Enam Belas Komisi Kebenaran yang Kurang Dikenal

bisa didaftar dalam laporan tersebut, jika komisioner memilih demikian, dan bahwa nama-nama orang kemudian bisa dicocokkan oleh pers atau organisasi non-pemerintah; wawancara antara penulis dengan para penandatangan kesepakatan, April 1996, Guatemala City. Selain itu, tidak mungkin bahwa laporan komisi bisa dibatalkan sebagai bukti di pengadilan; para pakar hukum mencatat bahwa suatu kesepakatan damai tak bisa secara sepihak menentukan aturan main rules and procedure standar yudisial. 42. “Agreement on the Establishment of the Commission to Clarify Past Human Rights Violations and Acts of Violence That Have Caused the Guatemalan Population to Suffer”, UN Doc.A48954S1994751, Annex II, 23 Juni 1994. Klausa ini menyatakan bahwa moderator pembahasan perdamaian itu, Jean Arnault, akan ditunjuk oleh sekretaris jenderal untuk menjadi ketua komisi, namun ia ditunjuk menjadi ketua Missi PBB untuk Guatemala dan karena itu ia tak bisa memangku tugas tersebut. 43. Ibid. 44. Komisi juga meminta dokumen dari pemerintah-pemerintah Argentina, Taiwan, dan Israel, tetapi tak menerima satu pun. 45. Guatemala: Nunca Más, 4 jilid, Oficina de Derechos Humanos del Arzobispado de Guatemala, Guatemala City, 1998. Versi ringkas dari laporan tersebut telah diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul Guatemala: Never Again The Official Report of the Human Rights Office, Archdiocese of Guatemala , New York: Orbis Books, dan London: Catholic Institute for International Relations, 1999. 46. Proyek CIIDH juga melakukan analisis yang mendalam atas liputan pers terhadap kekerasan, yang memperlihatkan kelemahan tajam dalam pelaporan terhadap pembunuhan dan penghilangan dalam beberapa bulan pada awal 1980-an. Lihat Patrick Ball, Paul Kobrak, dan Herbert F. Spirer, State Violence in Guatemala, 1960-1966: A Quantitative Reflection , Washington DC: American Association for the Advancement of Science, 1999. 47. Guatemala: Memory of Silence Conclusions and Recommendations, hlm. 22. 48. Ibid., hlm. 32. 49. Ibid., hlm. 41. Kesimpulan komisi bahwa genosida yang telah terjadi itu merupakan hal yang penting telah dikeluarkan dari undang-undang amnesti awal. Komisi kemudian ditekan dengan sangat kuat oleh pelbagai kelompok organisasi masyarakat adat untuk menegaskan bahwa genosida telah terjadi di negeri tersebut. 50. Ibid., hlm 38. 51. “Agreement on the Establishment of the Commission to Clarify Past Human Rights Violations and Acts of Violence That Have Caused the Guatemalan Population to Suffer”, UN Doc.A48954S1994751, Annex II, 23 Juni 1994. 52. Sebagai contoh, laporan tersebut menegaskan bahwa “struktur dan sifat hubungan ekonomi, budaya dan sosial di Guatemala ditandai oleh pengecualian, antagonisme dan konflik yang sangat kentara … kekerasan terutama dilakukan oleh negara dengan menyasar pada masyarakat Maya, masyarakat yang tersingkir dan miskin lebih dari masyarakat mana pun di negeri tersebut, juga terhadap mereka yang memperjuangkan keadilan dan kesamaan status sosial”. Lihat Guatemala: Memory of Silence Conclusions and Recommendations , hlm. 17. 53. Pemerintahan Guatemala, “Posición inicial del Gobierno de la República ante el informe y las recomendaciones de la Comisión de Esclarecimiento Histórico”, 16 Maret 1999.

Bab 5: Enam Belas Komisi Kebenaran yang Kurang Dikenal

1. Detail tentang komisi ini diterangkan dalam Richard Carver, “Called to Account: How African Governments Investigate Human Rights Violations”, African Affair 89 1991. 2. Ibid ., hlm. 399. 3. Amnesti Internasional juga mempunyai salinan pada microfiche di London. 4. Carver, “Called to Account”, hlm. 400. 5. Tidak begitu banyak referensi kepustakaan tentang komisi pertama ini, dan bahkan di Uganda sendiri hal itu tampaknya sudah dilupakan. Seorang komisioner pada Komisi Uganda untuk Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia tahun 1986 menulis bahwa komisi 1986 ini merupakan “badan serupa yang kedua di dunia, setelah Argentina”. John Negenda, “The Human Rights Commission”, dalam Uganda 1986-1991: An Illustrated Review, Kampala, Uganda: Fountain, 1991, hlm. 30. 6. Loyola Guzmán, ketua dari Perkumpulan Keluarga para Tahanan, Orang Hilang dan Pahlawan Pembebasan Nasional, wawancara lewat telepon dengan penulis pada 12 Agustus 1994. 7. Ibid . 8. Human Rights Watch, “Bolivia: Almost Nine Years and Still No Verdict in the ‘Trial of Responsibilities’”, New York: Human Rights Watch, Desember 1992, hlm. 1. 9. Jose Zalaquett, “Confronting Human Rights Violations Committed by Former Governments: Principles Applicable and Political Constraints”, dalam Justice and Society Program of the Aspen Institute, State Crimes: Punishment or Pardon, Queenstown, MD: Aspen Institute, 1989, hlm. 59. 10. Ibid., hlm. 61. 11. Robert Goldman, wawancara lewat telepon dengan penulis, 14 April 1994. 12. Wilder Tayler, wawancara dengan penulis, 2 Agustus 1994, New York. 13. Alexandra Barahona de Brito, Human Rights and Democratization in Latin America: Uruguay and Chile , New York: Oxford University Press, 1997, hlm. 146. 14. Ibid. 15. Ibid. 16. Servicio Paz y Justicia SERPAJ, Uruguay: Nunca Más: Informe Sobre La Violación a Los Derechos Humanos 1972-1985 , edisi kedua, Montevideo, Uruguay: SERPAJ, 1989. Untuk deskripsi tentang proyek ini, lihat Barahona de Brito, Human Rights, hlm. 145-148. 17. Breaking the Silence, Building True Peace: A Report on the Disturbances in Matabeleland and the Midlands, 1980 to 1988 , Harare, Zimbabwe: Catholic Commission for Peace and Justice in Zimbabwe and the Legal Resources Foundation, 1997, hlm. 61. 18. Sebaliknya, mereka yang mati dalam pertempuran memperjuangkan kemerdekaan menerima kompensasi melalui Undang-Undang Kompensasi untuk Korban Perang 1980. Tak ada undang- undang serupa yang menjamin hak para korban kekekerasan di Matabeleland. Secara umum, lihat Human Rights Watch, Zimbabwe: A Break with the Past? Human Rights and Political Unity, New York: Human Rights Watch, 1989. 19. Bornwell Chakaodza, direktur penerangan dari Kementrian Penerangan, wawancara dengan penulis, 30 September 1996, Harare, Zimbabwe. 20. Lihat Breaking the Silence, Building True Peace . 21. Legal Notice No. 5 tahun 1986, didirikan berdasarkan Undang-Undang tentang Komisi Penyeldikan Cap. 56, Uganda. 22. Ford Foundation menyediakan dana 93,300 kepada pemerintahan Uganda, yang dipersiapkan khusus untuk komisi tersebut, pada 1988. Ford Foundation Annual Report, 1987, New York: Ford Foundation, 1987. 23. Pada Februari 1991, surat kabar milik pemerintah, The New Vision, melaporkan bahwa “Komisi Hak Asasi Manusia minggu ini gagal bersidang karena kekurangan dana. … [Sekretaris komisi tersebut] berharap akan ada dana untuk sidang Komisi minggu berikutnya.” Koran itu juga melaporkan bahwa “wahana Komisi tersebut tidak sedang berfungsi dengan baik” untuk melangsungkan perjalanan penyelidikan seperti yang telah direncanakan. Eva Lubwama, “Human Rights Fails”, The New Vision, 2 Februari 1991. Badan bantuan dana pemerintahan Denmark, DANIDA, menghibahkan bantuan dana bagi komisi tersebut sejumlah kurang lebih 437,000 pada tahun 1992. Lebih dari setengahnya dimanfaatkan untuk membiayai pencetakan dan penerbitan laporan. 24. Wawancara dengan penulis, Kampala, Uganda, Oktober 1996. 25. Sushil Pyakurel, direktur eksekutif Informal Sector Service Sector, Nepal, wawancara telepon dengan penulis, 3 Maret 1999. 26. Amnesty International Report 1993, New York: Amnesty International USA, 1993, 220. 27. “Berkaitan dengan pendirian sebuah Komisi Penyelidikan untuk kejahatan dan tindakan menyimpang yang dilakukan oleh mantan presiden, pendukungnya danatau para kroninya”, Keputusan No. 014P.CECJ90, Republik Chad, 29 Desember 1990, dicetak-terbit ulang dalam Kritz, Transitional Justice , vol. 3, hlm. 48-50. 28. Report of the Commission of Inquiry Chad, sebagaimana disarikan dalam Kritz, Transitional Justice , vol. 3, hlm. 54. 29. Jamal Benomar, “Coming to Terms with the Past: How Emerging Democracies Cope With a History of Human Rights Violations”, Atlanta: Carter Center, 1 Juli 1992, hlm. 13. 30. Ibid. 31. Staf Pemerintahan Amerika Serikat, wawancara telepon dengan penulis, 7 Mei 1993. 32. Wawancara telepon oleh penulis dengan Genoveva Hernandez, 3 Desember 1999, dan Reed Brody, Human Rights Watch, 10 Desember 1999. 33. Kedua komisi ANC yang digambarkan di sini memiliki sifat dan hakikat yang berbeda dengan komisi-komisi lain, karena keduanya dibentuk oleh badan oposisi bukan negara, jadi tidak dibentuk oleh negara sebagaimana halnya komisi di negara-negara lain. Namun dengan cara yang sama seperti penyelidikan yang dilakukan negara, kedua badan tersebut justru melakukan evaluasi diri dan menghadirkan pengakuan ANC akan berbagai pelanggaran dan penyelewengan yang dilakukannya. 34. Lihat, sebagai misal, Amnesty International, “South Africa: Torture, Ill-Treatment, and Executions in African National Congress Camp”, London: Amnesty International, 2 Desember 1992. 35. Komisi tersebut sering juga diacu sebagai Komisi Skweyiya, yang merupakan nama ketuanya, T. L. Skweyiya. 36. Report of the Commission of Enquiry into Complaints by Former African National Congress Prisoners and Detainees, 1992, hlm. 6. 37. Ibid. hlm. 72. 38. Berdasarkan permintaan, kantor ANC di New York tidak akan menyediakan kopi dari laporan tersebut, yang mengatakan bahwa laporan tersebut tidak diterbitkan karena “dianggap belum lengkap” oleh karena kurangnya kesaksian utuh dari para tertuduh kendati nama para tertuduh itu tidak tercantum dalam laporan tersebut. 39. “Pernyataan oleh Nelson Mandela, presiden Kongres Nasional Afrika, pada Report of the Commission of Enquiry into Complaints by Former African National Congress Prisoners and Detainees”, yang dirilis oleh Kongres Nasional Afrika pada 19 Oktober 1992. 40. Nama komisi tersebut dalam bahasa Jerman adalah Enquete-Kommission Aufarbeitung von Geschichte und Folgen der SED-Diktatur in Deutschland. 41. Sebagai misal, pada tahun 1953, ratusan orang terbunuh dalam penindasan penuh kekejaman sebagai reaksi terhadap pemberontakan rakyat. Antara tahun 1961, ketika Tembok Berlin didirikan, dan 1989, ketika tembok tersebut diruntuhkan, sekurang-kurangnya 260 orang telah terbunuh karena mencoba melewati tapal batas dari Jerman Timur ke Jerman Barat, ditembak oleh petugas penjaga tapal batas atau terbunuh oleh ranjau darat. Para tahanan politik diinterogasi dengan sangat kasar; beberapanya disiksa, dan banyak lainnya dibawa ke pembuangan. Pada tahun 1950-an, ratusan warga Jerman Barat yang berjuang mengubah pemerintahan Jerman Timur diculik oleh pemerintahan Jerman Timur dan dipenjarakan dan beberapanya dihukum mati di Jerman Timur. 42. Wawancara oleh penulis dengan staf komisi, Juni 1997, Berlin. 43. Akses pada arsip ditentukan oleh Federal Authority on the Records of the Former Ministry for State Security of the German Democratic Republic, umumnya dikenal sebagai Gauck Authority, dinamakan sesuai dengan nama direkturnya, Joachim Gauck. 44. Untuk deskripsi dari skenario yang ditayangkan di televisi itu, yaitu tentang rujukan antara para korban dan para informan, lihat Tina Rosenberg, The Haunted Land: Facing Euope’s Ghosts after Communism , New York: Random House, 1995. 45. Report of the Commission of Enquiry into Complaints by Former African National Congress Prisoners and Detainees , 1992, hlm. 70-71. 46. Komisi ini juga diacu sebagai Komisi Motsuenyane, sesuai nama ketua komisi tersebut, seoarang veteran pebisnis kawakan, Dr. Samuel M. Motsuenyane. 47. Richard Carver, wawancara telepon oleh penulis, 7 Januari 1994. 48. Reports of the Commission of Enquiry into Certain Allegations of Cruelty and Human Rights Abuse against ANC Prisoners and Detainees by ANC Members , Johannesburg, 20 Agustus 1993, ii. 49. “African National Congress National Executive Committee’s Response to the Motsuenyane Commission’s Report”, dirilis oleh Kongres Nasional Afrika, 31 Agustus 1993, hlm. 7. 50. Sebagai misal, Amnesti Internasional mendokumentasikan 680 kasus penghilangan antara tahun 1983 hingga 1988. Ingrid Massage, Amnesty International, wawancara oleh penulis, 9 Juli 1997, London. 51. Dalam salah satu bulan yang sangat buruk, Juli 1996, 365 orang dilaporkan telah dilenyapkan, demikian menurut Home for Human Rights, sebuah organisasi hak asasi manusia di Sri Langka. 52. Organisasi-organisasi hak asasi manusia juga mengajukan kasus kepada komisi yang didokumentasikan dalam file mereka. Kasus-kasus tersebut tidak termasuk dalam laporan komisi jika keluarga tidak datang memberikan kesaksian. 53. Final Report of the Commission of Inquiry into the Involuntary Removal or Disappearance of Persons in the Western, Southern and Sabaragamuwa Provinces; Final Report of the Commission of Inquiry into the Involuntary Removal or Disappearance of Persons in the Central, North Western, North Central and Uva Provinces; dan Final Report of the Commission of Inquiry into the Involuntary Removal or Disappearance of Persons in the Northern and Eastern Provinces , Colombo: Sri Lankan Government Publications Bureau, 1997; dirilis untuk publik pada Januari 1998. 54. Sebagai tambahan, masing-masing komisi menerbitkan laporan sementara, beberapa di antaranya sangat substansial. Laporan akhir yang dipersingkat mungkin dijelaskan oleh laporan-laporan sementara yang lebih substansial, demikian dikatakan oleh seorang pembela hak asasi manusia, khususnya ketika para komisioner menjadi kabur dalam kekurangan tindakan yang diambil oleh pemerintah terhadap rekomendasi sementara mereka. 55. Amnesty International Report 1999, London: Amnesty International, 1999. 56. Hanya sedikit yang telah ditulis tentang komisi kebenaran Haiti, namun ringkasan hasil kerjanya dapat ditemukan dalam Fanny Benedetti, “Haiti’s Truth and Justice Commission”, Human Rights Brief , Washington, DC: Center for Human Rights and Humanitarian Law, Washington College of Law, American University, 3:3, 1996. 57. Human Rights Watch, “Thirst for Justice: A Decade of Impunity in Haiti”, New York: Human Rights Watch, September 1996, hlm. 18. 58. Permintaan resmi untuk pembentukan sebuah komisi kebenaran diulangi lagi oleh pemerintahan Burundi dalam Kesepakatan Pemerintahan, 10 September 1994, yang kemudian diproduksi ulang sebagai lampiran dalam UN Doc.A5094S1995190, 8 Maret 1995. 59. Amnesty International, “Rwanda and Burundi: A Call for Action by the International Community”, London: Amnesty International, September 1995, hlm. 23 dan 26. 60. Pedro Nikken, wawancara oleh penulis, 18 September 1997, Siracusa, Italy. 61. UN Security Council Resolution 1012 1995, 28 Agustus 1995. 62. “UN Reports Burundi Army Slew Civilians by Thousands”, New York Times, 4 Agustus 1996, A4. Laporan Komisi Burundi telah diterbitkan sebagai lampiran dalam UN Doc. S1996682, 22 Agustus 1996. 63. Ministerial Accord No. 012 Ecuador, 17 September 1996. 64. Komisi ini digambarkan dalam Report on the Situation of Human Rights in Ecuador, Washington, DC: Organization of American States, 1997, hlm. 9-10. 65. Amnesty International Report 1997, London: Amnesty International, 1997, hlm. 140. 66. Report on the Situation of Human Rights in Ecuador, hlm. 10. 67. Amnesty International Report 1998, London: Amnesty International, 1998. 68. “Instrument Constituting a Judicial Commission of Inquiry for the Investigation of Human Rights Violations”, diterbitkan dalam Federal Republic of Nigeria Official Gazette 86; 56, 1999, Lagos Statutory Instrument 8 of 1999, hlm. 1. 69. Kegiatan evaluasi ini, yang terjadi pada September 1999, diselenggarakan bersama oleh International Institute for Democracy and Electoral Assitance di Stockholm dan Center for Democracy and Development di Lagos. Para partisipannya berasal dari Afrika Selatan, Cili, dan Guatemala. Saya juga ikut hadir untuk memberikan sebuah gambaran tentang petikan-petikan pelajaran dari komisi-komisi kebenaran yang sudah ada sebelumnya. 70. “Instrument Constituting a Judicial Commission of Inquiry for the Investigation of Human Rights Violations”, hlm. 2. 71. Untuk informasi lebih lanjut tentang kekejaman dalam perang di Sierra Leone, lihat Human Rights Watch, Sowing Terror: Atrocities against Civilians in Sierra Leone, New York: Human Rights Watch, Juli 1998, dan Getting Away with Murder, Mutilation, and Rape: New Testimony from Sierra Leone , New York: Human Rights Watch, Juni 1999. 72. Harus diketahui bahwa pemerintah tidak melakukan negosiasi dengan posisi yang kuat. Ketika kesepakatan damai dicapai, kelompok pemberontak menguasai sebagian besar negeri tersebut. Separuh Angkatan Bersenjata Sierra Leone bergabung dengan para pemberontak di hutan setelah berhasil melakukan kudeta terhadap pemerintah pada tahun 1997, memerintah negeri tersebut selama sembilan bulan, dan kemudian diturunkan dari kekuasaan oleh angkatan bersenjata pimpinan Nigeria, the Economic Community of West African States Cease-fire Monitoring Group ECOMOG. Sejak 1998, Angkatan Bersenjata Sierra Leone bertempur bersama pemberontak bersenjata RUF menentang pemerintah. Dengan bantuan Nigeria yang mengembalikan para tentaranya kepada pihak pemerintah, pemerintah Sierra Leone merasa bahwa ia hanya memiliki kekuasaan yang lemah ketika duduk di meja perundingan damai. PBB yang memfasilitasi perundingan damai, secara khusus dikritik karena menandatangani sebuah kesepakatan yang memasukkan suatu ketentuan tentang amnesti umum bagi kejahatan berat yang melanggar hak asasi manusia. Ketika menandatangani kesepakatan tersebut, wakil khusus sekretaris jenderal PBB untuk Sierra Leone, Francis G. Okelo, memasukkan sebuah catatan dengan tandatangannya yang menyatakan bahwa PBB menafsirkan amnesti itu “bukan untuk kejahatan internasional berkaitan dengan genosida, kajahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan pelanggaran-pelanggaran berat lainnya yang dilarang dalam hukum humaniter internasional”. 73. “Peace Agreement between the Government of Sierra Leone and the Revolutionary United Front of Sierra Leone”, 7 Juli 1999, Pasal 26. 74. Saya bertindak sebagai salah satu konsultan PBB yang terlibat dalam proses pertemuan dengan pihak- pihak terkait di Sierra Leone dan menyusun draf rekomendasi. 75. Lihat Truth and Reconciliation Act of Sierra Leone, 2000, tersedia secara online di internet: www.sierra-leone.orgtrc.html . Bab 6: Apa Itu Kebenaran?