sekitar 300 staf di empat kantor antara tahun 1996-1998; komisi Guatemala, yang bekerja antara tahun 1997-1999, memiliki paling banyak 200 pegawai lihat Tabel 7 untuk perbandingan sumber dan tanggung jawab komisi-komisi kebenaran di masa lalu. vii Mungkin tidak terpikirkan untuk mengambil staf komisi kebenaran dari militer atau polisi nasional, apalagi di Amerika Latin, karena merekalah pihak-pihak yang paling bertanggung-jawab atas pelanggaran-pelanggaran yang sedang diselidiki, dengan impunitas yang diberikan pemerintahan kanan. Ini berlaku di hampir semua negara yang baru selesai dari pemerintahan otoriter, karena independensi, ketidakmemihakan dan kerahasiaan merupakan syarat utama dalam tugas-tugas komisi kebenaran. Namun di Afrika Selatan, komisi menempatkan beberapa anggota kepolisian dalam jajaran penyelidiknya dan pada umumnya tidak dipermasalahkan kecuali seorang mantan polisi keamanan yang ketidakberpihakannya dipertanyakan. Sementara sebagian terbesar penyiksaan dan pembunuhan di Afrika Selatan dilakukan oleh polisi, secara keseluruhan polisi tidaklah seburuk rekan-rekannya di Amerika Latin. Penyelidik kepolisian dalam jajaran staf komisi – dan dalam tim penuntut – memberikan pengetahuan orang dalam tentang organisasi yang sedang diselidiki, informasi yang dianggap amat penting. Pelatihan khusus mungkin diperlukan bahkan bagi staf yang paling berpengalaman pun, terutama bagi staf internasional dan semua yang turun ke lapangan untuk mendengarkan kesaksian. Informasi mendetail dan kontekstual yang ditunjukkan kegunaannya oleh komisi kebenaran di masa lalu adalah: sejarah penindasan di negara tersebut; deskripsi jenis-jenis penyiksaan yang dilakukan, dan apa sebutannya oleh penduduk di berbagai tempat yang berbeda; siapa para pemimpin terpilih di daerah-daerah yang akan didatangi, demikian juga organisasi non-pemerintah yang penting dan para pimpinannya; afiliasi politik dan perbedaan antara organisasi untuk menghindarkan kesan bahwa komisi memihak salah satu kelompok; informasi tentang ancaman bahaya terhadap para penyelidik komisi; perbedaan antara berbagai wilayah di sebuah negara, termasuk penilaian tentang keberlanjutan kekerasan, tingkat politisasi, dan kemungkinan konsentrasi para korban di berbagai wilayah; bagaimana cara menyikapi tekanan psikologis dari mendengarkan kesaksian; dan bagaimana cara menenangkan saksikorban yang menunjukkan tanda-tanda trauma psikologis. Nasional atau Internasional? Hingga tahun 1992, para staf dan komisioner dari sebuah komisi kebenaran selalu adalah warga negara yang diselidiki tersebut. Namun komisi El Salvador memilih untuk meninggalkan pola ini. Dibentuk di bawah administrasi dan diawasi PBB, ketiga komisioner dan kedua puluh lima anggota staf komisi tersebut semuanya bukan warga negara El Salvador. viii Secara umum komisi menghindari mempekerjakan orang yang memiliki pengalaman bekerja dengan isu hak asasi manusia El Salvador, karena pengalaman demikian bisa ditafsirkan sebagai bias yang mengurangi netralitas komisi tersebut. Banyak dari mereka yang memahami El Salvador diabaikan dalam proses itu. Mereka yang mendukung pendekatan ini menganggap bahwa dalam kondisi polarisasi politik di negara tersebut, tantangan militer dan sayap kanan terhadap komisi tersebut akan semakin kuat bila ada tanda-tanda sekecil apa pun dari bias dalam staf. ix Namun, beberapa pengamat merasa bahwa seharusnya komisi tersebut belajar dari pengetahuan internasional tentang El Salvador dan bekerja-sama dengan lebih erat dengan organisasi-organisasi hak asasi manusia El Salvador. Dan, para pengkritik tersebut menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam laporan yang menurut mereka timbul dari kurangnya pemahaman mendalam tentang negara dan sistem politik El Salvador. Para pakar hak asasi manusia internasional juga menyatakan bahwa komisi yang beranggotakan warga negara akan memberikan rasa kepemilikan lebih besar terhadap laporan tersebut, dan akibat yang lebih terasa. Sementara mengakui kesulitan penggunaan staf dan komisioner lokal di El Salvador, Komite Pakar Hukum untuk Hak Asasi Manusia yang berpusat di New York, misalnya, menulis bahwa “kegunaan jangka panjang komisi kebenaran atau badan serupa patut diragukan dengan ketiadaan partisipan lokal. Warga El Salvador tidak dilibatkan dalam perencanaan atau pelaksanaan kerja tersebut; tim tersebut – semuanya warga internasional – pergi setelah penelitian mereka selesai, meninggalkan kekosongan”. x Namun hampir semua warga El Salvador, termasuk pakar hak asasi manusia, menekankan bahwa komisi yang beranggotakan warga nasional praktis tidak mungkin berjalan. Tidak ada warga El Salvador dengan otoritas dan netralitas politik untuk mengetuai komisi tersebut, dan kecil kemungkinan bagi komisi domestik untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih keras daripada yang didapatkan oleh komisi internasional tersebut. Para saksi kemungkinan akan takut untuk memberikan kesaksian kepada sesama warga El Salvador, tidak yakin terhadap kerahasiaan proses tersebut dan orientasi politik pencatat kesaksian tersebut – sebuah masalah yang kemudian dialami komisi lanjutan yang menyelidiki pasukan pembunuh. Lebih lagi, pengalaman Komisi Ad Hoc yang paralel dengan komisi kebenaran, yang menyarankan agar anggota militer dicopot dari jabatannya karena pelanggaran hak asasi manusia, menunjukkan dengan jelas risiko yang dihadapi. Ketiga anggota komisi tersebut adalah warga El Salvador yang dihormati dan secara politis “tengah”, namun setelah menyampaikan laporan rahasia mereka yang menyarankan agar lebih dari 100 orang dipecat, masing-masing mendapatkan ancaman pembunuhan. Dua anggota komisi tersebut terpaksa keluar negeri selama lebih dari setahun demi keselamatan mereka, yang ketiga terpaksa mempekerjakan pengawal pribadi. El Salvador adalah satu-satunya komisi kebenaran hingga saat ini yang sepenuhnya dijalankan oleh warga internasional, namun beberapa komisi sesudahnya menggunakan model “campuran” antara staf atau komisioner lokal dan internasional. Model campuran ini bekerja dengan baik, memungkinkan pemahaman lokal dan keahlian internasional untuk saling melengkapi, dan dalam beberapa kondisi, memberikan pelatihan bagi warga negara tentang standar metodologi penyelidikan hak asasi manusia internasional, suatu kemampuan yang penting untuk masa depan. xi Kecuali bila ada argumen kuat untuk tidak melakukannya, sebaiknya komisi kebenaran memiliki anggota warga negara sendiri pada tingkat komisioner dan staf selain anggota internasional, bila ada. Beberapa negara bisa tidak melibatkan warga asing – untuk alasan kehormatan nasional, karena situasi yang sedang diselidiki dianggap terlalu kompleks bagi warga internasional, atau bila terdapat cukup orang di dalam negeri yang memiliki kualifikasi untuk menjadi komisioner dan staf. Alokasi Waktu: Kapan dan untuk Berapa Lama? Meskipun kondisi masing-masing negara berbeda, sebagai panduan umum sebuah komisi kebenaran harus mulai bekerja begitu transisi politik dimulai, bekerja selama paling tidak 9 bulan namun tidak lebih dari 2 atau 2½ tahun, dan harus selalu memiliki tenggat waktu untuk penyelesaian laporannya, meskipun ada perpanjangan waktu. Kapan Mulai? Hampir semua negara akan diuntungkan bila komisi kebenaran segera dibentuk. Momentum politik dan dukungan masyarakat terhadap inisiatif demikian biasanya paling tinggi pada saat tersebut, ketika pemerintah baru mulai menjabat atau perang saudara berakhir, dan muncul kesempatan yang singkat untuk mendorong momentum tersebut ke arah reformasi serius, pencopotan para pelanggar hak asasi manusia, atau ganti rugi bagi para korban. Pembentukan komisi kebenaran dengan segera juga akan memberikan efek sekunder yaitu menunda tekanan untuk menjalankan reformasi di bidang lainnya dan bentuk-bentuk pertanggungjawaban lainnya, dan memberikan waktu bagi pemerintah untuk meninjau ulang, menyusun rencana dan memperkuat institusi yang diperlukan untuk memajukan inisiatif keadilan transisional lainnya. Mantan ketua komisi Cili menggambarkan salah satu kontribusi terpenting komisi tersebut adalah “memberikan kesempatan satu tahun bagi Presiden Aylwin, agar institusi demokrasi mulai bekerja, sebelum mulai membahas masalah pelanggaran di masa lalu”. xii Dengan cara tertentu, sebuah komisi kebenaran yang dibentuk dengan segera bisa menjadi titik perhatian utama dalam perdamaian yang baru tercapai; sebagai badan transisional yang baru, sebuah komisi kebenaran sering kali menguji batas-batas kebebasan dalam sistem politik baru dan kemauan kerja sama yang diberikan pihak penguasa. Ini tentu saja menunjukkan batasan-batasan seberapa jauh komisi dapat mendorong penyelidikannya, demikian juga kecemasan terhadap keamanan dan keselamatan para anggota staf dan komisioner. Namun hal ini hanyalah dampak sampingan yang perlu dipertimbangkan bila memilih strategi yang pada umumnya menguntungkan ini. Ada beberapa perkecualian penting terhadap strategi “lebih cepat lebih baik” ini. Afrika Selatan membutuhkan waktu 18 bulan untuk merancang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi setelah pemilihan umum demokratik pada tahun 1994. Masa persiapan ini penting untuk menyusun undang-undang pembentukannya yang kompleks, mendapatkan dukungan dari hampir semua partai politik, dan mendapatkan masukan dari banyak pengamat luar, yang memberikan legitimasi bagi komisi tersebut. Komite Keadilan dalam parlemen Afrika Selatan mengadakan dengar-pendapat publik tentang undang-undang tersebut selama lebih dari 150 jam, mendapatkan masukan dari organisasi hak asasi manusia, korban, asosiasi mantan perwira polisi, gereja dan lain-lainnya. Organisasi-organisasi hak asasi manusia internasional mengirimkan pandangan dan kritikan mereka terhadap undang-undang tersebut. Dan akhirnya, setelah undang-undang tersebut disahkan, proses pemilihan komisioner yang amat terbuka, seperti digambarkan di muka, membutuhkan waktu beberapa bulan lagi, namun tahapan-tahapan tersebut amat memperkuat komisi itu. Lamanya masa persiapan yang tepat bagi komisi kebenaran bergantung pada budaya politik dan kondisi negara yang bersangkutan. Oposisi Afrika Selatan memiliki tradisi panjang masukan publik dan diskusi tentang penyusunan kebijakan; adalah hal yang tidak bisa diterima secara politis bila membentuk komisi kebenaran atas perintah presiden baru secara sepihak. Selain itu, tidak banyak momentum transisional yang hilang dalam masa 18 bulan ketika warga Afrika Selatan membicarakan undang-undang tersebut. Keterlibatan serius masyarakat sipil dengan komisi kebenaran sangat penting dan harus didorong. Namun bila masyarakat sipil dan institusi demokrasi lemah, sebaiknya memang komisi kebenaran dibentuk secepatnya, terutama bila hanya ada masa dukungan yang singkat terhadap pemerintahan baru dan inisiatif-inisiatifnya. Berapa Lama Bekerja? Hampir semua komisi kebenaran hingga saat ini mendapatkan tenggat waktu selama enam bulan hingga satu tahun untuk menyelesaikan penyelidikannya dan menyerahkan laporan, kadang-kadang dengan kemungkinan perpanjangan. Komisi-komisi yang lebih mutakhir bekerja lebih lama: komisi Afrika Selatan selama hampir tiga tahun ditambah dua tahun lagi untuk penyelesaian akhir setelah menyerahkan laporan, satu setengah tahun untuk komisi Guatemala. Untuk berbagai alasan, sangat penting untuk memberikan tenggat waktu yang singkat bagi komisi kebenaran; setahun hingga dua setengah tahun mungkin masa yang optimal. Memang menyusun rencana kerja, mengumpulkan dan mengorganisir dokumentasi, menerima dan memproses kesaksian dari ribuan korban, memilih kasus representatif dan menyelesaikan penyelidikan, serta menyelesaikan laporan dalam jangka waktu yang diberikan, adalah hal yang sukar, bahkan dengan waktu dua tahun. Namun keuntungan yang diberikan oleh komisi yang segera selesai lebih besar daripada pengorbanan yang harus diberikan dengan memotong penyelidikan. Laporan sebaiknya diumumkan ketika masih terdapat momentum untuk transisi, ketika masih ada semangat untuk rekonsiliasi dan ada kemungkinan lebih besar bahwa saran-saran yang diberikan akan benar-benar diterapkan. Sebuah komisi kebenaran tidak bisa berharap untuk mendokumentasikan atau menyelidiki semua hal yang bisa ditelitinya menurut mandatnya; namun ia harus memilih beberapa kasus sampel untuk diselidiki dan hanya merangkum yang lainnya. Meskipun pemberian tenggat waktu menimbulkan berbagai batasan, ketiadaan tenggat waktu akan membuat kerja komisi menjadi buruk. Komisi Penyelidikan yang dibentuk di Uganda pada tahun 1986 tidak diberi batas waktu: diperlukan waktu lebih dari 9 tahun sebelum ia selesai, dan pada saat itu ia sudah kehilangan perhatian dan dukungan publik. Pada ujung yang lain, komisi El Salvador tak berhasil menyelesaikan tugasnya dalam waktu enam bulan yang dialokasikan kepadanya; untungnya ia bisa mendapatkan perpanjangan waktu dua bulan. Banyak penyelidikan kebenaran lainnya mengalami masalah yang sama: mereka kehilangan banyak waktu untuk persiapan administratif dan logistik, yang menyita banyak waktu dari jangka waktu yang diberikan. Kegiatan penting seperti menyewa dan mempersiapkan perabotan kantor, mendapatkan staf, dan membuat atau mengadaptasi program pusat data, demikian juga tugas yang lebih berat seperti mendapatkan dana dan merancang program cakupan publik, bisa dengan mudah menyita waktu berbulan-bulan bahkan sebelum ia mulai melakukan penyelidikan atau mendengarkan kesaksian. Penundaan demikian menimbulkan banyak kekecewaan pada para pengamat yang merasa frustrasi dengan kelambatan komisi tersebut. Di masa depan, untuk menghindari hal ini sebaiknya dimandatkan waktu persiapan yang eksplisit, mungkin tiga sampai enam bulan, sebelum komisi mulai bekerja. Selama masa ini, sumber daya, dukungan dan konsultasi internasional harus dimungkinkan untuk membantu persiapan komisi tersebut. Masalah Keuangan: Anggaran dan Pendanaan Kekurangan dana atau harus beroperasi dengan anggaran yang ketat sering kali dialami komisi kebenaran – termasuk di Afrika Selatan, yang memiliki anggaran sekitar 18 juta per tahun yang perlu diperhatikan, banyak pengamat yang mengeluhkan bahwa komisi ini “kekurangan sumber daya”. Kekurangan dana juga menjadi masalah, paling tidak pada tahapan awal, pada komisi Guatemala, dengan anggaran 9,5 juta untuk 18 bulan, dan El Salvador dengan anggaran 2,5 juta untuk 8 bulan. Hanya di Cili, sekretaris eksekutif komisi kebenaran menyatakan bahwa ia mendapatkan cukup sumber daya untuk menjalankan tugasnya dan pemerintah tampaknya bersedia memberikan semua dana yang dibutuhkan untuk keberhasilan penyelesaiannya. Biaya yang ditelan komisi tersebut pada akhirnya mencapai sekitar 1 juta, namun jumlah kasus yang diselidikinya jauh lebih sedikit daripada komisi-komisi lainnya. Hingga sejauh mungkin, sebaiknya dana komisi kebenaran harus disepakati dan disediakan sejak awal kerjanya. Ini terutama penting bila komisi sepenuhnya atau sebagian besar didanai oleh negara yang diselidiki itu, sehingga masalah pendanaan tidak bisa dijadikan titik tawar untuk mempengaruhi kerja komisi tersebut. Beberapa komisi nyaris dilumpuhkan oleh masalah dana dan kegagalannya mendapatkan pendanaan. Komisi kebenaran sembilan tahun di Uganda mulai bekerja pada tahun 1986 di kantor yang nyaman, dan pada tahun-tahun pertamanya menjadi pusat perhatian publik. Namun setelah bertahun-tahun, ia kehilangan perhatian publik, berulang kali kehabisan dana, dan berpindah kantor empat kali, hingga ketika saya mengunjunginya, kantor tersebut terletak di lantai tiga gedung reot di sebuah gang di bagian kumuh dari kota itu. Komisi tersebut harus menghentikan kerjanya beberapa kali sementara ia berusaha mendapatkan dana. Pada tahun 1987, Ford Foundation memberikan hibah 93.300 untuk menyelesaikan kerjanya, namun ia kemudian masih harus meminta dana dari pemerintah Denmark dan Kanada sebelum akhirnya selesai menulis laporannya pada tahun 1994. xiii Komisi Haiti juga mengalami permasalahan serius. Dengan masalah administratif dan manajemen yang jelas sejak mulai bekerja, dan tiadanya rencana kerja yang jelas, tidak banyak pemerintah asing atau yayasan yang bersedia memberikan dukungan keuangan. Masalah pendanaan tersebut menunda kerja komisi, tidak memungkinkan komisi untuk menawarkan kontrak kerja lebih dari satu bulan sehingga sebagian besar stafnya keluar di tengah jalan, meskipun beberapa dipekerjakan kembali ketika ada dana, dan menjadi sumber kecemasan dan tekanan selama kerjanya. Pada akhirnya, pemerintah Haiti menutupi sebagian besar pengeluaran komisi tersebut, karena gagal untuk mencapai rencana semula bahwa lebih dari setengah dana yang diperlukannya akan didapatkan dari donor asing. Dengan meningkatnya ukuran, kompleksitas dan biaya yang diperlukan komisi, sumber pendanaan mereka juga berubah. Sementara komisi-komisi awal biasanya sepenuhnya didanai pemerintah nasional, seperti Cili dan Argentina, komisi kebenaran mutakhir mendapatkan dukungan finansial yang besar dari pihak luar, terutama dari pemerintah asing. Anggaran 2,5 juta bagi komisi El Salvador sepenuhnya berasal dari kontribusi sukarela anggota PBB, termasuk 1 juta dari pemerintah Amerika Serikat, dan banyak dari sisanya diberikan oleh negara-negara Skandinavia, dan sama sekali tidak ada dana dari El Salvador sendiri. Lebih lazimnya, pemerintah nasional memberikan sebagian dana, dan kemudian komunitas internasional mengikuti, sebagaimana di Guatemala dan Afrika Selatan. Pemerintah Guatemala memberikan lebih dari 800.000 untuk mendukung kerja komisi tersebut, dari anggaran 9.5 juta. Dana sisanya diberikan oleh 13 negara dan 2 yayasan. xiv Demikian pula, komisi Afrika Selatan mendapatkan dukungan finansial dari banyak donor internasional, meskipun pemerintah Afrika Selatan menutupi sebagian terbesar dari anggaran tersebut. Tabel 8 dalam lampiran memperlihatkan anggaran, jumlah, kekuasaan dan mandat sebuah komisi kebenaran sembari mengakui bahwa banyak keputusan ditentukan oleh situasi dan kebutuhan nasional. Bagaimana Cara Melakukannya? Pertanyaan Metodologi Mendasar Menghadapi ribuan hingga ratusan ribu korban, sebuah komisi harus merancang sistem pengumpulan, pengorganisiran dan evaluasi informasi dalam jumlah besar yang ia dapatkan. Dalam proses itu, setiap komisi harus menentukan aturan mainnya dan prosedur tentang kasus mana yang akan ia selidiki; bagaimana cara mengumpulkan data; apakah ia akan membuat pusat data, dan bila ya, jenis seperti apa; prosedur yang berlaku; dari mana ia akan membuat kesimpulan; bagaimana hubungannya dengan publik dan pers selama masa penyelidikannya; dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Tiga pertanyaan metodologi yang terpenting dibahas di sini. Panggung Komisi: Terbuka atau Tertutup? Bagaimana komisi melakukan pencatatan kesaksiannya, secara terbuka atau secara tertutup, akan menentukan tingkat keterlibatan publik pada umumnya selama bekerjanya komisi. Ada banyak alasan untuk mengadakan dengar-kesaksian publik. Dengan memberikan kesempatan bagi para korban atau mereka yang ditinggalkan untuk menceritakan kisah mereka di muka umum, sebuah komisi secara formal mengakui dan secara simbolis bisa menawarkan permintaan maaf untuk kesalahan yang terjadi di masa lalu. Dengan memperdengarkan suara para korban tersebut secara langsung ke muka umum, terutama bila acara tersebut disiarkan di TV atau radio, komisi bisa mendorong pemahaman publik dan simpati bagi para korban, mengurangi ketidakpercayaan dan bantahan, dan meningkatkan dukungan dan apresiasi publik terhadap kerja komisi. Dengar-kesaksian publik membantu menggeser fokus komisi kebenaran dari produk laporan akhirnya ke proses, dengan menjadikan publik sebagai pemirsa dan mendorong liputan pers terhadap isu-isunya pada jangka waktu yang lebih lama. Sebuah proses yang transparan juga membantu menjamin bahwa tidak ada bukti yang ditutup-tutupi, atau bias politik dalam kerja komisi itu. Di sebagian besar Afrika, misalnya, publik cenderung skeptis terhadap penyelidikan yang dilakukan di balik pintu tertutup – berbeda dengan di Amerika Latin. Di Afrika Selatan, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi akan diingat utamanya untuk ratusan dengar-kesaksian publiknya, ketika temuan setiap hari diberitakan setiap malamnya. Liputan media sangat mendalam selama kerja komisi itu: puluhan jurnalis secara tetap mengikuti komisi dan acara-acara dengar-kesaksian publik yang diadakannya di seluruh negeri, dan semua surat kabar memuat banyak kisah tentang apa yang terjadi di hari sebelumnya. Dengar-kesaksian publik tersebut disiarkan langsung di radio selama beberapa jam setiap harinya, dan disiarkan tunda di TV pada acara berita malam hari. Laporan Khusus Komisi Kebenaran , sebuah acara yang disiarkan tiap Minggu selama satu jam, memiliki pemirsa terbesar dari semua acara berita di negara itu. xv Namun karena komisi sudah mendapatkan pernyataan mendetail dari masing-masing saksi sebelum diadakannya dengar-kesaksian publik tersebut, yang dicatat oleh para staf komisi, dengar-kesaksian tersebut biasanya tidak memberikan banyak informasi baru bagi komisi kebenaran. Tujuan utama mengadakan acara terbuka tersebut adalah untuk menyediakan platform untuk berbicara secara terbuka, untuk memberikan pengakuan formal dan terbuka tentang peristiwa yang menimpa mereka, dan untuk membawa kisah-kisah tersebut ke muka umum. Sebaliknya, kesaksian yang diberikan oleh para pemohon amnesti membutuhkan lebih banyak waktu, melihat secara mendetail ke masing-masing kasus dan memberikan informasi dalam jumlah besar. Beberapa komisi kebenaran lainnya juga mengadakan dengar-kesaksian publik. Komisi Uganda 1986 mewawancarai semua saksinya dalam sesi terbuka. Pada tahun-tahun pertama, wawancara tersebut disiarkan langsung melalui radio, dan kadang-kadang di televisi pemerintah, dan mendapatkan banyak perhatian publik. Masing-masing sesi tersebut direkam, ditranskrip dan akhirnya diterbitkan sebanyak 15 jilid. Salah satu komisi di Sri Lanka juga mengadakan beberapa dengar-kesaksian di muka umum dan mendapatkan sejumlah besar liputan pers. Komisi penyelidikan Kongres Nasional Afrika juga mengadakan wawancara secara terbuka serupa sidang pengadilan. Komisi di Jerman mengadakan beberapa sesi terbuka, namun umumnya adalah presentasi makalah yang diminta oleh komisi tersebut, bukan kesaksian para korban. Semua komisi kebenaran lainnya mencatat kesaksian dari para korban dalam sesi tertutup. Tidak ada komisi kebenaran di Amerika Latin yang mengadakan dengar-kesaksian publik, atau mempertimbangkan untuk mengadakannya. xvi Dengan contoh kuat yang diberikan Afrika Selatan, banyak pengamat yang menyarankan agar semua komisi kebenaran ke depan mengadakan proses pencatatan kesaksiannya secara terbuka. xvii Namun, saran ini tampaknya mengabaikan realitas yang ada dan kondisi yang menuntut diperlukannya penyelidikan demikian. Ada banyak alasan yang tepat untuk mengadakan wawancara dengan para korban secara tertutup, dan keputusan ini harus diberikan kepada mereka yang merancang prosedur kerja komisi tersebut. Keamanan menjadi faktor utama yang diperhatikan oleh komisi-komisi yang menjalankan prosesnya secara tertutup itu. Keberadaan dan impunitas para pelaku yang terus berlanjut, rasa takut para saksi dan mereka yang ditinggalkan, dan ketidaksanggupan untuk melindungi para saksi bisa menjadikan acara dengar-kesaksian publik amat riskan. Beberapa korban bahkan merasa ragu-ragu untuk berbicara dengan komisi kebenaran, bahkan di balik pintu tertutup, mencemaskan bahwa apa yang mereka katakan akan bocor. Di Sri Lanka, beberapa korban yang tampil dalam dengar-kesaksian publik mendapatkan ancaman pembunuhan, sehingga komisi terpaksa menutup pintunya kepada publik dan media. Selain masalah keamanan, komisi juga mungkin enggan untuk menyiarkan tuduhan yang belum terbukti secara terbuka, karena adanya kemungkinan dipersalahkannya orang yang belum tentu bersalah, akibat tuduhan yang keliru. Idealnya, orang-orang yang dituduh melakukan pelanggaran harus diundang ke acara tersebut untuk membela dirinya bila komisi tahu bahwa mereka akan disebutkan namanya. Di Uganda, komisi 1986 menggunakan aturan pembuktian yang sama dengan sistem peradilan, menurut dua pengamat internasional. “Prosedur yang diambil tampak adil. Tertuduh pelaku diberi kesempatan, dengan didampingi pembela, untuk membantah tuduhan tersebut,” tulis pakar hukum Amerika Serikat Jonathan Klaaren dan Stu Woolman pada tahun 1990, setelah mengamati proses dalam komisi tersebut. xviii Komisi Afrika Selatan juga memungkinkan mereka yang dituduh secara terbuka untuk membela diri. xix Dengan adanya tuntutan prosedural demikian dan jumlah besar saksi yang harus diwawancarai, mengadakan dengar-kesaksian publik bisa sangat menyita waktu dan sumber daya. Mereka yang berada dalam komisi Afrika Selatan, misalnya, sangat menyadari biaya besar yang harus dikeluarkan dalam waktu dan tenaga untuk mengadakan dengar-kesaksian publik. Dua ribu saksi dan korban diwawancarai secara terbuka oleh Komisi Pelanggaran Hak Asasi Manusia melalui 80 sesi dengar-kesaksian publik, yang membutuhkan waktu hampir 200 hari di berbagai tempat di seluruh negeri. Masing-masing sesi dengar-kesaksian publik diadakan di depan panel yang terdiri dari beberapa komisioner, yang menyita waktu mereka dari kegiatan-kegiatan lainnya. Acara-acara terbuka tersebut menyita waktu setahun pertama dari bekerjanya komisi, nyaris tidak memungkinkan penyelidikan mendalam, dan menimbulkan frustrasi bagi para staf. Alih-alih melakukan penyelidikan, para penyelidik diminta untuk memilih kesaksian, untuk memilih saksi untuk sesi berikutnya, mengorganisir logistik dan menyiapkan bahan rangkuman untuk para komisioner di tiap-tiap panel. Pada akhirnya, kurang dari 10 dari mereka yang memberikan kesaksian secara tertutup muncul dalam dengar-kesaksian publik. Sebagian besar dari 21 ribu kesaksian tersebut diambil secara tertutup oleh staf komisi atau pihak ketiga. Banyak yang menginginkan sesi terbuka, namun karena batasan waktu dan sumber daya, hanya sedikit yang mendapatkannya. xx Meskipun terdapat banyak risiko dan membutuhkan banyak biaya, proses “kebenaran” yang terbuka cukup potensial untuk dipertimbangkan semua komisi kebenaran. Ini terutama perlu dipertimbangkan secara serius di negara-negara yang komisi kebenarannya bertujuan untuk memajukan pemahaman dan rekonsiliasi dan untuk mengurangi rasa permusuhan antara kelompok etnik, regional atau lainnya yang berada di pihak-pihak yang bermusuhan dalam konflik dan kurang memiliki pemahaman tentang penderitaan yang dialami pihak lawannya. Dampak dan jangkauan komisi akan sangat meningkat bila publik bisa melihat para korban tersebut menceritakan pengalaman mereka. Tentu saja, dengar-kesaksian publik paling mungkin dilakukan di negara-negara yang warganya mulai berani untuk menceritakan kebenaran secara terbuka, rasa takutnya berkurang, dan komisi yang mampu untuk melindungi hak-hak prosedural mendasar dari mereka yang dituduh. Di negara-negara di mana dengar-kesaksian publik terbuka bagi para korban tidak mungkin dilakukan, bisa dipertimbangkan untuk mengadakan sesi terbuka lainnya, seperti dengar-pandangan sektoral yang digunakan di Afrika Selatan. Alih-alih meminta kesaksian para korban, komisi mewawancarai pengamat hak asasi manusia, wakil gereja, pemimpin masyarakat atau tokoh lainnya untuk memberikan kesaksian atau pandangan secara terbuka untuk menggambarkan sifat kekerasan yang terjadi dan bagaimana pengaruhnya bagi masyarakat atau wilayah tertentu. Menentukan Parameter: Kebenaran Apa, dan Bagaimana Mencatatnya? Komisi kebenaran biasanya mendasarkan kerja mereka pada pengumpulan kesaksian dari ribuan saksi, korban dan mereka yang ditinggalkan. Untuk merangkum informasi tentang pola, pelaku, pertanggungjawaban institusional, jenis korban, jenis pelanggaran, variasi pelanggaran yang terjadi, distribusi geografis dan detail lain-lainnya, mungkin diperlukan pusat data komputer untuk mencatat dan menganalisis ribuan kesaksian tersebut. Selain itu diperlukan juga sistem manajemen informasi yang dirancang dengan teliti untuk menstandardisasi bagaimana pelaksanaan wawancara dan bagaimana hasil wawancara dikoding dan dimasukkan ke dalam komputer. Sistem demikian memungkinkan analisis informasi secara kompleks, dan mendapatkan informasi dan gejala yang mungkin tidak bisa ditemukan dalam jumlah data yang besar, tanpa menggunakan sistem itu. Namun, investasi yang dibutuhkan untuk menciptakan dan menjalankan sistem pusat data dan manajemen informasi biasanya jauh lebih besar daripada yang dibayangkan oleh komisi pada saat mereka mulai bekerja. Hanya sedikit komisioner yang berpengalaman dalam manajemen dan analisis data, sehingga mereka sering kali kurang memahami pentingnya dan kompleksnya manajemen informasi, banyaknya keputusan penting yang harus mereka ambil agar sistem tersebut berjalan dengan baik, dan seberapa jauh keputusan tersebut akan berpengaruh pada kualitas produk akhir komisi kebenaran. Sementara sistem manajemen informasi dan pusat data merupakan aset yang penting, mereka juga membutuhkan banyak waktu dan staf, dan sebaiknya dibuat hanya bila komisi memahami apa yang diperlukan untuk bisa menggunakannya secara optimal. Praktis semua komisi kebenaran yang menggunakan sistem pusat data yang canggih mengalami masalah teknis dan metodologis yang serius, yang sering kali nyaris mencekik komisi dan menyita seluruh tenaganya. Banyak definisi spesifik yang perlu dibicarakan dan ditentukan dengan cermat untuk menjamin akurasi koding; bahkan masalah tentang informasi apa yang perlu dikumpulkan dan apa yang akan ditanyakan dari para saksi akan mempengaruhi temuan komisi secara mendasar. Sejumlah besar staf, mungkin lebih dari setengahnya, bisa saja tersita waktu dan tenaganya hanya untuk melakukan koding dan entri data ke dalam pusat data itu. Namun bila dilakukan dengan baik, pengumpulan informasi dan sistem manajemen yang teliti akan menjadi dasar yang kuat bagi kesimpulan akhir komisi tersebut. Selama berbulan-bulan komisi El Salvador bekerja dengan staf yang hanya memiliki kemampuan komputer minimal, dan meminjam personil dari misi PBB di El Salvador untuk membantu merancang pusat data. Setelah beberapa bulan, mereka mempekerjakan seorang spesialis informasi, dan kemudian, puluhan koder dan staf entri data, yang pada awalnya tidak direncanakan. Komisi El Salvador menjadi titik balik dalam cara komisi kebenaran memandang manajemen informasi. Sebelum komisi ini, tidak ada yang menggunakan sistem manajemen data yang canggih; komisi-komisi besar sebelumnya di Argentina dan Cili hanya memiliki pusat data yang sederhana, yang hanya memungkinkan mereka melakukan perhitungan sederhana seperti jumlah korban berdasarkan wilayah, usia, pekerjaan dan karakteristik lainnya. Komisi-komisi besar yang dibentuk setelah El Salvador, di Haiti, Afrika Selatan dan Guatemala, menggunakan sistem pusat data relasional yang canggih dan memiliki puluhan staf koding dan entri data. Beberapa komisi kebenaran menggunakan jasa konsultan luar untuk bantuan dalam merancang sistem demikian. Program Ilmu Pengetahuan dan Hak Asasi Manusia dari Asosiasi Amerika untuk Pemajuan Ilmu Pengetahuan AAAS, sebuah organisasi non-pemerintah di Washington, membantu merancang sistem pengelolaan data untuk komisi Afrika Selatan, Haiti dan Guatemala. Dalam proses tersebut, wakil direktur program AAAS, Patrick Ball, mengembangkan metodologi yang mendetail untuk manajemen data proyek hak asasi manusia berskala besar yang digunakan komisi-komisi itu; buku singkatnya mengenai hal ini perlu dibaca oleh semua komisi kebenaran di masa depan atau proyek hak asasi manusia yang berskala demikian. xxi Ball menerapkan metodologi penelitian sosial dasar dalam konteks pelanggaran hak asasi, dan menyarankan proses manajemen informasi empat tahap: pengumpulan data, ketika para pewawancara mengumpulkan ribuan pernyataan dari para saksi, korban dan mereka yang ditinggalkan, proses data koding data , ketika hasil wawancara distandardisasi menjadi kode-kode yang berlaku umum, menyiapkannya untuk dimasukkan ke dalam pusat data, entri data, ketika informasi yang telah dikoding dimasukkan ke dalam pusat data komputer dan pada akhirnya analisis terhadap data informasi yang sudah didapatkan. Konsistensi dan metodologi yang standar amat penting, karena adanya kesalahan di awal akan berpengaruh pada hasil akhir, kata Ball. Meskipun memiliki keuntungan yang besar, pendekatan yang canggih dan mahal ini mungkin tidak selalu tepat untuk digunakan semua komisi di semua negara. Beberapa komisi di masa depan mungkin tidak akan menggunakan komputer dan analisis statistik, atau tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya, dan tidak semua yang memiliki komputer akan menggunakan sistem yang demikian canggih. Pentabulasian angka bisa dilakukan dengan tangan, terutama bila jumlah pelanggaran tidak terlalu besar dalam skala ribuan, bukan puluhan atau malah ratusan ribu, meskipun tidak memungkinkan banyak jenis manipulasi data. Mendapatkan Kesimpulan: Tingkat Pembuktian yang Bagaimana? Sementara tidak memberikan sanksi denda, pemenjaraan atau hukuman seperti diberikan pengadilan, kesimpulan komisi kebenaran bisa memiliki dampak negatif bagi orang dan institusi yang disebut bertanggung-jawab atas pelanggaran yang terjadi. Di bab 8, telah dijelaskan standar prosedural dan pembuktian yang dipergunakan untuk menyebutkan nama pelaku dalam laporan komisi kebenaran, dan tidak akan diulangi lagi. Namun, beberapa dari isu serupa relevan bagi keseluruhan temuan komisi. Untuk menunjukkan tanggung jawab terhadap pembunuhan atau penyiksaan kepada salah satu sektor militer atau polisi akan memberikan dampak bagi masa depan pasukan tersebut dan komandannya, bahkan bila perwira tersebut tidak dituduh secara langsung oleh komisi. Menggambarkan pelanggaran berskala besar yang dilakukan oposisi bersenjata, yang kemudian menjadi partai politik setelah berakhirnya konflik, bisa mengurangi kredibilitas kelompok tersebut terhadap masyarakat internasional atau dukungannya di dalam negeri. Demikian pula, kesimpulan tentang siapa para korban – penduduk sipil apolitis yang terjerat dalam represi, pendukung pasukan bersenjata yang memiliki orientasi politik tertentu, atau anggota dari kelompok etnik, regional atau politik tertentu – bisa berpengaruh pada kebijakan ganti rugi atau program lain yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akhirnya, komisi memiliki risiko bahwa keseluruhan laporannya dipertanyakan bila terdapat kesalahan serius dalam laporannya. Maka, komisi harus membuat panduan internal yang jelas tentang standar pembuktian dan menjelaskannya dalam laporannya. Biasanya, gambaran yang didapatkan dari ribuan kesaksian sudah cukup jelas, dan memiliki pola yang tidak dapat dibantah lagi. Sebuah komisi harus mulai dengan menarik kesimpulan dari sumber informasi primer ini, dan bisa mendapatkan banyak temuan mendasar dengan mempelajari pola-pola yang ada. Namun dalam menyimpulkan kasus-kasus tertentu, diperlukan metodologi yang lebih teliti. Standar pembuktian komisi-komisi kebenaran memiliki berbagai tingkat, seperti terlihat dari komisi El Salvador dan Cili. Laporan komisi El Salvador menggambarkan pendekatan komisi itu: Sejak awal mula, komisi sadar bahwa tuduhan yang diberikan dan bukti yang didapatkan secara rahasia bisa menimbulkan risiko besar kurang dipercaya, dibandingkan dengan tuduhan atau bukti yang melalui proses yudisial yang normal untuk menentukan kebenaran dan persyaratan lainnya untuk memenuhi prosedur hukum, termasuk hak tertuduh untuk melawan dan memeriksa saksi-saksi yang memberatkannya. Maka, komisi merasa bahwa ia memiliki kewajiban khsus untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menjamin reliabilitas bukti-bukti yang digunakannya untuk mencapai satu temuan. … Komisi memutuskan bahwa, dalam masing-masing kasus yang digambarkan dalam laporan ini, akan ditunjukkan tingkat keyakinan yang menjadi dasar kesimpulannya. Tingkat-tingkat keyakinan itu adalah sebagai berikut: 1. Bukti amat kuat – bukti yang mutlak atau sangat meyakinkan untuk mendukung temuan Komisi; 2. Bukti substansial – bukti yang kuat untuk untuk mendukung temuan Komisi; 3. Bukti cukup – lebih banyak bukti yang mendukung temuan Komisi daripada yang menentangnya. xxii Selain itu, komisi El Salvador mensyaratkan adanya lebih dari satu sumber atau saksi sebelum memastikan temuan, dan salah satunya harus sumber primer. xxiii Kebijakan dua sumber ini mencegah beberapa informasi penting untuk dimuat dalam laporannya. Salah satu pertanyaan kontroversial tentang komisi El Salvador adalah tentang siapa yang berada di belakang tim pembunuh: masyarakat percaya bahwa tim tersebut dikendalikan dan dibiayai elite sipil kanan di negeri itu. Anggota staf komisi yang bertugas menyelidiki hal ini melaporkan kepada komisi bahwa hal ini benar, dan memberikan nama-nama para elite yang terkait dengan pembunuh-pembunuh tersebut, namun hanya ada satu sumber yang bisa didapatkan, dan meskipun komisi berusaha keras, tidak ada sumber kedua yang bisa didapatkan untuk mengkonfirmasi. Komisi kemudian menghapus informasi ini dari laporannya segera sebelum laporan diterbitkan – namun terlanjur tersebar isu bahwa komisi akan memuat subjek ini dalam laporan, lengkap dengan nama. Untuk mengimbangi kekurangan ini, komisi menyarankan pembentukan komisi untuk menyelidiki isu ini lebih lanjut. xxiv Ketiadaan informasi tentang tim pembunuh dan pendanaannya mendapatkan kritikan keras sebagai titik lemah laporan itu. Namun, komisi membela diri dengan menyatakan bahwa ia tidak bisa mengambil risiko kehilangan kredibilitasnya dan seluruh laporannya dengan menerbitkan tuduhan yang tidak bisa dipastikan kebenarannya. Di Cili, mandat komisi yang lebih sempit, dan membatasi kasus-kasus yang diselidikinya menjadi kurang dari 300 pembunuhan dan penghilangan, memungkinkan komisi untuk meninjau dan membuat keputusan untuk setiap kasus secara individual. Komisi ini juga berhasil mendapatkan lebih banyak dokumentasi yang spesifik per kasus daripada komisi-komisi lainnya, sebagai hasil investigasi pada masing-masing kasus. Sebagaimana dijelaskan dalam laporannya, “Komisi mencapai keputusan yang tepat dan adil tentang masing-masing kasus berdasarkan pada kesaksian keluarga para korban; saksi mata peristiwa yang berkaitan; agen pemerintah dan mantan agen, baik yang berseragam maupun sipil, termasuk pernyataan yang diberikan mantan perwira tinggi dan menengah dari militer dan kepolisian dan mantan agen keamanan negara; laporan pers; kesaksian dan pendapat para pakar; kunjungan ke tempat-tempat terjadinya peristiwa yang bersangkutan; dokumentasi dari organisasi hak asasi manusia; dokumen dan sertifikat resmi seperti akte kelahiran atau kematian, laporan otopsi, catatan pemilih dalam pemilihan umum, catatan kriminal, catatan imigrasi dan banyak dokumen resmi lainnya”. xxv Komisi “berusaha untuk selalu mendapatkan bukti bagi masing-masing kasus. Dalam kasus penghilangan ia mendapatkan bukti penangkapan atau bahwa orang tersebut sempat ditahan di kamp-kamp rahasia tempat mereka yang dihilangkan biasanya ditahan”. xxvi Standar yang mulai sering dipergunakan oleh komisi-komisi kebenaran adalah “kesetimbangan probabilitas” untuk mengambil kesimpulan. Dengan standar ini, harus ada lebih banyak bukti yang mendukung daripada yang menolak suatu kesimpulan agar kesimpulan itu dianggap benar, atau bahwa berdasarkan bukti yang ada, sesuatu dianggap lebih mungkin benar terjadi daripada tidak. Standar serupa dipergunakan di Amerika Serikat untuk pengadilan sipil. Kesetimbangan probabilitas adalah tingkat pembuktian terendah yang digunakan komisi El Salvador, yang dijelaskannya sebagai “lebih banyak bukti yang mendukung temuan Komisi daripada yang menentangnya”, meskipun ia menggunakan standar pembuktian yang lebih tinggi untuk mendapatkan kesimpulan tentang identitas para pelaku. Standar kesetimbangan probabilitas juga dipergunakan komisi di Guatemala dan Afrika Selatan untuk menyimpulkan temuannya. xxvii i ii iii iv v vi vii viii ix x xi xii xiii xiv xv xvi xvii xviii xix xx xxi xxii xxiii xxiv xxv xxvi xxvii

Bab 15 Tantangan dan Bantuan dari Pihak Luar